Wednesday, September 20, 2023

BUNGA TAMAN HATIKU 38

 BUNGA TAMAN HATIKU  38

(Tien Kumalasari)

 

Beberapa saat lamanya, Satria dan Nijah saling berpandangan, seperti mimpi rasanya mendengar kata kehamilan yang diucapkan dokternya.

Baru seminggu dia berhasil ‘menaklukkan’ Nijah, dan sekarang sudah dinyatakan hamil?

Dokter itu menangkap keraguan di mata pasien dan suaminya. Ia tersenyum.

“Itu benar, tapi agar Anda yakin, Anda bisa langsung periksa ke dokter kandungan.”

“Tapi dokter, baru seminggu kami ….” Satria tidak melanjutkan ucapannya, tapi dokter itu sudah bisa menebaknya.

“Kehamilan bisa terdeteksi sekitar enam hari setelah berhubungan.”

“Oh …” lalu senyuman di bibir Satria mengembang. Diraihnya tangan Nijah dan diciumnya lama sekali, membuat dokter itu tersenyum lucu.

“Pengantin baru ya?” tanyanya sambil menuliskan resep untuk Nijah.

Satria dan Nijah hanya saling pandang, tak bisa menyembunyikan kebahagiaan mereka.

“Ini ada salep untuk bibir yang terluka,” katanya sambil menyerahkan resepnya.

“Terima kasih Dok.”

Saat itu juga mereka pergi ke poliklinik kandungan. Tak sabar menunggu antrean yang lumayan banyak karena baru saja mendaftar, Satria tampak gelisah.

“Mengapa lama sekali?” kata Satria yang ingin sekali menyerobot masuk ke dalam, membuat Nijah tersenyum.

“Sabar, mereka adalah ibu-ibu yang sudah hamil tua, kita harus tetap menunggu.”

Dua jam menunggu, Nijah baru mendapat giliran.  Satria berdebar saat dokter mulai melakukan USG untuk kandungan Nijah. Ia berpikir, jangan-jangan dokter terdahulu itu salah mendiagnose penyakit Nijah, dan mengira Nijah hamil.

“Haa, baru terlihat kantungnya. Masih samar, tapi ini jelas calon bayi. Kembar?” dokter itu berteriak, membuat Satria dan Nijah terlonjak.

“Aap … apa? Istri saya benar hamil?”

“Masih awal kehamilan, baru kelihatan kantungnya dan masih sangat samar, tapi kok ada dua. Saya yakin putra Anda kembar.”

Dokter itu menunjukkan kepada Satria, kantung bayi yang dimaksud. Satria tidak begitu mengerti, ada gambaran-gambaran yang kemudian dokter itu meyakini bahwa itu adalah kantung bayi. Masih seperti dua buah titik yang tak jelas. Anaknya kembar?

Satria mengusap wajahnya, dan kembali meremas tangan Nijah. Ia tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.

“Karena ini baru awal kehamilan, saya harap ibu berhati-hati. Jangan dulu bekerja terlalu keras, apalagi mengangkat barang-barang berat.”

Nijah mengangguk, air matanya berlinang. Begitu cepat ia mendengar berita bahagia ini, dan tak pernah dibayangkan sebelumnya. Tadinya hanya ingin memeriksakan kesehatannya setelah disekap hampir dua hari, tapi kemudian ada berita tentang awal kehamilannya. Ia tak pernah mimpi.

“Ini resepnya, hanya berisi vitamin dan penguat kehamilan. Tapi ibu tampak sehat. Rasa pusing dan mual adalah bawaan wanita yang sedang hamil, biasanya pada tiga bulan pertama.”

Ketika melangkah keluar dari ruangan dokter, Satria menggandeng tangan Nijah, langkah mereka sangat ringan, karena merasa seperti sedang menari diantara hamparan mega. Semuanya begitu indah. Kalaupun pantas, Satria juga ingin mengumandangkan lagu dari bibirnya.

Satria bahkan menggendong Nijah ketika mau masuk ke dalam mobil, membuat Nijah berteriak-teriak.

“Maas, ya ampuun, malu Mas. Tuh banyak yang melihat kita,” kata Nijah yang tak berkutik dalam gendongan suaminya.

“Biarlah mereka melihat kita, melihat kebahagiaan kita. Mengapa rasa bahagia harus disembunyikan?” kata Satria yang kemudian menutup pintu mobil, lalu masuk ke samping Nijah untuk segera melaju bersama mobilnya.

“Timang-timang … anakku sayang  …” dan lagu itu benar-benar dikumandangkan Satria di sepanjang perjalanan, membuat Nijah tertawa-tawa karena merasa lucu, menyaksikan suaminya benar-benar seperti anak kecil.

Satria berhenti di sebuah apotik untuk membeli obat seperti yang diresepkan dokter.

Ketika selesai, Satria masih bertanya kepada sang istri, tentang apakah ia menginginkan sesuatu.

“Tidak, aku tidak ingin apapun. Aku hanya ingin segera berbaring dan tidur.”

“Oh ya, benar. Kamu pasti mengantuk, karena semalam tidur kelewat larut.”

Satria memacu mobilnya, ingin segera sampai di rumah agar istrinya bisa beristirahat, dan juga ingin segera mengabarkan berita bahagia itu kepada seisi rumah.

***

Betapa bahagia bu Sardono, mendengar Nijah sudah mulai mengandung. Anak kembar pula. Ia segera berlari ke dapur, untuk mengabarkan berita bahagia itu kepada bibik.

“Bik … Bibik..”

Bibik yang sedang mengelap piring terkejut, melihat nyonya majikannya tampak tergopoh-gopoh.

“Ada apa, Nyonya?”

“Ada berita menyenangkan, dan juga membahagiakan.”

Bibik menatap sang nyonya majikan yang matanya tampak berseri-seri.

“Nijah mengandung.”

"Mengandung?” bibik berteriak.

“Bahkan anaknya kembar.”

“Kembar?” teriaknya lebih keras.

“Tadinya hanya mau periksa, karena mengeluh pusing, dan bibirnya sakit. Tapi dokter malah mengatakan bahwa pusingnya itu gejala hamil.”

“Alhamdulillah, Ya Allah, terima kasih,” kata bibik dengan linangan air mata.

"Tapi baru awal. Mulai sekarang tolong batasi apa yang dikerjakan Nijah, jangan boleh terlalu capek, apalagi sampai mengangkat barang berat.”

“Tentu, Nyonya. Saya tak akan mengijinkan Nijah membantu di dapur lagi. Biar semua saya sendiri yang mengerjakannya.”

“Apa kamu butuh teman, Bik? Maksudku supaya pekerjaanmu lebih ringan.”

“Tidak usah Nyonya, saya biasanya mengerjakan semuanya sendiri. Tapi yang namanya Nijah itu suka ngeyel, Nyonya. Nggak bisa dilarang.”

“Memang dasarnya dia sangat rajin. Ya boleh saja dia bantu-bantu kamu, asal jangan yang berat-berat.”

“Benar Nyonya, saya akan mengawasi dengan ketat. Nyonya juga harus memarahi dia kalau ngeyel.”

“Ya, kita semua harus menjaganya. Aku sekarang mau menelpon bapaknya Satria dulu, dia masih di kantor, pasti senang mendengar berita ini,” kata bu Sardono sambil melangkah ke dalam rumah.

Bibik melanjutkan pekerjaannya menata meja makan dengan kegembiraan yang sama, sementara Nijah begitu datang, lalu berganti pakaian lalu membaringkan tubuhnya di ranjang.

“Mas, tolong beri tahu bibik, aku tidak bisa membantu, kepalaku masih pusing.”

“Mengapa harus memberi tahu, sepertinya ibu sedang mengabari bibik tentang kehamilan kamu. Pasti bibik sudah tahu bahwa kamu tidak harus membantunya saat kamu hamil.”

“Mengapa begitu Mas, tidak enak dong, hanya tiduran tanpa melakukan apa-apa.”

“Jangan membantah. Ingat kata dokter,” kata Satria tandas.

Terdengar pintu diketuk, suara bibik terdengar dari luar.

“Tuan, nyonya dan tuan sepuh sudah menunggu di ruang makan.”

Satria membuka pintunya, lalu bibik melongok ke arah ranjang. Melihat Nijah terbaring, tapi tidak tidur.

Ia segera memburu ke arah Nijah dan memeluknya erat.

“Bibik senang, bibik bahagia mendengar kamu mengandung, apalagi anak kembar.”

Nijah membalas pelukan bibik, yang sudah dianggapnya seperti ibu kandungnya sendiri.

“Atas doa Bibik. Tapi maaf, aku tadi tidak membantu.”

“Siapa yang suruh kamu membantu bibik? Pokoknya mulai sekarang harus menjaga kandungan kamu, dan tidak boleh bekerja berat. Sekarang ayo ke ruang makan, tuan Satria sudah kesana lebih dulu.”

“Sebenarnya aku nggak lapar.”

“Tidak boleh begitu. Mulai sekarang, kalau kamu makan itu bukan hanya untuk diri kamu sendiri, tapi juga untuk bayi yang kamu kandung. Jangan banyak membantah, kalau dikasih tahu,” kata bibik sambil merengut lucu.

Nijah tersenyum sambil turun dari ranjang, kemudian mengikuti bibik ke ruang makan.

***

Sudah seminggu lamanya, Ratih menunggui bu Widodo di rumah sakit. Meskipun membaik, tapi bu Widodo masih dalam pengawasan dokter. Tensinya masih turun naik, dan terkadang masih merasa sesak. Ratih yang tak tega meninggalkannya, memilih berada di rumah sakit menunggui mertuanya. Ia belum berani mengatakan tentang keinginannya menggugat cerai suaminya, mengingat kesehatan bu Widodo yang masih belum stabil. Tapi pelan-pelan dia akan mencobanya.

Hari itu Ratih bercerita tentang Nijah, yang menjadi istri Satria. Bu Widodo heran, karena setahunya, istri Satria adalah Ristia.

Ketika ditanya penyebabnya, Ratih hanya mengatakan bahwa Satria ingin memiliki keturunan, sementara Ristia tidak bisa memberikannya.

“Jadi Satria dan Ristia bercerai?”

“Dalam proses cerai, kelihatannya, Bu,” Ratih belum yakin benar, karena baru mendengar bahwa Satria akan menceraikannya. Barangkali sudah dalam proses, entahlah. Ratih juga belum berani mengatakan tentang hubungan antara Ristia dan Andri.

“Sayang sekali, kalau sebuah rumah tangga harus diakhiri dengan perceraian,” gumam bu Widodo lirih.

Ratih tidak menyahut. Tapi tiba-tiba bu Widodo mengulang ucapannya yang entah sudah berapa kali diulangnya, yaitu tentang larangannya bercerai dari Andri.

“Aku selalu ingin, kamu tetap menjadi menantuku, Ratih. Jangan pernah pergi. Ya.”

Ratih merasa batinnya teriris. Bayangan Bowo melintas. Ia ingat, hampir setiap hari Bowo menelpon hanya sekedar menanyakan keadaannya dan keadaan mertuanya. Tapi selalu terselip kata-kata manis sebelum mengakhiri pembicaraannya di telpon.

“Selamat malam, selamat tidur. Mimpikan aku ya.”

Ratih selalu tersenyum.

“Ratih.”

Ratih sangat terkejut karena ia sedang melamunkan Bowo.

“Ya, Bu.”

“Kamu tahu, aku tak ingin kamu meninggalkan aku.”

Ratih meraih tangan bu Widodo dan menempelkannya dipipinya.

“Ibu akan tetap menjadi ibu saya. Saya tak akan meninggalkan ibu.”

Ratih meyakini kata-katanya, bukan untuk membohongi bu Widodo, tapi akan benar-benar melakukannya, walau dia sudah bercerai dengan Andri.

“Berarti kamu tidak akan meminta cerai dari Andri kan?”

“Ibu, sebuah kata cerai bukan berarti kita harus berpisah,” katanya hati-hati.

“Apa maksudmu?” tanya bu Widodo yang tampaknya curiga dengan perkataan menantu tersayangnya.

“Ibu selalu mengatakan itu, jangan meninggalkan aku … Ratih berjanji tidak akan meninggalkan ibu, karena ibu sudah menjadi ibuku. Bukankah Ratih tidak lagi memiliki ibu? Ibu lah yang akan menjadi ibuku.”

“Ratih ….”

“Sekarang ibu tidur ya, banyak istirahat supaya segera pulih, dan bisa segera pulang ke rumah.”

“Kamu akan tetap menemani aku kan?”

“Iya Bu, jangan khawatir. Ibu adalah ibuku.”

Walau masih ada yang mengganjal, tapi bu Widodo cukup tenang mendengar bahwa Ratih akan selalu menemaninya.

***

Pagi hari itu, saat dokter memeriksa keadaan bu Widodo, Ratih memerlukan menelpon Nijah. Ia tahu nomor kontaknya dari Satria. Ia ingin menanyakan keadaannya, setelah beberapa hari yang lalu mendengar keinginan Nijah untuk meninggalkan Satria.

Nijah yang baru saja selesai mandi, terkejut mendengar ponselnya berdering. Apakah Bowo menelponnya? Sejak ia mengetahui bahwa Nijah akan menikah dengan Satria, Bowo tak pernah menghubunginya. Nijah mengangkat nomor tanpa nama itu dengan ragu. Tapi ponsel itu terus berdering.

“Hallo …” Nijah menjawab pelan, tapi kemudian terkejut mendengar teriakan dari seberang sana.

“Nijah? Apa kabar?”

“Ini Mbak Ratih ?”

“Iya, siapa lagi. Bagaimana keadaan kamu?”

“Baik Mbak.”

“Kamu masih di rumah mas Satria, bukan?”

“Iya, masih.” Nijah tersenyum, pasti Ratih mengira dia benar-benar akan pergi. Sekarang mana mungkin masih ada keinginan untuk itu, setelah ia dinyatakan hamil?

“Syukurlah, aku senang, akhirnya kamu memilih yang terbaik untuk hidup kamu.”

“Ada yang membuat saya bertahan.”

“Apa tuh? Kalau saya boleh tahu.”

“Saya hamil.”

Ratih tentu saja amat terkejut. Pengantin yang belum sebulan menikah itu hamil? Apa itu benar?

“Kamu hamil?”

“Baru awal kehamilan Mbak.”

“Apa yang membuat kamu tiba-tiba periksa kehamilan? Kamu kan menikah baru beberapa minggu yang lalu? Ketakutan kalau sampai tak punya anak?”

“Bukan. Awalnya mas Satria hanya ingin memeriksakan kesehatan saya, apalagi melihat bibir saya terluka agak parah. Saya diperiksa semuanya, dan ketahuan ada calon bayi di dalam rahim saya. Kembar pula, katanya,” kata Nijah gembira.

“Kembar?”

“Iya. Tapi belum kelihatan. Saya juga tidak merasakan apa-apa, kecuali kadang-kadang merasa pusing.

“Kok bisa kelihatan ya, baru beberapa hari?”

“Yang bilang dokter kandungan. Aku malu mengatakan, bahwa baru beberapa hari mas Satria mendekati aku, kok tiba-tiba bisa jadi.”

Ratih tertawa senang.

“Aku senang mendengarnya. Hati-hati Nijah, kamu harus sangat menjaganya.”

“Iya, aku tahu. Mbak Ratih sedang di mana ini?”

“Masih di rumah sakit. Ibu mertua aku tak mau jauh dari aku.”

“Belum sembuh?”

“Keadaannya sudah lebih baik, tapi dokter belum mengijinkan pulang ke rumah. Jadi aku masih ada di rumah sakit. Sebenarnya ingin pergi, tapi tak tega meninggalkan ibu. Dia amat menyayangi aku, sehingga meminta agar aku tidak bercerai dengan mas Andri.”

“Lalu bagaimana? Mbak Ratih mau menunggu sampai mas Andri bebas dari hukuman?”

“Ah, rasanya itu tak mungkin. Kami tak akan bisa bersatu. Aku hanya akan selalu tersakiti.”

“Wah, berat ya Mbak, sementara suami tidak mencintai, tapi mertua ingin selalu ditungguin.”

“Tapi pelan-pelan nanti, aku tetap akan bicara dengan ibu. Menunggu kalau ibu sudah sehat tentunya. Bagaimana mungkin aku terus menjadi istri yang sama sekali tidak dikehendaki? Betapapun besar cintanya aku, tapi aku tetap ingin berpisah.”

Ratih mengakhiri setelah bercerita panjang lebar, bahkan tentang Bowo yang sering menelponnya. Tapi begitu ia meletakkan ponselnya, bu Widodo tiba-tiba memanggilnya.

“Ratih.”

Ratih mendekat.

“Apakah kamu benar-benar ingin bercerai?”

Ratih sangat terkejut. Ia tak sadar berbicara terlalu keras saat bertelpon.

***

Besok lagi ya.

48 comments:

  1. Alhamdulilah BTH 38 sdh tayang , Terima kasih bu Tien ,smg bu tien selalu sehat dan bahagia, salam hangat dan aduhai bunda Tien...

    Mojok dulu ya mau ngintip Nijah , satria, bowo dan ratih

    ReplyDelete
  2. Maturnuwun.salam ADUHAI serta SEROJA kagem Bunda Tien K

    ReplyDelete
  3. Trima kasih bunda 🌹smoga panjenengan dan kel sehat wal afiat smua 🀲🏻

    ReplyDelete
  4. Matur nuwun mbak Tien-ku Bunga Taman Hatiku telah tayang

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah, sambil menunggu datangnya KH Anwar Zahid rawuh Bu Tien sampun paring lelipur.
    Matur nuwun Ibu, mugi2 tansah ginanjar kasarasan karaharjan kamulyan. Aamiin yaa rabbal alamiin 🀲

    ReplyDelete
  6. Alhamdulilah..
    Tks banyak bunda Tien..
    Yg ditunggu sdh tayang...

    ReplyDelete
  7. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah..
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  9. Alhmdllh terima kasih... smga Ratih diberi kekuatan untuk mengatakannya pada Bu Widodo... sehat sllu Mbu Tien bersama keluarga trcnta...

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah..... maturnuwun Bunda

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah BUNGA TAMAN HATIKU~38 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🀲

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah....matur nuwun Bu Tien BTH sampun tayang...wow Nijah hamil..anak kembar...

    ReplyDelete
  13. Sugeng daluuu mbak Tien....
    Matur Nuwun semangatnya utk terus menciptakan episode2 yg dpt membawa hati kita ikut jungkir balik kyk lg naik Roller coaster....
    Tetap semangat mbaaak... Mugi tansah pinaringan keberkahan sehat wal afiat πŸ™πŸ˜˜❤️
    Salam Aduhai dr Surabaya πŸ™πŸ˜˜❤️❤️❤️

    ReplyDelete
  14. Sungguh cerita ini lain dari karangan ibu Tien yg sebelumnya.
    Diceritakan kebahagian mereka lebih panjang serta liku2 nya. Saya akan tunggu episode selanjutnya, dg hati deg deg deg deg an.
    Sejuta trima kasih ibu Tien.
    πŸ˜πŸ‘πŸ‘

    ReplyDelete
  15. Matur nuwun Bunda Tien.....
    Jazakillaah khoir...
    Semoga selalu sehat sehingga tetap berkarya... ❤️❤️❤️

    ReplyDelete
  16. Alhamdulilah BTH 38 sdh tayang , Terima kasih mbakyu Tienkumalasari dear, smoga selalu sehat dan bahagia, salam hangat dan aduhai inggih, dari Cibubur

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillaah tayang, bahagianya mas satria dan nijah tinggal ratih dan bowo

    ReplyDelete
  18. Selamat atas sukses cucu bu Tien yang tadi pagi sdh di wisuda Fitria Zahra Bidari, SM, semoga ilmu yang diperolehnya bermanfaat bagi dirinya, kebanggaan orang tua dan masyarakat disekitarnya, bangsa dan Negara tentunya.
    Aamiin ya Robbal'alamiin.

    ReplyDelete
  19. Mtr nwn Bu Tien. Sehat selalu.
    Smg Bu Widodo bisa memaklumi apa yg dirasakan Ratih. Makin aduhai BTH 38

    ReplyDelete
  20. Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah
    Matur nuwun bu Tien
    Sehat wal'afiat selalu πŸ€—πŸ₯°

    Senangnya Nijah hamil kembar lg
    Ratih dg Bowo ya bu Tien,,🀭
    Salam aduhaiiii bu TienπŸ™

    ReplyDelete
  22. Puji Tuhan ibu Tien selalu sehat, semangat dan produktip shg BTH 38 hadir bagi kami penggandrungnya.

    Walaupun baru seminggu Satria berhasil menaklukkan Nijah, namun sel telur sdh matang misal usia 24 hr maka saat terjadi pembuakan, berarti usia calon bayi sdh 24 dan seminggu kemudian berarti usia calon bayi sdh 4 minggu.

    Selamat bahagia untuk kel Satria dan kelbes Sardono...

    ReplyDelete
  23. Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu . Aduhai

    ReplyDelete
  24. BeTeHa 38 tayang Alhamdulillah

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Wow trnyt baru hubungan seminggu kl waktu subur udah bs terdeteksi

    Yg lain jgn kepo yah
    Semua udah di atur Allah manusia hanya berencana tp tak lepas dari kehendakNya

    Saat ini klrg Sardono yg sedang berbahagia
    Keinginan utk mendapatkan cucu terlaksana

    Sementara kegelisahan yg selalu menyelimuti Ratih utk mengatakan bahwa dirinya tetap pengin cerai sama Andri

    Bowo yg selalu tlp Ratih moga jadi pemicu kecurigaan bu Widodo jadi kenyataan
    Kebetulan aj kok bu Widodo dengar Ratih bicara ma Nijah

    Alhamdulillah lampu hijau deh utk Ratih melangkah
    Kita tunggu aj bsk kelanjutannya

    Sabar Menanti deh spt Rumah Makan
    Horee penisirin bingitzs deh

    ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah..BeTeHa 38 sudah tayang
    Bu Tien sehat dan bahagiaah selalu njih 😍❤️

    ReplyDelete
  26. Hallo Ratih, berceritalah sebagai seorang pengarang.
    Ceritakan pengalaman hidupmu sebagai orang ketiga. Lalu mintalah mertuamu mengomentari.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  27. Namanya dapat teman baru, masih senang senangnya sependeritaan lagi, andaikan nggak ada Bowo sudah menghilang kamu kaya dibawa lampor, lagian dari dulunya Bowo jahilin Nijah lucu aja, kesannya sahabat baru ngrumpi sampai lupa lagi nungguin Bu Widodo, mau nggak mau; nguping.
    Ya sudah Ratih, kepalang basah bilang aja terus terang sama emaknya andri, dari pada berharap terus, cerita mulai masuk vila kan kamu sudah di buat sakit hati sama andri, katanya nggak mencintai kamu malah bangga memamerkan kalau dia punya idaman hati sejak kuliah ya Ristia itu.
    Kalau bertahan sudah pasti sakit dalam kamu, tersiksa; kasus penculikan itu termasuk berat dan pasti sudah direncanakan.
    Apa Ratih mau digendong emak andri kemana mana. Kalau sudah jelas tentu emaknya mau mengerti, bener kata Nijah kamu dapat beban berat masalah ini, terus terang memang lebih baek Ratih.
    Syukur mau mengerti.
    Soal tidur lagi ya nggak apa-apa, bisa; kan itu didikan dari kecil, mungkin selalu harus dapat; minta apa selalu ada, dan diberikan.
    Seenaknya bikin heboh walaupun maunya buat maen maen.
    Kalau maunya kamu tersiksa ya ikut kata emaknya, masak seorang ibu tega melihat anaknya menderita.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Bunga taman hatiku yang ke tiga puluh delapan sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    πŸ™

    ReplyDelete
  28. Matur nuwun bunda Tien...πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  29. Hamdallah BTH ke 38 telah tayang. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap Sehat wal Afiat bersama Keluarga di Solo, Aamiin

    Selamat untuk Wisudawati ananda Fitria Zahra Bidari, SM, semoga ilmu nya bermanfaat buat Bangsa dan Negara.

    Gara gara bu Sardono nguping pembicaraan via ph Nijah dengan Ratih...akhir nya Miskom 😁😁

    Salam Hangat nan Aduhai dari Jakarta

    ReplyDelete
  30. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien ... semoga bu tien sehat2 & senantiasa dalam lindungan & bimbingan Allah SWT .... Aamiin yra

    ReplyDelete
  31. Wah, keren Satria...ganti ladang langsung 'tokcer'. Terima kasih ilmunya, ibu Tien..pengetahuan baru bagi yg blm paham proses pembuahan. Salam sehat.πŸ™πŸ˜€

    ReplyDelete
  32. Matur nuwun ibu Tien yg selalu setia memberi hiburan dg ceritanya yang sduhai.πŸ™

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillah Be Te Ha 38 sdh tayang
    Matursuwun Bu Tien semoga sehat dan bahagia selalu. Aamiin

    ReplyDelete
  34. Alhamdulillah matursuwun Bu Tien... wah Nijah bakal punya anak kembar... siip Bu Tien ceritanya.... πŸ‘

    ReplyDelete

APAPUN YANG TERJADI

APAPUN YANG TERJADI (Tien Kumalasari) Saat kubuka pintu rumahku ada harum menyentuh relung kalbuku rupanya melati bermekaran ditamanku  memb...