Tuesday, September 19, 2023

BUNGA TAMAN HATIKU 37

 BUNGA TAMAN HATIKU  37

(Tien Kumalasari)

 

Bu Widodo tersenyum sambil menatap Ratih. Senyum yang penuh rasa teriris, mengingat Ratih adalah menantunya, dimana anak kandungnya berada di dalam tahanan polisi. Bagaimanapun bu Widodo sangat menyayangi sang menantu, dan tak ingin kehilangan walaupun anaknya melakukan kesalahan.

“Kamu dengar, Ratih?”

“Oh eh, apa Bu?” Ratih gugup karena sedang melihat sesosok laki-laki ganteng yang berdiri di tengah pintu.

“Aku tadi bilang, jangan sampai kamu meminta cerai dari suami kamu, walaupun dia ada di dalam penjara. Tolong penuhilah permintaan ibumu ini, Ratih,” suara itu pelan dan terdengar sangat memilukan.

“Sebentar Bu, ada tamu,” kata Ratih sambil berdiri, menyambut Bowo yang masih tegak berdiri di pintu.

“Mas Bowo, silakan masuk.”

“Siapa, Tih?”

“Mas Bowo, temannya mas Satria.”

Bowo mendekat, segera meraih tangan bu Widodo lalu menciumnya dengan hormat. Sikap yang membuat kesan baik di hati bu Widodo.

“Nak Bowo, benar namamu Bowo Nak?”

“Wibowo, Ibu.”

“Baik sekali Nak Bowo, mau mengunjungi mertuanya Ratih yang sedang sakit,” kata bu Widodo sambil menekankan kata ‘mertua’ agar tamunya mengerti bahwa Ratih masih bersuami. Mata tuanya menangkap sesuatu pada laki-laki ganteng itu, dan itu membuatnya khawatir.

“Saya … datang kemari hanya untuk pamit, Bu.”

“Pamit ke mana?”

“Ke Jakarta.”

“Oh, bekerja di Jakarta?”

“Saya masih kuliah, tapi hampir selesai, mohon doanya, Bu.”

“Masih sangat muda,” kata bu Widodo seperti bergumam. Lalu ia tampak lelah.

“Ibu istirahat ya, kalau kebanyakan bicara, nanti ibu sesak napas lagi.”

Bu Widodo mengangguk, lalu memejamkan matanya. Ia belum merasa sehat. Jantungnya bermasalah, dan tekanan-tekanan atas peristiwa ditangkapnya Andri oleh polisi, membuatnya bertambah sakit.

“Ibu istirahatlah, saya mohon diri,” kata Bowo yang lagi-lagi meraih tangan bu Widodo lalu diciumnya.

“Selamat jalan Nak, hati-hati,” kata bu Widodo lirih.

“Bu, saya mengantarkan mas Bowo dulu ke depan,” kata Ratih tanpa menunggu jawaban ibu mertuanya, langsung mengiringi Bowo keluar dari ruang rawat itu.

Bu Widodo menatap punggung menantunya dengan perasaan was-was. Laki-laki itu kelewat ganteng dan sangat baik.

“Jangan sampai Ratih terpikat ketampanannya. Ratih adalah milikku,” gumamnya pilu, dan kembali mengingat anak semata wayangnya. Setitik air mata mengaliri pipi tuanya, kemudian diusapnya.

Ratih berjalan berdampingan, mengantarkan Bowo ke arah depan.

“Mas Bowo jadi pulang  sore ini? Memangnya sudah dapat tiket pesawatnya?”

“Belum, aku pulang besok pagi.”

“Oh, syukurlah, bisa beristirahat di rumah, semalam ini.”

“Ya. Bagaimana keadaan ibu mertua kamu?”

“Begitulah, masih harus dipantau terus oleh dokter. Maklum, mas Andri satu-satunya putranya. Pastilah ibunya sangat terpukul.”

“Beruntung ada menantunya yang sangat telaten menjaga.”

Ratih tampak menghela napas berat. 

"Ibu mertua sangat sayang, tapi suami sama sekali tidak perhatian,” keluh Ratih.

“Aku bisa mengerti, kalau ibu berharap kalian jangan sampai bercerai,” kata Bowo, dengan perasaan yang tak bisa dilukiskan. Pertemuan yang hanya sehari itu membuat perasaannya sangat aneh. Ratih bukan hanya cantik, tapi juga baik. Apalagi melihat perlakuannya pada ibu dari suami yang menyakitinya, menunjukkan bahwa Ratih bukan wanita yang pendendam.  Bowo mendengar Ratih menghela napas berat.

“Aku bingung. Aku tak bisa melanjutkan pernikahan ini, sudah jelas, karena suami aku mencintai perempuan lain, dan mampu bekerja sama melakukan kejahatan. Tapi aku tak tega meninggalkan ibu mertua aku. Dia sendirian, dan sakit-sakitan.”

“Lakukan yang terbaik menurut kamu. Aku akan terus berdoa untukmu.”

“Apa bunyi doa mas Bowo?”

Bowo tertawa lirih.

“Tentu saja aku akan berdoa untuk kebahagiaan kamu.”

Ratih menatap laki-laki di sampingnya dengan perasaan terima kasih. Senyuman yang tersungging, membuat Bowo tak akan begitu mudah melupakannya. Bowo bingung memikirkan dirinya. Adakah cinta muncul dalam sehari bertemu? Dia datang tak diundang, jangan sampai pergi tanpa diusir. Kalimat itu membuat Bowo tersenyum sendiri.

Mereka sampai di lobi rumah sakit itu.

“Mas Bowo naik apa?”

“Aku tadi diantar mas Satria.”

“Oh, ya ampun. Biar aku antarkan mas Bowo pulang. Disini ada mobilnya Andri.”

“Tidak, mana bisa begitu? Bukankah kamu menjaga ibu mertua kamu?”

Ratih merasa miris setiap mendengar sebutan ‘ibu mertua’.

“Namanya bu Widodo,” Ratih setengah meminta agar Bowo mau menyebut namanya saja, daripada mengatakan ‘ibu mertua’.

“Bukankah dia memang ibu mertua kamu?”

“Sementara ini, ya.”

“Kamu yakin, tega meninggalkannya?”

“Tidak harus meninggalkannya, aku anggap saja dia ibuku, karena aku memang sudah tak lagi memiliki orang tua. Aku akan bicara pelan-pelan, supaya ibu tidak terluka, dan tidak merasa aku akan meninggalkannya.”

“Kamu pintar.”

“Bisa saja. Ayuk Mas, aku ambil kunci dulu, lalu aku antar Mas.”

“Jangan, sungguh jangan. Aku akan memanggil taksi.”

“Sebenarnya tidak apa-apa. Kan ada bibik yang menjaga ibu.”

“Kamu pasti sangat lelah,” kata Bowo sambil mengambil ponselnya dan memesan taksi online.

Ratih tak bisa mencegahnya. Ada rasa berat ditinggalkan, yang kemudian membuat dia memarahi dirinya sendiri, kenapa ada perasaan seperti itu.

“Bolehkah aku sesekali menelpon kamu?” tanya Bowo.

Ratih tersenyum, mengangguk.

Bowo segera mencatat nomor kontak yang kemudian diberikannya.

Tak lama kemudian taksi yang dipesan sudah datang.

“Mengapa buru-buru pulang?” tanya Ratih, yang kemudian kembali terkejut kenapa menanyakannya, begitu taksi yang Bowo pesan sudah datang.

“Aku sedang mengerjakan skripsi. Ngebut nih, biar cepat selesai.”

Lalu Bowo teringat janjinya kepada Nijah. Ia akan segera menyelesaikan kuliahnya, lalu mencari pekerjaan, dan kemudian menjemput Nijah.

“Semoga berhasil,” ucapan itu membuyarkan lamunan Bowo sesaat.

“Terima kasih, hati-hati di jalan,” pesan Ratih sambil tersenyum.

Bowo mencatat senyum itu sebagai senyum paling manis yang diberikan Ratih kepadanya.

***

Begitu mendengar suara langkah mendekat, bu Widodo membuka matanya. Sejak tadi dia menunggu Ratih, dan sedikit kesal karena Ratih pergi terlalu lama.

“Ratih,” panggilnya.

“Lhoh, kok ibu tidak tidur? Tidurlah bu, supaya kesehatan ibu cepat pulih,” kata Ratih sambil merapikan selimut ibu mertuanya.

“Kamu lama sekali,” katanya seperti mengeluh.

“Menemani mas Bowo menunggu taksi.”

“Dia baik sekali sama kamu.”

Ratih terkejut. Ucapan itu seperti berisi rasa curiga.

“Dia bersama mas Satria menyelamatkan Ratih dan Nijah.”

“Oh ya, kamu belum cerita tentang perempuan bernama Nijah itu. Bagaimana bisa jadi istrinya Satria?”

“Ibu, sebaiknya ibu tidur dulu, nanti setelah bangun, Ratih akan bercerita.”

Bu Widodo mengangguk, tapi ternyata ia masih ingin berkata-kata.

“Benar ya, kamu jangan minta cerai dari Andri,” katanya sambil menggenggam tangan Ratih.

Ratih mengulaskan senyum tipis.

“Ratih kan bilang, ibu harus banyak istirahat, jadi istirahat saja, jangan berpikir yang macam-macam. Ratih akan tiduran di sofa, ya Bu,” kata Ratih sambil berdiri, kemudian melangkah ke arah sofa, dimana di dekat sofa itu, bibik tidur di atas karpet.

***

 Malam itu bibik masak dengan penuh semangat. Ia melarang Nijah membantunya, karena Nijah tampak sangat letih.

Nijah menurut, karena ia memang merasa kepalanya berdenyut. Ia tiduran di kamar, ditemani Satria yang menatap istrinya dengan rasa khawatir.

“Kamu sakit?”

“Agak pusing.”

“Biar aku panggil dokter ya?”

“Jangan, malam-malam panggil dokter.”

“Dokter keluarga, perempuan.”

“Tidak usah, nanti juga sembuh.”

Satria mengusap bibir Nijah yang ujungnya tampak memerah. Ada bekas darah yang sudah mengering.

“Mereka menampar kamu keras sekali?”

“Tidak apa-apa, sudah tidak terasa sakit.”

“Tapi kamu bilang pusing,” lalu Satria memijit kepala Nijah dengan penuh rasa sayang.”

“Aku mau beristirahat dulu, aku masih merasa tidak tenang.”

“Nijah, kamu harus bisa menghilangkan perasaan bersalah kamu. Kamu wanita baik, kamu tidak bersalah apa-apa. Mulai sekarang aku akan menjaga kamu dengan baik, agar tidak terjadi hal-hal yang buruk seperti kemarin.”

Nijah memejamkan matanya. Seandainya waktu bisa diputar kembali, ia tak akan mau menjadi istri Satria, walau dia mencintainya setengah mati.

Saat makan malam Nijah juga tak banyak bicara. Semuanya sudah diceritakan saat ia baru saja datang. Mereka hanya sahut menyahut tentang rasa bersyukur karena Nijah bisa diketemukan dengan selamat.

Tapi bu Sardono melihat Nijah hanya makan sedikit.

“Mengapa makan hanya sedikit, Jah?”

“Bibir saya agak sakit, Bu.”

Satria menatap Nijah, dan melihat luka di sudut bibir Nijah di sebelah kiri dan kanan, yang masih tampak merah bekas luka.

Ia mengelus kepala Nijah dengan sayang.

"Maaf aku tak bisa menjagamu. Tak bisa aku bayangkan betapa kamu ketakutan saat itu."

Nijah hanya tersenyum tipis.

“Besok ajak istrimu ke dokter. Barangkali ada luka lainnya yang tidak kelihatan, sehingga ia merasa lesu dan masih kelihatan pucat,” kata bu Sardono.

“Tidak usah, saya tidak apa-apa,” kata Nijah mengakhiri makannya yang hanya sedikit.

“Biar saja besok Satria paksa dia ke dokter Bu, dia ini memang bandel,” seru Satria sambil mengelus kepala istrinya.

Mendapat perlakuan sangat manis dari sang suami, Nijah merasa terharu. Keinginannya pergi sudah mereda, sejak Satria mengatakan bahwa Ristia telah selingkuh dengan temannya. Tapi rasa bersalah itu masih terus menggayuti pikirannya.

“Bik, untuk besok, buatkan bubur untuk Nijah, tampaknya bibirnya sakit untuk menyuap nasi,” kata Satria.

“Tidak … tidak, saya akan membuatnya sendiri kalau perlu. Tapi rasanya tidak perlu, besok pasti sudah baik kembali.”

Sehabis makan, Nijah nekat membantu bibik membereskan dapur.

“Mengapa nekat Nijah, biar saja aku melakukannya sendiri. Kamu masih pucat, aku tidak percaya kalau kamu bilang bahwa kamu baik-baik saja,”  kata bibik yang agak kesal melihat Nijah nekat bekerja.

“Jangan berlebihan Bik, aku baik-baik saja.”

“Tapi kamu masih kelihatan pucat. Mungkin lelah yang amat sangat, mengingat kamu sejak kemarin berada di tempat yang pasti sangat menakutkan.”

“Tidak apa-apa Bik, sungguh.”

Tapi begitu selesai membantu bibik. Satria segera menarik Nijah ke kamar, memaksanya untuk beristirahat.

Nijah menurut, tapi tak bisa segera memicingkan matanya.

“Tidurlah. Mau aku pijit kakimu?”

“Tidak, jangan Mas, aku tidak apa-apa. Kalau dipijit nanti malah sakit semua.”

“Pijitnya pelan.”

“Tidak.”

Nijah membalikkan tubuhnya, memunggungi Satria. Tapi Satria segera membalikkannya sehingga menghadap ke arahnya.

“Hei, tidur dengan memunggungi suami itu tidak boleh,” tegur Satria.

Nijah menghela napas. Menatap wajah suaminya yang tampak sangat menghawatirkannya.

“Besok aku akan membawamu ke dokter, lalu meminta orang untuk mengurus perceraian aku dengan Ristia.”

Nijah menghela napas panjang.

“Apakah harus bercerai, Mas?”

“Mengapa kamu bertanya seperti itu? Ristia tidak pantas menjadi istri aku. Pertama adalah kelakuannya yang sangat jahat terhadap kamu, ke dua adalah perselingkuhannya dengan Andri. Itu kejahatan yang sangat buruk, sementara Andri itu kan baru saja menikah. Tega sekali dia menyakiti Ratih.”

“Kalau bisa diperbaiki, barangkali ….”

“Tidak ada barangkali. Sudah, tidurlah. Setelah kamu merasa kuat, aku akan mencari guru untuk kamu.”

“Guru apa?”

“Kan aku sudah bilang, kamu harus sekolah? Aku akan memanggil guru ke rumah dan mempersiapkan kamu ke jenjang-jenjang berikutnya.”

“Apakah Mas malu punya istri yang tidak berpendidikan? Mas sendiri yang memilih aku.”

“Apakah kamu tak ingin memiliki pendidikan yang lebih tinggi? Bukan karena aku malu, tapi aku akan membawamu ke pergaulan yang lebih luas. Istriku bukan hanya pintar memasak, tapi harus bisa mendampingi aku saat aku diluar. Kamu mengerti?”

Nijah terdiam, lalu mencoba memejamkan matanya. Tapi entah mengapa, kepalanya terasa berdenyut.

“Mas, aku mau mengambil minyak gosok dulu.”

“Minyak gosok? Kamu kenapa?”

“Hanya pusing, barangkali menggosok pelipis aku akan mengurangi rasa pusingnya.”

“Akan aku ambilkan, dan sekalian mengambil obat pusing,” kata Satria yang tidak menunggu jawaban Nijah, langsung turun dari tempat tidur.

***

Pagi itu Satria menelpon stafnya, yang ditugasi untuk mengurus perceraiannya. Setelah itu ia memaksa membawa Nijah ke dokter langganan.

Nijah harus diperiksa secara keseluruhan, karena Satria khawatir ada luka dalam yang tidak dirasakan Nijah, mengingat dia juga disakiti oleh penjahat itu.

Nijah terpaksa menurut, karena ia memang merasakan sakit. Barangkali karena kepalanya mendapat pukulan keras, kemudian rasa pusing itu baru terasa saat malam menjelang tidur.

Agak lama mereka di rumah sakit, karena banyak yang harus dilihat oleh dokter yang menanganinya.

Satria berdebar ketika kemudian dokter sudah mendapat laporan tentang pemeriksaan sang istri.

“Mas Satria, istri anda baik-baik saja.”

“Benarkah? Tapi dia mengeluh sakit kepala sejak semalam.”

“Pada awal kehamilan, sering ada rasa seperti itu. Pusing, dan kadang-kadang mual.”

Satria dan Nijah membelalakkan matanya. Apa kata dokter tadi? Kehamilan?

***

Besok lagi ya.

 

 

51 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Bunga Taman Hatiku telah tayang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah..... Nijah hamil....

      Matur nuwun bu Tien
      Nijah memang mbandelllll....

      Delete
    2. Ada dua nomor yang menghubungi saya 081119961211 dan nomor 081119077151 maaf karena blm ada namanya panggilan saya abaikan.
      Jika Anda berdua blogger Penggemar Cerbung Tien Kumalasari sebagai pesan saya silahkan japri ke saya/WA 085101776038 atau bu Tien 082226322364 chatting ya.
      Sisa kuota Novel SANG PUTRI tinggal 6 buku lagi.

      Delete
  2. ๐Ÿ’๐Ÿƒ๐Ÿ’๐Ÿƒ๐Ÿ’๐Ÿƒ๐Ÿ’๐Ÿƒ
    Alhamdulillah BeTeHa 37
    sudah tayang...
    Matur nuwun Bu Tien
    Tetap sehat & smangats
    selalu yaa Bu...
    Salam Aduhai ๐Ÿฆ‹๐ŸŒธ
    ๐Ÿ’๐Ÿƒ๐Ÿ’๐Ÿƒ๐Ÿ’๐Ÿƒ๐Ÿ’๐Ÿƒ

    ReplyDelete
  3. Alhamdulilah BTH 37 sdh tayang , Terima kasih bu Tien ,smg bu tien selalu sehat dan bahagia, salam hangat dan aduhai bunda Tien...

    Mojok dulu ya mau ngintip Nijah , satria, bowo dan ratih

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah.... Terimakasih bu Tien

    ReplyDelete
  5. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    ๐Ÿ™๐Ÿ™

    ReplyDelete
  6. Semoga kebaikan serta kejujuran akan menemukan kebahagiaan.Ratih sabar ya nunggu Bowo.Bapak /Ibu Sardono akan menimang Cucu.Maturnuwun ๐Ÿ™๐Ÿ™๐Ÿ™

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah
    Manungsang bunda ๐ŸŒน

    ReplyDelete
  8. Alhamdulilah..
    Tks banyak bunda Tien..
    Yg ditunggu sdh tayang...
    Mojok dlu aah..

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah BUNGA TAMAN HATIKU~37 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..๐Ÿคฒ

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah matur nuwun bunda Tien, salam sehat

    ReplyDelete
  11. Alhamdulilah matur nuwun inggih sampun tayang episode yg baru, salam aduhaai dari Cibubur

    ReplyDelete
  12. Semoga Nijah sehat hingga persalinan lancar, membuat senang keluarga Sardono.
    Terima kasih bu Tien, salam sehat selalu

    ReplyDelete
  13. Alhamdulilah..
    Akhirnya Nijah cepat hamil..
    Kelg Sardono pasti senang mendpt kabar tsb..
    Ayooo Nijah kamu serius sekolah di rmh..
    kamu pasti bisaaa..

    Tks banyak bunda Tien..
    Kelg Sardono sdh happy..
    Semoga bunda selalu sehat, bahagia dan... tetap semangaaat..
    Aduhaiii cerbungnya tambah serrruu...
    Ayooo Bowo kamu pasti bs dpt Ratih.. ๐Ÿ‘๐Ÿ‘๐Ÿ™๐Ÿ™๐Ÿฅฐ

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah
    Matur sembah nuwun mbak Tien

    ReplyDelete
  15. Terima kasih bu tien cerbungnya tetap semangat dan jaga kesehatan

    ReplyDelete
  16. Selamat ya Satria, sukses meregenerasi trah Sardono.
    Hati hati ya Ratih, menceraikan bu Widodo lebih sulit dari mendepak Andri.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah..... terimakasih Bunda

    ReplyDelete
  18. Wah ceritanya makin seru. Rasanya pingin jam ini berjln dg cepat, spy tahu gimana selanjutnya.
    Ibu Widodo, sayang dg menantu, tetapi anak punya pandangan yg berbeda. Ratih hanya dapat menganggap ibu Widodo spt ibu sendiri, dan ibu Widodo harus merelaksn Ratih untuk dpt pasangan lagi, yaitu Wibowo.
    Akhirnya Kel.Sarfono mendapat hadiah dari Nijah.
    Ibu Yien says akan menunggu jalan cerita ini dg gemes.

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah BTH 37 sudah hadir.
    Terima kasih bunda Tien cantik ❤๐ŸŒน❤๐ŸŒน❤๐ŸŒน
    Semoga tetap sehat dan bahagia bersama keluarga tercinta.
    ‌Aamiin Yaa Rabbal'Aalamiin ๐Ÿคฒ๐Ÿคฒ

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah
    matur nuwun buTien,
    salam sehat wal'afiat ๐Ÿค—๐Ÿฅฐ

    Nijah hamil....betapa senangnya Satria sekeluarga...
    Aduhaaaiii mantab

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah...
    Maturnuwun bu Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  22. Matur nuwun bunda Tien...๐Ÿ™๐Ÿ™
    Salam sehat selalu dari bumi Arema..๐Ÿฅฐ

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah BTH 37 sudah tayang.
    Matursuwun Bu Tien ❤๐ŸŒน❤๐ŸŒน❤๐ŸŒน
    Semoga tetap sehat dan bahagia bersama keluarga tercinta.
    ‌Aamiin Yaa Rabbal'Aalamiin ๐Ÿคฒ๐Ÿคฒ

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah Nijah hamiiiill......
    Smg Ratih & Bowo diberi jln yg terbaik.
    Mtr nwn, tetap sehat & semangat Bu Tien. Cerbung Bu Tien memang Aduhai....

    ReplyDelete
  25. Sugeng daluuu mbak Tien.... Mugi tansah pinaringan keberkahan sehat.....
    Semangaaat....
    Salam Aduhai dr Surabaya ๐Ÿ™๐Ÿ˜˜๐Ÿ˜❤️

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah BTH-37 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  27. BeTeHa 37 tayang mksh bunda Tien

    Wah bu Widodo mimpi nih
    Gak tau kl Ratih tuh nantinya juga cuma mau pamit ajah jadi menantu

    Lha Andri tabiatnya mcm itu kok suruh bertahan
    Mana ada wanita tahan dong kl di perlakukan kasar
    Ayo Ratih ngomong aj apa adanya biar bu Widodo tuh tau yg sbnrnya Andri bgmn

    Lepas dari urusan di tahan polisi krn terlibat penculikan Nijah
    Bersyukur deh ternyata Nijah hamil, berarti klrg Sardono tmbh sayang dong ma Nijah

    Alhamdulillah pas Satria ngurus perceraian kebahagiaan dtg utk Satria
    Kita tunggu deh bsk
    Pastinya tmbh ADUHAI

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah, terimakasih bu Tien, salama sehat dari mBantul

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah...
    Cucu yg di nanti in Syaa Alloh akan hadir.
    Syukron nggih Mbak Tien ๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

    ReplyDelete
  30. Ternyata masih ingin berlama lama bersama, Ratih nggak njawab jelas seolah nggak ngerti maksud bu mertua, eh Bu widodo; gitu kata Ratih.
    Ya inginnya seeh, segera jelas statusnya, jadi tidak meragukan gitu.
    Jadi masih ada harapan, mendapatkan teman baru.
    Udah punya nomtel ; bisalah keluar sebentar ngumpet bicara melepas rindu.
    Ngenes nich maknya andri, ingat kasus anaknya. Ratih menemukan penolong nggantheng, ful santun dah keren dรจh, bakal jadi kabur nich.
    Mundur alon alon kira kira cukup, berbalik lari cepat, mengejar mimpi; mendapatkan seorang yang baru sehari ditemui.
    Ber bunga bunga harapan dan semakin di spesialkan seorang Nijah yang baru ditemukan, yang kali itu diperkirakan mengandung, beberapa minggu usia kehamilannya, serumah jadi memperketat pengawasan nya; malah merasa kaya jadi tahanan rumah
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Bunga taman hatiku yang ke tiga puluh tujuh sudah tayang.
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    ๐Ÿ™

    ReplyDelete
  31. Waw..... Nijah hamil, alhamdulillah.. Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillah...matur nuwun BTH 37 sampun tayang ..kel.Sardono makin sayang sama Nijah dng kehamilannya

    ReplyDelete
  33. Makasih mba Tien.
    Salam hangat semakin aduhai

    ReplyDelete
  34. Hamdallah BTH ke 37 telah tayang. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap Sehat wal Afiat bersama Keluarga di Solo, Aamiin

    Selamat untuk Kel Sardono...yang akan menimang cucu. Hanya Nijah yng blm percaya status dirinya skrng, krn perubahannya begitu cepat.

    Masih ter ngiang iyang sbg gadis kampung dan skrng sdh jadi Tuan Nyonya muda. Apa yang ada dlm pikiran mu Jah. Gak usah mikir yang macam macam ya. Cukup kamu nurut, madep manteb ngladeni Suami mu ya, nnt kebahagian akan datang menyelimuti mu ๐Ÿ˜๐Ÿ˜๐ŸŒท

    Salam Hangat nan Mesra dari Jakarta

    ReplyDelete
  35. Matursuwun Bu Tien... senang ceritanya.. akhirnya Nijah hamil. Salam sehat selalu untuk Bu Tien

    ReplyDelete
  36. Alhamdulillah Nijah hamil...matur nuwun Bu Tien, semoga selalu sehat njih Bu....

    ReplyDelete

JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU 18

  JANGAN BIARKAN BUNGAKU LAYU  18 (Tien Kumalasari)   Kinanti bangkit dari tempat duduknya, berharap kalau sewaktu-waktu Guntur bangun, tak ...