Wednesday, September 27, 2023

BERSAMA HUJAN 03

 BERSAMA HUJAN  03

(Tien Kumalasari)

 

Aisah berteriak senang melihat mobil Romi berhenti di dekat mereka. Ia segera menyentuh lengan Andin.

“Lihat, ada taksi gratis datang Ndin, sungguh beruntung kamu,” katanya riang, melihat Romi turun dari mobil.

Andin melepaskan pegangan Aisah, ia melihat angkot lewat, kemudian berlari mendekati.

“Ais, terima kasih banyak, aku pergi dulu,” katanya sambil naik ke atas angkot, membuat Aisah bengong.

“Andin! Apa sih maksudnya tuh.”

“Dia kabur?” kata Romi yang tiba-tiba sudah berada di dekat Aisah.

“Heran aku sama dia, tiba-tiba saja kabur. Apa ketakutan sama kamu ya?”

Romi tertawa.

“Kok bisa, memangnya orang ganteng itu menakutkan?”

“Hih, kepedean deh, tapi memang dia sepertinya ogah ketemu kamu. Tadi juga begitu. Dompet dia ketinggalan di kampus, aku bilang mau aku titipin ke kamu, eh, dia memilih mengambil sendiri kemari. Sekarang begitu melihat kamu, dia kabur. Untung ada angkot lewat, kalau tidak pasti dia sudah berlari sekencang-kencangnya.”

Romi tetap saja tertawa. Tak tampak ada beban yang menggayutinya. Dia seperti menganggap kaburnya Andin adalah bukan apa-apa.

“Kamu sih, tukang ganggu perempuan. Habis melakukan apa kamu sama dia?”

“Kamu nggak kuliah?” tanya Romi mengalihkan pembicaraan.

“Enggak, itu sebabnya tadi aku mau nitipin dompet Andin sama kamu, ternyata dia memilih mengambil sendiri kemari.”

“Dia pasti ke kampus.”

“Tidak, dia bilang tidak akan ke kampus hari ini. Memangnya apa yang sudah kamu lakukan sama dia? Jangan pernah kamu menyakiti sahabat aku.”

“Mana mungkin aku menyakiti? Aku tuh bisanya menyenangkan perempuan, bukan menyakiti.”

“Kalau tidak, pasti dia tak akan bersikap begitu sama kamu.”

“Percayalah, besok juga kalau ketemu di kampus, dia pasti sudah baikan. Aku akan minta maaf sama dia karena sering mengganggunya.”

“Tumben kamu mengenal kata maaf,” cibir Aisah.

“Kamu tuh, mikirnya sama aku jelek melulu. Ya sudah, aku ke kampus dulu,” katanya sambil kembali masuk ke dalam mobilnya, kemudian berlalu begitu saja.

Aisah masih berdiri menatap mobil itu, sampai menghilang ditikungan. Tapi ia masih merasa aneh dengan sikap Andin tadi. Kalau hanya diganggu seperti Romi mengganggu gadis-gadis cantik sekampusnya, tak mungkin Andin sampai semarah itu. Ya, menurut Aisah, Andin memang sedang sangat marah pada Romi. Ia bisa melihat sinar kemarahan itu pada matanya.

“Nanti sore aku pasti akan menanyakannya,”  gumam Aisah sambil memasuki rumah. Ketika ia masuk ke ruang tengah, ia terkejut melihat irisan mangga dan mentimun yang sudah disiapkannya di meja. Ada pula nanas yang masih utuh.

“Ya ampun, kenapa tadi aku biarkan dia pulang? Kami kan janjian mau bikin rujak?” kata Aisah sambil geleng-geleng kepala.

***

Andin sudah sampai kembali di rumahnya. Ia membeli lauk di warung dekat rumah, dan menyiapkannya di meja makan. Dia juga menanak nasi untuk makan bersama ayahnya, setelah membersihkan diri dan berganti pakaian rumah.

Bayangan wajah Romi melintas, membuat wajahnya muram. Sakit lahir batin yang dirasakannya. Ia mengibaskan bayangan laki-laki bejat itu sekuat tenaga, kemudian menyibukkan diri dengan bersih-bersih seisi rumah.

Tiba-tiba ponselnya berdering, dari Aisah.

“Assalamu’alaikum, Andin.”

“Wa’alaikumu salam, ada apa Ais, mau berangkat sekarang?”

“Tidak, aku menyesal tadi tidak menahan kamu saat kamu pamit pulang.”

“Kenapa?” wajah Andin agak gelap karena mengira Aisah akan mengingatkannya tentang Romi yang tiba-tiba datang.

“Kita kan janjian mau bikin rujak?”

“Oh iya, lupa. Ya udah, lain kali saja.”

“Nanti aku bawa ke rumah kamu saat nyamperin kamu ya.”

“Waah, repot amat.”

“Nggak apa-apa, di rumah nggak ada yang suka, cuma aku saja.”

“Ya sudah, terserah kamu saja.”

Tapi kemudian hatinya sedikit terhibur, ketika teringat bahwa sore nanti Aisah akan mengajaknya ke rumah kakak misannya, yang semoga saja mau menerima dirinya menjadi asisten penerima pasien setiap sore.

Ia kemudian menyiapkan pakaian yang rapi untuk dipakainya nanti sore.

“Apakah aku harus memberi tahu bapak bahwa aku akan bekerja? Atau kalau bapak sudah pulang saja aku mengatakannya? Aku ingin menelpon, tapi takut mengganggu. Bagaimana kalau aku sudah disamperin Aisah sementara bapak belum pulang?”

Aduh, mengapa Andin jadi kelihatan sangat repot? Pikiran yang kalut juga mengganggu konsentrasinya dalam bertindak. Bukankah dia bisa menelpon sebelum berangkat, atau menulis pesan singkat kalau tak ingin mengganggu?

Andin beranjak ke belakang setelah selesai bersih-bersih, kemudian dia menata lauk yang dibelinya di atas meja. Hanya oseng kacang panjang dan tahu bacem serta kerupuk. Sang ayah yang giginya tak lagi utuh, lebih suka lauk yang empuk-empuk. Tahu adalah lauk kesukaannya. Dimasak apapun boleh. Tapi sang ayah jarang sekali pulang ke rumah saat makan siang.

Andin melihat ke arah jam weker di atas almari, jam duabelas lebih sedikit. Andin tak ingin segera makan, karena sejak semalam selera makannya hilang.

Tapi tiba-tiba dia mendengar suara sepeda motor memasuki halaman. Rupanya pak Harsono pulang.

Andri bergegas menyambutnya ke depan.

“Bapak sudah pulang?”

“Tidak, hanya pulang makan siang saja, sambil melihat keadaan kamu.”

“Ya ampun, Bapak, Andin tidak apa-apa. Capek dong bolak balik ke rumah?”

“Tidak, aku beli ayam goreng kesukaan kamu, nih,” kata pak Harsono sambil mengulurkan sebuah bungkusan.

“Bapak, kenapa harus beli lagi? Bukankah saya sudah bilang bahwa akan beli lauk di warung depan?”

“Tidak apa-apa, biar lebih lengkap. Kamu belum makan kan? Ayo kita makan,” kata pak Harsono sambil beranjak ke arah cucian untuk mencuci tangan, kemudian duduk di meja makan.

“Wah, nasinya masih panas, pasti nikmat.”

Andin tersenyum, sambil menyendokkan nasi untuk sang ayah, lalu untuk dirinya sendiri. Ia tak ingin mengecewakan ayahnya yang sudah bersusah payah membeli tambahan lauk yang memang kesukaannya.

“Kamu tampak lebih segar.”

“Iya, Andin sudah baikan. Oh ya Pak. Ada yang ingin Andin katakan pada Bapak.”

“Apa tuh? Uang semesteran sudah bapak siapkan.”

“Bukan itu. Andin mau bekerja, Pak. Boleh kan?”

Pak Harsono meletakkan sendoknya, menatap Andin tak percaya.

“Bekerja? Bukankah bapak ingin agar kamu bisa menyelesaikan kuliah kamu dan tidak memikirkan hal lain?”

“Bekerja sambil kuliah Pak, Andin bukan ingin meninggalkan bangku kuliah.”

“Bagaimana bisa bekerja sambil kuliah?”

“Andin kan kuliah pagi, sorenya Andin bekerja.”

“Bekerja apa sore hari itu? Bapak tidak setuju, apalagi kalau sampai pulang malam seperti kemarin itu. Biarpun kamu terlambat pulang karena hujan, bapak tetap saja khawatir.”

“Aisah punya kakak seorang dokter. Andin hanya membantu menerima pasien saat sore. Prakteknya juga tidak sampai malam.”

Pak Harsono diam, ia kembali menyendok makanannya. Belum ada jawaban yang didengar Andin.

“Andin ingin sekali bisa meringankan beban Bapak.”

“Siapa bilang bapak keberatan? Apapun akan bapak lakukan untuk kamu.”

“Paling tidak Andin tidak akan minta uang jajan lagi sama Bapak. Boleh kan Pak? Itu saudaranya Aisah. Dia butuh orang yang bisa membantu saat dia praktek.”

“Apa kamu tidak capek?”

“Kuliah kan tidak seharian penuh. Hanya kadang-kadang saja sampai sore. Nanti Andin akan mengaturnya.”

 “Pikirkan dulu baik-baik, jangan langsung menerima tawaran.”

“Nanti sore Aisah akan nyamperin Andin kemari, agar bertemu dengan dokter yang saudaranya Aisah itu.

“Ya sudah, tapi pikirkan baik-baik sebelum kamu bertindak, jangan sampai kamu menyesalinya setelah terlambat.”

Dada Andin serasa dipukul palu. Ayahnya sangat hati-hati menjaganya, seperti menjaga kristal mahal yang jangan sedikitpun sampai retak. Tapi apakah yang terjadi pada dirinya?

“Bapak hanya ingin kamu selalu baik-baik saja,” katanya saat sebelum mengakhiri makan siangnya.

Andin tak menjawab, hanya menundukkan kepalanya dengan sedih. Tapi semua yang sudah berlalu, mana bisa diulangnya kembali? Dia hanya ingin berusaha membuat hidupnya baik-baik saja, seperti harapan ayahnya. Dan retak pada kristal mahal itu jangan sampai terlihat oleh ayahnya sehingga membuat ayahnya terluka, yang barangkali melebihi luka hatinya.

***

Jam setengah empat sore, Andin sudah berdandan rapi. Ia gadis sederhana yang selalu menjaga kesopanan dalam berpakaian maupun bersikap. Ia berharap, dokter Faris mau menerima dirinya apa adanya.

Ia menutup pintu belakang, kemudian duduk di teras. Kalau Aisah datang, maka mereka tinggal berangkat dan tak perlu menunggu lama.

Oh ya, Andin lupa menyiapkan minuman sore untuk ayahnya, sehingga kalau sewaktu-waktu datang tak perlu membuatnya sendiri. Aisah kembali masuk ke dapur, menyiapkan minuman dan diletakkannya di ruang tengah seperti biasanya. Ada cemilan roti pisang yang tadi dibelinya saat membeli lauk, disiapkannya di dekat minuman itu.

Baru kemudian dia bergegas ke depan.

Begitu duduk, ponselnya berdering, ternyata dari ayahnya. Andin terharu, begitu besar perhatian ayahnya pada dirinya.

“Bapak?”

“Kamu sudah berangkat?”

“Belum Pak, tapi Andin sudah menyiapkan minum untuk Bapak dan sedikit cemilan.”

“Iya, aku tahu, kamu mau disamperin jam berapa?”

“Sebentar lagi, pastinya Pak.”

“Hati-hati, dan pikirkan sekali lagi.”

“Baik, Pak.”

Andin menghela napas haru.

Begitu dia menyimpan kembali ponselnya, ia mendengar mobil berhenti di jalan. Andin terbelalak, ketika melihat Aisah turun dari mobil, bersama Romi. Wajah Andin pucat pasi. Kalau bisa, ingin dia langsung masuk ke dalam rumah dan mengunci diri di dalamnya. Ia tak sudi melihat wajah laki-laki bejat yang sudah merusak hidupnya. Wajahnya langsung muram melihat Aisah tersenyum lebar.

“Bagus, Andin, kamu sudah siap?”

“Mengapa kamu bersama dia?”

“Oh, Romi? Saat aku sedang mengeluarkan sepeda motor aku, Romi tiba-tiba melintas, kemudian berhenti begitu melihat aku. Dengan senang hati dia mau mengantar kita kok.”

“Tidak, aku tidak mau.”

“Apa maksudmu Andin?”

“Kita naik taksi saja,” kata Andin tandas, dengan wajah merah padam menahan marah. Sungguh Andin kesal, mengapa harus selalu ada Romi?

“Andin, jangan begitu, aku datang untuk meminta maaf. Aku khilaf. Sungguh aku menyesal.”

Andin menatapnya dengan mata menyala bak menyemburkan  dahana. Khilaf? Apakah kata khilaf bisa menghapus noda yang menempel di tubuhnya? Bahkan kata maaf itu bisakah mengilangkan dosa di malam penuh kekejaman itu?

Andin memalingkan wajahnya.

“Aisah, kalau kamu ingin mengajak aku, aku pesan taksi sekarang.”

“Andin.”

“Kalau tidak, kamu tidak usah mengajak aku. Perjanjian kita tadi dibatalkan saja,” katanya tandas.

Rupanya Aisah mengerti, bahwa Andin sangat marah pada Romi. Ia tak tahu apa sebabnya, tapi Aisah lebih memilih menjaga perasaan sahabatnya.

“Romi, terima kasih sudah mengantar aku. Sekarang kamu pulanglah, aku sama Andin akan naik taksi,” kata Aisah kepada Romi.

“Baiklah, tapi yang penting aku sudah minta maaf. Dan aku harap kamu melupakan semuanya.”

“Enyahlah dari hadapanku.” hardik Andin tanpa sudi memandangi wajah yang tampak tersenyum tanpa dosa.

“Ais, aku pergi dulu ya, daaaag!”

Romi berlalu, meninggalkan kemarahan Andin yang masih melingkupi wajahnya.

Aisah memeluk sahabatnya dengan manis.

“Apa yang terjadi?”

“Aku sedang memanggil taksi.”

“Baiklah, tapi berjanjilah agar kamu mau mengatakan semuanya sama aku.”

Andin memencet ponselnya untuk memanggil taksi.

“Benar ya, nanti kamu ceritain semuanya sama aku? Kamu kan tidak lupa bahwa aku masih sahabat kamu?”

Andin hanya mengangguk. Ia tetap diam sampai kemudian taksi yang dipanggilnya tampak berhenti di luar pagar.

***

Disepanjang perjalanan, Aisah juga membiarkan Andin terdiam. Ia menunggu sampai sahabatnya merasa tenang, sambil sesekali menepuk punggung tangannya agar Andin merasa lebih tenang.

“Kita hampir sampai Ndin, siap-siap ya, jangan perlihatkan wajah yang tampak sedih dong,” kata Aisah.

Andin menatap sahabatnya, mencoba mengulaskan senyuman.

“Maaf Ais, aku terlalu kasar tadi, juga terhadap kamu.”

“Tidak apa-apa, aku mengerti, kamu pasti sedang marah sama Romi. Aku mengerti kok, Romi itu seperti apa. Barangkali dia sudah bersikap keterlaluan sama kamu, sehingga kamu marah.”

Andin tersenyum, Pahit. Sikap keterlaluan? Sikap yang seperti apa? Itu bukan hanya keterlaluan, tapi memuakkan, menjijikkan.

“Kalau kamu mau berbagi, barangkali beban kamu akan lebih ringan.”

Andin meremas tangan sahabatnya.

“Tapi aku tidak memaksa.”

Taksi berhenti didepan sebuah gerbang yang kokoh. Ada tulisan dr. Faris Wijaya, Ahli Penyakit Dalam, praktek jam 5 sore sampai jam 8 malam.

“Ayo masuk,” Aisah menggandeng tangan sahabatnya. Andin mengikutinya dengan berdebar. Rasa was-was menghantuinya. Bagaimana kalau dokter itu menolaknya?

Baru saja Aisah mengajaknya naik ke teras, dilihatnya seorang laki-laki dengan jas praktek putih keluar dari sebuah ruangan.

Andin terpana. Dokter itu masih muda, tampan, bermata teduh. Andin menundukkan wajahnya ketika dokter itu menatapnya..

***

Besok lagi ya.

 

45 comments:

  1. Alhamdulillah..... BeHa_03 sdh tayang
    Pada kemana kok ADA yang komen ????

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kirain gak tayang kakek..
      Karena tasii pagi sdh baca beha 02 ... eeh ternyata be ha 03 ada lagi dihaei yg sana ..bu Tien sehat sehat sehat ...tks

      Delete
    2. Bnr bun gak nyangka kok tau2 muncul

      Maklum kl inspirasi udah mulai muncul hrs di tuang kl gak bunda Tien takut lupa
      Luar biasa bunda Tien utk menyenangkan hati pembaca

      Moga bunda Tien cpt pulih yah kesehatan nya
      Pasti Allah kasih kesembuhan secepat nya
      Aamiin Allahuma Aamiin

      Delete
    3. Semoga bu Tien cepat sembuh dan sehat kembali.padahal bu Tien masih sakit tapi cerbung tetap berjalan.cerbung bu Tien selalu menarik.

      Delete
  2. Matur nuwun Bu Tien, dalam kondisi apapun masih tetap berkarya
    Sehat...sehat...sehat...

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun bunda Tien..πŸ™πŸ™
    Mugi bunda sehat selalu njih...

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah.. Sehat selalu bu Tien

    ReplyDelete
  5. Semoga cepat pulih kesehatannya Bude....

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Matur sembah nuwun mbak Tien..πŸ™πŸ₯°

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah, B H tayang.
    Sanadyan gerah kok masih nyerat, abot² e ditunggu piysyi akeh.
    Mugi enggal sehat nggih bunda Tien

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah
    Maturnuwun Bunda TienπŸ™

    ReplyDelete
  9. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  10. Terima kasih bu Tien, doa ku selalu utk bu tien tercinta semoga segera sehat kembali seperti semula.... dlm kondisi apapun tetap berusaha memenuhi keinginan penggemarnya...salam.sehat dan aduhai

    Semoga andin bernasib baik dan mendapatkan pria yg baik pula....

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 n selalu dalam lindungan n bimbingan Allah SWT .... Aamiin yra

    ReplyDelete
  12. Mtr nwn Bu Tien, sehat selalu.
    Gemes sama sikap Romy...deg2an dng nasib Andin.

    ReplyDelete
  13. Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Bu...

    ReplyDelete
  14. Matur nuwun mbak Tien-ku Bersama Hujan tayang

    ReplyDelete
  15. Hamdallah...Bersama Hujan 03 sdh tayang. Terima kasih Bu Tien, yang dengan setia selalu berkarya dan selalu ngemong penggemarnya. Semoga semua nya ini Allah jadikan kunci sehat, resep sehat nya Bu Tien.. sehingga Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang selalu memberikan nikmat sehat wal afiat kagem Bu Tien bersama Keluarga di Sala. Aamiin 3 X YRA

    Berbahagialah Andin, mempunyai Ayah yang penuh perhatian.

    Andin sebaiknya cerita sama Aisah juga Ayah nya, perihal moral bejatnya Romi.

    Bersama sama menempuh jalur hukum ke Polisi, agar Romi mendapat balasan yang setimpal. Biar ada efek jera.

    Salam hangat nan Aduhai dari Jakarta

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mudah2an Romi mendapat kecelakaan, mukanya rusak nggak ganteng lagi, kakinya patah diamputasi, gak bs jalan lagi hrs pk kursi roda
      Biar dirasain

      Delete
  16. Syukurlah;
    Jadi kakak sepupu Ais bisa jadi teman ngobrol; sepantaran Ais lagi.
    Teman nya..; sempat terdengar canda tawa waktu menanyakan loker, buat Andin kemaren.
    Bener kata Ais temennya cakep, menarik.
    Senyum senyum kaya ada sesuatu si kakak sepupu Ais ini, menyambut mereka berdua untuk sekedar berkenalan dan memberi penjelasan apa yang bakal di kerjakan Andin, membantu admin di tempat praktek nya, mudah mudahan Andin suka.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Bersama hujan yang ke tiga sudah tayang.
    Sehat sehat ya Bu
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    πŸ™

    ReplyDelete
  17. Mudah mudahan ada dokter baik yang menjaganya. Tapi bagaimana kalau akibat perbuatan Romi itu 'jadi'...
    Kita tunggu saja lanjutannya dengan sabar.
    Mbak Tien jangan memaksa diri, kesehatan jauh lebih penting dari segalanya.
    Salam sukses mbak Tien, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah...BeHa 03 dah tayang. Matursuwun bunda Tien. Sehat selalu

    ReplyDelete
  19. Smoga Andin akan bahagia di kmrn hari, Aamiiin matur nuwun episode 3 sampun tayang , mbakyu Tienkumalasari bgmn kesehatan mbakyu, smoga Allah cepat angkat penyakitnya inggih, Aamiiin salam sayang dari Tanggamus, Lampung

    ReplyDelete
  20. Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu.
    Aduhai

    ReplyDelete
  21. Waah...ibu Tien keren banget. Konsisten berkarya supaya ga ngecewain penggemarnya. Semoga makin membaik & dipulihkan kesehatannya.πŸ™πŸ™πŸ™πŸ˜˜πŸ˜˜

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah terima kasih bu Tien.
    Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  23. Semoga dokter muda tampan akan jadi penolong Andin juga Bunda segera Sehat wal afiat kembali .Maturnuwun tetap semangat untuk tetap menulis .

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah matursuwun Bu Tien semoga sehat dan bahagia selalu. Aamiin

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah...mksh Bu Tien BeHa 03 dah tayang smoga Sehat sll dan bahagia bersama kluarga

    ReplyDelete
  26. Matur nuwun Bu Tien....

    Jadi ingat mantan...

    Yang sekarang jadi istriku....

    Dia dan kakaknya di besakan oleh seorang ayah yang sangat disiplin dan ringan tangan, saat ada kesalahan yang dianggap fatal dan itu biasa di lingkungan militer...

    Beberapa anak buahnya juga bercerita ke saya, mereka sangat ngeri melihat tingkat kedisiplinannya...

    Suatu malam saya kepergok sa'at ngapelin do'i....

    Ternyata.....
    Dengan pakaian dinasnya beliau memberikan Salam dan jabat tangannya sangatlah mengatakan...
    Tutur katanya sangatlah menyejukkan seraya kakak dan adik yang lama tidak bertemu dan saling melepaskan cerita kerinduannya...
    Padahal baru kenal namun mempunyai latar belakang serta kisah yang se irama....

    Cara mengusir saya pun sangatlah halus dan sopan sehingga saya pun rindu sosok ayah yang sama mirip disiplinnya dengan ayahku sendiri di kampung yang juga seorang militer...

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah ..
    .semoga Bu Tien selalu sehat tapi jangan di paksakan nggih Bu ... Bismillah Biidznillah Sehat Sehat Sehat ... 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah BERSAMA HUJAN~03 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🀲

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillaah baru baca kirain gak tayang, sehat bunda... Makasih atas tayangannya

    ReplyDelete
  30. πŸŒΉπŸ¦‹πŸŒΉπŸ¦‹πŸŒΉπŸ¦‹πŸŒΉπŸ¦‹
    Alhamdulillah
    "Bersama Hujan" 03
    sudah tayang.
    Baru ngeh sdh ada.
    Matur nuwun Bu Tien
    Tetap sehat & smangats
    selalu yaa Bu...
    Salam Aduhai πŸ˜˜πŸ’
    πŸŒΉπŸ¦‹πŸŒΉπŸ¦‹πŸŒΉπŸ¦‹πŸŒΉπŸ¦‹

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah
    Maturnuwun Bu Tien πŸ€—πŸ₯°
    Salam sehat wal'afiat selalu

    Ayooo Andin, kamu suka dg dr Faris ya 😊,,,pandangan pertama
    Aduhaiii

    ReplyDelete
  32. Terima ksih bundaqu. Slm sht sll unk bundaπŸ™πŸŒΉπŸ˜˜

    ReplyDelete

SURAT KEPADA KAWAN

  SURAT KEPADA KAWAN. (Tien Kumalasari)   Kawan, SEPENGGAL KISAHku, sudah aku ungkapkan SAAT HATI BICARA. Juga saat SEKEPING CINTA MENUNGGU ...