BERSAMA HUJAN 01
(Tien Kumalasari)
Andin baru keluar dari kampus, saat mendung menggantung. Ia yaki tak lama lagi hujan akan turun. Ia bergegas ke tepi jalan, lalu berjalan ke arah halte bus terdekat. Ia sampai di halte, lalu duduk menunggu. Ia merogoh tasnya, lalu sadar bahwa dompetnya ketinggalan. Barangkali di kampus, atau dia tak membawanya dari rumah, soalnya ketika berangkat dia menumpang ayahnya saat akan pergi ke tempat kerja. Ia merogoh-rogoh dan mencari-cari, tak ada. Dompet itu benar-benar tak ada. Waduh, bakalan jalan kaki pulang nih. Lalu ia berpikir apakah ayah nya masih ada di tempat kerja ya, ia mengambil ponselnya, melihat jam berapa sekarang ini. Waduh, sudah jam empat sore, pasti ayahnya sudah pulang. Apakah ia harus meminta tolong ayahnya untuk menjemput? Rasanya kok tidak sampai hati. Rumahnya dari kampus lumayan jauh, pasti ayahnya capek sehabis bekerja. Apalagi hujan sebentar lagi akan turun. Mendung sudah semakin gelap, segelap hatinya saat itu.
Bus kota yang ditunggu sudah datang, tapi Andin tak juga beranjak dari duduknya. Bagaimana mungkin naik bus, kalau ia tak punya uang sepeserpun?
Gelegar guntur membuatnya miris, dan tak lama kemudian hujan turun bagai dicurahkan dari langit. Andin duduk agak mundur, karena hujan yang deras dan hembusan angin menerbangkan curah hujan masuk ke dalam halte yang tidak seberapa luas itu. Tak urung ujung bajunya basah. Andin mulai panik. Hari mulai gelap, walau baru jam lima sore. Cuaca sangat tidak bersahabat, karena hujan terus saja mengguyur. Tak ada orang lain di halte yang basah itu, kecuali dirinya sendiri. Ia merogoh lagi ponselnya, tapi ia bingung mau menelpon siapa? Teman-temannya, tak mungkin. Mereka pasti sudah meringkuk di kamar masing-masing di saat hawa sangat dingin begini. Ayahnya, ia benar-benar tak sampai hati. Ayahnya sudah setengah tua dan disaat hujan begini, pasti tetap saja kedinginan walau memakai jas hujan sekalipun.
Andin mendongak ke langit, hitam di mana-mana. Derasnya hujan membuat pandangan matanya juga kabur, tak jelas.
Andin benar-benar bingung, sementara alam sekitar sudah semakin gelap.
Kendaraan yang berseliweran tak ada yang peduli padanya. Bahkan pemotor pun tak sedikitpun menoleh kepadanya. Mereka fokus dengan hujan dan jalanan licin karena basah, dan air yang mulai menggenang.
Andin hampir menangis karena bingung. Tanpa berpikir panjang, ia turun dari halte, nekat menembus hujan. Ia merapatkan tas kuliahnya dan dipergunakan untuk menutupi kapalanya. Ia terus melangkah, tak peduli bajunya yang basah kuyup. Ia juga mulai menggigil kedinginan.
Andin sudah sampai di halte berikutnya, sementara kakinya mulai lemas. Ia kembali duduk di halte, menggigil.
Andin sadar bahwa dia harus pulang, tak ada jalan lain, dia harus memanggil taksi, biar nanti dibayar di rumah. Tapi bagaimana kalau dompetnya ternyata tak ada di rumah? Meminta pada ayahnya? Lagi-lagi perasaan tak sampai hati mengganggunya. Di rumah hanya dirinya berdua dengan ayahnya, setelah sang ibu meninggal saat dia masih kecil. Ayah nya bekerja di sebuah perusahaan batik, di bagian administrasi. Gajinya pastilah tak begitu besar, dan itu dipergunakan untuk menyekolahkan dirinya sampai ke jenjang perkuliahan.
Andin menitikkan air mata. Ayahnya sudah memberinya uang saku yang tak seberapa untuk kebutuhannya, bagaimana mungkin dia masih akan memintanya lagi walau hanya sekedar membayar taksi? Tapi ia sudah basah kuyup dan kedinginan, satu-satunya jalan adalah memanggil taksi lalu minta tolong pada ayahnya untuk membayarnya, seandainya dompetnya tidak ketemu.
Ia sudah memegang ponselnya dan siap menelpon taksi, ketika tiba-tiba sebuah mobil berhenti.
Jendela mobil itu terbuka, dan seseorang melongok sambil berteriak memanggil namanya.
“Andin!”
Andin terkejut, dalam remang, dia berusaha mengamati siapa yang memanggilnya.
“Andin! Kamu Andin kan?”
Ada lampu di atas halte itu, sehingga tentu saja dia bisa melihat sosok Andin, tapi Andin agak sulit melihat dan masih meraba-raba mengenali siapa dia.
“Aku Romi !!” kata laki-laki itu yang kemudian menyalakan lampu dalam mobilnya.
Andin menghela napas lega. Romi kakak kelas di kampusnya, tentu saja dia mengenalnya.
“Ayo naik, ngapain kamu di situ.”
Karena bingung dan tak tahu harus bagaimana, Andin maju ke arah mobil, kepalang basah, ia tak peduli hujan mengguyur kembali tubuhnya.
“Maaf, tapi bajuku basah,” kata Andin tersipu.
“Tidak apa-apa, dengan baju basah itu kamu justru tampak seksi," godanya nakal.
Andin kurang suka candaan Romi yang agak kurang sopan. Ia melonggarkan bajunya yang ketat, dengan menarik-nariknya, membuat Romi tertawa.
“Sudah terlanjur basah, dan terlanjur aku melihatnya. Apa yang kamu lakukan?”
“Kamu mau mengantar aku pulang?”
“Tentu saja. Pulang ke rumahku kan?” canda Romi.
Andin merengut. Ia kurang suka pada kakak kelasnya yang satu ini. Dia tampan dan tentu saja menarik, tapi dia terkenal mata keranjang.
Melihat bibir Andin mengerucut, Romi tertawa.
“Sorry, bercanda. Mana berani aku membawa pulang seorang gadis? Bisa digebugin sama mama aku.”
Andin tak menjawab. Diam-diam dia menyesal telah mengikuti ajakan Romi begitu saja. Ia menatap ke sekeliling. Lampu-lampu malam menyala, di sekitar rumah dan pertokoan, dan pada kendaraan yang berlalu lalang, berkelip diantara hujan.
“Hujan sudah sejak dua jam lebih, belum juga berhenti,” gumam Romi.
“Hei, kenapa belok ke sini, ini bukan ke arah rumahku.” seru Andin karena Romi membelokkan mobilnya ke arah yang berbeda dengan arah rumahnya.
“Oh, benarkah? Ya ampun, aku salah ya, rumahmu masih yang di belakang kantor pos itu kan?”
“Iya, bukan ke sini, harusnya lurus.”
“Waduh, kepalang tanggung. Ini jalan satu arah, kita harus berputar,” kata Romi enteng. Tapi jawaban itu membuat Andin kesal.
“Romi, turunkan saja aku di sini, biar aku jalan balik ke sana.”
“Mana mungkin, Andin? Hujan masih deras.”
“Tidak apa-apa, sudah kepalang tanggung, aku juga sudah basah kuyup. Tolong hentikan.”
“Tidak mungkin Andin, aku harus mengantarkan kamu sampai ke rumah.”
“Tolong, aku turun saja,” kata Andin yang semakin tak suka atas sikap Romi yang seenaknya, apalagi ia merasa, Romi sebentar-sebentar mengawasi dirinya dengan pakaian basah yang membuatnya mencetak bentuk tubuhnya. Itu membuatnya risih dan ingin segera menjauh dari laki-laki itu.
“Andin, kamu tahu tidak, semakin cemberut, kamu semakin cantik lhoh. Dan kamu itu seksi, membuat aku berdebar dari tadi.”
Andin memegang pegangan pintu, berusaha membukanya, tapi tak berhasil.
“Hei, apa yang kamu lakukan? Mana mungkin kamu bisa membuka pintu mobil ini tanpa aku yang mengijinkannya?”
“Tolong Romi, ini semakin jauh dari rumah, aku akan balik, jalan kembali ke sana. Aku mau mencari taksi.”
“Ini masih hujan.”
“Tidak apa-apa.”
“Baiklah, tunggu sebentar.”
Mobil Romi masih melaju, dan berhenti di tempat sepi. Benar-benar sepi karena tak ada seorangpun melewati jalan itu. Andin bahkan bingung, mereka sudah sampai di mana.
“Sekarang turunlah,” kata Romi sambil turun, kemudian membuka pintu di samping Andin. Andin merasa lega karena Romi menuruti kemauannya untuk turun. Tapi baru melangkah beberapa langkah, tiba-tiba Romi mendekapnya dari belakang.
“Romi, apa yang kamu lakukan?” teriak Andin.
“Saat kamu berjalan dengan baju basah itu, kamu tampak sangat menarik, jangan pergi dulu.”
“Lepaskan Romi!! Lepaaas!!” Andin berteriak, tapi tak seorangpun mendengar teriakannya, karena suara hujan dan juga karena tempat itu sepi.
Andin tak berdaya, ketika Romi menariknya ke dalam mobil.
Andin berteriak-teriak, Romi semakin kesetanan. Tak peduli jok mobil menjadi basah, tak peduli bajunya basah, tak peduli semuanya menjadi basah. Lengkingan yang seperti membelah hujan, dan desah kesetanan bersahutan dalam mobil jahanam dan malam yang kejam.
Andin bahkan tak sempat mengambil ponselnya yang berdering sejak lama. Barangkali ayahnya yang khawatir karena ia belum sampai juga di rumah.
Mobil itu sudah kembali melaju, bersama seringai setan yang memacunya, bersama isak tangis yang terus menggema.
Romi benar-benar membawanya pulang ke rumah Andin. Mobil itu berhenti di depan pagar, lalu Andin melompat turun dan setengah berlari masuk ke rumah. Air matanya bercucuran. Sakit seluruh tubuhnya, sakit seluruh jiwanya. Hujan yang deras meluruhkan semuanya, menghancurkan tubuh dan jiwanya.
Pak Harsono yang duduk di teras menatap Andin penuh iba.
“Kamu basah kuyup begitu?”
Andin sudah mengusap air matanya sejak sebelum naik ke teras. Ia tak ingin membuat ayahnya bersedih. Ia mengulaskan senyuman sewajar mungkin.
“Menunggu hujan nggak juga berhenti, Andin nekat pulang menerjang hujan,” jawabnya sambil berlalu.
“Naik apa?” tanya pak Harsono sambil mengikuti anaknya dari belakang.
“Naik taksi,” jawabnya berbohong, kemudian masuk ke dalam kamarnya, menguncinya lalu menjatuhkan tubuhnya ke lantai, menangis tersedu-sedu.
“Mengapa bisa terjadi? Mengapaaa? Ibu … maafkan Andin Bu, bagaimana hidup Andin bisa hancur di saat belum berhasil meraih semuanya? Apa yang harus Andin lakukan? Tak sampai hati Andin mengeluh pada bapak. Bagaimana ini Bu?”
Tiba-tiba pintu diketuk dari luar, membuat Andin terkejut. Pasti ayahnya mendengar dia berkata-kata.
“Andin, kamu bicara sama siapa?”
“Oh, ini Pak, teman … menelpon … “
“Suaramu kok aneh begitu,” tanya sang ayah curiga.
”Andin … agak pilek Pak.”
“Kalau sudah ganti baju, ayo kita makan. Tadi bapak beli sate lontong.”
“Baik, Pak.”
Air mata Andin meleleh lagi. Begitu besar perhatian ayahnya pada dirinya. Sate lontong adalah kesukaannya. Biasanya ia pasti langsung berteriak senang begitu mendengar sate lontong. Tapi malam ini tak ada yang menyenangkannya.
“Cepatlah, Andin, bapak tunggu di ruang makan ya?” suara bapaknya lagi. Kali ini seperti sambil menjauh. Tampaknya sang ayah sudah berjalan ke arah meja makan.
Andin bangkit, lalu mengambil handuk, kemudian pergi ke kamar mandi. Untuk ke kamar mandi, dia harus melewati ruang makan. Dilihatnya sang ayah sudah duduk sambil membuka bungkusan lontong. Andin bergegas melewatinya, takut sang ayah melihat bekas air matanya. Ia harus segera membasuhnya supaya ayahnya tak curiga.
“Jangan lama-lama mandinya, dingin sekali airnya. Atau mau pakai air hangat?” pak Harsono masih sempat berteriak.
“Tidak usah Pak,” katanya sambil menutup pintu kamar mandi.
Andin melepas semua banjunya, melemparnya ke keranjang baju kotor, kemudian mengguyur tubuhnya berkali-kali. Ia sebisa mungkin menahan air matanya, agar sang ayah tak melihat bahwa dia baru saja menangis.
Ia keluar dari kamar mandi dengan sudah berganti pakaian kering, lalu duduk di dekat ayahnya. Rambutnya masih digelung dengan lilitan handuk. Andin tersenyum melihat sang ayah sudah memotong-motong lontong yang dibelinya.
“Bapak beli di mana?” tanya Andin.
“Di pasar, dekat kantor. Suaramu serak, matamu juga sembab,” tanya sang ayah curiga. Ia menatap Andin terus menerus. Andin lagi-lagi menciptakan senyuman yang diharapkan agar tidak membuat ayahnya curiga.
"Diguyur hujan agak lama, jadi … yah, beginilah,” jawabnya sambil meraih gelas berisi minuman yang masih panas. Rupanya pak Harsono juga sembat membuat minuman untuk dirinya, dan juga anaknya.
“Masih panas,” gumamnya sambil meletakkan kembali gelas yang sudah dipegangnya.
“Bapak baru saja membuatnya. Kamu kan kedinginan, habis kehujanan, minum hangat biar badanmu terasa nyaman."
Andin terharu. Sudah lama, sang ayah tidak menyerahkan semua pekerjaan rumah kepada dirinya. Terkadang ayahnya membantu bersih-bersih, cuci piring, membuat minum. Itu kalau dirinya tidak sempat melakukannya. Memasak juga jarang, kalau dia harus kuliah pagi, maka sang ayah memilih untuk beli lauk matang. Tapi kalau Andin sempat memasak, maka dia akan memasak. Hari ini, sang ayah beli lontong sate sepulang kerja.
“Ini kan kesukaan kamu? Kamu tidak tampak gembira? Sudah makan di kampus?”
“Belum Pak. Ini, Andin suka kok, memang ini kesukaan Andin kan?”
“Tapi kamu tampak tidak makan lahap seperti biasanya."
“Nggak, nanti pasti Andin habiskan. Hanya tiba-tiba Andin kehilangan selera makan. Maaf Pak, mungkin Andin masuk angin.”
“Kalau begitu segera istirahat. Kamu kehujanan sampai basah kuyup begitu. Sebentar, bapak ambilkan obat. Ada kok obat masuk angin, bapak selalu sedia, apalagi saat musim hujan seperti ini,” kata pak Harsono sambi; berdiri.
“Biar Andin ambil sendiri Pak,” tapi sang bapak sudah beranjak ke almari obat, lalu tak lama kemudian memberikan sebutir obat masuk angin, masih ada di dalam blister.
“Minumlah. Tapi kalau bisa habiskan dulu makanmu, sayang kalau dibuang."
“Terima kasih Pak. Iya, akan Andin habiskan.” kata Andin sambil melanjutkan makan. Tak sampai hati membuat ayahnya kecewa karena sudah susah-susah membelikan makanan kesukaannya.
Tiba-tiba terdengar dering telpon dari arah kamarnya.
“Ponselmu berdering, biar bapak ambilkan.”
“Jangan, bapak lanjutkan makan saja, biar Andin ambil sendiri,” kata Andin sambil bergegas masuk ke kamarnya.
Andin mengangkat telponnya. Dari Aisah.
“Ya Ais, ada apa?”
“Kamu tadi buru-buru ya, dompet kamu ketinggalakan, ditemukan pak Sono, lalu diberikan kepada aku.”
Pak Sono adalah tukang bersih-bersih sekolah.
“Aku tahu itu punya kamu, karena begitu aku buka, ada foto kamu. Sekarang masih aku bawa.”
“Terima kasih Ais.”
“Karena besok aku nggak ada kuliah, dompet kamu akan aku titipkan sama Romi ya, rumahnya kan sebelahan dengan rumahku.”
“Apa?”
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah..
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien πΉπΉπΉπΉπΉ
This comment has been removed by the author.
DeleteTrmksh
ReplyDeleteππππππππ
ReplyDeleteAlhamdulillah Cerbung Baru
"Bersama Hujan" sudah tayang.
Matur nuwun Bu Tien
Tetap sehat & smangats
selalu yaa Bu...
Salam Aduhai π¦πΉ
ππππππππ
Horeee
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Bersama Hujan tayang perdana
ReplyDeleteIyeeess...π₯°π
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMaturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDeleteππ
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah..... cerbung baru
ReplyDeleteAlhamdulilah....
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur sembah nuwun Bersama Hujan sdh tayang episode pertama
Baru mulai sdh bikin deg2 an..
Alhamdulillah BERSAMA HUJAN .Maturnuwun
ReplyDeleteHore cerbung baru dah tayang, matur nuwun Bunda Tien
ReplyDeleteKoreksi:
ReplyDeleteIa yaki tak lama lagi hujan akan turun. Ia bergegas ke tepi jalan, lalu berjalan ke arah halte bus terdekat.
Seharusnya :
Ia yakin tak lama lagi hujan akan turun. Ia bergegas ke tepi jalan, lalu berjalan ke arah halte bus terdekat.
Matur nuwun bu Tien cerbung enggal
ReplyDeleteMasih episode perdanakq sdh mengenaskan, tisu mana tisu...ππ
ReplyDeleteHmmm...
Matur nuwun bunda Tien,
Bersama Hujan tayang perdana..ππ
Alhamdulilah cerbung baru ep 1 Bersama hujan sdh tayang Terima kasih bu Tien , smg bu tien selalu sehat dan bahagia, salam hangat dan aduhai bun
ReplyDeleteMaturnuwun mbakyu Tienkumalasari sayang sudah tayang episode pertama, salam sehat dan tetep semangat ya
ReplyDeleteBeHa perdana udah tayang
ReplyDeleteHadeeh ini judul aj BeHa
Pasti deh ujian lagi bagi Andin kshn amat nasibmu
Udah ibu ga ada tinggal bersama bapaknya karyawan perusahaan batik
Demi anak satu2nya biar bs kuliah
Eeh datang Romi pria bejat memperkosanya
Trus bgmn kelanjutannya, Ais lg mlh nitipin dompet Andin pd Romi
Hadeeh apa lagi nih yg akan terjadi
Ya Allah apa lagi ini
πππ
Penasaran skli nih tp sabar nunggu bsk deh
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Dan ttp ADUHAI
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteBH 01 telah tayang ..... semoga lancar n sukses
Terimakasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 selalu ...
Aamiin yra
Benar...baru episode 1 sudah menangis. Bahkan Andin sudah dihancurkan oleh Romi si playboy.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien, semoga selalu sehat , aamiin.
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah BERSAMA HUJAN~01 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..π€²
Sugeng daluuu... mb Tien
ReplyDeleteMugi tansah pinaringan keberkahan sehat wal afiat πππ❤️❤️
BeHa perdana udh datang...
Alhamdulillah....Matur Nuwun ππ
Salam Aduhai dr Surabaya
Terima kasih Mbu tien... tyang perdana sdh bkn gregetan.... seht sllu bersama keluarga trcnta...
ReplyDeleteAlhamdulillah...tayang perdana ...ceritanya sdh bikin mewekπ
ReplyDeleteSehat selaluu bunda Tien...
Setiap malam ditunggu dg setia
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah cerbung baru tayang.
ReplyDeleteSudah muncul peran antagonis si Romi, duh kesel.... jangan dititip Romi lah dompet Andin. Titip saja di Ais dulu.
Terima kasih bu Tien salam sehat selalu
Alhamdulillah.... bu Tien mmg penulis jawara ...matur nuwun buu
ReplyDeleteAlhamdulillah sdh tayang cerbung baru... Matursuwun Bu Tien semoga sehat dan bahagia selalu. Aamiin π€²
ReplyDeleteAlhamdulillah cerbung baru Bersama Hujan sdh tayang.
ReplyDeleteBaru eps 1 dah bikin nyesek
Sedia tissu gih kalau mau baca..
Trimakasih bu Tien hiburan nya
Moga sehat sll
Salam dari Bojonrgoro
Matur nuwun Bu Tien. Kasihan Andin.....
ReplyDeleteMatur nuwun Mbak Tien ku sayang... BH sudah terbit. Baru ep awal sudah panas membara. Melihat tingkah Romi, hati jadi meletup letup jengkel. Kasihan sekali nasib Andin. Semoga ada jalan keluar terbaik buat Andin.
ReplyDeleteAlhamdulillah Bersama Hujan telah terbit.
ReplyDeleteTapi baru episode awal kok sudah menyedihkan gitu ya bu Tien, Semoga Andin baik2 saja.
Pingin nonjok Romi nih rasanya..
Semoga bu Tien sehat selalu..
Waah...langsung sedia tisu nih ya...siap diaduk-aduk deh perasaan pembaca. Terima kasih, bu Tien...salam sehat selalu.ππππΉ
ReplyDeleteHamdallah...serial cerbung perdana ..Bersama Hujan...mulai tayang. Terima kasih Bu Tien...yang selalu berkarya dan setia memuaskan penggemarnya.
ReplyDeleteSemoga Bu Tien tetap semangat, selalu Sehat wal Afiat. Aamiin
Waduh...knp Andin ya..nasib nya kok jadi tidak baik.
Harga diri nya, yang paling berharga di renggut oleh Romi, teman kakak tingkat nya.
Andin tdk boleh diam saja, meratapi nasib nya, tapi tentunya hrs lapor ke Polisi
Salam Aduhai nan Mesra dari Cipinang Muara - Jatinegara Jkt
Alhamdulillah Bersama Hujan 01 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
ππ
ReplyDeleteIni orang, merasa punya segalanya; seenaknya aja, ketahuan nggak pΓ©dΓ© tuh. Coba kalau Ais tahu apa nggak runyam, tetangga pada ngerti kelakuan nya, ngumbar emosi aja, beraninya cuma segitu, nggak ada nyali sama sekali.
ReplyDeleteKilap lagi alasannya, nggak nge-pren.
Jadi bingungkan yang punya dompet, udah diambil sendiri aja Ndin, dirumah Ais. Biar tenang, mau nyeletuk apa biar aja. Besok kalau bisa jangan ragu segera ambil keputusan, biasa kalau ragu bikin nggak jelas mau ngapain.
Cepetan aja ngejawab Ais, keburu dititipin ke itu orang senewen.
Ada ada aja, padakΓ© boneka di unyel unyel.
Ra nggenah.
Terimakasih Bu Tien
Bersama hujan episode perdana sudah tayang
Sehat Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
π
Alhamdulillah.... Sehat selalu mbakyu... Mtsw
ReplyDeleteBaru seri pertama sudah nge-gas...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Alhamdulillah cerbung baru....
ReplyDeletePerdana sdh bikin tarik nafas
Terimakasih bunda Tien
Trima kasih ibu Tien untuk episode pertama.. Untung nunggu nggak lama.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSudah muncul bersama hujan.
Salam hangat selalu
*Memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan*
ReplyDeleteKasihan Andin sudah jatuh tertimpa tangga....benih kesempitan tumbuh menjadi malapetaka *tak berdosa* tapi tak diharapkan. π«
Wis embuhlah .....pak Petir tanggung jawab ... ! Kenapa hujan diturunkan ......kenapa dompet ketinggalan ....Aisah ....Aisah .....jangan Romi dan Romi ...lagi.
Minta tolong siapa coba ......? πππ
Koreksi kecil :
ReplyDeleteIa #yaki# tak lama lagi hujan akan turun...........yakin
Sebentar, bapak ambilkan obat. Ada kok obat masuk angin, bapak selalu sedia, apalagi saat musim hujan seperti ini,” kata pak Harsono #sambi; # berdiri.........sambil.
Dua koreksi kecil ibu Tien, tapi tidak merubah konteks cerita.
Salam sehat
Salam Aduhai ......
Alhamdulillah
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tienπ
Sehat wal'afiat semua , Aamiin
Wah seru nih cinta anak kampus
Kasihan sekali Andin,, smg tdk terjadi yaa bu Tien ,just ya Andin ,biar Romi dpt tulahnya π€
Selamat pagi bundaqu..terima kasih dengan cerbung barunyaπsalam sehat selalu dan tetap aduhai ...ππππΉπΉ
ReplyDeleteBismillahi.....
ReplyDeleteSahabat-2 baikku, yang peduli sesama. Lupakan sejenak tayangan cerbung *Bersama Hujan* Eps kedua malam ini. Sebab bu Tien sdg tidak sehat.
Yuk kita dorong doa semoga Allah segera mengangkat rasa sakitnya dan menyembuhkannya sesembuhsembuhnya tanpa meninggalkan penyakit yang lain :
_*"Allahumma syafi 'abdatika ya syafi la syifa-a illa syifa-uka syifa-an la yughadiru saqaman."*_
_“Ya Allah, sembuhkanlah hamba-Mu ini (R Aj. Sudartini/Ibu Tien Kumalasari), wahai Dzat Yang Maha Penyembuh, tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, sembuhkanlah ia sehingga tidak ada penyakit yang tersisa.”_
_*Al Fatihah*_
Terima kasih atas keikhlasan doa Anda semua.
Semoga Allah mengijabah langsung tunai.
Aamiin ya Robbal'alamiin.....
Aamiin Allahumma Aamiinπ€²π€²
Delete
DeleteSyafakillah ibu Tin, atas ridho Allah SWT, ibu Tin sehat, sehat, dan sehat selalu. Aamiin YRA.
Y Allah angkatlah semua penyakit yg di rasakan bunda Tien dan berilah kesembuhan dan pulih kembali seperti semula..Aamiin yra..salam sehat y bunda..semangat ππππΉπͺπͺ
ReplyDeleteAamiin
ReplyDeleteSyafakillah ibu Tin, atas ridho Allah SWT, ibu Tin sehat, sehat, dan sehat selalu. Aamiin YRA.
ReplyDeleteSyafakillah bu Tien...
ReplyDeleteSemoga Allah SWT memberikan kesembuhan untuk Ibu Tien..Aamiin YRA
ReplyDeleteSemoga bu Tien lekas sembuh dan sehat wal'afiat kembali ... Aamiim yra .
ReplyDeleteSemoga mbak Tien Kumalasari segera sembuh, sehat seperti sedia kala, aamiin.
ReplyDeleteAlhamdulillah sdh ada yg baru.....
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien.
Syafakillaah Bunda Tien Kumalasari...
ReplyDeleteSemoga segera sembuh, segera diangkat sakitnya tanpa meninggalkan penyakit Lagi Aamiin π€²
Syafakillah Bu Tien...
ReplyDeleteSemoga bunda Tien cepat sehat kembali, Aamiin Allahumma Aamiin
ReplyDeleteSemoga bu Tien K segera diberi kesehatan oleh Allah SWT
ReplyDeleteSemoga ibu Tien lekas sembuh aamiin yra.
ReplyDeleteSyafakillah Bu Tien...Semoga segera sembuh paripurna dan beraktifitas kembali seperti sediakala. Aamiin YRA π€²π€²
ReplyDeleteSemoga Allah SWT segera mengangkat penyakitnya sehingga Bu Tien sehat wal afiat dan dapat beraktivitas kembali seperti sediakala...
ReplyDeleteAamiin Yaa Mujibassailiin
Terimakasih Bu Tien cerbungnya....
ReplyDeleteSehat2 selalu ya Bu ππ
Kalo lapor paling ntar disalahin kenapa mau diajak naik mobilnya. Pengennya sih pelaku dikasihin ke singa lapar aja.
ReplyDelete