SEBUAH PESAN 21
(Tien Kumalasari)
“Non, bagaimana Non, itu tadi kan tuan Abi?”
“Iya, kok bisa ketemu mas Abi sih?”
“Ini kan waktunya makan siang, barangkali kantornya tuan Abi di daerah sini.”
“Entahlah, aku tidak pernah bertanya, dimana kantornya."
“Non nanti pasti kena marah, saya takut Non.”
“Kenapa kamu takut? Kamu kan tidak berada di rumah aku sekarang.”
“Bukan diri saya yang saya takutkan, tapi Non sendiri."
“Tidak apa-apa. Sesuatu yang sudah terjadi, kan tidak bisa diulangi?” kata Raya enteng.
“Non tidak takut kena marah, nanti?”
“Tidak usah dipikirkan. Mas Abi tidak mungkin bilang sama bapak atau ibu. Paling-paling cerita sama mbak Mila.”
“Non tidak khawatir dimarahi non Mila?”
“Tidak. Mbak Mila penuh pengertian.”
“Ah, Non kok seperti tidak khawatir begitu sih.”
“Tidak usah dipikirkan. Oh ya, beberapa hari yang lalu mas Abi sudah melamar mbak Mila.”
“Iya, saya tahu.”
“Kamu tahu dari mana?”
“Saya kebetulan lewat depan rumah Non, banyak mobil di sana. Orang bilang, ada lamaran. Pasti Non Mila yang dilamar.”
“Kamu tidak khawatir kalau aku yang dilamar?”
Damian tertawa pelan.
“Tidak mungkin Non, kan Non anak bungsu, masih kuliah pula.”
“Kalau saya yang dilamar, bagaimana? Kamu sedih tidak?”
“Non jangan memancing-mancing dong.”
Raya tertawa. Damian heran. Dirinya yang sangat ketakutan ketika Abi melihat mereka, tapi Raya seperti menganggapnya enteng.
“Sebulan lagi mereka menikah, dan bulan depan ini mbak Mila sudah tidak lagi bekerja.”
“Dilarang bekerja ya?”
“Bukan, tapi setelah menikah, mas Abi akan membawanya ke Jakarta.”
“Non kesepian dong.”
“Lebih sepi lagi saat kamu pergi.”
“Non kok gitu amat.”
“Itu benar.”
Damian benar-benar gelisah. Bukan hanya karena kepergok Abi saat berboncengan, tapi karena Raya begitu nekat, tanpa bisa dicegah.
Bahkan ketika mereka sampai di bengkel kembali, Raya masih membuatnya takjub ketika mengatakan bahwa dia akan sering mengunjunginya di bengkel.
Damian masih merasa gelisah ketika sudah mulai melakukan tugasnya.
“Kamu seperti tidak tenang. Gara-gara disamperin pacar?”
“Dia itu anak majikan aku.”
“Memangnya kenapa kalau dia anak majikan.”
“Nggak berani dong Gus, kamu seperti tidak tahu saja, aku ini siapa.”
“Cinta terkadang tidak bisa mengenal orang.”
“Sudahlah, nanti pekerjaan kita tidak segera selesai,” kata Damian menghindar. Ia tahu semua orang akan berkata begitu. Tapi itu kan kata orang. Yang menjalaninya, belum tentu bisa. Bukankah ngomong itu gampang? Nyatanya dia masih terombang ambing antara perasaannya sendiri dan kenekatan Raya. Bagaimana menghindarinya?.
***
Kamila sudah berada di dalam kamarnya dan bersiap untuk tidur, ketika Abi menelponnya.
“Ya Mas, ada apa?”
“Cuma mau cerita, tadi siang, saat aku keluar makan siang, ketemu Damian.”
“Oh iya? Mas bicara apa sama dia?”
“Nggak bicara apa-apa, cuma mbunyiin klakson saja.”
“Kok nggak disapa? Nanti dikira sombong, mentang-mentang sudah tidak bekerja di sini, Lain kali disapa dong.”
“Sungkan, dia sedang bersama Raya.”
“Apa? Damian bersama Raya? Lagi ngapain?”
“Lagi boncengan, nggak tau dari mana. Tapi pakaian Damian itu yang lucu. Dia kerja di bengkel ya?”
“Iya. Pakaiannya kenapa?”
“Belepotan oli, hitam-hitam begitu.”
“Ya ampun, Raya kok pergi sama Damian dengan pakaian seperti itu?”
“Mereka itu pacaran?”
“Nggak tahu aku Mas, coba besok aku tanya dia. Ih, nggak kebayang deh, Raya jalan sama Damian dengan pakaian bengkel?”
“Ya sudah, aku cuma mau bilang itu. Kamu pasti sudah mau tidur, ya kan?”
“Iya, sudah mau tidur.”
"Baiklah, segera tidur, jangan lupa, mimpikan aku ya.”
Kamila tertawa, dalam hati dia bertanya, pada siapa Abi belajar romantis? Duh senangnya.
***
Hari masih pagi, ketika Kamila mendekati Raya di kamarnya.
“Sudah rapi, mau kuliah?”
“Iya. Mbak nggak masuk kerja?”
“Masuk dong. Baru siap-siap. Mau nanya nih.”
Raya berdebar, pasti Abi sudah cerita sama kakaknya dan sekarang dia harus siap menjawab semua pertanyaan yang akan dilontarkan.
Raya mengambil tas kuliahnya, diletakkan di meja, didekat laptop yang akan dibawanya.
“Kamu sudah jadian sama Damian?”
Tuh kan, pertanyaannya langsung ke pokok permasalahan. Tapi bukankah sang kakak mendukungnya?
“Kebetulan ketemu, aku lagi lapar, dia juga sedang mau makan.”
“Kebetulan, apa memang diatur supaya ketemu?”
“Dia masih sangat ketakutan.”
“Bisa dimaklumi. Tapi aku heran, kamu makan bersama dia, yang masih memakai pakaian belepotan oli.”
Raya terkekeh.
Rupanya mas Abi ceritanya sampai detail begitu ya? Pakaian juga diperhatikan.”
“Iya, memang dia juga heran sama kamu. Kok kamu nggak malu?”
“Kenapa malu? Burukkah orang bengkel dengan pakaian belepotan oli?”
“Nggak tahu, buruk atau tidaknya, tapi sepantasnya dia berganti pakaian dulu, dandan rapi, kan mau berduaan sama pacar,” goda Kamila.
“Dia mau ganti pakaian dulu, tapi aku melarangnya. Asyik kok, makan sama pagawai bengkel.”
“Dasar kamu Ray. Tapi kamu harus hati-hati. Kamu telah bermain api. Dan api itu bisa membakar kalian berdua.”
“Eh, apa tuh artinya terbakar api?”
“Pokoknya kamu harus hati-hati. Kamu sudah tahu akibat dari apa yang kalian lakukan. Mengerti maksudku kan?”
“Tentang bapak sama ibu?”
“Iya lah. Sebuah percintaan bukan hanya antara seseorang dan kekasihnya, tapi juga terhubung dengan orang tua kedua belah pihak.”
“Ya, aku tahu.”
“Kamu akan terus jalan?”
“Aku tidak akan salah memilih. Cuma dia saja yang masih ragu.”
“Baiklah. Berpegang saja pada jodoh itu ada di tangan Tuhan. Kita tidak akan tahu nanti berjodoh dengan siapa.”
***
Raya sudah mau keluar dari kamarnya, ketika ponselnya berdering. Ia ingin melonjak kegirangan ketika Damian menelpon.
“Damian …” Raya hampir berteriak, lalu ia menutup mulutnya karena keceplosan berteriak.
“Non kok berteriak?”
“Tenang saja, aku sendirian di kamar.”
“Saya cuma ingin bertanya, tentang ….”
“Tentang mas Abi? Tenang saja, dia memang bercerita sama mbak Mila, tapi mbak MIla mendukungku kok.”
“Benarkah?”
“Iya.”
“Ya sudah, saya cuma mau menanyakan hal itu. Sekarang saya mau berangkat kerja.”
“Baiklah, hati-hati ya, aku juga mau kuliah. Sudah berhari-hari bolos.”
“Jangan bolos dong Non, kan sudah mau ujian?”
“Tapi aku juga belajar kok. Doakan ya.”
“Non, ditunggu sarapan di ruang makan,” tiba-tiba bik Sarti nyelonong masuk ke kamar Raya, karena memang pintunya tidak dikunci.
“Ya sudah, kamu sudah sarapan?”
“Sudah. Selamat makan Non.”
Raya menutup ponselnya, tanpa disadari, bik Sarti masih mematung di depan pintu.
“Ayo Bik, tadi bibik masak apa?”
“Cuma tumis brokoli sama ikan goreng.”
“Hm, sedap.”
“Non kok kelihatan senang sekali pagi ini? Pasti karena telpon tadi.”
“Sssh, bibik mau tahu ajah,” kata Raya sambil melangkah disamping bik Sarti, tak lupa sebelah tangannya merangkul pundak bik Sarti.
“Non, jangan begini, Non sudah cantik dan wangi, sedangkan bibik belum mandi, mana keringatan pula, nanti ketularan bau asem, bagaimana?”
“Nggak apa-apa, keringat bibik sedap kok,” canda Raya.
“Ada-ada saja, mana ada bau keringat sedap?”
***
Karena hanya Kamila yang mengetahui masalah ketemuannya dengan Damian, maka setiap senggang, Raya selalu datang menemui Damian.
Damian tak berdaya menolaknya, ada rasa senang, bahagia, tapi lebih banyak khawatirnya. Ia merasa seperti sedang berjalan di sebuah suasana alam yang indah, tapi ada jurang dikiri kanannya. Begitu mempesona, menghanyutkan, tapi terpeleset sedikit saja dirinya akan hancur.
Bukan hanya sekali dia mengingatkannya pada Raya, tapi Raya seakan tak peduli.
“Non kan mau ujian juga, apakah semua ini tidak mengganggu?” kata Damian.
“Tidak, aku justru lebih bisa fokus belajar, karena hatiku senang bisa sering ketemu sama kamu,” katanya enteng.
Apa yang harus dilakukan Damian lagi? Bersembunyi? Lari? Tak ada tempat untuk sembunyi, tak ada tempat untuk berlari. Ia hanya diam, menikmati sebuah karunia yang membuatnya berdebar-debar dan terkadang cemas.
***
Sebulan telah terlewat, disebuah gedung pertemuan yang besar sudah dihias dengan cantik dan mewah. Bunga-bunga segar dan wangi menghiasi seluruh sudut ruangan, membuat suasana seperti berada disebuah taman dengan sejuta aroma bunga. Sepasang pengantin sudah duduk bersanding, dengan wajah-wajah penuh bahagia. Dua pasang orang tua mereka mendampingi di kiri dan kanan kedua mempelai. Tak kalah rasa bahagia di antara mereka.
Raya dengan dandanan pakaian Jawa yang anggun, sedang melongok mencari-cari. Ia dengan diam-diam memberikan undangan untuk Damian, agar datang di pesta pernikahan kakaknya. Itu sebabnya dia mencari-cari, di mana kira-kira Damian berada.
Dengan anggun ia menyusuri sekitar gedung, menyelinap diantara para tamu yang menatapnya dengan penuh pesona, ke arah gadis cantik yang mondar mandir di antara mereka.
Agak diluar gedung, Raya mendengar suara memanggilnya. Pelan, tapi dia mendengarnya dengan sangat jelas.
“Non,”
Raya menoleh ke arah datangnya suara, dan bergegas menghampiri.
Seorang laki-laki gagah dan tampan sedang berdiri di antara para tamu, mengenakan celana hitam dan baju batik berlengan panjang. Raya menatapnya kagum. Alangkah tampan kekasih hatinya. Ia mendekat dan langsung menggandeng tangannya, mengajaknya masuk ke dalam.
“Saya di sini saja Non.”
“Mengapa di sini, ayolah masuk.”
“Nggak berani Non, mereka tamu-tamu terhormat, saya hanya membuat kotor.”
Raya merengut, tapi ia terus menarik tangan Damian.
“Bagaimana nanti, kalau ayah dan ibu Non melihat saya? Disini adanya orang-orang penting. Pejabat, pengusaha. Sedangkan saya?”
“Kamu juga orang penting bagiku,” kata Raya, ngeyel.
Damian jadi menyesal telah nekat datang, karena Raya wanti-wanti memintanya agar datang memenuhi undangannya.
Raya terus menariknya, lalu seseorang berteriak.
“Raya!”
Raya berhenti melangkah. Rosa, teman kakaknya menyapanya.
“Mbak Rosa.”
“Ya ampun Raya, ini pacar kamu? Ganteng sekali. Segera menyusul ya?” goda Rosa yang kagum pada ketampanan Damian. Disaat Damian berdandan dengan rapi seperti itu, siapa yang mengira bahwa dia adalah bekas tukang kebun keluarga kaya raya yang sedang menggelar pesta meriah itu? Beberapa orang bahkan memuji, bahwa mereka adalah pasangan yang sangat serasi.
Raya hanya tertawa. Damian semakin ketakutan ketika Raya tidak membantahnya.
“Doakan saja ya Mbak, terima kasih telah datang. Sendirian saja kah?”
“Nggak, sama suami. Itu, lagi berbincang dengan temannya.”
“Baiklah, saya ke sana dulu Mbak,” kata Raya sambil terus menarik Damian.
Beberapa celetukan terdengar membuat wajah Damian memerah.
“Wah, sebentar lagi pak Rahman mantu. Raya juga sudah punya pasangan,” kata seseorang yang diamini oleh yang lain.
“Cocok ya, satunya cantik, satunya ganteng.”
“Itu sih bukan ganteng. Tapi ganteng banget. Ngiri aku.”
Raya hanya mengangguk dan tersenyum. Damian merasa sedang tenggelam dilautan manusia, tenggelam dalam pujian yang bukannya membuat senang tapi bertambah ketakutan. Raya memang keterlaluan, tanpa mempedulikan perasaan Damian, ia terus membawanya ke dalam, lalu mengajaknya makan hidangan yang tersedia.
“Non, saya keluar saja ya.”
“Mengapa kamu ini, tak ada yang mengenal kamu itu siapa. Biarkan saja mereka bicara semaunya,” Raya selalu bicara enteng. Ia bahkan meladeni Damian dengan mengambilkan makanan dan minuman, kemudian mengajaknya duduk di tempat yang agak jauh dari hiruk pikuk tamu undangan.
“Non ….”
“Sudah, habiskan saja makanannya, aku ambilkan es krim dulu ya.”
“Nggak usah Non, setelah ini saya mau pulang saja.”
“Jangan, aku ambilkan es krimnya dulu, kamu makanlah, aku segera kembali,” kata Raya yang kemudian pergi meninggalkan Damian.
Damian sangat gelisah. Sepantasnya orang mendapat undangan pernikahan, ia kan harus menemui kedua mempelai dan memberi salam dan ucapan selamat. Tapi Damian tak berani melakukannya.
Ia menatap sepiring nasi dan lauk pauk yang belum pernah dimakan sebelumnya. Begitu mewah hidangan orang kaya yang sedang punya kerja. Berbeda dengan kondangan orang kampung dengan lauk sederhana. Damian masih mengamati piring yang dipegangnya, ketika Raya datang dengan membawa dua gelas es krim dengan warna warni toping diatasnya.
“Kok belum dimakan sih, es krimnya keburu mencair, ayo aku temani makan.”
Raya pun kemudian ikut makan. Sesekali mata keduanya bertatapan, dan senyuman merekah menghantarkan debaran yang tak tertahankan.
“Kamu ingin mengucapkan selamat pada mbak Mila?”
“Tidak … tidak, Non saja yang menyampaikan,” kata Damian sambil segera menghabiskan makanannya, agar bisa cepat-cepat pamit pergi.
Sementara itu, Rosa dan suaminya, sudah berada di depan kedua mempelai. Rosa mengucapkan selamat dan mencium pipi Kamila dengan hangat.
“Aku yakin, pak Rahman akan segera mantu lagi.”
“Belum,” jawab Kamila.
“Aku melihat Raya dan pacarnya, aduuh, ganteng sekali dia. Benar-benar pasangan yang cocok, seperti Dewa dan Dewi dari Kahyangan.
Bukan hanya Kamila yang terkejut. Pak Rahman dan bu Rahman yang berdiri diantara mereka juga mendengarkannya. Ketika ada salah seorang pembantunya mendekat, pak Rahman membisikkan sesuatu padanya.
“Cari Raya, suruh datang kemari bersama pacarnya.”
***
Besok lagi ya.
Matur suwun
ReplyDeleteMaturnuwun mbak.Tien...
ReplyDelete🌿🌷🥦🌺🌴🌹🥝🌸🥬🍉🐉🍎🥦🍆
ReplyDeleteAlhamdulillah EsPe_21 sudah tayang.
Terima kasih bu Tien, selamat malam dan selamat beristirahat.
Salam ADUHAI.
🌿🌷🥦🌺🌴🌹🥝🌸🥬🍉🐉🍎🥦🍆
Maturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Matur nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteTerima kasih bu tien , salam.hangat dan aduhai
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeletemksh bunda
sehat selalu bunda
Alhamdulillah gasik 😍
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Pesan telah tayang
ReplyDelete🍁🍂🍁🍂🍁🍂🍁🍂
ReplyDeleteAlhamdulillah eSPe 21
sudah tayang gasik..
Matur nuwun Bu Tien.
Sehat selalu & tetap
smangats berkarya.
🦋 Salam Aduhai 🦋
🍁🍂🍁🍂🍁🍂🍁🍂
Bikin deg2an aja niih...Bakalan ketawan deh Raya sdg ber sama2 dgn Damian....
DeleteMatur nuwun mbak Tienkumalasari sayang, sampun tayang epsd 21 hehehe salam sehat dan aduhaai dari Tanggamus, Lampung
ReplyDeleteLoh kehapus semua kok, reply delete hehehe matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang, sampun tayang salam sehat dan aduhaai dari Tanggamus, Lampung
ReplyDeleteAsik tayang lebih awal.
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien..🙏🙏
Alhamdulillaah yg d tunggu" dah tayang makasih bunda
ReplyDeleteAlhamdulilah..
ReplyDeleteTks bunda Tien..
Terima kasih Mbu Tien... sehat sllu bersama keluarga.... makin asyiiik trs
ReplyDeleteMatur nuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah SEBUAH PESAN~21 sudah hadir, terimakasih, semoga bu Tien beserta keluarga tetap sehat .. Aamiin..🤲
ReplyDeleteAlhamdulillah,, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat 🤗🥰
Waduh Raya kamu nakal ya ,, jgn bikin orang tua mu marah ya ,,tp seru juga cerita nya ,,, tinggal yg baca jd ikut kuatir dg Damian 🤣🤣🤭
Harusnya Damian senang ditengah pesta yang meriah . Tapi merasa tidak ditempat yang benar. Nah... dipanggil juragan tuh... bisa bisa keringat dingin keluar semua.
ReplyDeleteSelamat buat Mila, mudah mudahan tidak ada masalah dengan keluarga barunya.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Alhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien . .
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien...
Salam sehat selalu...
Alhamdulillah.... terimakasih bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteEsPe 21 sdh terbit
Maturnuwun bu
Semoga sehat selalu
Aamiin
Terimakasih Bunda
ReplyDeleteAkankah Damian akan diadili?
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Wow perintah atasan nich, mêsthi dipatuhi; siap ndan kerjakan.
ReplyDeletePenasaran juga pak bos, kata mbak Rosa temen Mila; pacar Raya cakep, padahal cuma berbatik ria.
Ah nggak tahulah, sudah selesai makan mau pamitan pulang, keburu nggak ya.
Pembantu yang disuruh menangkap tersangka pencuri hati anak gadis pak Rahman.
Nah ini ni tantangan Damian, tegar nggak melakoni show of force didepan para tamu dan mantan juragan.
Yang selalu digandeng tangan sama Raya.
Malah disandera didepan untuk foto bersama keluarga besar pak Rahman.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Sebuah pesan yang kedua puluh satu sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Mas Nanang, bila dipadangkan dengan bu Tien. Cerbung jadi panjaaaaang ... mantab!
DeleteSekarang agak pendek pak, satu dua adegan selesai; kena 'pembatasan senjata strategis' dulu panjang pak, jadi bisa crigiz uleng ulengan.
DeleteMungkin kelasnya perumnas jadi halaman nya sedikit ringkes nyapu juga nggak capek capek amat.
Wah, makin bikin baper pembaca nih kisahnya. Makasih ibu Tien sayang...sehat selalu ya...🙏🙏🙏😘😘😀
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien, salam sehat selalu.
ReplyDeleteJadi ingin tahu, bagaimana sikap Damian waktu berhadapan dgn "calon mertua".
Terimakasih Mbak Tien, saya ikut deg2an seperti Damian ah...ah
ReplyDeleteWah, seruuu..
ReplyDeleteMakasih mba Tien
Semakin Aduhai mendebarkan bagaimana !antinya Raya Damian.Terimakasoh Bu Tien semoga sehat selalu
ReplyDeleteMakin seru nih. Kami tunggu kelanjutannya ya
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun Bu Tien, salam sehat selalu
ReplyDeleteTerima kasih Bunda
ReplyDeleteTerima kasih bunda..slm sht sll dan tetap aduhai🙏😘🌹
ReplyDelete