SEBUAH PESAN 22
(Tien Kumalasari)
Raya sedang menemani Damian makan, yang tampak sangat tergesa-gesa. Damian merasa harus segera meninggalkan tempat itu. Ada rasa tidak enak mendengar canda para tamu yang berpapasan dengan Raya dan dirinya, dan mereka semua menganggap dirinya adalah pacar Raya.
“Damian, cepat sekali makannya,” kata Raya ketika melihat Damian sudah meletakkan piringnya.
“Memang sudah habis Non, saya ingin segera pulang saja.”
Ini es krimnya diminum dulu.
Damian segera mengambil gelas es krimnya lalu menyantapnya secepat dia bisa.
“Ya ampun Dam.. kenapa sih?”
“Non, saya benar-benar ingin segera pulang. Sampaikan ucapan selamat untuk non Mila, dan maaf saya tidak membawa kado karena Non melarangnya.”
“Iya Dam, masalah kado tidak usah dibahas, tapi kamu tergesa pulang, aku sedih.”
“Non jangan begitu. Ini di keramaian, dan saya merasa tidak pantas. Non jangan melarang saya pulang, sungguh saya mohon maaf.”
Damian langsung berdiri, sambil mengusap bibirnya dengan tissue.
Raya ikut berdiri, bermaksud mengantarkan ke arah depan melewati samping gedung. Tapi tiba-tiba seseorang memanggilnya.
“Non Raya.”
Raya berhenti menunggu. Seorang laki-laki yang diketahuinya sebagai pegawai di kantor ayahnya mendekat.
“Itu tadi pacar Non?”
“Ah, mau tahu aja. Ada apa Pak?”
“Ayah Non memanggil Non, agar datang menemuinya, bersama pacar Non.”
Raya terkejut. Sekilas ia menoleh ke arah Damian yang berjalan menuju keluar, tapi dalam sekejap bayangan Damian sudah menghilang.
“Dia sudah pulang?”
Raya tidak menjawab, tapi kemudian bergegas ke arah depan, menemui ayahnya.
“Raya, mana dia?” tanya pak Rahman sambil mencari-cari barangkali yang dicarinya mengikuti di belakang Raya.
“Siapa maksud Bapak?”
“Kamu bersama pacar kamu?”
“Ah, Bapak …” kata Raya yang kemudian mundur ke belakang, bermaksud menjauh dari ayahnya. Ia kebingungan menjawabnya.
“Bapak serius Raya, kenalkan dia sama bapak. Selama ini bapak tidak tahu kalau kamu punya pacar,” kata pak Rahman pelan. Tapi Raya terus melangkah menjauh, bingung harus menjawab apa.
Ketika kemudian berbaur bersama para tamu, Raya masih berpikir, bahwa pasti nanti ayahnya akan terus mencecarnya dengan pertanyaan yang sama. Diam-diam Raya berpikir, siapa yang telah melapor pada ayahnya bahwa dia sedang bersama seseorang yang dikira pacarnya.
***
Malam harinya setelah hingar bingar pesta pernikahan itu selesai, pak Rahman memang tidak bertanya apapun, Tapi pagi harinya, Raya tidak bisa mengelak ketika sang ayah kembali mengulang pertanyaannya.
“Kenapa semalam tidak mempertemukan pacar kamu dengan bapak?”
“Dia … sudah pulang.”
Lalu Raya terkejut, karena jawaban yang meluncur begitu saja itu seakan mengakui bahwa dia memang bersama pacarnya.
“Bapak dan ibumu ingin bertemu. Siapa dia? Banyak yang mengatakan dia ganteng. Tadinya, Rosa yang bercerita, tapi beberapa yang lain membicarakannya juga. Seganteng apa dia? Ganteng mana sama bapak?” canda pak Rahman.
“Dia belum ingin bertemu Bapak,” akhirnya itu jawaban Raya.
“Memangnya kenapa? Masih kuliah? Atau baru mulai kerja dan belum berani bertemu orang tua pacarnya?” desak pak Rahman.
“Apapun atau siapapun dia, ada baiknya kamu ajak ke rumah, supaya bapak sama ibu bisa mengenal dia lebih awal,” sambung ibunya.
“Nanti, kapan-kapan saja,” lalu Raya beranjak menghindar.
Ia langsung masuk ke dalam kamarnya dan termenung. Tentunya saat mengajak Damian, dia hanya berharap bisa bersenang senang bersama Damian dalam suasana pesta, tidak mengira bahwa banyak yang mengenalinya dan berkomentar, yang akhirnya didengar oleh ayah dan ibunya.
“Aku sudah terlanjur mengakui, walau secara tidak langsung, bagaimana kalau aku berterus terang? Apakah bapak sama ibu akan murka mengetahui bahwa orang yang aku cintai adalah Damian?” gumamnya dengan perasaan gelisah.
Akhirnya Raya yang sangat bersemangat dalam mendekati Damian, kebingungan juga ketika ayah dan ibunya ingin tahu siapa laki-laki yang dicintainya.
Damian belum tentu mau bertemu ayah ibunya. Mana mungkin, dia kan selalu merasa rendah diri.
“Ya Tuhan, tapi aku sangat mencintai dia,” keluhnya sambil duduk di sofa di dalam kamarnya.
***
Tak jauh bedanya dengan Raya, Damianpun gelisah sejak semalam, sampai pagi harinya di tempat kerja. Kegelisahan itu tertangkap oleh Agus karena berkali-kali Damian membuat kesalahan.
“Kamu kenapa Dam? Tak biasanya begini.”
“Tidak apa-apa, hanya agak kecapekan.”
“Tidak, kamu pasti berbohong.”
Damian menghela napas.
“Sebuah kisah cinta yang membuat kamu bingung? Sedih? Kacau?”
“Ah, kamu ada-ada saja.”
“Aku yakin, gadis itu pacar kamu.”
“Yang mana?”
“Yang sering datang kemari saat istirahat, yang kamu bilang dia adalah anak majikan kamu.”
“Dia memang anak majikan aku.”
“Yang menjalin hubungan cinta sama kamu, bukan? Itu yang membuat kamu gelisah? Perbedaan status yang amat jauh, dan kamu mengira tak akan berhasil menjalani hidup bersama?”
Damian tersenyum tipis. Agus sudah tahu, tapi masih bertanya juga.
“Bagaimana menurut kamu?”
“Aku bisa mengerti. Tapi tidak semua orang tua selalu menghitung-hitung dari kalangan apa anaknya jatuh cinta.”
“Tidak mungkin Gus. Semua orang akan menghitung-hitung. Apa yang diharapkan dari seorang menantu miskin seperti aku?”
“Ada orang tua yang berharap agar anaknya bahagia.”
“Tapi harus disertai kehidupan yang layak, yang pantas dibanggakan.”
“Kamu terlalu rendah diri. Nyalimu sangat kecil.”
Damian tertawa tipis. Barangkali dia malah tak punya nyali.
“Kamu ingin menghindari dia?”
“Aku ingin dia melupakan aku, tapi dia nekat sekali. Seakan tak ada yang ditakuti, sementara aku takut setengah mati. Bukannya aku pengecut, tapi aku kan harus tahu diri. Ya kan Gus?”
“Kalau begitu putusin saja.”
Damian menghela napas. Bagaimana cara memutusinya, sementara Raya tak bisa dihentikan?
“Kalau begitu berserahlah pada nasib. Jodoh itu ada di tangan Tuhan. Kalau dia jodoh kamu, pasti jadi lah. Tapi kalau bukan, pasti ada jalan untuk kalian berpisah.”
Damian mengangguk-angguk. Dia memang harus menjalani semuanya. Waktu lah yang akan menentukan.
***
Siang hari itu keluarga Rahman makan bersama. Abi dan Kamila ada diantara mereka. Raya juga ada. Tapi ia tak banyak bicara. Hatinya selalu was-was, kalau-kalau ayahnya bertanya lagi tentang pacarnya.
Dan itu benar. Pertanyaannya bukan tertuju pada dia, tapi pada kakaknya.
“Mila, apa kamu tahu, bahwa adik kamu punya pacar?” tanya sang ayah.
Kamila terkejut. Bahkan Abi ikut mengangkat wajahnya, menatap ayah mertuanya.
“Kok Bapak bertanya sama Mila sih. Tuh, anaknya ada,” jawab Mila yang tak ingin mengatakan hal yang sebenarnya.
“Raya? Apa jawabmu?” tanya sang ibu.
“Nggak enak, makan sambil bicara,” jawab Raya singkat.
“Kamu hanya ingin menghindar. Kenapa sih, berat sekali berterus terang? Kamu itu sudah dewasa, bapak tidak melarang kamu pacaran, tapi pacaran yang serius. Bapak sudah siap punya menantu lagi.”
“Agak semakin cepat punya banyak cucu,” sambung bu Rahman.
“Tuh, ibumu pengin segera punya banyak cucu.”
Raya hanya tersenyum tipis.
“Biarkan Raya merampungkan kuliahnya dulu Pak, sekarang dia belum berani.”
Raya harus berterima kasih pada kakaknya, karena telah menolongnya dari kebingungan mencari jawaban.
“Oh ya, baiklah. Tapi hati-hati kamu Ray, sebenarnya bapak tidak suka, apa tuh … pacar-pacaran .. kalau suka, cinta, cocok, ya segera menikah, gitu saja. Pacarannya setelah menikah, kan lebih bagus,” kata pak Rahman pada akhirnya.
“Betul kata bapak itu Ray, hati-hati menjaga diri. Jangan sampai terperosok pada pergaulan yang tidak pantas,” sambung ibunya.
“Iya,” hanya itu jawaban Raya. Pikirannya melayang ke arah Damian lagi. Pikirannya kalut oleh bagaimana kelanjutan dari hubungan ini.
“Aku tak boleh takut. Bukankah ini keinginan aku? Aku harus memperjuangkan cinta ini, apapun yang terjadi,” kata batin Raya sambil meneguk habis segelas air minumnya.
“Abi, kapan kamu kembali ke Jakarta?” tanya pak Rahman kepada Abi.
“Minggu depan Pak, dan mohon ijin untuk membawa Kamila juga. Dia akan tinggal bersama saya di Jakarta.”
“Tentu saja. Dia sudah menjadi milik kamu. Tapi bapak berpesan wanti-wanti, jaga Kamila dan cintai dia.”
“Saya siap menjaganya dan mencintai dia selamanya,” janji Abi, mantap.
“Terima kasih Abi.”
“Kita akan mengantarkan sampai ke Jakarta bukan, Pak?” tanya bu Rahman.
“Ya, tapi sehari saja. Di kantor banyak urusan yang harus aku tangani.”
“Raya mau ikut?” tanya bu Rahman kepada Raya.
“Tidak Bu, saya ujian Minggu depan itu.”
“Baiklah, selesaikan kuliah kamu, dan segera menikah,” kata ayahnya, tandas, membuat Raya terbelalak.
“Bapak tidak suka kalian pacaran terlalu lama. Segera kenalkan dia pada orang tua kamu ini.”
Raya menutupkan sendok dan garpunya, tanpa menjawab sepatah katapun.
***
Berhari-hari Raya tidak menemui Damian, tapi tidak berhenti mengirimkan pesan singkat, bersama emoji cinta. Damian selalu mengingatkan bahwa Raya harus fokus pada ujian yang akan dihadapinya.
Raya tetap tinggal di rumah, dan hanya mengantarkan kakaknya sampai ke bandara, ketika mereka berangkat.
Di rumah sendirian, Raya merasa sepi. Tapi ingatan bahwa dia akan menghadapi ujian esok hari, dia menekan rasa rindunya pada Damian. Walau begitu, dia terus mengirimkan pesan kepada kekasih hatinya, diantara waktu istirahatnya.
Bik Sarti sedang mengantarkan segelas jus tomat ke kamar Raya, karena melihat sang nona tidak keluar dari kamar.
“Diminum dulu Non, biar seger.”
“Bik, bagaimana kalau aku minta Damian datang kemari?”
Bik Sarti tentu saja sangat terkejut.
“Non jangan mencari penyakit. Non seorang gadis, sedang sendirian di rumah ini, lalu akan mendatangkan seorang laki-laki kemari?”
“Habisnya … aku kangen,” kata Raya sambil merengek manja.
“Non, bukankah non sedang belajar? Jangan mengotori pikiran dengan keinginan yang bukan-bukan.”
“Mengapa hanya begitu saja, Bibik mengatakan bahwa aku akan mengotori pikiran aku?”
“Setan ada di mana-mana, dan dia akan selalu mengipasi manusia yang lemah iman agar melakukan hal yang dia suka. Non mengerti maksud bibik kan?”
“Kan hanya bertemu.”
“Jangan Non, jangan lakukan itu. Lagipula Damian mana mau? Dia laki-laki baik yang tahu diri.”
“Itu benar Bik, dan itu pula sebabnya aku sangat mencintai dia.”
“Cinta yang murni tidak mengharapkan lebih. Berserah diri lah pada Allah karena Dia yang akan menentukan jodoh Non.”
“Apakah Bibik tidak suka kalau aku sama Damian bisa bersatu?”
“Bibik hanya ingin Non hidup bahagia.”
Raya menghela napas panjang. Bagaimanapun dia masih juga bimbang akan bagaimana kelanjutan dari kisah cintanya itu.
“Sekarang lebih baik Non belajar, dan segera lulus. Lupakan Damian.”
“Aku mana bisa melupakannya Bik?”
“Non, hanya sebentar. Jangan bandel dong Non, seperti anak kecil saja,” kata bik Sarti sambil mencubit pelan pipi non cantiknya.
***
Pak Rahman dan bu Rahman hanya sehari tinggal di rumah Abi. Mereka cukup puas, melihat rumah Abi sudah tertata rapi dengan perabotan lengkap yang lumayan mewah. Rupanya Abi sudah mempersiapkan rumah itu untuk ditinggali setelah menikah.. Mereka yakin Kamila akan bahagia bersama suaminya, karena Abi tampak sangat menyayangi istrinya.
Selama tiga hari Abi masih tinggal di rumah, menghabiskan masa indahnya bersama Kamila.
“Apa kamu ingin kita jalan-jalan keluar negeri?”
“Tidak Mas, bukankah Mas sebenarnya sedang sibuk-sibuknya mengurus perusahaan Mas yang belum lama Mas kelola ini? Kapan-kapan saja kalau ada waktu senggang, kita jalan-jalan.”
Abi memeluk istrinya dengan penuh rasa sayang.
“Terima kasih atas pengertian kamu Mila, memang aku masih harus fokus menangani perusahaan ini.”
“Kalau bisa, aku ingin membantu.”
“Tidak Mila, aku ingin, kamu benar-benar menjadi ratu di rumah ini. Menjalankan tugas kamu sebagai istri, dan kelak menjadi ibu bagi anak-anak kita. Biarlah aku saja yang bekerja. Ya.”
Kamila tersenyum bahagia. Ia tak mengira ternyata Abi bisa seromantis itu. Hal yang sudah lama didambakannya.
***
Hari itu adalah hari ke tiga setelah Abi kembali bekerja, dan Kamila tinggal sendirian di rumah. Ada rasa bosan karena tak banyak yang harus dilakukannya setelah dia memasak sambil menunggu sang suami pulang untuk makan siang. Dia duduk di teras, menikmati sejuknya semilir angin di siang itu, ketika tiba-tiba seorang wanita berparas cantik, berpenampilan seksi, memasuki halaman rumahnya sambil berjalan kaki. Rupanya dia sudah bicara dengan satpam yang berjaga di depan, dan tampaknya dia meninggalkan mobilnya di luar gerbang.
Kamila berdiri menyambutnya, karena tak mengenal siapa wanita itu.
***
Besok lagi ya.
πΈππΈππΈππΈπ
ReplyDeleteAlhamdulillah eSPe 22
sudah tayang...
Matur nuwun Bu Tien.
Sehat selalu & tetap
smangats berkarya.
π¦ Salam Aduhai π¦
πΈππΈππΈππΈπ
Selamat jeng Sari Usman, malam ini dapat peringkat 1
DeleteMatur nuwun bu Tien selalu menghibur kami, walau dalam keadaan sesibuk apapun. Salam SEROJA dan tetap ADUHAI
Wah selamat ya bu Sari,, larinya kencang habis makan tekwanya bu Lily ππΌ
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu
Alhamdulillah, terimakasih bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteSugeng ndalu bu Tien matur nuwun...nyambi ningali sepak bola Buπ
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien...
Maturnuwun Bu Tien ... sehat selslu ..salam aduhai
ReplyDeleteMaturnuwun bu... salam dingin dr jabotabek krn abis diguyur hujan siang tadi.
ReplyDeleteMaturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDeleteππ
Terima kasih Bunda, ESPE 21 udah tayang, salam aduhai selalu dari Pasuruan
ReplyDeleteMatur nuwun mbakyu Tienkumalasari, salam sayang dan sehat selalu inggih, wassalam dari Tanggamus, Lampung
ReplyDeleteAlhamdulillsh SP-21 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu
Aamiin
Alhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah SEBUAH PESAN~22 sudah hadir, terimakasih, semoga bu Tien beserta keluarga tetap sehat .. Aamiin..π€²
ReplyDeleteWah ketinggalan
ReplyDeleteWah, sudah disapa ibu Tien...terima kasih & salam sehat ya, bu...ππππ
ReplyDeleteAlhamdulillah, maturnuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien ..
ReplyDeleteBakal ada kemelut baru.....Bu Tien memang aduhai membuat cerita. Matur nuwun Ibu...semoga sekeluarga senantiasa sehat penuh barakah, aamiin....
ReplyDeleteAlhamdulillah.
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak TienπΉπΉπΉπΉπΉ
Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Pesan telah tayang.
ReplyDeleteWaduh siapa wanita itu, jangan²..jangan ach...π₯π₯
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien.ππ
Alhamdulillaah dah tayang
ReplyDeleteSepertinya wanita cantik & seksi mantan abi, mudah" an tak terjadi apa"
Alhamdulilah SP 22 adh tayang tks bu tien.... salam hangat dan aduhai ....sehat sll ya bun
ReplyDeleteMulai pelan pelan belang Abi terkuak, entah itu bisa dibilang teror atau mungkin pernyataan, mantan sekretarisnya datang.
ReplyDeleteHanya ingin berkeluh kesah nasib dirinya; kalau dirunut iya mirip yang pernah terdengar; bayangkan dipaksa kuret tidak ditungguin lagi, alasannya kilap, memang berlapis kaca kok kilap.
Yah begitulah, dipecat lagi, terus kebijaksanaanya pimpinan dimana, nganggur iya.
Terus gimana tuh; biar dikonfirmasi dulu kan ada satpam yang jadi saksi kedatangan dan issue di kantor.
Ya nggak beres nich; kok dijadikan pelengkap penderita.
Ya gimana donk, masak Mila pengantin sepasar bubar, nggak lah kan harus di jeda selapan tΓ₯ yΓ₯.
Jadi ingat Raya, nggak asik punya suami sibuk terus, kepingin sama montir yang sudah biasa tiap hari piawai ngutak utik terus nggak bosen bosen
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Sebuah pesan yang ke-dua puluh dua sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
π
Puji Tuhan, ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip shg SP22 hadir bagi kami para penggemarnya.
ReplyDeleteWanita cantik yg datang pasti teman Abi yg sdh dinikahinya krn terlanjur hamil.
Mungkin wanita ini sdh menyadari kalau Abi waktu itu sdh punya calon isteri dan menerimanya, yg penting si anak yg dikandung punya ayah...
Semoga Mila bisa menerima masalah ini, krn dikit2 Abi pernah cerita..
Monggo ibu, dilanjut aja matur nuwun, berkah Dalem..
Raya jadi repot sendiri, bagaimana kalau orang tuanya tau bahwa si dia adalah Damian.
ReplyDeleteTampaknya Mila 'baik baik saja' tanpa masalah. Nyatanya ada wanita cantik yang mungkin mantan sekretaris Abi, yang kata Abi pernah tergoda . Walau hanya sekali kalau jadi gimana hayo.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Alhamdulillah,, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSehat wal'afiat selalu π€π₯°
Raya sabaar ya ...
Nah siapa tuh yg datang ,, sekretaris Abi , wah Karmila sdh ada ujian ...
Terimakasih bunda Tien. Siapakah gerangan wanita sendiri nan cantik itu? Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteApakah wanita mantan sekretaris Abi?
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien....
Alhamdulillah, terima kasih Bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien
ReplyDeleteAduhai...salam sehat selalu Bu Tien
Matur nuwun Bu Tien ....msh ada ujian kehidupan Abi Mila . Semoga bisa diselesaikan dg baik
ReplyDeleteslmt mlm bunda terimaksih SP nya..slm seroja dri skbmiπππΉ
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien... Salam sehat selalu
ReplyDeleteSalam sehat selalu Bu Tien
ReplyDelete