Tuesday, June 27, 2023

SEBUAH PESAN 29

 SEBUAH PESAN  29

(Tien Kumalasari)

 

Raya terkejut mendengar ayahnya mau menemui Damian. Ia sangat khawatir, Damian akan tersinggung apabila sang ayah mengucapkan kata-kata menyakitkan.

“Mau apa Bapak ketemu dia?”

“Ini urusan laki2,” canda pak Rahman.

“Nggak usah ketemu.”

“Kenapa?”

“Raya tidak ingin, Bapak menyakiti dia.”

“Raya, begitu besarkah cinta kamu sama dia?”

“Bapak sudah tahu, karena Raya sudah sering mengatakannya.”

“Bapak hanya ingin, agar kamu menjatuhkan cinta kamu pada orang yang benar.”

Tiba-tiba pintu kamar Raya terbuka, bu Rahman masuk.

“Ternyata Bapak sudah pulang. Tumben masih sore sudah pulang.”

“Iya, sedang tidak banyak yang aku lakukan.”

“Minuman Bapak sudah siap. Bapak juga belum ganti baju sih.”

“Iya, ingin melihat keadaan Raya terlebih dulu.”

“Masih susah makan, bandel sekali anak itu. Mau dimasukkan rumah sakit lagi, biar diinfus, barangkali,” omel bu Rahman.

Raya merengut, menutupkan bantal pada wajahnya.

“Raya, kamu belum makan?” tanya sang ayah.

“Belum,” si ibu yang menjawab.

“Sudah Pak, tanya bik Sarti kalau nggak percaya."

“Bik Sarti bilang hanya beberapa sendok. Itu tidak mengenyangkan. Lihat, badannya semakin kurus,” bu Rahman masih mengomel.

“Raya sudah kenyang.”

“Raya, kamu harus makan banyak. Memang benar, kamu sangat kurus. Wajah kamu juga kelihatan pucat. Hilang cantiknya lhoh,” seloroh ayahnya.

Raya masih menutupi wajahnya dengan bantal.

“Ya sudah, bapak mau ganti pakaian dulu, nanti kita bicara lagi,” kata pak Rahman sambil beranjak keluar, diikuti bu Rahman.

Bu Rahman duduk di ruang tengah, menunggu suaminya membersihkan diri dan berganti pakaian.

Tak lama kemudian pak Rahman sudah memakai pakaian rumah, lalu duduk di depan bu Rahman. Diteguknya kopi susu yang dihidangkan bik Sarti.

“Bapak tadi bicara apa sama Raya?”

Pak Rahman terdiam beberapa saat lamanya. Ia punya rencana untuk menemui Damian, dan harus dikatakannya juga pada istrinya.

“Aku akan menemui Damian.”

“Bagus lah. Bapak harus memperingatkannya supaya tidak lagi berhubungan dengan Raya. Ibu sangat tidak setuju. Memalukan.”

“Kita tidak bisa berbuat begitu.”

“Apa maksud Bapak?”

“Rupanya kita tidak bisa menghentikan Raya.”

“Apa? Maksud Bapak, kita akan menyetujui hubungan mereka? Bapak serius? Apa sudah Bapak pikirkan dengan masak-masak? Bapak lupa, Damian itu siapa? Dia hanya bekas tukang kebun kita, dan juga anak bekas tukang kebun kita pula,” geram bu Rahman.

“Aku akan menyuruh dia kuliah.”

“Apa? Bapak ingin menyekolahkan dia? Jadi Bapak menyetujui hubungan mereka, dengan menyekolahkan dia terlebih dulu?”

“Apakah itu buruk?”

”Hanya buang-buang waktu, dan juga uang.”

“Ibu harus tahu, Raya tak bisa dihentikan. Menurut bapak, Damian itu baik.”

“Bapaaaak??” bu Rahman berteriak, membuat bik Sarti yang sedang membereskan ruang makan melongok ke arah depan. Tapi kemudian dia cepat-cepat pergi, karena tak ingin disangka mengintip pembicaraan majikannya.

“Mengapa kamu berteriak?”

“Jadi Bapak setuju mereka berhubungan?” katanya sengit.

“Raya itu sangat ringkih. Tertekan sedikit saja dia sakit, dan itu selalu terjadi sejak dia masih kecil, bukan?”

“Kali ini dia mempergunakan sakitnya itu untuk senjata meluluhkan hati kita. Tapi ibu tetap tidak setuju. Ingat dong, dia itu siapa?”

“Anak kita sangat mencintai Damian.”

“Menjijikkan!”

“Bu, kamu jangan terlalu merendahkan seseorang hanya karena kedudukannya. Ingatlah bagaimana perilakunya.”

“Ya Tuhan … ya Tuhan …,” keluh bu Rahman berkali-kali sambil menutupi wajahnya.

“Kita bisa menaikkan derajatnya. Menyekolahkannya, memberinya kedudukan di kantor aku.”

“Tidaaak. Ibu tetap tidak setuju.”

“Ibu tahu, dia bilang tidak akan menikah selamanya kalau harus putus sama Damian.”

Bu Rahman bergeming.

“Dia juga bicara, mungkin dia akan mati muda.”

Bu Rahman melepaskan kedua tangan dari wajahnya. Kata-kata ‘mati’ membuatnya terkejut. Siapa yang ingin anaknya mati?

“Dia akan bunuh diri?”

“Dia tidak mengatakan itu. Tapi aku sangat menghawatirkannya. Ibu harus bisa mengerti, kalau memang Ibu menyayangi anak Ibu, Jadi besok atau lusa aku akan menemuinya di bengkel tempat dia bekerja. Atau kalau tidak ya ke rumahnya saja. Aku kan sudah tahu di mana rumahnya, ketika pada suatu hari mengantarkan Timan pulang.”

Bu Rahman tak menjawab apapun. Rasa kecewa ditahannya di dalam hati.

***

Kamila sedang duduk diruang tengah sambil melihat televisi, setelah masak. Ia juga sedang menunggu kedatangan suaminya, yang selalu pulang saat makan siang.

Tiba-tiba ia mendengar suara bel tamu dibunyikan bertalu-talu. Kamila bergegas melangkah ke arah depan, dan melihat wanita yang pernah dikenalnya, sudah berdiri di teras. Tangannya masih memegang tombol bel tamu dan siap dipencetnya lagi. Ia segera melepaskannya setelah melihat Kamila membuka pintu.

“Mencari siapa?” tanya Kamila yang tak suka melihat kedatangannya.

“Bolehkah saya masuk?” tanya sang tamu yang ternyata adalah Juwita.

“Di teras saja ya, rumah sedang saya bersihkan,” jawab Kamila mengutarakan alasan agar tamunya tak masuk ke dalam rumah.

“Tidak masalah, yang penting saya bisa duduk,” katanya sambil menuju ke arah kursi yang ada di teras itu.

“Orang hamil sering merasa pegal-pegal kalau terlalu lama berdiri,” lanjutnya.

“Ada keperluan apa datang kemari?” tanya Kamila.

“Mas Abi sudah pulang?”

“Ini masih jam kantor. Mengapa tidak menemuinya di kantor saja?”

“Mereka selalu menolak aku masuk setiap kali aku datang ke kantor. Keterlaluan juga sih, padahal aku kan istri mas Abi.”

Kamila ingin mengusir Juwita karena sebal dengan lagaknya, tapi diurungkannya, karena sesungguhnya dia ingin tahu ada keperluan apa dia ingin menemui Abi lagi.

“Ada perlu apa sih?” tanya Kamila, dingin.

“Aku ingin marah sama dia. Dia telah mengingkari perjanjian yang sudah dia buat, di mana dia baru akan menceraikan aku selama setahun, setidaknya sampai bayi ini lahir. Tapi baru tiga bulan berjalan, aku sudah menerima surat panggilan cerai. Apa maksudnya ini? Apakah Anda yang membujuknya?” tuduh Juwita.

“Ada perjanjian dibuat, karena sebuah ketulusan. Ada pejanjian dibuat, ternyata ada kebohongan di dalamnya, dan ini membuat perjanjian menjadi batal. Bukan karena mas Abi ingkar, tapi karena Anda sudah membohonginya,” jawab Kamila.

Juwita mengangkat wajahnya, menatap Kamila dengan marah.

“Apa maksud Anda dengan kebohongan itu? Siapa … membohongi siapa?”

“Anda, membohongi suami saya.”

Juwita tampak kaget, pandangan matanya menurun ke lantai, ia tentu saja tidak mengira bahwa rahasianya telah terbongkar. Ia kemudian kembali menatap Kamila dengan tajam.

“Anda boleh membenci dan cemburu pada saya, tapi Anda harus tahu, bahwa mas Abi telah meneteskan benihnya di rahim saya, dan dia harus bertanggung jawab. Bukankah itu wajar? Dan Anda harus menerimanya, mau atau tidak.”

“Siapa meneteskan benih di rahim Anda? Kepada mas Abi Anda bilang benih mas Abi, lalu kepada mas Rama, Anda juga bilang bahwa itu benih mas Rama?” kata Kamila dengan nada tinggi.

Juwita terbelalak. Ia tidak mengira Kamila mengenal Rama.

“Apa?”

“Dan bayi itupun bukan benih diantara mas Abi atau mas Rama. Anda melayani berapa orang pria selain mas Abi dan mas Rama?”

“Omong kosong apa itu?”

Ketika itulah mobil Abi memasuki halaman. Mata Juwita berkilat. Apa yang dikatakan Kamila sama sekali tidak diduganya. Sekarang dia mengerti kalau rahasianya telah diketahui banyak orang.

Saat Abi menginjakkan kakinya di teras, Juwita menundukkan kepalanya. Tapi kemudian timbul kekuatan darinya untuk mengelak. Ia tak harus diam saja.

“Ada apa kamu kemari?” tanya Abi dingin.

“Kemarin aku menerima surat panggilan perceraian. Apa maksudnya? Istri Mas ini menuduh aku melayani banyak pria, sementara mas Abi mengakuinya. Ya kan?”

 “Itu benar. Aku menceraikan kamu.”

“Mas. Mengapa Mas ingkar? Baru tiga bulan lebih Mas menikahi aku, bayi ini belum lahir.”

“Aku ingkar, karena kamu bohong.”

“Mas, aku tidak bohong, aku benar-benar hamil.”

“Kamu memang hamil, tapi bukan karena aku. Kamu pembohong. Kamu juga membohongi Rama, bukan? Sekarang pergilah. Dan aku masih bermurah hati, untuk membiarkan kamu menempati apartemen itu sampai habis kontrak.”

“Mas, kenapa Mas kejam? Menuduhku seperti itu? Mas Rama tergila-gila sama aku, itu bukan salah aku.”

"Diam dan pergilah. Aku bukan menuduh kamu sembarangan. Aku dan Rama sudah melakukan tes DNA atas bayi kamu, dan bukan kami ayahnya. Kamu pembohong.”

“Mas bohong!!”

“Kamila, sayang, ambilkan hasil tes DNA yang sudah aku foto kopi itu,” perintahnya kepada Kamila, yang kemudian berdiri untuk memenuhi permintaan suaminya.

“Mengapa menjadi begini?” Juwita menangis.

“Kalau kamu masih bersikeras menyangkal, kami akan melaporkan kamu ke polisi, dan kamu akan dipenjara.”

Tiba-tiba, entah karena ketakutan atau apa, Juwita berdiri, kemudian setengah berlari menjauh. Sebelum ia sampai di gerbang, Kamila telah keluar. Ia juga melihat Juwita beranjak keluar dengan cepat.

“Kemana dia? Ini surat keterangan itu.”

“Biarkan saja, dia sudah tahu kalau kita memiliki bukti. Jadi dia memilih kabur.”

“Mas akan melaporkannya?”

”Aku dan Rama sepakat memaafkannya.”

“Syukurlah, kasihan juga kalau dia dipenjara, sedang hamil pula.”

“Entah siapa ayah dari bayi itu, tapi aku tak akan memusingkannya. Sekarang aku lapar. Apakah istriku sudah menyiapkan makan siang untuk suaminya yang ganteng ini?” canda Abi.

“Hmh, ganteng ya. Dan itu sebabnya Juwita tergila-gila.”

“Hei, kenapa membawa nama dia juga? Aku lebih suka kalau kamu yang tergila-gila,” kata Abi sambil merangkul istrinya, lalu mereka beranjak ke ruang makan.

Apapun cacat cela sang suami, Kamila sudah memaafkannya, karena Abi mengakui kesalahannya sejak awal.

***

Alex memberi banyak nasehat kepada keponakannya, sebelum meninggalkannya. Mereka sempat menitikkan air mata lagi ketika berziarah ke makam pak Timan dan istrinya. Tapi Damian merasa lebih kuat, karena ia masih punya keluarga.

“Kapan-kapan aku akan kembali kemari dan menjemput kamu, agar kamu mengenal lebih dekat saudara-saudara kamu di sana,” kata Alex ketika Damian mengantarkannya ke bandara.

“Baiklah Om. Sekarang saya akan bersiap menata hidup saya, dan terima kasih telah membuat saya lebih bangkit dari kehidupan yang semula tampak terpuruk dan penuh sepi, setelah bapak pergi.”

“Kamu harus tahu, bahwa kamu tidak sendiri. Kami selalu ada untuk kamu.”

“Terima kasih Om.”

Ketika Damian kembali pulang, ada sesuatu yang membesarkan hatinya, yaitu bahwa dia tidak sendirian. Ada yang mengentaskannya dari rasa rendah diri. Sekarang dia bersiap untuk memulai kehidupannya yang akan ditata dengan baik. Mungkin dia akan terus bekerja dan kuliah di sore hari. Ia akan membicarakannya nanti pada Agus, sahabatnya, tentang keinginannya untuk kuliah.

Damian tak ingin mengandalkan uang yang dimilikinya untuk kemudian berleha-leha tanpa melakukan apapun. Uang yang tercipta karena tetesan keringat lebih terasa nikmat. Damian yang sederhana tak ingin berubah, walau memiliki harta berlimpah.

***

Sore itu ketika sedang duduk santai di teras rumah, Damian terkejut melihat mobil berhenti di depan pagar rumahnya. Ia mengenali mobil itu, mobil bekas majikannya. Dada Damian berdegup kencang melihat kedatangan tuan Rahman ke rumahnya. Bayangan Raya melintas, lalu hatinya merasa cemas.

Pasti tuan Rahman akan memarahinya, walau dia menjawab apapun juga. Ia tahu Raya amat nekat dan tampaknya kedua orang tuanya sudah mengetahuinya.

Walau bagaimanapun, Damian menyambutnya dengan turun dari teras.

“Tuan, selamat bertemu kembali,” katanya sambil mengulurkan tangan, kemudian menciumnya.

“Kamu sudah pulang dari bekerja?”

“Kebetulan hari ini saya tidak bekerja, Tuan.”

Melihat sikap tuan Rahman yang lunak, debar di jantung Damian berkurang. Tadinya dia mengira bahwa bekas majikannya akan menyemprotnya habis-habisan.

“Silakan masuk Tuan, saya tidak mengira Tuan akan datang ke gubug saya ini.
Pak Rahman mengangguk.

Duduk di teras sini saja, hawanya lebih segar, katanya sambil duduk di salah satu kursi tua di teras itu.

Damian akan beranjak ke belakang, tapi pak Rahman memanggilnya.

“Dam, kamu mau apa?”

“Saya buatkan minum untuk Tuan.”

“Tidak usah, kita omong-omong saja di sini.”

Jantung Damian berdebar kencang lagi. Omong-omong apa ya yang akan diutarakan sang bekas majikan ini?

“Damian, sebenarnya aku sedang memikirkan keinginan Raya.”

Deg. Jantung Damian terasa bagai dipukul palu sebesar gajah.

“Kamu mencintai Raya?”

Kaki Damian bergetar. Keringat dingin mulai membasahi telapak tangannya. Damian bukan penakut, tapi sekarang dia benar-benar takut.

“Kamu harus berterus terang, aku akan mendengarnya dan tidak akan memarahi kamu. Kamu kan tahu, Raya amat mencintai kamu?”

Damian menghela napas berat. Ia menata batinnya, hingga mampu mengucapkan beberapa patah kata.

“Kalaupun saya mencintai Non Raya, saya tidak akan mengganggunya. Saya harus tahu diri, dan berkali-kali saya mohon agar non Raya melupakan saya.”

“Baiklah, sebenarnya aku tidak melarang sebuah hubungan cinta, jadi aku tidak akan menghalangi kalian.”

Damian mengangkat wajahnya, tak percaya akan apa yang didengarnya.

“Tapi ada syaratnya.”

Damian hanya menatap bekas majikannya, tanpa menjawab apapun.

“Aku ingin menyekolahkan kamu ke jenjang yang lebih tinggi.”

Mata Damian terbelalak.

“Dana sudah aku siapkan, kamu tak usah memikirkannya.”

Apakah Damian bahagia? Ataukah merasa sakit hati karena pernyataan itu hanya menunjukkan bahwa tuan Rahman masih menganggap bahwa dirinya rendah.

***

Besok lagi ya.

45 comments:

  1. Replies
    1. Moga Damian mlh berterus terang kl mau lanjutin kuliah krn dana juga udah siap

      Biar nantinya gak di rendahin bu Rahman
      Bu Rahman mang kelewatan deh

      Gak kshn Raya yg bgtu mencintai Damian
      Mksh bunda Tien,mantan deh penasaran lanjutannya bgmn yah

      Yuuk kita tunggu bsk dgn sabar

      Delete
  2. Matur nuwun bunda Tien, sehat selalu doaku.

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah tayang matur nuwun bu Tien

    ReplyDelete
  4. Matur nuwun mbak Tien-ku, Sebuah Pesan telah tayang.

    ReplyDelete
  5. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  6. πŸ‘πŸͺπŸπŸ„πŸ‚πŸ‘πŸͺπŸπŸ„πŸ‚πŸ‘πŸͺπŸπŸ„πŸ‚
    Alhamdulillah EsPe_29 sudah di tayangkan Bu Tien, malam ini bertepatan dengan malam puncak ibadah haji wukuf di Arofah.
    Semoga jamaah Indonesia diberikan kesehatan, kemudahan, dalam melaksanakan rukun wajib dan sunnahnya dan pulang ke Tanah Air dengan selamat dan menyandang Haji/Hajjah Mabrur/Mabruroh.
    Aamiin Ya Robbal'alamin
    πŸ‘πŸͺπŸπŸ„πŸ‚πŸ‘πŸͺπŸπŸ„πŸ‚πŸ‘πŸͺπŸπŸ„πŸ‚

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah
    Matur nuwun bu
    Soga sehat selalu dan bahagia bersama keluarga

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah , Terima kasih bunda Tien πŸ™πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  9. Damian org baik... smga dia dia tdk menerima dan dia pun siap kuliah... trima kasih Mbu Tien.... sehat² sllu...

    ReplyDelete
  10. Loo tak cegat tahunya Damian sdh lewat

    ReplyDelete
  11. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  12. Gasik tayangnya alhamdulillaah makasih bunda

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah SEBUAH PESAN~29 sudah hadir, terimakasih, semoga bu Tien beserta keluarga tetap sehat .. Aamiin..🀲

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah SP-29 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah.
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  16. Slmt MLM bunda..terima kasih SPnya..slmt istrhat dan salam SerojaπŸ™πŸ˜˜πŸŒΉ

    ReplyDelete
  17. Alhamdulilah sp 29 sdh tayang . Alhamdulilah damian orang baik sll ada jalan utk maju dan berhasil... terima kasih bu tien.. salam hangat dan aduhai semoga bu tien sehat sehat

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah.. sdh tayang SP 29, Damian tidak akan mau diberi bantuan biaya untuk kuliah memang ingin kuliah dengan hasil keringat sendiri.. bukan begitu bunda Tien, terimakasih. Selamat hari raya Iedul Adha, buat yang merayakan besok... Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhai.

    ReplyDelete
  19. 🌷🌿🌷🌿🌷🌿🌷🌿
    Alhamdulillah eSPe 29
    sudah tayang...
    Matur nuwun Bu Tien.
    Sehat selalu & tetap
    smangats berkarya.
    πŸ¦‹ Salam Aduhai πŸ¦‹
    🌷🌿🌷🌿🌷🌿🌷🌿

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah... Matursuwun mbakyu.... Sehat selalu dan selamat menyambut Hari Raya Pidul Adha...

    ReplyDelete
  21. Yess. Jika sudah saatnya, rejeki tak akan terhalang ataupun tertukar. Pintu terbuka lebar bagi Damian untuk menyiapkan masa depannya. Semoga Damian dan Raya bisa mengatasi semua rintangan dalam hubungan mereka. Cinta sejati selalu akan diuji, bukan?Ihiiirr...kita nantikan episode selanjutnya.
    Maturnuwun mbak Tien sayang..

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, sehat selalu Bu Tien

    ReplyDelete
  23. Selamat malam Bunda Tien di Solo...

    Maturnuwun.. Semoga Bunda sehat selalu Aamiin..

    Lumayan...

    Ada di atas....

    Walau terlambat

    Ga papa...

    Salam ADUHAI dari Kalimantan


    πŸ’œπŸ’™πŸ’šπŸ’›❤

    ReplyDelete
  24. Sebenarnya Damian juga sudah punya rencana sekolah lagi, ya sekolah sore saat selesai jam kerja.
    Nggak usah kerja; kamu fokus saja sekolah yang ada hubungannya dengan usahaku; tuh pak Rahman sudah kasih peningset sama Damian, mau di jired biar nggak melarikan diri lagi.
    Repot kan anak tinggal satu minta pacaran aja maksa, kaya minta mainan.
    Terpaksa kan bapaknya yang mendaftarkan; keluar uang pendaftaran lagi, lagi lagi Damian menolak alasannya; sudah dipersiapkan sejak lama dananya, dari tabungannya, ya kan negosiasi, jadi pemenuhan kebutuhan karyawan kantor untuk tingkat manager tercapai diharapkan nanti Damian yang pegang, dipersiapkan jadi pengganti nya kelak sekalian mendampingi Raya.
    Yang penting anak yang satu ini bisa kembali ceria lagi.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Sebuah pesan yang ke dua puluh sembilan sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    πŸ™

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah...
    Terimakasih bu Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  26. Makasih mba Tien.
    Semoga selalu sehat dan tetap semangat. Aduhai

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah. Terimakasih Bu Tien. saya tunggu episode 30 nya tetap sehat selalu bu Tien

    ReplyDelete
  28. Mau ndakya Damian meerima tawaran pak Rahman?
    Klo diamati² kayanya ndak mau deh...πŸ˜‚πŸ˜‚

    Matur nuwun bunda Tien..πŸ™πŸ™
    Salam sehat selalu kagem bunda.

    ReplyDelete
  29. Aduhai senengnya hatiku Pesan ke-29 sudah hadir. Pingin liat Damian kuliah dan sukses. Baiknya hati pak Rahman... Wow.
    Semoga Mbak Tien sehat selalu

    ReplyDelete
  30. Matur nuwun Bu Tien, salam aduhai dari Yogya....

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah. Matur suwun bu Tien..πŸ™πŸ™
    Salam sehat selalu katur bu Tien sklg.

    ReplyDelete
  32. Waah...pak Rahman belum tahu tabungan Damian ya...bisa tercengang deh nanti...🀭

    Terima kasih, ibu Tien...salam sehat.πŸ™πŸ˜˜πŸ˜˜πŸ˜€

    ReplyDelete
  33. Matur nuwun Bu Tien sehat selalu

    ReplyDelete
  34. Alhamdulillah terimakasih Bu Tien dan selamat Iedul Adha besuk...
    Apakah Damian besuk juga libur? πŸ˜„πŸ˜˜

    ReplyDelete
  35. Alhamdulillah....SP 29 dah tayang
    Terima kasih Bu Tien selamat malam selamat beristirahat

    ReplyDelete
  36. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien ..

    ReplyDelete
  37. Kok terasa pendek sekali ya?
    Harusnya terbit dua nomor semalam... πŸ€£πŸ™
    Maaf Mbak Tien...
    Mbak Tien memang luar biasa...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  38. Puji Tuhan, ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip shg SP29 hadir bagi kami penggandrungnya.
    Manusia diciptakan Tuhan baik adanya. Kenapa ibu Rahman merendahkan begitu rupa hanya krn nasib baik belum memihaknya? Untung pak Rahman baik hati menerima Damian sbg pacar Raya bahkan ingin membantu agar Damian kuliah (ada pemberdayaan) dan bisa melanjutkan usaha ayah Raya...
    Semoga karir maupun cinta Damian-Raya semakin mekar berseri ...
    Matur nuwun ibu Tien, semoga besok tidak ikut cuti bersama...



    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...