Thursday, May 11, 2023

CINTAKU BUKAN EMPEDU 42

 

CINTAKU BUKAN EMPEDU  42

(Tien Kumalasari)

 

Narita terus melangkah memasuki lobi hotel, sedangkan Aliyah terus menerus menggandengnya, sampai kemudian tiba di sebuah kamar yang dipesan oleh Alfian. Farah yang selalu bersama mereka, memesan semua kebutuhan Narita dari pagi sampai malam, selama Narita ada di hotel itu.

“Non, kamar ini sudah dipesan selama sebulan. Semua kebutuhan Non akan dilayani oleh petugas hotel. Kalau Non butuh apa-apa, tinggal pesan saja, baju-baju Non sudah saya atur di dalam almari itu, kalau Non masih membutuhkan sesuatu, Non bisa mengabari saya.” kata Farah.

“Ya, aku mengerti. Terima kasih banyak, menempatkan aku di tempat yang sangat nyaman.”

“Afifah, kamu akan berada di hotel ini minimum selama satu bulan. Diharapkan, dalam sebulan ini, rumah nenek Supi sudah selesai direnovasi, lalu kamu bisa tinggal di sana selamanya,” terang Aliyah.

“Baiklah, terima kasih banyak Aliyah. Kamu tahu bahwa aku bukan saudarimu yang baik, tapi kamu memperlakukan aku dengan sangat baik.”

“Aku hanya memiliki kamu, Afifah. Suka dan duka, akan kita hadapi bersama-sama.”

Narita mengangguk terharu, lagi-lagi air mata kembali membasah di matanya.

“Kalau kamu ingin membeli sesuatu, ini uang yang bisa kamu bawa,” kata Aliyah sambil memberikan sebuah amplop tebal berisi uang.

“Aliyah, sudah banyak yang kamu lakukan, uang ini sepertinya tidak perlu, semuanya kamu sudah mencukupinya.”

“Kamu jangan berterima kasih sama aku, berterima kasihlah sama tuan Alfi. Dia yang memberikan semuanya ini, aku punya apa?” kata Aliyah.

Narita tersenyum. Tapi dia tak bisa menolak pemberian itu, karena Aliyah menyusupkan amplopnya ke bawah bantal.

“Barangkali kamu butuh sesuatu,” kata Aliyah memaksa.

“Katakan pada suami kamu, aku mengucapkan terima kasih, karena dia juga yang membebaskan aku, bukan? Tapi aku jadi ingin tertawa, mengapa kamu memanggil suami kamu dengan sebutan ‘tuan’? Itu aneh, Aliyah.”

Aliyah hanya tersenyum.

“Kebiasaan memanggilnya begitu sih.”

“Kamu harus merubahnya. Panggil saja namanya, atau mas Alfi, itu lebih manis bukan?”

“Benar Nyonya, sebaiknya Nyonya tidak memanggil ‘tuan’ pada suami. Kelihatan kalau kurang mesra, begitu,” sambung Farah.

Nanti akan aku coba.

Tiba-tiba ponsel Farah berdering.

Farah mengangkat ponselnya. 

"Dari mas Pinto,” katanya sambil mengangkatnya.

“Ya, Mas Pinto.”

“Ini lagi di mana?”

“Lagi di hotel, mengantarkan non Narita. Mas mau ketemu Nyonya Aliyah?”

“Tidak, mau ketemu Mbak Farah, kan aku menelpon nomor ponsel Mbak Farah.”

“Iya sih, barangkali mau bicara sama Nyonya Aliyah.”

“Tidak, aku mau tanya saja, hari ini tuan Alfi ada di rumah?”

“Di kantornya Mas. Mas mau ketemu?”

“Iya, ini tentang pekerjaan yang ditawarkan kemarin dulu itu.”

“Mas menelpon dulu saja, dan bilang kalau mau ketemu. Senang lhoh, kalau mas Pinto jadi bekerja di kantor tuan Alfi.”

“Kenapa seneng?”

“Iya, kan bisa sering ketemu Nyonya.”

“Nggak ah, nyonya kan sudah ada yang punya. Bagusnya ketemu yang belum punya siapa-siapa saja,” goda Pinto yang tiba-tiba punya keberanian.

Farah tersipu.

“Mas Pinto gitu ah, memangnya siapa yang belum punya siapa-siapa?”

“Siapa ya, kayaknya yang ada di rumah tuan Alfi tuh yang belum punya hanya Mbak Farah deh.”

“Bisa saja, mas Pinto ini.”

“Maaf ya Mbak, jangan marah, saya hanya bercanda.”

“Nggak apa-apa, kenapa marah? Bercanda itu kan membuat orang awet muda.”

“Masa? Oh ya, aku boleh tanya nomor kontaknya Tuan Alfi?”

“Belum punya ya? Baiklah, akan saya kirimkan.”

Farah masih senyum sumringah, ketika memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.

“Mbak Farah kok senyum-senyum, kelihatannya senang nih?” tanya Aliyah.

“Itu tadi mas Pinto.”

“O, pantesan, Mbak Farah senyum-senyum.”

“Nyonya itu kenapa sih, memangnya kalau saya menerima telpon dari orang lain tuh nggak pernah senyum?” elak Farah menyembunyikan rasa malunya.

“Senyumnya kan beda. Tapi aku senang kalau Mbak Farah dekat sama mas Pinto, dia itu baik, rajin, penuh perhatian. Pokoknya tidak mengecewakan.”

“Nyonya bisa aja. Mana mau mas Pinto sama saya.”

“Siapa yang nggak mau sama gadis manis, cantik, rajin pula, dan juga pintar.”

Farah tersipu. Barangkali ada benarnya, kalau Pinto tidak mengecewakan. Bisakah keduanya menyatu dalam satu hati dan cinta?

Farah mengirimkan nomor kontak Alfian kepada Pinto, sambil mengibaskan rasa malu karena ucapan Aliyah.

“Afifah, apa kamu takut tidur sendiri di sini? Haruskah aku menemani?”

“Ya ampun, ya berani lah, kayak anak kecil saja. Sebenarnya senang sih, kalau kamu menemani aku, tapi itu tidak benar. Bukankah kamu punya suami? Suami kamu pasti tidak mau kamu meninggalkannya.”

“Kamu bisa saja.”

“Itu benar. Kalau sekali-sekali kamu ingin menemani aku, boleh saja, tapi tidak setiap hari. Itupun kamu harus meminta ijin dulu sama suami kamu.”

“Iya, aku ingin, supaya banyak cerita yang bisa saling kita ungkapkan. Rasanya belum puas bertemu dan berpisah lagi.”

“Benar. Tapi minta ijin dulu sama suami kamu, dan ingat, jangan lagi memanggil ‘tuan’,” pesan Narita karena tampaknya Aliyah akan segera meninggalkannya.

“Tapi Afifah, benarkah kamu tidak merasakan sakit, atau apa?” tanya Aliyah sebelum menutup pintu kamarnya.

“Tidak, aku hanya lelah.”

“Baiklah, kalau kamu merasa sakit, bilang saja, nanti aku antarkan kamu ke dokter.”

“Iya, tenang saja. Aku tidak apa-apa kok.”

***

Namun sebenarnya Narita memang merasakan sakit. Ia sering merasa pusing, dan badannya sangat lemas. Sejauh ini dia hanya menganggapnya sebagai masuk angin saja. Tapi semakin hari, rasa tak enak itu semakin menyiksanya. Tapi dia tak ingin mengeluh di depan Aliyah. Ia selalu mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja.

Ketika Aliyah menjemputnya, Farah sudah membawakan makanan untuk sehari, dan banyak camilan. Tapi Narita hanya ingin tidur. Ia tak memiliki selera makan, saat tubuhnya merasa lemas, seperti yang dirasakannya sekarang ini.

Tapi karena tak tahan, ia memanggil petugas hotel, dan memintanya agar membelikan obat pusing dan obat gosok.

“Kalau nyonya merasa sakit, saya bisa memanggilkan dokter agar datang kemari,” kata OB yang membelikan obat dan obat gosok untuknya.

“Perlukah memanggil dokter?” Narita seperti bergumam pada dirinya sendiri.

“Tapi kalau Nyonya ingin mencoba minum obatnya dulu, silakan saja.”

“Baiklah, nanti kalau sakitnya tidak berkurang, nggak apa-apa kalau harus memanggil dokter.”

Semua petugas hotel siap melayani Narita di setiap kebutuhannya, karena Farah sudah berpesan banyak dari petugas yang paling bawah, sampai manager hotel yang berjanji akan melayani Narita dengan sebaik-baiknya. Maklumlah, Narita ditempatkan di kamar yang terbaik dengan pelayanan yang super. Tentu dengan bayaran yang sangat tinggi. Alfian bisa melakukan apa saja.

***

“Nyonya, menurut saya, wajah non Narita sangat pucat ya?”

“Menurutku juga begitu. Aku mengira dia sakit. Tapi dia bilang tak apa-apa.”

“Iya Nyonya,  beberapa hari ditahan polisi, pasti membuatnya sangat tersiksa.”

“Kasihan Afifah. Ia pasti sangat menderita. Tapi sejak saat ini, aku tak akan lagi membiarkan dia menderita. Aku akan membuatnya senang, bahagia, setiap saat.”

“Saya bisa mengerti, karena antara Nyonya dan non Narita ada ikatan darah yang tak mungkin berbeda.”

“Apakah dulu kamu membencinya?”

“Tidak Nyonya. Tapi tuan Alfi yang merasa sangat disakiti, tentu saja sangat membencinya. Kalau bukan karena permintaan Nyonya, tak mungkin tuan mau membebaskan  non Narita.”

“Dia begitu, karena sejak kecil terbiasa hidup dimanja dan berkecukupan.”

 “Benar Nyonya, seperti salah asuhan, begitu. Pokoknya diberi kesenangan, dicukupi semua kebutuhan, dan pasti semua keinginannya juga didapatkan.”

“Tapi dia juga salah pergaulan. Bersenang-senang tanpa kendali. Akhirnya setelah ayah dan ibu angkatnya meninggal, dia dibuang sama kerabatnya, lalu terjerumus ke dalam kehidupan yang buruk. Ah, ngeri aku membayangkannya ya Mbak,” keluh Aliyah sedih.

“Sekarang Nyonya tidak usah bersedih lagi, non Narita sudah dientaskan dari semua penderitaannya, dan dia akan berbahagia karena memiliki saudara sebaik Nyonya.”

“Aku baik apa, aku kira semua orang akan mengasihi saudaranya.”

“Benar, tapi Nyonya luar biasa. Itu sebabnya tuan Alfi sangat mencintai Nyonya.”

Aliyah tersenyum. Baru beberapa hari ini ia berdamai dengan kehidupan yang sesungguhnya. Berumah tangga, melayani suami dalam segala hal, dan penuh cinta. Ia baru sadar, begitu indahnya cinta yang dirasakannya. Dia, gadis papa yang sebelumnya tak tahu dirinya jatuh dari mana, kemudian menemukan laki-laki yang manis budi dan setiap hari selalu mendendangkan kidung-kidung cinta yang menghanyutkan.

***

Alfian sangat senang, hari itu Pinto menelponnya, dan berjanji akan siap menjadi asisten pribadinya, seperti yang pernah ditawarkannya.

“Baiklah, datang dan mulailah bekerja, kapan mas Pinto mau.”

Pinto berjanji akan mulai bulan depan, yang hanya tinggal sekitar semingguan, karena ia harus berpamit secara baik-baik kepada majikannya.

Pak Candra yang memasuki ruangannya, menunggu sampai Alfian selesai bertelpon.

“Ini tadi yang namanya Pinto, Pak.”

“Sudah siap bekerja dia?”

“Minggu depan, katanya. Awal bulan pastinya.”

“Kamu tiba-tiba akan menjadikan dia asisten pribadi kamu. Kamu yakin bahwa dia benar-benar baik dan bisa bekerja?”

“Yang paling saya suka atas dia, bahwa dia memiliki hati yang tulus. Dia menemukan Aliyah, dan menolak imbalan seperti yang pernah saya janjikan. Benar-benar menolak, karena bukan uang itu yang dia harapkan.”

“Lalu kamu menggantinya dengan memberikan pekerjaan?”

“Betul Pak, saya yakin mas Pinto akan dengan cepat bisa beradaptasi dengan lingkungan kita. Saya sendiri yang akan membimbingnya.”

“Baiklah, terserah kamu saja. Bukankah semuanya sudah aku serahkan sama kamu?”

“Semoga tidak akan mengecewakan, nantinya.”

“Aamiin. Oh ya Al, bapak kesini ini kan mau bicara, bahwa minggu depan jadi ada pertemuan dengan beberapa rekan bisnis, bersamaan dengan ulang tahun perusahaan kita ini pastinya.”

“Iya. Saya ingat Pak, dan beberapa staf sudah mulai mempersiapkan adanya acara tersebut.”

“Jangan sampai mengecewakan. Dan satu hal yang penting aku katakan ialah, kekhawatiran ibu kamu, tentang Aliyah.”

“Memangnya ada apa dengan Aliyah?”

“Bukankah nanti kamu juga akan membawanya dalam pertemuan itu?”

“Tentu saja Pak, mengapa tidak? Ibu khawatir tentang apa?”

“Pertemuan itu kan berbeda dengan ketika kalian menikah. Para tamu, mendekat, salaman, lalu pergi. Tidak banyak basa basi yang harus dilakukan. Tapi nanti, istri kamu juga harus berinteraksi dengan rekan-rekan kamu, istri-istrinya juga pastinya. Apa kira-kira Aliyah bisa berbaur dengan mereka?”

Alfian tampak diam. Tampak bahwa dia sedikit tersinggung karena merasa orang tuanya, lebih-lebih ibunya, masih sangat menganggap Aliyah sebagai gadis rendahan.

“Hal itu harus kamu pikirkan,” sambung pak Candra lagi.

“Bapak tidak usah khawatir. Aliyah tidak akan mengecewakan atau membuat malu keluarga kita,” kata Alfian tandas.

“Alfi, kamu jangan tersinggung, bapak hanya mengingatkan kamu, bahwa reputasi kita diantara para pebisnis sudah diakui oleh mereka sebagai pebisnis kalangan atas. Jadi_”

“Iya, saya tahu Pak, saya sudah tahu apa yang harus saya lakukan. Bapak, lebih-lebih ibu, tak akan kecewa nantinya.

“Baiklah, aku percaya sama kamu.”

Sepeninggal pak Candra, Alfian segera menelpon Farah.

“Farah, kamu cari seorang guru untuk Aliyah.”

“Guru apa maksud Tuan?”

“Guru untuk semuanya. Aliyah harus memahami yang namanya pengetahuan umum, juga cara dia bergaul, bersikap, berbicara. Itu urusan guru modeling yang pernah datang. Kamu sudah tahu maksudku?”

“Oh, iya Tuan, saya mengerti.”

“Segera kerjakan, dan mulai besok pagi. Semingguan lagi ketika ulang tahun perusahaan, istriku harus tampil cantik, mempesona, dan tidak memalukan.”

“Baik, Tuan, saya mengerti.”

Alfian meletakkan ponselnya dan merasa lega. Aliyah sangat cerdas, dia pasti bisa menguasai semuanya. Toh dulu ia pernah mengalaminya, walau hanya dua hari sebelum pernikahan itu.

***

Narita sudah minum obatnya, dan menggosok tubuhnya dengan minyak, tapi ia masih merasa lemas. Sejak pagi dia belum makan, karena memang tak ingin makan. Rasanya mual dan lemas. Untunglah Aliyah segera pulang, sehingga tak melihat ketika dia kesakitan.

Tapi sore hari itu, ketika petugas kebersihan memasuki kamarnya, ia terkejut karena melihat Narita merintih-rintih sambil bergulung di tempat tidur.

“Nyonya, ada apa?”

“Sekarang, tolong panggilkan dokter.”

“Apakah saya juga harus mengabari mbak Farah?”

“Tidak … tidak, tolong jangan mengabari siapapun. Segera panggilkan dokter untuk aku.”

Narita bingung, ia merasa pusing, sangat pusing, dan perutnya terasa mual. Tapi ia tak ingin Aliyah mengetahuinya. Ia merasa lega ketika dokter yang dipanggilnya datang.

“Dokter itu seorang wanita, begitu ramah dan sabar. Ia memeriksa dengan teliti, memegang-megang perutnya, kemudian tersenyum.

“Nyonya tidak sakit. Nyonya sedang hamil.”

***

Besok lagi ya.

45 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillaah dah tayang makasih bunda gasik bener

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah...
    CBE 43 gasik...
    Maturnuwun bu Tien...
    Salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah .
    Syukron nggih Mbak Tien 🌷🌷🌷🌷🌷

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah ...... trimakasih Bu Tien .... semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  6. 🌸🍃🌸🍃🌸🍃🌸🍃
    Alhamdulillah CBE 42
    sudah hadir...
    Matur nuwun Bu Tien.
    Sehat selalu & tetap
    smangats berkarya.
    Salam Aduhai 🦋⚘
    🌸🍃🌸🍃🌸🍃🌸🍃

    ReplyDelete
  7. Terimakasih bu tien , semoga selalu sehat aamiin yra

    ReplyDelete
  8. Looo aku ketinggalan,,,,,Matur nuwun

    ReplyDelete
  9. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  10. Nah... Narita hamil, siapa ya yang pernah dekat dengan dia... Mungkin Nungki, tapi dia orang tahanan.
    Aliyah memang cerdas, jadi tentu dengan cepat dapat jadi pendamping 'big boss' yang sesungguhnya.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  11. Slmt mlm bunda Tien..terima ksih cbenya..slm seroja dan tetap aduhai dri skbmi🙏😘🌹

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah.... maturnuwun bunda

    ReplyDelete
  13. Matur nuwun bunda Tien
    ...🙏🙏

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah CBE- 42 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  15. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    🙏🙏

    ReplyDelete
  16. Saudari kembar tapi beda banget karakternya...Aliyah polos sekali...Narita terlalu licik...bisa2 nanti Narita memanfaatkan Aliyah untuk kepentingannya sendiri, karena Aliyah pasti tidak tega...wkwk...menunggu "plintiran" ibu Tien, gimana kelanjutannya...terima kasih.🙏😀

    ReplyDelete
  17. Alhamdulilah..
    Tks banyak bunda Tien..

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah , Terima kasih bu Tien

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah
    Matur nuwun
    Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  20. Nah kan... Hamil.. wkwkwk
    Akankah muncul konflik2 lain di episode berikut nya..
    Wait and see... Bikin penasaran nih endingnya mau kemana, CBE ini.

    Terimakasih cerita nya Bu, sehat bahagia selalu...

    ReplyDelete
  21. Nah bener.kan Narita hamil , tp anak siapa ? Matur nuwun Bunda

    ReplyDelete
  22. Terima kasih bu tien cbe 42 sdh tayang... salam sehat bu tien

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Salam sehat wal'afiat 🤗🥰

    Narita hamil ,,, seru nih

    ReplyDelete
  25. Lha
    Tenan tå;
    Dolanan cublak cublak sênêngané, yå dadi ting gelèntèr di simpenånå têtêp mambu ketundhung gudèl.
    Terus anaké siapa kuwi hayo, Nungki tå.
    Lha iya têtêp nyambung no, ya gimana lagi.
    Sifat buruknya moga moga nggak nempel di orok, mana bisa; bisa aja di didik yang bênêr mesthi bisa, kan belum tentu mau nerima si Narita, mau merdeka, terus mau di paksa keluar? Kuret?
    Wow
    Kalau itu diketahui Aliyah pasti nggak boleh, pembunuhan!
    Malah bisa biangnya yang ko, sudah beberapa Minggu tuh.
    Pusing si tuan besar dapat kabar itu, pasti istrinya mau merawat.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Cintaku bukan empedu yang ke empat puluh dua sudah tayang
    Sehat sehat ya Bu
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  26. Matur nuwun Bu Tien. Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  27. Afifah mengandung anak siapa?

    ReplyDelete
  28. Hamil anak siapa ya..
    Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu aduhai

    ReplyDelete
  29. Matur nuwun Bu Tien, kirain sdh mau tamat....eh ketahuan Narita hamil. Alhamdulillah.... ceritanya mjd belum cepat selesai.

    ReplyDelete
  30. Terimakasih...Bu Tien .Siapa ayah biologis kehamilan Narita? Jadi penasaran pengen cepat malam

    ReplyDelete
  31. Lama ndak inguk2...ternyata ceritanya sudah sampe #42...hehehe
    Hrs lembur nih bacanya...
    Matur nuwun, salam sehat penuh semangat dari Rewwin 🌿

    ReplyDelete
  32. Hayuuh kita jumpa fans ke4 di Jakarta bagi memtemen yg di Blogger ini ya, asyiik loh acaranya padat top markotop ndak bakal rugi d sambil silaturahim n tatap muka dgn idola kita mbakyu Tienkumalasari

    ReplyDelete
  33. Lagi menunggu episode berikutnya .... penasaran sm Narita ... anaknya siapa? Apa Nungki

    ReplyDelete
  34. Alhamdulillah
    Terima kasih bu Tien

    ReplyDelete
  35. Terimakasih untuk cerbungnya.🙏

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 13

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  13 (Tien Kumalasari)   Arumi heran melihat sikap Bachtiar yang kelihatan tidak suka. Ia mengira, Bachtiar ti...