CINTAKU BUKAN EMPEDU
42
(Tien Kumalasari)
Narita terus melangkah memasuki lobi hotel, sedangkan
Aliyah terus menerus menggandengnya, sampai kemudian tiba di sebuah kamar yang
dipesan oleh Alfian. Farah yang selalu bersama mereka, memesan semua kebutuhan
Narita dari pagi sampai malam, selama Narita ada di hotel itu.
“Non, kamar ini sudah dipesan selama sebulan. Semua
kebutuhan Non akan dilayani oleh petugas hotel. Kalau Non butuh apa-apa, tinggal
pesan saja, baju-baju Non sudah saya atur di dalam almari itu, kalau Non masih
membutuhkan sesuatu, Non bisa mengabari saya.” kata Farah.
“Ya, aku mengerti. Terima kasih banyak, menempatkan
aku di tempat yang sangat nyaman.”
“Afifah, kamu akan berada di hotel ini minimum selama
satu bulan. Diharapkan, dalam sebulan ini, rumah nenek Supi sudah selesai direnovasi, lalu kamu bisa tinggal di sana selamanya,” terang Aliyah.
“Baiklah, terima kasih banyak Aliyah. Kamu tahu bahwa
aku bukan saudarimu yang baik, tapi kamu memperlakukan aku dengan sangat baik.”
“Aku hanya memiliki kamu, Afifah. Suka dan duka, akan
kita hadapi bersama-sama.”
Narita mengangguk terharu, lagi-lagi air mata kembali
membasah di matanya.
“Kalau kamu ingin membeli sesuatu, ini uang yang bisa
kamu bawa,” kata Aliyah sambil memberikan sebuah amplop tebal berisi uang.
“Aliyah, sudah banyak yang kamu lakukan, uang ini
sepertinya tidak perlu, semuanya kamu sudah mencukupinya.”
“Kamu jangan berterima kasih sama aku, berterima
kasihlah sama tuan Alfi. Dia yang memberikan semuanya ini, aku punya apa?” kata
Aliyah.
Narita tersenyum. Tapi dia tak bisa menolak pemberian
itu, karena Aliyah menyusupkan amplopnya ke bawah bantal.
“Barangkali kamu butuh sesuatu,” kata Aliyah memaksa.
“Katakan pada suami kamu, aku mengucapkan terima
kasih, karena dia juga yang membebaskan aku, bukan? Tapi aku jadi ingin
tertawa, mengapa kamu memanggil suami kamu dengan sebutan ‘tuan’? Itu aneh,
Aliyah.”
Aliyah hanya tersenyum.
“Kebiasaan memanggilnya begitu sih.”
“Kamu harus merubahnya. Panggil saja namanya, atau mas
Alfi, itu lebih manis bukan?”
“Benar Nyonya, sebaiknya Nyonya tidak memanggil ‘tuan’
pada suami. Kelihatan kalau kurang mesra, begitu,” sambung Farah.
Nanti akan aku coba.
Tiba-tiba ponsel Farah berdering.
Farah mengangkat ponselnya.
"Dari mas Pinto,” katanya
sambil mengangkatnya.
“Ya, Mas Pinto.”
“Ini lagi di mana?”
“Lagi di hotel, mengantarkan non Narita. Mas mau
ketemu Nyonya Aliyah?”
“Tidak, mau ketemu Mbak Farah, kan aku menelpon nomor
ponsel Mbak Farah.”
“Iya sih, barangkali mau bicara sama Nyonya Aliyah.”
“Tidak, aku mau tanya saja, hari ini tuan Alfi ada di
rumah?”
“Di kantornya Mas. Mas mau ketemu?”
“Iya, ini tentang pekerjaan yang ditawarkan kemarin
dulu itu.”
“Mas menelpon dulu saja, dan bilang kalau mau ketemu. Senang
lhoh, kalau mas Pinto jadi bekerja di kantor tuan Alfi.”
“Kenapa seneng?”
“Iya, kan bisa sering ketemu Nyonya.”
“Nggak ah, nyonya kan sudah ada yang punya. Bagusnya
ketemu yang belum punya siapa-siapa saja,” goda Pinto yang tiba-tiba punya
keberanian.
Farah tersipu.
“Mas Pinto gitu ah, memangnya siapa yang belum punya
siapa-siapa?”
“Siapa ya, kayaknya yang ada di rumah tuan Alfi tuh
yang belum punya hanya Mbak Farah deh.”
“Bisa saja, mas Pinto ini.”
“Maaf ya Mbak, jangan marah, saya hanya bercanda.”
“Nggak apa-apa, kenapa marah? Bercanda itu kan membuat
orang awet muda.”
“Masa? Oh ya, aku boleh tanya nomor kontaknya Tuan
Alfi?”
“Belum punya ya? Baiklah, akan saya kirimkan.”
Farah masih senyum sumringah, ketika memasukkan
kembali ponselnya ke dalam tas.
“Mbak Farah kok senyum-senyum, kelihatannya senang
nih?” tanya Aliyah.
“Itu tadi mas Pinto.”
“O, pantesan, Mbak Farah senyum-senyum.”
“Nyonya itu kenapa sih, memangnya kalau saya menerima
telpon dari orang lain tuh nggak pernah senyum?” elak Farah menyembunyikan rasa
malunya.
“Senyumnya kan beda. Tapi aku senang kalau Mbak Farah
dekat sama mas Pinto, dia itu baik, rajin, penuh perhatian. Pokoknya tidak
mengecewakan.”
“Nyonya bisa aja. Mana mau mas Pinto sama saya.”
“Siapa yang nggak mau sama gadis manis, cantik, rajin
pula, dan juga pintar.”
Farah tersipu. Barangkali ada benarnya, kalau Pinto
tidak mengecewakan. Bisakah keduanya menyatu dalam satu hati dan cinta?
Farah mengirimkan nomor kontak Alfian kepada Pinto,
sambil mengibaskan rasa malu karena ucapan Aliyah.
“Afifah, apa kamu takut tidur sendiri di sini?
Haruskah aku menemani?”
“Ya ampun, ya berani lah, kayak anak kecil saja.
Sebenarnya senang sih, kalau kamu menemani aku, tapi itu tidak benar. Bukankah
kamu punya suami? Suami kamu pasti tidak mau kamu meninggalkannya.”
“Kamu bisa saja.”
“Itu benar. Kalau sekali-sekali kamu ingin menemani
aku, boleh saja, tapi tidak setiap hari. Itupun kamu harus meminta ijin dulu
sama suami kamu.”
“Iya, aku ingin, supaya banyak cerita yang bisa saling
kita ungkapkan. Rasanya belum puas bertemu dan berpisah lagi.”
“Benar. Tapi minta ijin dulu sama suami kamu, dan
ingat, jangan lagi memanggil ‘tuan’,” pesan Narita karena tampaknya Aliyah akan
segera meninggalkannya.
“Tapi Afifah, benarkah kamu tidak merasakan sakit,
atau apa?” tanya Aliyah sebelum menutup pintu kamarnya.
“Tidak, aku hanya lelah.”
“Baiklah, kalau kamu merasa sakit, bilang saja, nanti
aku antarkan kamu ke dokter.”
“Iya, tenang saja. Aku tidak apa-apa kok.”
***
Namun sebenarnya Narita memang merasakan sakit. Ia
sering merasa pusing, dan badannya sangat lemas. Sejauh ini dia hanya
menganggapnya sebagai masuk angin saja. Tapi semakin hari, rasa tak enak itu
semakin menyiksanya. Tapi dia tak ingin mengeluh di depan Aliyah. Ia selalu
mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja.
Ketika Aliyah menjemputnya, Farah sudah membawakan
makanan untuk sehari, dan banyak camilan. Tapi Narita hanya ingin tidur. Ia tak
memiliki selera makan, saat tubuhnya merasa lemas, seperti yang dirasakannya
sekarang ini.
Tapi karena tak tahan, ia memanggil petugas hotel, dan
memintanya agar membelikan obat pusing dan obat gosok.
“Kalau nyonya merasa sakit, saya bisa memanggilkan dokter
agar datang kemari,” kata OB yang membelikan obat dan obat gosok untuknya.
“Perlukah memanggil dokter?” Narita seperti bergumam
pada dirinya sendiri.
“Tapi kalau Nyonya ingin mencoba minum obatnya dulu,
silakan saja.”
“Baiklah, nanti kalau sakitnya tidak berkurang, nggak
apa-apa kalau harus memanggil dokter.”
Semua petugas hotel siap melayani Narita di setiap
kebutuhannya, karena Farah sudah berpesan banyak dari petugas yang paling
bawah, sampai manager hotel yang berjanji akan melayani Narita dengan
sebaik-baiknya. Maklumlah, Narita ditempatkan di kamar yang terbaik dengan pelayanan
yang super. Tentu dengan bayaran yang sangat tinggi. Alfian bisa melakukan apa
saja.
***
“Nyonya, menurut saya, wajah non Narita sangat pucat
ya?”
“Menurutku juga begitu. Aku mengira dia sakit. Tapi
dia bilang tak apa-apa.”
“Iya Nyonya,
beberapa hari ditahan polisi, pasti membuatnya sangat tersiksa.”
“Kasihan Afifah. Ia pasti sangat menderita. Tapi sejak
saat ini, aku tak akan lagi membiarkan dia menderita. Aku akan membuatnya
senang, bahagia, setiap saat.”
“Saya bisa mengerti, karena antara Nyonya dan non
Narita ada ikatan darah yang tak mungkin berbeda.”
“Apakah dulu kamu membencinya?”
“Tidak Nyonya. Tapi tuan Alfi yang merasa sangat
disakiti, tentu saja sangat membencinya. Kalau bukan karena permintaan Nyonya,
tak mungkin tuan mau membebaskan non
Narita.”
“Dia begitu, karena sejak kecil terbiasa hidup dimanja
dan berkecukupan.”
“Tapi dia juga salah pergaulan. Bersenang-senang tanpa
kendali. Akhirnya setelah ayah dan ibu angkatnya meninggal, dia dibuang sama
kerabatnya, lalu terjerumus ke dalam kehidupan yang buruk. Ah, ngeri aku
membayangkannya ya Mbak,” keluh Aliyah sedih.
“Sekarang Nyonya tidak usah bersedih lagi, non Narita
sudah dientaskan dari semua penderitaannya, dan dia akan berbahagia karena
memiliki saudara sebaik Nyonya.”
“Aku baik apa, aku kira semua orang akan mengasihi
saudaranya.”
“Benar, tapi Nyonya luar biasa. Itu sebabnya tuan Alfi
sangat mencintai Nyonya.”
Aliyah tersenyum. Baru beberapa hari ini ia berdamai
dengan kehidupan yang sesungguhnya. Berumah tangga, melayani suami dalam segala
hal, dan penuh cinta. Ia baru sadar, begitu indahnya cinta yang dirasakannya.
Dia, gadis papa yang sebelumnya tak tahu dirinya jatuh dari mana, kemudian
menemukan laki-laki yang manis budi dan setiap hari selalu mendendangkan
kidung-kidung cinta yang menghanyutkan.
***
Alfian sangat senang, hari itu Pinto menelponnya, dan
berjanji akan siap menjadi asisten pribadinya, seperti yang pernah
ditawarkannya.
“Baiklah, datang dan mulailah bekerja, kapan mas Pinto
mau.”
Pinto berjanji akan mulai bulan depan, yang hanya
tinggal sekitar semingguan, karena ia harus berpamit secara baik-baik kepada
majikannya.
Pak Candra yang memasuki ruangannya, menunggu sampai
Alfian selesai bertelpon.
“Ini tadi yang namanya Pinto, Pak.”
“Sudah siap bekerja dia?”
“Minggu depan, katanya. Awal bulan pastinya.”
“Kamu tiba-tiba akan menjadikan dia asisten pribadi
kamu. Kamu yakin bahwa dia benar-benar baik dan bisa bekerja?”
“Yang paling saya suka atas dia, bahwa dia memiliki
hati yang tulus. Dia menemukan Aliyah, dan menolak imbalan seperti yang pernah
saya janjikan. Benar-benar menolak, karena bukan uang itu yang dia harapkan.”
“Lalu kamu menggantinya dengan memberikan pekerjaan?”
“Betul Pak, saya yakin mas Pinto akan dengan cepat bisa
beradaptasi dengan lingkungan kita. Saya sendiri yang akan membimbingnya.”
“Baiklah, terserah kamu saja. Bukankah semuanya sudah
aku serahkan sama kamu?”
“Semoga tidak akan mengecewakan, nantinya.”
“Aamiin. Oh ya Al, bapak kesini ini kan mau bicara,
bahwa minggu depan jadi ada pertemuan dengan beberapa rekan bisnis, bersamaan
dengan ulang tahun perusahaan kita ini pastinya.”
“Iya. Saya ingat Pak, dan beberapa staf sudah mulai
mempersiapkan adanya acara tersebut.”
“Jangan sampai mengecewakan. Dan satu hal yang penting
aku katakan ialah, kekhawatiran ibu kamu, tentang Aliyah.”
“Memangnya ada apa dengan Aliyah?”
“Bukankah nanti kamu juga akan membawanya dalam
pertemuan itu?”
“Tentu saja Pak, mengapa tidak? Ibu khawatir tentang
apa?”
“Pertemuan itu kan berbeda dengan ketika kalian
menikah. Para tamu, mendekat, salaman, lalu pergi. Tidak banyak basa basi yang
harus dilakukan. Tapi nanti, istri kamu juga harus berinteraksi dengan
rekan-rekan kamu, istri-istrinya juga pastinya. Apa kira-kira Aliyah bisa
berbaur dengan mereka?”
Alfian tampak diam. Tampak bahwa dia sedikit
tersinggung karena merasa orang tuanya, lebih-lebih ibunya, masih sangat
menganggap Aliyah sebagai gadis rendahan.
“Hal itu harus kamu pikirkan,” sambung pak Candra
lagi.
“Bapak tidak usah khawatir. Aliyah tidak akan
mengecewakan atau membuat malu keluarga kita,” kata Alfian tandas.
“Alfi, kamu jangan tersinggung, bapak hanya
mengingatkan kamu, bahwa reputasi kita diantara para pebisnis sudah diakui oleh
mereka sebagai pebisnis kalangan atas. Jadi_”
“Iya, saya tahu Pak, saya sudah tahu apa yang harus
saya lakukan. Bapak, lebih-lebih ibu, tak akan kecewa nantinya.
“Baiklah, aku percaya sama kamu.”
Sepeninggal pak Candra, Alfian segera menelpon Farah.
“Farah, kamu cari seorang guru untuk Aliyah.”
“Guru apa maksud Tuan?”
“Guru untuk semuanya. Aliyah harus memahami yang
namanya pengetahuan umum, juga cara dia bergaul, bersikap, berbicara. Itu urusan
guru modeling yang pernah datang. Kamu sudah tahu maksudku?”
“Oh, iya Tuan, saya mengerti.”
“Segera kerjakan, dan mulai besok pagi. Semingguan
lagi ketika ulang tahun perusahaan, istriku harus tampil cantik, mempesona, dan
tidak memalukan.”
“Baik, Tuan, saya mengerti.”
Alfian meletakkan ponselnya dan merasa lega. Aliyah
sangat cerdas, dia pasti bisa menguasai semuanya. Toh dulu ia pernah
mengalaminya, walau hanya dua hari sebelum pernikahan itu.
***
Narita sudah minum obatnya, dan menggosok tubuhnya
dengan minyak, tapi ia masih merasa lemas. Sejak pagi dia belum makan, karena
memang tak ingin makan. Rasanya mual dan lemas. Untunglah Aliyah segera pulang,
sehingga tak melihat ketika dia kesakitan.
Tapi sore hari itu, ketika petugas kebersihan memasuki
kamarnya, ia terkejut karena melihat Narita merintih-rintih sambil bergulung di
tempat tidur.
“Nyonya, ada apa?”
“Sekarang, tolong panggilkan dokter.”
“Apakah saya juga harus mengabari mbak Farah?”
“Tidak … tidak, tolong jangan mengabari siapapun.
Segera panggilkan dokter untuk aku.”
Narita bingung, ia merasa pusing, sangat pusing, dan
perutnya terasa mual. Tapi ia tak ingin Aliyah mengetahuinya. Ia merasa lega
ketika dokter yang dipanggilnya datang.
“Dokter itu seorang wanita, begitu ramah dan sabar. Ia
memeriksa dengan teliti, memegang-megang perutnya, kemudian tersenyum.
“Nyonya tidak sakit. Nyonya sedang hamil.”
***
Besok lagi ya.
Mtrnwn
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillaah dah tayang makasih bunda gasik bener
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteCBE 43 gasik...
Maturnuwun bu Tien...
Salam sehat selalu...
Matursuwun 🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah .
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌷🌷🌷🌷🌷
Alhamdulillah ...... trimakasih Bu Tien .... semoga sehat selalu
ReplyDelete🌸🍃🌸🍃🌸🍃🌸🍃
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 42
sudah hadir...
Matur nuwun Bu Tien.
Sehat selalu & tetap
smangats berkarya.
Salam Aduhai 🦋⚘
🌸🍃🌸🍃🌸🍃🌸🍃
Alhamdulilah
ReplyDeleteTerimakasih bu tien , semoga selalu sehat aamiin yra
ReplyDeleteLooo aku ketinggalan,,,,,Matur nuwun
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteNah... Narita hamil, siapa ya yang pernah dekat dengan dia... Mungkin Nungki, tapi dia orang tahanan.
ReplyDeleteAliyah memang cerdas, jadi tentu dengan cepat dapat jadi pendamping 'big boss' yang sesungguhnya.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Slmt mlm bunda Tien..terima ksih cbenya..slm seroja dan tetap aduhai dri skbmi🙏😘🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah.... maturnuwun bunda
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien
ReplyDelete...🙏🙏
Alhamdulillah CBE- 42 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
alhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun
Alhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteMaturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Saudari kembar tapi beda banget karakternya...Aliyah polos sekali...Narita terlalu licik...bisa2 nanti Narita memanfaatkan Aliyah untuk kepentingannya sendiri, karena Aliyah pasti tidak tega...wkwk...menunggu "plintiran" ibu Tien, gimana kelanjutannya...terima kasih.🙏😀
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulilah..
ReplyDeleteTks banyak bunda Tien..
Alhamdulillah , Terima kasih bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun
Semoga sehat selalu
Nah kan... Hamil.. wkwkwk
ReplyDeleteAkankah muncul konflik2 lain di episode berikut nya..
Wait and see... Bikin penasaran nih endingnya mau kemana, CBE ini.
Terimakasih cerita nya Bu, sehat bahagia selalu...
Nah bener.kan Narita hamil , tp anak siapa ? Matur nuwun Bunda
ReplyDeleteTerima kasih bu tien cbe 42 sdh tayang... salam sehat bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun Bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat 🤗🥰
Narita hamil ,,, seru nih
Lha
ReplyDeleteTenan tå;
Dolanan cublak cublak sênêngané, yå dadi ting gelèntèr di simpenånå têtêp mambu ketundhung gudèl.
Terus anaké siapa kuwi hayo, Nungki tå.
Lha iya têtêp nyambung no, ya gimana lagi.
Sifat buruknya moga moga nggak nempel di orok, mana bisa; bisa aja di didik yang bênêr mesthi bisa, kan belum tentu mau nerima si Narita, mau merdeka, terus mau di paksa keluar? Kuret?
Wow
Kalau itu diketahui Aliyah pasti nggak boleh, pembunuhan!
Malah bisa biangnya yang ko, sudah beberapa Minggu tuh.
Pusing si tuan besar dapat kabar itu, pasti istrinya mau merawat.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Cintaku bukan empedu yang ke empat puluh dua sudah tayang
Sehat sehat ya Bu
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Matur nuwun Bu Tien. Salam sehat selalu
ReplyDeleteAfifah mengandung anak siapa?
ReplyDeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun mbk Tien ...
ReplyDeleteSmg sehat selalu
Hamil anak siapa ya..
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam hangat selalu aduhai
Matur nuwun Bu Tien, kirain sdh mau tamat....eh ketahuan Narita hamil. Alhamdulillah.... ceritanya mjd belum cepat selesai.
ReplyDeleteTerimakasih...Bu Tien .Siapa ayah biologis kehamilan Narita? Jadi penasaran pengen cepat malam
ReplyDeleteLama ndak inguk2...ternyata ceritanya sudah sampe #42...hehehe
ReplyDeleteHrs lembur nih bacanya...
Matur nuwun, salam sehat penuh semangat dari Rewwin 🌿
Hayuuh kita jumpa fans ke4 di Jakarta bagi memtemen yg di Blogger ini ya, asyiik loh acaranya padat top markotop ndak bakal rugi d sambil silaturahim n tatap muka dgn idola kita mbakyu Tienkumalasari
ReplyDeleteInsyaa alloh.
ReplyDeleteLagi menunggu episode berikutnya .... penasaran sm Narita ... anaknya siapa? Apa Nungki
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien
Terimakasih untuk cerbungnya.🙏
ReplyDelete