CINTAKU BUKAN EMPEDU
41
(Tien Kumalasari)
Aliyah terkejut. Ia menatap mata Alfian yang tampak
menyala. Ada kemarahan di sana. Apakah permintaannya keterlaluan? Aliyah tidak
sadar, bahwa kebawa oleh rasa cinta serta belas kasihannya kepada sang saudari
kembar, maka ia mengucapkan itu. Kecuali itu ia tahu bahwa Narita juga
menginginkan Alfian. Bukankah Narita menyamar menjadi dirinya karena dia ingin
menjadi istri Alfian? Dan Alfian juga pernah mencintainya bukan?
Tapi sekarang Aliyah ketakutan. Mata itu seperti
memancarkan api. Aliyah jadi teringat, ketika pertama kali menginjakkan kakinya
di rumah ini, disiksa dengan tuduhan yang sama sekali tidak dilakukannya, ia
melihat mata itu, sama seperti dulu. Duduknya beringsut, agak menjauh, kedua
telapak tangannya menjadi dingin, berkeringat.
“Tuan, ada apa?”
Teriakan Farah membuat Aliyah menatap ke arahnya,
kemudian merosot turun, bermaksud memungut pecahan gelas yang berserakan di
lantai.
“Nyonya, ya ampun … jangan Nyonya, biar saya saja,”
kata Farah sambil membalikkan tubuhnya kebelakang, mengambil peralatan untuk
membersihkan pecahan gelas dan lantai yang basah kehitaman.
Alfian menarik tangan Aliyah, diajaknya masuk ke dalam
kamarnya, kamar Aliyah sendiri. Aliyah tak bisa menolak, karena genggaman di
pergelangan tangannya sangat keras. Alfian membawanya masuk, lalu menutup
pintunya, kencang, membuat Aliyah terlonjak.
Alfian mendudukkan Aliyah di sofa yang ada di kamar
itu.
“Tuan … apa Tuan marah sama saya?”
Aliyah masih melihat mata bersembur api itu,
membuatnya semakin berkeringat. Selama menjadi istrinya, ia tak pernah melihat
Alfian semarah itu.
“Apa kamu sadar akan apa yang kamu katakan?” kata Alfian
dengan nada tinggi. Aliyah menundukkan wajahnya.
“Kalau kamu ingin agar aku mencabut laporan aku atas
Narita, masih bisa dimengerti. Tapi kamu meminta agar Narita menjadi madumu?
Berarti aku juga harus memperistri dia? Apa kamu sadar bahwa itu keinginan yang
salah?”
“Kelihatannya, Narita ingin menjadi istri Tuan …”
“Karena itu, lalu kamu mengungkapkan keinginan yang
sangat menyimpang dari ajaran agama kamu?”
Aliyah terkejut. Ia lupa bahwa tidak bisa kakak
beradik menjadi madu. Rasa sayang, rasa iba, dan rasa memiliki ikatan sebagai
saudara sedarah, membuat dirinya tak rela melihat Narita menderita. Ia ingin
agar Narita bisa meraih keinginannya menjadi istri Alfian.
“Maafkan saya.”
“Dengar Aliyah. Ada dua alasan yang membuat aku sangat
marah mendengar ucapan kamu. Satu, adalah bahwa hal itu tidak pantas dan tidak
boleh dilakukan. Ke dua, bahwa aku hanya mencintai kamu.”
“Bagaimana kalau tuan melepaskan saya, dan_”
“Diam, Aliyah!! Sebuah pernikahan bukan permainan yang
bisa diletakkan atau dibuang saat tidak terpakai. Sebuah pernikahan itu suci,
disaksikan malaikat dan didengar sumpahnya oleh Allah Yang Maha Kuasa. Kali ini
aku tidak main-main dalam berkata-kata. Aku tidak akan melepaskan kamu, karena
aku mencintai kamu, hanya kamu dan bukan wanita lain. Tapi kalau kamu mau
mengatakan bahwa kamu tidak mencintai aku, kamu membenci aku, aku ikhlaskan
kamu pergi,” kata Alfian tandas.
Aliyah terkejut. Belum hilang rasa terkejutnya, ia
melihat Alfian berdiri dan keluar dari kamar itu. Sambil membanting pintunya.
Walau tidak sekeras tadi, tapi cukup membuat Aliyah terhenyak. Kali ini bukan
karena pintu itu, tapi karena ucapan terakhirnya.
Kalau dia tidak cinta, kalau dia benci, Alfian akan melepaskannya.
“Ya Tuhan,” keluh Aliyah sambil menutup wajahnya dengan
kedua tangan. Iapun terisak-isak masih dengan menutupi wajahnya, membiarkan air
mata mengalir dari sela-sela jarinya.
“Tuan, saya cinta kamu … Tuan, saya tidak membenci
kamu …” katanya di sela-sela tangisnya.
Ungkapan perasaan yang belum pernah diucapkannya, yang
masih dipendamnya dalam hati, akhirnya diucapkannya juga. Sayang sekali Alfian
tidak mendengarnya. Alfian masih terbakar amarah oleh karena keinginannya yang
tidak pantas.
Diluar, Farah menatap tuannya yang keluar dari kamar
Aliyah. Ia ingin menanyakan sesuatu, tapi diurungkannya saat melihat wajah
gelap itu langsung menuju ke arah kamarnya sendiri.
“Ya Tuhan, ada apa sebenarnya?” gumam Farah yang sudah
selesai membersihkan lantai dari pecahan gelas dan tumpahan kopi.
Aliyah masih terisak, sungguh ia merasa bersalah, dan
menyesal telah membuat suaminya marah. Ia mengeringkan wajahnya dari air mata,
menenangkan perasaannya, kemudian keluar dari kamar. Dilihatnya Farah sedang
meletakkan kopi yang baru, dan segelas teh hangat untuk dirinya.
“Mana Tuan?”
“Ada di kamarnya, Nyonya.”
Aliyah melangkah ke kamar suaminya, mengetuknya pelan,
lalu membuka pintunya. Dilihatnya Alfian berbaring tertelungkup di atas
ranjangnya. Perlahan Aliyah mendekat. Ia belum pernah melakukannya. Mendekati
suaminya, apalagi di saat suaminya sedang berada di atas ranjang.
Tapi kali itu Aliyah seperti dibayang-bayangi ketakutan,
kalau suaminya mengira bahwa dia membencinya.
Aliyah berdiri di samping ranjang itu dengan debar
jantung yang tak beraturan. Tangannya sudah bergerak untuk menyentuh tubuh
tegap yang tampak diam dan masih tertelungkup. Barangkali ia tak mendengar
kedatangan Aliyah. Barangkali juga tidak mengira Aliyah akan mau memasuki
kamarnya.
“Tuan … “ kata Aliyah pelan, dan sedikit gemetar.
Bibirnya sudah bergerak untuk mengucapkan sesuatu,
tapi suara itu tak juga keluar. Alfian masih terdiam, mungkin juga sedang
tertidur.
“Tuan, saya tidak membenci Tuan. Saya … cinta sama
Tuan,” ucapnya agak mendekat ke telinga Alfian, kemudian ia membalikkan
tubuhnya. Alangkah malu mengucapkan kata cinta pada seorang lelaki, walaupun
dia suaminya. Aliyah membalikkan tubuhnya, setengah berlari menuju pintu.
Tangannya sudah memegang gagang pintu, ketika Aliyah merasa seseorang
mendekapnya dari belakang.
Aliyah terkejut, ia tak berdaya ketika Alfian
membalikkan tubuhnya sehingga mereka berhadapan. Aliyah benar-benar gemetar.
Hal ini belum pernah terjadi. Ketika wajah mereka berdekatan, ketika dekapan
itu semakin kencang, lalu terdengar keluh Aliyah.
“Tuan, ss.. saya malu. Ss.. saya …”
Aliyah tak mempu melanjutkan ucapannya, ketika sebuah alunan cinta membuatnya luluh tak berdaya.
***
Farah duduk di kursi dapur, sambil menghirup kopi
hangatnya, ketika Kirman tiba-tiba muncul.
“Hei, minum-minum sendiri … senyum-senyum sendiri ….”
Kirman segera ikut duduk di depan Farah, sambil
langsung menyeruput kopi yang disiapkan untuknya.
“Ada apa ?”
“Saya sedang senang nih Mas.”
“Memangnya kenapa?”
“Melihat tuan dan nyonya berada di satu kamar.”
“Memangnya kenapa? Aku tadi mendengar suara nyonya
menangis.”
“Biasa kan, dalam rumah tangga tuh kadang-kadang berantam.
Tapi setelah kemudian damai, saling memaafkan, semuanya menjadi indah.”
“Seperti pernah berumah tangga saja,” omel Kirman sambil
meraih roti yang disiapkan di meja itu.
“Memang belum sih, tapi kan ya pernah membaca-baca di
buku cerita atau apa … gitu.”
“Sebenarnya tuan dan nyonya kenapa?”
“Nggak tahu aku. Tadi tiba-tiba ada gelas kopi pecah,
lalu tuan kelihatan marah, dan menarik nyonya ke dalam kamar.”
“Bukan marahan berarti.”
“Tuan kelihatan sangat marah, tapi aku tidak tahu
kenapa. Biarkan saja, mereka itu sebenarnya saling mencintai, hanya nyonya yang
tidak mau mengakuinya.”
“Tuan tidak bertanya tentang pertemuan antara nyonya
dan non Narita?”
“Nah, mungkin itu salah satu biang keladinya.”
“Memangnya kenapa?”
“Kelihatannya, nyonya ingin agar tuan Alfi membebaskan
non Narita.”
“Dan tuan Alfi marah?”
“Entahlah. Pokoknya habiskan saja kopi kamu, aku mau
mandi, lalu masak untuk makan malam.”
"Eit, tunggu dulu, kamu belum cerita tentang yang namanya Pinto."
"Mas Kirman ada-ada saja. Kenapa aku harus cerita?"
“Tadi kan waktu pulang, saya juga mengantarkan tuan
sepuh. Di perjalanan, tuan Alfi bicara tentang mas Pinto, yang katanya akan
dijadikannya asisten pribadinya.”
“O, iya … memang aku juga pernah mendengar tentang
itu. Tuan sepuh keberatan?”
“Tidak, semuanya diserahkan pada tuan Alfi.”
“Syukurlah. Tapi mas Pinto juga belum memberi kabar
selanjutnya.”
“Menolak? Bodoh amat dia.”
“Bukan menolak, dia hanya ingin berpamit sama
majikannya dulu. Kan dia masih bekerja di rumah makan.”
“Kelihatannya kamu suka ya?”
“Eh, nuduh sembarangan. Sudah, aku mau mandi, belum
masak juga, nanti terlambat makan malamnya, tuan bisa marah,” katanya sambil
beranjak pergi.
Kirman terkekeh geli, melihat wajah Farah tampak
bersemu merah. Bagi Kirman, Farah sudah seperti adiknya. Dia senang kalau Farah
mendapatkan jodoh yang baik.
***
Malam hari itu, tuan dan nyonya Alfi duduk makan malam
dengan wajah berseri-seri. Ada sesuatu yang tadinya gelap tak terucap, tapi
kemudian terurai dengan manis. Alfian sangat bahagia. Ia tak perlu khawatir
Aliyah akan meninggalkannya. Aliyah sudah menjadi miliknya sepenuh hati, dan
dia berjanji akan tetap menjaganya.
Malam itu Aliyah melayani suaminya dengan senyuman
tersungging di bibir. Kesadaran akan rasa cintanya kepada Alfi, membuat malam
itu semuanya tampak sangat indah. Senyuman Alfi indah, semua ucapannya indah,
elusan tangan dikepalanya juga indah.
Farah yang melihat perubahan itu, merasa lebih baik
menjauh dari ruang makan itu, yang biasanya ditungguinya sampai mereka selesai
makan.
“Tuan benar-benar akan mencabut laporan tentang
Narita?” tanya Aliyah sambil melayani menyendokkan sayur bagi sang suami.
“Aku sudah berjanji, dan aku akan menepati. Tapi kamu
harus yakin, bahwa dia tak akan menjadi pengganggu bagi kita.”
“Sebenarnya kasihan juga dia.”
“Awas ya, jangan lagi mengulangi keinginan kamu selain
membebaskan Narita.”
“Tidak, aku sudah tahu bahwa itu haram, kecuali Tuan
sudah membuang aku.”
Alfian mengacak rambut Aliyah yang masih basah.
“Tapi aku harus memikirkan kehidupan Narita
selanjutnya. Dia tak punya apa-apa.”
“Kali ini kamu jangan menolak pemberian aku uang. Kamu
bisa mempergunakannya untuk membantu dia.”
“Baiklah, terima kasih, tuan.”
“Tapi jangan menyuruh dia tinggal di rumah ini. Rumah
nenek kamu bisa diperbaiki, sehingga bisa menjadi hunian yang pantas bagi dia.”
“Sebelumnya … bolehkah dia tinggal di sini?”
“Tidak boleh, aku tidak mau. Kalau kamu menolak, aku
tak akan membebaskannya.”
Aliyah mengerucutkan bibirnya.
“Aku tidak perlu mengungkapkan alasannya, yang jelas
aku kurang suka sama dia.”
“Maafkanlah dia.”
“Aku sudah memaafkannya, tapi tidak bisa melupakannya.”
Aliyah mengangguk. Janji Alfian untuk mencabut
laporannya sudah menyenangkan hatinya. Apalagi Alfian juga akan memperbaiki
rumahnya agar Narita bisa tinggal dengan nyaman.
***
Narita senang, ketika Aliyah datang bersama Farah,
dengan membawa makanan. Ikatan sebagai saudara kembar ternyata sangat kuat,
membuat keduanya semakin merasa dekat, walau baru dua kali bertemu.
“Makanlah, aku menunggui kamu di sini. Sisanya bisa
kamu buat untuk makan nanti siang.”
“Terima kasih Aliyah. Aku bahagia menemukan kamu yang
ternyata sangat baik. Kamu juga tidak malu menjengukku setiap hari. Aku kan
pesakitan.”
“Tuan Alfi akan membebaskan kamu,” kata Aliyah
mengejutkan Narita.
“Benarkah?”
“Dia sedang mengurusnya. Kamu akan segera pulang.”
“Pulang? Aku pulang ke mana?”
“Ke rumah nenek Supi. Tuan Alfian berjanji akan
mendandani rumah itu, sehingga menjadi rumah yang nyaman untuk kamu.”
Tak terasa, menetes air mata Narita karena terharu.
“Aku telah berbuat jahat, dan aku ini sebenarnya kotor.
Aku punya masa silam yang hitam kelam, menjajakan tubuhku demi mendapatkan uang
yang banyak,” kata Narita sambil menundukkan wajahnya. Aliyah terkejut. Narita
belum pernah bercerita tentang masa lalunya itu. Bahkan Alfian pasti juga belum
tahu.
“Aku dibenci oleh keluarga orang tua angkatku, setelah
mereka meninggal. Aku tidak punya apa-apa, dan aku terjerumus ke dalam dunia
kotor itu,” kata Narita sambil mengusap air matanya.
Teriris hati Aliyah mendengarnya. Rupanya saudara
kembarnya begitu sengsara, walau selalu bergelimang harta. Harta yang busuk dan
kotor.
Aliyah merangkul Narita penuh sayang.
“Lupakan semuanya. Dan mulailah hidup baru dengan
langkah yang benar-benar bersih.”
“Aku tidak punya apa-apa.”
“Tapi aku punya. Pasti ada jalan untuk sebuah
kehidupan. Sekarang cicipilah masakan aku dan mbak Farah.”
Aliyah menatap Narita yang kemudian menyantap
makanannya dengan nikmat. Tapi sekilas Aliyah melihat wajah Narita yang pucat.
“Kamu sakit?” tanya Aliyah.
“Tidak, aku baik-baik saja.”
Aliyah merasa lega. Karena hidup di dalam tahanan,
pastilah membuat Narita tersiksa.
“Sebentar lagi kamu akan bebas, Afifah,” kata Aliyah
sebelum meninggalkannya.
***
Hari itu Aliyah dengan diantar Kirman dan Farah,
menjemput Narita yang sudah bebas. Karena pembangunan rumah nenek Supi segera
akan dimulai, maka Alfian memesankan sebuah kamar di hotel, untuk Narita.
Karena itulah, begitu dijemput, mereka langsung
membawa Narita ke hotel itu. Ketika turun dari mobil, Aliyah terkejut, ketika
melihat Narita berjalan limbung.
“Kamu sakit?”
"Tidak, aku baik-baik saja.”
***
Besok lagi ya.
Mtrnwn
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang
ReplyDeleteTrmksh
ReplyDeleteMatur nuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDelete🍃🍂🍃🍂🍃🍂🍃🍂
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 41
sudah hadir...
Matur nuwun Bu Tien.
Sehat selalu & tetap
smangats berkarya.
Salam Aduhai 🦋⚘
🍃🍂🍃🍂🍃🍂🍃🍂
Alhamdulillah gasik tayangnya
ReplyDeleteMakasih bunda
Alhamdulilah
ReplyDeleteAlhamdulilah, matur nuwun mbakyuku Tien Kumalasari dear, salam kangen n aduhaai dari Cibubur ya miss u muaach
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah makin gasik... matur nuwun bunda Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMaturnuwun bu
Semoga selalu sehat
Alhamdulillah...
ReplyDeleteAlhamdulillah .... Trimakasih Bu Tien ....Semoga sehat selalu
ReplyDeleteTerimakasih Bunda
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien, alhamdulillah CeBeE eps 41 sampun tayang.
ReplyDeleteSugeng dalu, sehat selalu dan tetap ADUHAI.
Selamat kepada hebg Mimiet Cimahi, juara 1 pkl 18.33.
DeleteDisusul :
1. Akung Latief, Sragentina;
2. Yang Ti; Jogja (?)
3. Uti Yanik, Surabaya;
4. Uti Nani; Sragentina;
5. Uti Sari Usman, Jakarta.
6. dll
Selamat sala sehat rohani & jasmani.
Alhamdulillah terima kasih Bu Tien, cerita yg terpotong dengan seru membuat kita penasaran yg terjadi selanjutnya.
ReplyDeleteSalam sehat selalu Bu Tien
Alhamdulilah
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE-41 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteMatur suwun ibu Tien
ReplyDeleteSalam sehat selalu dan tetap Aduhaaiii 🙏🙏
Maturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Darah memang lebih kental dari pada air
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien, semoga bu Tien sehat selalu. Aamiin🤲
Alhamdulilah...
ReplyDeleteTks banyak bunda Tien
Semoga sehat selalu..
Matur nuwun Bu Tien ... CBE 41 sampun tayang gasik
ReplyDeleteHa ha ha
ReplyDeleteIni dia saudara kembarnya Aliyah dapat giliran dapat bedah rumah dari tuan Alfian, kêrèn juga tuh mau dibuat usaha kuliner apa di kampung itu, pabrik nasi bungkus yang bakal ramé sebentar lagi nich.
Segera setelah selesai sekalian di buat jreng.
Katering Narita
Wau lagi namanya aja udah kenal deket sama Naruto 😀
Langkah awal yang baek, terus itu pemabok jalanan? Udah nggak nyambung, itu kena pidana; karena membahayakan nyawa orang.
Iya Nungki udah lewat, dah Narita fokus ke usahanya dibimbing management warteg Mak Siti.
Full diskon selama soft-opening.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Cintaku bukan empedu yang ke empat puluh satu sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Sip..sip..salut sama Alfian...iyeeess 😍
ReplyDeleteMatur nuwun Bunda Tien...🙏🙏
Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat selalu 🤗🥰
Senangnya Aliyah & Narita
Apakah Narita akan berakhir hidupnya
Sakit apa Narita, dia tidak mau bertemu terang pada Aliayah takut merepotkan dan merasa malu mungkin...Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhai
ReplyDeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerimakasih banyak bu tien
Semoga bu tien sehat2 selalu
Jangan-jangan Narita kena penyakit tuh...
ReplyDeleteakibat pekerjaan masa lalunya..
Atau jangan2 hamil..... 😆😆😆
Sehat selalu Bu Tien... 😘
Alhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~41 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏
ReplyDeleteSemoga Narita bertahan dari sakitnya. Hidup bahagia atas dorongan Aliyah, hidup normal ditengah masyarakat.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Alhamdulillah CBE 41 sudah tayang, terimakasih bu Tien, salam sehat dan aduhai dari mBantul
ReplyDeleteApa jangan" Narita Hamil ya ? Eh malah ngaco, maaf kan Bunda , terima kasih
ReplyDeleteTerima kasih bu tien cbe 41 sdh tayang, smg narita menjadi lebih vaik berkat aliyah dan tdk menyerobot kebahagiaan aliyah.... salam aehat bu tien
ReplyDeleteAkhirnya...senang tidak jadi poligami, wkwk... Terima kasih, ibu Tien. Sehat selalu.🙏😘😘😀
ReplyDeleteAlhamdulillah terima kasih Bu Tien... Sehat dan bahagia selalu 🙏🙏
ReplyDeleteSetelah itu Afifah meninggal?...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Selalu ditunggu ,, selalu dinantikan terimakasih mbak Tien..👍👍🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah. Suwun bu Tien
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien....semoga Ibu sekeluarga tetap sehat...
ReplyDeleteMba Tien critanya enak dibaca mengalir... Kadang seb dpt lanjutanya sama tmn skul yg suka. Baca jg.. Suka ngarang bebas.. Nanti bakal. Gini.. Gini... Hahaha kadang 100% bener... Terima ksh.. Slh 1 pengisi masa pensiunku..smg Mba Tien sht & bahagia selalu.. Aamiin
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam sehat selalu