Wednesday, May 10, 2023

CINTAKU BUKAN EMPEDU 41

 

CINTAKU BUKAN EMPEDU  41

(Tien Kumalasari)

 

Aliyah terkejut. Ia menatap mata Alfian yang tampak menyala. Ada kemarahan di sana. Apakah permintaannya keterlaluan? Aliyah tidak sadar, bahwa kebawa oleh rasa cinta serta belas kasihannya kepada sang saudari kembar, maka ia mengucapkan itu. Kecuali itu ia tahu bahwa Narita juga menginginkan Alfian. Bukankah Narita menyamar menjadi dirinya karena dia ingin menjadi istri Alfian? Dan Alfian juga pernah mencintainya bukan?

Tapi sekarang Aliyah ketakutan. Mata itu seperti memancarkan api. Aliyah jadi teringat, ketika pertama kali menginjakkan kakinya di rumah ini, disiksa dengan tuduhan yang sama sekali tidak dilakukannya, ia melihat mata itu, sama seperti dulu. Duduknya beringsut, agak menjauh, kedua telapak tangannya menjadi dingin, berkeringat.

“Tuan, ada apa?”

Teriakan Farah membuat Aliyah menatap ke arahnya, kemudian merosot turun, bermaksud memungut pecahan gelas yang berserakan di lantai.

“Nyonya, ya ampun … jangan Nyonya, biar saya saja,” kata Farah sambil membalikkan tubuhnya kebelakang, mengambil peralatan untuk membersihkan pecahan gelas dan lantai yang basah kehitaman.

Alfian menarik tangan Aliyah, diajaknya masuk ke dalam kamarnya, kamar Aliyah sendiri. Aliyah tak bisa menolak, karena genggaman di pergelangan tangannya sangat keras. Alfian membawanya masuk, lalu menutup pintunya, kencang, membuat Aliyah terlonjak.

Alfian mendudukkan Aliyah di sofa yang ada di kamar itu.

“Tuan … apa Tuan marah sama saya?”

Aliyah masih melihat mata bersembur api itu, membuatnya semakin berkeringat. Selama menjadi istrinya, ia tak pernah melihat Alfian semarah itu.

“Apa kamu sadar akan apa yang kamu katakan?” kata Alfian dengan nada tinggi. Aliyah menundukkan wajahnya.

“Kalau kamu ingin agar aku mencabut laporan aku atas Narita, masih bisa dimengerti. Tapi kamu meminta agar Narita menjadi madumu? Berarti aku juga harus memperistri dia? Apa kamu sadar bahwa itu keinginan yang salah?”

“Kelihatannya, Narita ingin menjadi istri Tuan …”

“Karena itu, lalu kamu mengungkapkan keinginan yang sangat menyimpang dari ajaran agama kamu?”

Aliyah terkejut. Ia lupa bahwa tidak bisa kakak beradik menjadi madu. Rasa sayang, rasa iba, dan rasa memiliki ikatan sebagai saudara sedarah, membuat dirinya tak rela melihat Narita menderita. Ia ingin agar Narita bisa meraih keinginannya menjadi istri Alfian.

“Maafkan saya.”

“Dengar Aliyah. Ada dua alasan yang membuat aku sangat marah mendengar ucapan kamu. Satu, adalah bahwa hal itu tidak pantas dan tidak boleh dilakukan. Ke dua, bahwa aku hanya mencintai kamu.”

“Bagaimana kalau tuan melepaskan saya, dan_”

“Diam, Aliyah!! Sebuah pernikahan bukan permainan yang bisa diletakkan atau dibuang saat tidak terpakai. Sebuah pernikahan itu suci, disaksikan malaikat dan didengar sumpahnya oleh Allah Yang Maha Kuasa. Kali ini aku tidak main-main dalam berkata-kata. Aku tidak akan melepaskan kamu, karena aku mencintai kamu, hanya kamu dan bukan wanita lain. Tapi kalau kamu mau mengatakan bahwa kamu tidak mencintai aku, kamu membenci aku, aku ikhlaskan kamu pergi,” kata Alfian tandas.

Aliyah terkejut. Belum hilang rasa terkejutnya, ia melihat Alfian berdiri dan keluar dari kamar itu. Sambil membanting pintunya. Walau tidak sekeras tadi, tapi cukup membuat Aliyah terhenyak. Kali ini bukan karena pintu itu, tapi karena ucapan terakhirnya.

Kalau dia tidak cinta, kalau dia benci, Alfian akan melepaskannya.

“Ya Tuhan,” keluh Aliyah sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Iapun terisak-isak masih dengan menutupi wajahnya, membiarkan air mata mengalir dari sela-sela jarinya.

“Tuan, saya cinta kamu … Tuan, saya tidak membenci kamu …” katanya di sela-sela tangisnya.

Ungkapan perasaan yang belum pernah diucapkannya, yang masih dipendamnya dalam hati, akhirnya diucapkannya juga. Sayang sekali Alfian tidak mendengarnya. Alfian masih terbakar amarah oleh karena keinginannya yang tidak pantas.

Diluar, Farah menatap tuannya yang keluar dari kamar Aliyah. Ia ingin menanyakan sesuatu, tapi diurungkannya saat melihat wajah gelap itu langsung menuju ke arah kamarnya sendiri.

“Ya Tuhan, ada apa sebenarnya?” gumam Farah yang sudah selesai membersihkan lantai dari pecahan gelas dan tumpahan kopi.

Aliyah masih terisak, sungguh ia merasa bersalah, dan menyesal telah membuat suaminya marah. Ia mengeringkan wajahnya dari air mata, menenangkan perasaannya, kemudian keluar dari kamar. Dilihatnya Farah sedang meletakkan kopi yang baru, dan segelas teh hangat untuk dirinya.

“Mana Tuan?”

“Ada di kamarnya, Nyonya.”

Aliyah melangkah ke kamar suaminya, mengetuknya pelan, lalu membuka pintunya. Dilihatnya Alfian berbaring tertelungkup di atas ranjangnya. Perlahan Aliyah mendekat. Ia belum pernah melakukannya. Mendekati suaminya, apalagi di saat suaminya sedang berada di atas ranjang.

Tapi kali itu Aliyah seperti dibayang-bayangi ketakutan, kalau suaminya mengira bahwa dia membencinya.

Aliyah berdiri di samping ranjang itu dengan debar jantung yang tak beraturan. Tangannya sudah bergerak untuk menyentuh tubuh tegap yang tampak diam dan masih tertelungkup. Barangkali ia tak mendengar kedatangan Aliyah. Barangkali juga tidak mengira Aliyah akan mau memasuki kamarnya.

“Tuan … “ kata Aliyah pelan, dan sedikit gemetar.

Bibirnya sudah bergerak untuk mengucapkan sesuatu, tapi suara itu tak juga keluar. Alfian masih terdiam, mungkin juga sedang tertidur.

“Tuan, saya tidak membenci Tuan. Saya … cinta sama Tuan,” ucapnya agak mendekat ke telinga Alfian, kemudian ia membalikkan tubuhnya. Alangkah malu mengucapkan kata cinta pada seorang lelaki, walaupun dia suaminya. Aliyah membalikkan tubuhnya, setengah berlari menuju pintu. Tangannya sudah memegang gagang pintu, ketika Aliyah merasa seseorang mendekapnya dari belakang.

Aliyah terkejut, ia tak berdaya ketika Alfian membalikkan tubuhnya sehingga mereka berhadapan. Aliyah benar-benar gemetar. Hal ini belum pernah terjadi. Ketika wajah mereka berdekatan, ketika dekapan itu semakin kencang, lalu terdengar keluh Aliyah.

“Tuan, ss.. saya malu. Ss.. saya …”

Aliyah tak mempu melanjutkan ucapannya, ketika sebuah alunan cinta membuatnya luluh tak berdaya.

***

Farah duduk di kursi dapur, sambil menghirup kopi hangatnya, ketika Kirman tiba-tiba muncul.

“Hei, minum-minum sendiri … senyum-senyum sendiri ….”

Kirman segera ikut duduk di depan Farah, sambil langsung menyeruput kopi yang disiapkan untuknya.

“Ada apa ?”

“Saya sedang senang nih Mas.”

“Memangnya kenapa?”

“Melihat tuan dan nyonya berada di satu kamar.”

“Memangnya kenapa? Aku tadi mendengar suara nyonya menangis.”

“Biasa kan, dalam rumah tangga tuh kadang-kadang berantam. Tapi setelah kemudian damai, saling memaafkan, semuanya menjadi indah.”

“Seperti pernah berumah tangga saja,” omel Kirman sambil meraih roti yang disiapkan di meja itu.

“Memang belum sih, tapi kan ya pernah membaca-baca di buku cerita atau apa … gitu.”

“Sebenarnya tuan dan nyonya kenapa?”

“Nggak tahu aku. Tadi tiba-tiba ada gelas kopi pecah, lalu tuan kelihatan marah, dan menarik nyonya ke dalam kamar.”

“Bukan marahan berarti.”

“Tuan kelihatan sangat marah, tapi aku tidak tahu kenapa. Biarkan saja, mereka itu sebenarnya saling mencintai, hanya nyonya yang tidak mau mengakuinya.”

“Tuan tidak bertanya tentang pertemuan antara nyonya dan non Narita?”

“Nah, mungkin itu salah satu biang keladinya.”

“Memangnya kenapa?”

“Kelihatannya, nyonya ingin agar tuan Alfi membebaskan non Narita.”

“Dan tuan Alfi marah?”

“Entahlah. Pokoknya habiskan saja kopi kamu, aku mau mandi, lalu masak untuk makan malam.”

"Eit, tunggu dulu, kamu belum cerita tentang yang namanya Pinto."

"Mas Kirman ada-ada saja. Kenapa aku harus cerita?"

“Tadi kan waktu pulang, saya juga mengantarkan tuan sepuh. Di perjalanan, tuan Alfi bicara tentang mas Pinto, yang katanya akan dijadikannya asisten pribadinya.”

“O, iya … memang aku juga pernah mendengar tentang itu. Tuan sepuh keberatan?”

“Tidak, semuanya diserahkan pada tuan Alfi.”

“Syukurlah. Tapi mas Pinto juga belum memberi kabar selanjutnya.”

“Menolak? Bodoh amat dia.”

“Bukan menolak, dia hanya ingin berpamit sama majikannya dulu. Kan dia masih bekerja di rumah makan.”

“Kelihatannya kamu suka ya?”

“Eh, nuduh sembarangan. Sudah, aku mau mandi, belum masak juga, nanti terlambat makan malamnya, tuan bisa marah,” katanya sambil beranjak pergi.

Kirman terkekeh geli, melihat wajah Farah tampak bersemu merah. Bagi Kirman, Farah sudah seperti adiknya. Dia senang kalau Farah mendapatkan jodoh yang baik.

***

Malam hari itu, tuan dan nyonya Alfi duduk makan malam dengan wajah berseri-seri. Ada sesuatu yang tadinya gelap tak terucap, tapi kemudian terurai dengan manis. Alfian sangat bahagia. Ia tak perlu khawatir Aliyah akan meninggalkannya. Aliyah sudah menjadi miliknya sepenuh hati, dan dia berjanji akan tetap menjaganya.

Malam itu Aliyah melayani suaminya dengan senyuman tersungging di bibir. Kesadaran akan rasa cintanya kepada Alfi, membuat malam itu semuanya tampak sangat indah. Senyuman Alfi indah, semua ucapannya indah, elusan tangan dikepalanya juga indah.

Farah yang melihat perubahan itu, merasa lebih baik menjauh dari ruang makan itu, yang biasanya ditungguinya sampai mereka selesai makan.

“Tuan benar-benar akan mencabut laporan tentang Narita?” tanya Aliyah sambil melayani menyendokkan sayur bagi sang suami.

“Aku sudah berjanji, dan aku akan menepati. Tapi kamu harus yakin, bahwa dia tak akan menjadi pengganggu bagi kita.”

“Sebenarnya kasihan juga dia.”

“Awas ya, jangan lagi mengulangi keinginan kamu selain membebaskan Narita.”

“Tidak, aku sudah tahu bahwa itu haram, kecuali Tuan sudah membuang aku.”

Alfian mengacak rambut Aliyah yang masih basah.

“Tapi aku harus memikirkan kehidupan Narita selanjutnya. Dia tak punya apa-apa.”

“Kali ini kamu jangan menolak pemberian aku uang. Kamu bisa mempergunakannya untuk membantu dia.”

“Baiklah, terima kasih, tuan.”

“Tapi jangan menyuruh dia tinggal di rumah ini. Rumah nenek kamu bisa diperbaiki, sehingga bisa menjadi hunian yang pantas bagi dia.”

“Sebelumnya … bolehkah dia tinggal di sini?”

“Tidak boleh, aku tidak mau. Kalau kamu menolak, aku tak akan membebaskannya.”

Aliyah mengerucutkan bibirnya.

“Aku tidak perlu mengungkapkan alasannya, yang jelas aku kurang suka sama dia.”

“Maafkanlah dia.”

“Aku sudah memaafkannya, tapi tidak bisa melupakannya.”

Aliyah mengangguk. Janji Alfian untuk mencabut laporannya sudah menyenangkan hatinya. Apalagi Alfian juga akan memperbaiki rumahnya agar Narita bisa tinggal dengan nyaman.

***

Narita senang, ketika Aliyah datang bersama Farah, dengan membawa makanan. Ikatan sebagai saudara kembar ternyata sangat kuat, membuat keduanya semakin merasa dekat, walau baru dua kali bertemu.

“Makanlah, aku menunggui kamu di sini. Sisanya bisa kamu buat untuk makan nanti siang.”

“Terima kasih Aliyah. Aku bahagia menemukan kamu yang ternyata sangat baik. Kamu juga tidak malu menjengukku setiap hari. Aku kan pesakitan.”

“Tuan Alfi akan membebaskan kamu,” kata Aliyah mengejutkan Narita.

“Benarkah?”

“Dia sedang mengurusnya. Kamu akan segera pulang.”

“Pulang? Aku pulang ke mana?”

“Ke rumah nenek Supi. Tuan Alfian berjanji akan mendandani rumah itu, sehingga menjadi rumah yang nyaman untuk kamu.”

Tak terasa, menetes air mata Narita karena terharu.

“Aku telah berbuat jahat, dan aku ini sebenarnya kotor. Aku punya masa silam yang hitam kelam, menjajakan tubuhku demi mendapatkan uang yang banyak,” kata Narita sambil menundukkan wajahnya. Aliyah terkejut. Narita belum pernah bercerita tentang masa lalunya itu. Bahkan Alfian pasti juga belum tahu.

“Aku dibenci oleh keluarga orang tua angkatku, setelah mereka meninggal. Aku tidak punya apa-apa, dan aku terjerumus ke dalam dunia kotor itu,” kata Narita sambil mengusap air matanya.

Teriris hati Aliyah mendengarnya. Rupanya saudara kembarnya begitu sengsara, walau selalu bergelimang harta. Harta yang busuk dan kotor.

Aliyah merangkul Narita penuh sayang.

“Lupakan semuanya. Dan mulailah hidup baru dengan langkah yang benar-benar bersih.”

“Aku tidak punya apa-apa.”

“Tapi aku punya. Pasti ada jalan untuk sebuah kehidupan. Sekarang cicipilah masakan aku dan mbak Farah.”

Aliyah menatap Narita yang kemudian menyantap makanannya dengan nikmat. Tapi sekilas Aliyah melihat wajah Narita yang pucat.

“Kamu sakit?” tanya Aliyah.

“Tidak, aku baik-baik saja.”

Aliyah merasa lega. Karena hidup di dalam tahanan, pastilah membuat Narita tersiksa.

“Sebentar lagi kamu akan bebas, Afifah,” kata Aliyah sebelum meninggalkannya.

***

Hari itu Aliyah dengan diantar Kirman dan Farah, menjemput Narita yang sudah bebas. Karena pembangunan rumah nenek Supi segera akan dimulai, maka Alfian memesankan sebuah kamar di hotel, untuk Narita.

Karena itulah, begitu dijemput, mereka langsung membawa Narita ke hotel itu. Ketika turun dari mobil, Aliyah terkejut, ketika melihat Narita berjalan limbung.

“Kamu sakit?”

"Tidak, aku baik-baik saja.”

***

Besok lagi ya.

 

47 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang

    ReplyDelete
  2. 🍃🍂🍃🍂🍃🍂🍃🍂
    Alhamdulillah CBE 41
    sudah hadir...
    Matur nuwun Bu Tien.
    Sehat selalu & tetap
    smangats berkarya.
    Salam Aduhai 🦋⚘
    🍃🍂🍃🍂🍃🍂🍃🍂

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah gasik tayangnya
    Makasih bunda

    ReplyDelete
  4. Alhamdulilah, matur nuwun mbakyuku Tien Kumalasari dear, salam kangen n aduhaai dari Cibubur ya miss u muaach

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah makin gasik... matur nuwun bunda Tien

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Maturnuwun bu
    Semoga selalu sehat

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah .... Trimakasih Bu Tien ....Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  8. Matur nuwun bu Tien, alhamdulillah CeBeE eps 41 sampun tayang.
    Sugeng dalu, sehat selalu dan tetap ADUHAI.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Selamat kepada hebg Mimiet Cimahi, juara 1 pkl 18.33.
      Disusul :
      1. Akung Latief, Sragentina;
      2. Yang Ti; Jogja (?)
      3. Uti Yanik, Surabaya;
      4. Uti Nani; Sragentina;
      5. Uti Sari Usman, Jakarta.
      6. dll
      Selamat sala sehat rohani & jasmani.

      Delete
  9. Alhamdulillah terima kasih Bu Tien, cerita yg terpotong dengan seru membuat kita penasaran yg terjadi selanjutnya.
    Salam sehat selalu Bu Tien

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah CBE-41 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  11. Matur suwun ibu Tien
    Salam sehat selalu dan tetap Aduhaaiii 🙏🙏

    ReplyDelete
  12. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    🙏🙏

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  14. Darah memang lebih kental dari pada air

    Terima kasih bu Tien, semoga bu Tien sehat selalu. Aamiin🤲

    ReplyDelete
  15. Alhamdulilah...
    Tks banyak bunda Tien
    Semoga sehat selalu..

    ReplyDelete
  16. Matur nuwun Bu Tien ... CBE 41 sampun tayang gasik

    ReplyDelete
  17. Ha ha ha
    Ini dia saudara kembarnya Aliyah dapat giliran dapat bedah rumah dari tuan Alfian, kêrèn juga tuh mau dibuat usaha kuliner apa di kampung itu, pabrik nasi bungkus yang bakal ramé sebentar lagi nich.
    Segera setelah selesai sekalian di buat jreng.
    Katering Narita
    Wau lagi namanya aja udah kenal deket sama Naruto 😀
    Langkah awal yang baek, terus itu pemabok jalanan? Udah nggak nyambung, itu kena pidana; karena membahayakan nyawa orang.
    Iya Nungki udah lewat, dah Narita fokus ke usahanya dibimbing management warteg Mak Siti.
    Full diskon selama soft-opening.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Cintaku bukan empedu yang ke empat puluh satu sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  18. Sip..sip..salut sama Alfian...iyeeess 😍
    Matur nuwun Bunda Tien...🙏🙏

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Salam sehat wal'afiat selalu 🤗🥰

    Senangnya Aliyah & Narita
    Apakah Narita akan berakhir hidupnya

    ReplyDelete
  20. Sakit apa Narita, dia tidak mau bertemu terang pada Aliayah takut merepotkan dan merasa malu mungkin...Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhai

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terimakasih banyak bu tien
    Semoga bu tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  22. Jangan-jangan Narita kena penyakit tuh...
    akibat pekerjaan masa lalunya..
    Atau jangan2 hamil..... 😆😆😆

    Sehat selalu Bu Tien... 😘

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~41 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏

    ReplyDelete
  24. Semoga Narita bertahan dari sakitnya. Hidup bahagia atas dorongan Aliyah, hidup normal ditengah masyarakat.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah CBE 41 sudah tayang, terimakasih bu Tien, salam sehat dan aduhai dari mBantul

    ReplyDelete
  26. Apa jangan" Narita Hamil ya ? Eh malah ngaco, maaf kan Bunda , terima kasih

    ReplyDelete
  27. Terima kasih bu tien cbe 41 sdh tayang, smg narita menjadi lebih vaik berkat aliyah dan tdk menyerobot kebahagiaan aliyah.... salam aehat bu tien

    ReplyDelete
  28. Akhirnya...senang tidak jadi poligami, wkwk... Terima kasih, ibu Tien. Sehat selalu.🙏😘😘😀

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah terima kasih Bu Tien... Sehat dan bahagia selalu 🙏🙏

    ReplyDelete
  30. Setelah itu Afifah meninggal?...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  31. Selalu ditunggu ,, selalu dinantikan terimakasih mbak Tien..👍👍🙏

    ReplyDelete
  32. Matur nuwun Bu Tien....semoga Ibu sekeluarga tetap sehat...

    ReplyDelete
  33. Mba Tien critanya enak dibaca mengalir... Kadang seb dpt lanjutanya sama tmn skul yg suka. Baca jg.. Suka ngarang bebas.. Nanti bakal. Gini.. Gini... Hahaha kadang 100% bener... Terima ksh.. Slh 1 pengisi masa pensiunku..smg Mba Tien sht & bahagia selalu.. Aamiin

    ReplyDelete
  34. Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete

SENANDUNG KECILKU

SENANDUNG KECILKU (Tien Kumalasari) Hai senja, kau datang ketika merah jingga mewarnai langit dibarat sana ada senandung kecil berkumandang ...