Tuesday, May 9, 2023

CINTAKU BUKAN EMPEDU 40

 

CINTAKU BUKAN EMPEDU  40

(Tien Kumalasari)

 

Alfian tertegun. Ia menatap istrinya lekat-lekat. Membebaskan Narita? Berarti membatalkan laporannya?

“Aliyah, apa tidak lebih baik kamu ketemu saudaramu itu dulu? Temui dia, lalu pikirkan lagi permintaan kamu itu.”

“Memang saya ingin ketemu, Tuan. Tapi apapun yang terjadi, saya tak ingin saudara saya dipenjara.”

“Dia sangat jahat. Dia melakukan hal yang memalukan. Banyak kejahatan dilakukannya, dan yang terakhir adalah menyamar menjadi kamu, tanpa malu.”

Aliyah diam. Memang dari semua yang didengarnya, dia menilai bahwa Narita memang jahat. Tapi darah yang mengalir ditubuhnya, sama dengan darahnya. Mereka terlahir dari rahim yang sama. Nasib lah yang memisahkan mereka, dan lingkungan lah yang membuat sifat mereka berbeda.

“Baiklah, saya ingin bertemu dia. Di mana saya bisa menemuinya?”

“Kamu tidak boleh berangkat sendiri. Farah akan mengantarkan kamu.”

“Rupanya Tuan sangat takut kalau saya sampai melarikan diri lagi.”

“Aliyah, kamu itu istri aku. Kalau kamu pergi, sudah semestinya kalau aku merasa kehilangan. Kamu harus tahu, bahwa aku sangat mencintai kamu,” kata Alfian penuh perasaan. Tak lupa sebelah tangannya merengkuh bahu istrinya dengan rasa sayang.

Aliyah selalu merasa berdebar saat sang suami memperlakukannya seperti itu. Apakah berarti Aliyah juga mencintai Alfian? Tentu saja, Alfian gagah, ganteng, baik hati dan kaya raya. Wanita mana yang tidak tergila-gila manakala didekatinya? Tapi Aliyah bukan gila hartanya. Aliyah mencintai ketulusan hatinya. Aliyah yang sederhana tak pernah bermimpi tentang harta. Ia hanya ingin bisa melanjutkan hidupnya. Ah, ya … tiba-tiba Aliyah ingat bu Siti, majikan warung yang telah mengangkatnya dari kelaparan dan terlunta-lunta.

“Pagi ini saya mau menemui bu Siti terlebih dulu.”

“Siapa bu Siti?”

“Setelah pergi dari sini, aku bekerja di warung bu Siti.”

“Apa? Kamu bekerja di warung?”

“Bukankah saya pernah bilang bahwa saya ingin bekerja untuk melanjutkan hidup aku? Mas Pinto juga tahu kan, saat saya butuh pekerjaan?” katanya kemudian kepada Pinto.

“Itu benar. Sudah lama Aliyah ingin bekerja. Saya hampir mengajaknya bekerja, ketika tiba-tiba Aliyah menghilang,” sahut Pinto.

“Ya Tuhan, kamu istriku, dan ikut bekerja di warung? Pekerjaan apa yang kamu lakukan di sana?”

“Mencuci piring, membantu memasak,” kata Aliyah enteng, tapi Alfian terbelalak dibuatnya. Istri seorang konglomerat, menjadi pembantu di sebuah warung? Mencuci piring-piring?

“Aliyah?”

“Memangnya kenapa? Salahkah saya mendapatkan nafkah dari keringat saya yang menetes? Apakah itu buruk?” kata Aliyah tanpa beban.

“Mas Pinto, adakah yang lebih membahagiakan dari mendapatkan istri yang luar biasa ini?” tanya Alfian sambil menatap Pinto.

Pinto tersenyum dan mengangguk. Aliyah memang luar biasa. Pinto pernah jatuh cinta pada Aliyah karena perilakunya yang luar biasa itu. Tapi sekarang cinta itu sudah terbang entah ke mana. Bukankah cinta yang murni adalah ketika melihat orang yang dicintainya hidup bahagia? Seperti memberikan sebuah jawaban atas cinta itu, tiba-tiba Farah muncul sambil membawa nampan.

Pinto berdebar. Apakah rasa cinta itu lari kepada gadis hitam manis yang menjadi pembantu kepercayaan tuan Alfian ini?

“Ini minum buat Nyonya. Nyonya tidak suka kopi, hanya teh manis,” kata Farah sambil meletakkan cangkir di depan Aliyah.

“Terima kasih, Mbak Farah.”

Tuh, betapa santun nyonya muda ini, yang selalu memanggil Farah dengan sebutan ‘mbak’, setelah beberapa saat lamanya, Aliyah palsu hanya memanggil namanya begitu saja.

Farah tersenyum, dan mengangguk kepada sang nyonya muda.

“Oh ya Farah, pagi ini kamu harus mengawal Aliyah,” kata Alfian sebelum Farah berlalu.

“Nyonya mau ke mana?”

“Pertama, dia mau ketemu bu Siti, majikan warung yang telah memperkerjakannya selama berhari-hari. Lalu dia akan menemui Narita.”

“Nyonya sudah mengatakan kalau setelah pergi dari rumah, bekerja di warung bu Siti,” kata Farah.

“Tapi dia hanya ingin berpamit, bukan untuk kembali bekerja,” kata Alfian.

“Tentu saja Tuan. Nyonya Aliyah sudah kembali ke tempat yang semestinya. Ya kan Nyonya?”

Aliyah hanya tersenyum.

“Aku mau bertemu saudariku dulu.”

Alfian terhenyak, ia merasa, persyaratan membebaskan Narita harus dipenuhinya, kalau ingin Aliyah bersedia menjadi istri selamanya.

***

Bu Siti sedang sibuk menyiapkan memasak, tapi ia menyuruh pembantunya agar segera berangkat ke kampung Aliyah. Semalam Aliyah tidak pulang, dan itu membuatnya khawatir. Tapi belum lagi sang pembantu berangkat, tiba-tiba Aliyah muncul. Bu Siti terpana. Itu memang Aliyah, tapi mengapa penampilannya berbeda? Pakaiannya bagus, wajahnya berseri karena Farah mendandaninya. Walau tipis, tapi mampu memancarkan kecantikan yang sesungguhnya.

“Kamu, Aliyah?”

“Iya Bu, saya Aliyah.”

“Kamu membuat aku khawatir.”

“Saya mohon maaf Bu. Saya akan menceritakan siapa saya sesungguhnya, dan apa yang terjadi pada diri saya,” kata Aliyah sambil menggenggam tangan bu Siti lalu menciumnya lama sekali, sambil berlinang air mata.

“Penampilan kamu sangat berbeda.”

Lalu Aliyah mengatakan, siapa dirinya sebenarnya, membuat bu Siti kemudian membungkuk-bungkuk meminta maaf.

“Ya ampun, ternyata Anda adalah seorang Nyonya yang kaya raya, maafkan saya telah memperlakukan Nyonya dengan semau saya.”

“Mengapa bu Siti meminta maaf? Saya yang harus berterima kasih, karena bu Siti memberikan banyak pelajaran dalam saya mengarungi hidup saya.”

Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh datangnya seorang laki-laki. Bu Siti ingat, dia laki-laki yang kemarin mengatakan tentang hadiah bagi yang bisa menemukan Aliyah.

“Bu, bagaimana? Aliyah sudah kembali? Mana dia?” tanyanya bersemangat.

“Ini dia, Aliyah, nak.”

“Bagus. Saya akan segera menelpon, nanti hadiahnya kita bagi dua ya bu.”

“Tidak akan ada hadiah. Aliyah sudah kembali ke rumahnya. Dia adalah istri seorang pengusaha yang kaya raya,” kata bu Siti sambil tersenyum.

“Apa?”

Laki-laki itu terkejut,  menatap Aliyah tak berkedip.

“Jadi … kita gagal mendapatkan hadiahnya? Atau bu Siti sendiri yang mendapatkan hadiahnya lalu melupakan saya? Bukankah saya yang memberikan informasi?”

Aliyah tersenyum. Rupanya gara-gara Alfian mengadakan sayembara dengan iming-iming hadiah itu, membuatnya menjadi sangat terkenal. Bahkan dia disekap hampir semalaman di sebuah rumah yang asing baginya.

Aliyah meninggalkan warung dengan beribu ucapan terima kasih. Suaminya membawakan uang sebagai ungkapan terima kasih karena telah menolong Aliyah saat kelaparan, yang diterima bu Siti dengan linangan air mata.

***

Sekarang Aliyah sedang duduk menunggu di sebuah kantor polisi, ditemani Farah. Kalau tadi saat bertemu bu Siti, Aliyah melarang mengikutinya agar bu Siti tidak terkejut, sekarang Aliyah minta ditemani, karena ia belum pernah bertemu saudara kembarnya itu, walau imbas akibat kembarnya telah membuatnya berkali-kali menerima kejadian yang membuatnya sakit.

“Benarkah wajahnya persis seperti wajahku?” tanya Aliyah kepada Farah, yang masih menunggu petugas mempertemukannya.

“Sangat persis, dan itulah sebabnya tuan Alfi telah salah menyiksa orang. Kalau mengingat hal itu, saya merasa kasihan pada Nyonya.”

“Seperti mimpi rasanya saat aku menjalani kehidupan ini.”

“Nyonya sangat menderita, tapi sekarang Nyonya harus bahagia. Nyonya mengerti, tuan Alfi sakit ketika Nyonya pergi.”

“Aku terkadang merasa sangat takut.”

“Ini adalah hidup Nyonya. Nyonya harus bahagia.”

“Aku tidak akan bahagia, kalau sudara kembarku sengsara di dalam penjara.”

Farah terhenyak.

“Tapi non Narita telah melakukan banyak kejahatan.”

“Apakah seseorang yang tersesat tidak boleh menemukan jalannya kembali?”

“Bukankah yang salah harus mendapat hukuman?”

 “Ketika seseorang menyadari kesalahannya, maka dia sudah terhukum.”

Farah terkejut. Nyonya muda yang sederhana dan lugu itu bisa mengeluarkan kata-kata yang sangat bijak. Orang tersesat bisa menemukan jalannya kembali, dan penyesalan adalah hukuman? Farah justru tidak bisa memahami ungkapan itu.

Ketika itu seorang petugas keluar, bersama seorang wanita cantik, tapi berpenampilan lusuh. Aliyah terkesiap. Wajah itu adalah wajahnya, tapi tampak pucat dan kusut.

Aliyah segera merangkulnya, begitu kembarannya duduk di hadapannya. Merangkulnya sangat erat, seakan tak ingin melepaskannya.

“Ternyata aku tidak sendiri, ternyata ada kamu, Afifah,” isaknya.

“Kamu, Aliyah?”

“Aku Aliyah, dan kamu Afifah.”

“Aku sudah membaca tulisan nenek Supi.”

“Aku bahkan baru saja membacanya. Sebelumnya aku tak tahu bahwa aku punya saudara kembar. Aku bahagia menemukan kamu, ternyata aku tidak sendiri,” kata Aliyah sambil kembali merangkul Narita.

Menerima rangkulan dan ucapan penuh isak itu, hati Narita terasa luluh. Sungguh memalukan karena dia telah melakukan perbuatan jahat dan tidak terpuji.

“Aku buruk, Aliyah. Aku berdosa. Langkahku hitam dan kotor, aku merasa kecil di hadapanmu, aku tak pantas menjadi saudara kembarmu,” sekarang Narita benar-benar menangis.

“Jangan begitu. Ikatan saudara tak akan terpisah oleh apapun. Di tubuh kita mengalir darah yang sama. Aku menyayangimu, Afifah.”

Tangis Narita semakin menjadi.

“Maafkan aku, maafkan aku … aku jahat sama kamu, aku juga jahat sama suami kamu.”

“Lupakan semuanya, kita akan menjalani hidup ini bersama-sama. Susah dan senang, selalu bersama. Jangan berkecil hati, jangan merasa rendah dan kotor. Ada air bening yang bisa membasuh noda kotor itu, Afifah. Ingat dan bersujudlah ke hadapan Nya. Mohon ampunlah, dan kita akan menjalani hidup yang bersih bening, bagai beningnya air hujan yang tercurah dari langit.

Farah mengusap titik air matanya, menyaksikan pertemuan penuh haru, yang berpuluh tahun baru ketemu. Farah juga takjub, Aliyah yang lugu memiliki banyak kata-kata bijak yang dengan manis diucapkannya. Benar-benar wanita luar biasa, pikir Farah.

“Farah, aku minta maaf,” tiba-tiba Narita menatap Farah degan wajah masih basah.

“Sudah Non, lupakan semuanya. Saya sudah memaafkan sebelum Non memintanya.”

“Terima kasih, Farah. Nanti ketika kamu pulang, bawakan aku mukena.”

“Baik Non, segera, setelah sampai di rumah.”

Aliyah kembali mengusap air matanya, mendengar Narita meminta mukena. Ia bahagia dan mengerti, bahwa orang yang tersesat, pada suatu waktu akan menemukan jalannya kembali.

“Allah hu Akbar,” bisik Aliyah sambil kembali merangkul Narita.

***

Alfian yang sudah kembali masuk ke kantornya, sedang berbincang bersama ayahnya, ketika sebuah telpon masuk ke ponselnya.

“Ya, saya … itu benar. Oh ya? Kasihan  sekali. Tidak bisa, dia pemabuk? Meninggalkannya di sebuah rumah yang kemudian ternyata bahwa dia tidak ada? Benar, dia kabur dengan melompat jendela. Bukan dia. Dia menipu istri saya. Baiklah, sudah … sudah … suruh dia melupakan hadiah itu. Dia pembohong. Baiklah Pak, terima kasih banyak.”

Alfian menutup ponselnya sambil tersenyum.”

“Dari siapa?” tanya pak Candra.

“Iming-iming hadiah itu menghebohkan banyak orang. Aliyah juga yang kena imbasnya.”

“Dia yang menyekap Aliyah?”

“Dia membohongi Aliyah, katanya akan mempertemukannya dengan Narita, saudara kembarnya. Tapi sebenarnya dia menginginkan hadiah itu. Sialnya dia lupa tidak mencatat nomor saya atau nomor Farah yang saya cantumkan di iklan itu, jadi Aliyah masih disekapnya, sementara dia sedang mencari koran yang ada iming-iming uang itu,” kata Alfian sambil tertawa.

“Bagaimana dia tahu bahwa Aliyah dan Narita kembar?”

“Laki-laki itu mengaku menjadi kekasih Narita. Mungkin memang benar, entahlah. Tapi kan dia tidak tahu kalau Narita ditahan polisi?”

“Laki-laki itu ditahan karena menyekap Aliyah?”

“Dia melakukan kejahatan lain. Pinto yang melaporkannya, karena dia pernah mengaku hampir membunuh orang, dan memang dia adalah orang yang diburu polisi. Ah, banyak cerita tentang Aliyah. Tapi saya bahagia, Aliyah sudah kembali.”

“Aku melihatnya, dari wajah kamu yang berseri-seri sejak menginjakkan kaki kamu di ruangan bapak ini.”

“Sekarang saya siap melakukan semua tugas yang Bapak berikan.”

“Bagus. Sudah saatnya bapak istirahat Al, bapak sudah tua dan lelah.”

“Tapi Alfi masih selalu membutuhkan tuntunan Bapak. Jangan kemudian Alfian ditinggalkan.”
“Itu gampang. Sementara ini kita akan menangani semuanya bersama-sama.”

***

Alfian senang ketika sampai di rumah, melihat sang istri sudah ada di rumah, sedang membantu Farah membuat minum dan cemilan untuk menyambut kepulangannya dari kantor. Biasanya Farah melakukannya sendiri, tapi Aliyah tak mau hanya berdiam diri.

“Istriku sangat rajin,” kata Alfian sambil mengelus kepala Aliyah.

“Biasa saja,” elak Aliyah sambil meletakkan segelas kopi di atas nampan.

“Sudah ketemu Narita?”

Aliyah membawa nampan itu ke ruang tengah, meletakkan gelasnya di atas meja, lalu dia duduk di samping Alfian yang sudah lebih dulu duduk. Alfian menyeruput kopinya dengan nikmat.

“Beda ya, kopi buatan istri?”

“Bagaimana permintaanku tadi?” Aliyah justru langsung mengingatkan permintaannya sebelum menemui Narita.

“Itu tidak mudah. Bagaimanapun dia telah melakukan kesalahan.”

“Dia hanya tersesat. Tolong penuhilah permintaanku. Kalau perlu, aku rela dimadu.”

“Apa?”

Dan gelas kopi yang ada ditangannya kemudian jatuh ke lantai. Pecah berkeping dan membuat lantai basah kehitaman.

***

Besok lagi ya.

42 comments:

  1. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien.

    ReplyDelete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang

    ReplyDelete
  3. Terimakasih Bunda Salam SEROJA

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~40 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏

    ReplyDelete
  5. Salam sayang, bu Tien...matur nuwun. Kisah Aliyah makin menggemaskan...😘😘😀

    ReplyDelete
  6. Matur nuwun bu Tien, yen aku komen diatas ada saja yang protes..... Kakek Habi licik... Harusnya Kakek gak usah ikut balapan..... Hahaha 🐮🐮🐮

    ReplyDelete
  7. Matur nuwun bu
    Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillaah dah tayang
    Makasih bunda

    ReplyDelete
  9. Terimakasih bu Tien, semoga selalu sehat , aamiin yra

    ReplyDelete
  10. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    🙏🙏

    ReplyDelete
  11. Alhamdullilah..terima ksih bunda cbe 40 nya..slmt mmlm dan slm seroja tetap aduhai🙏😘🌹

    ReplyDelete
  12. Madu sih manis rasanya, tapi dimadu?? 😳

    Hii....matur nuwun bunda Tien...🙏🙏
    Sehat selalu kagem bunda..🥰

    ReplyDelete
  13. Terlalu baik si Aliyah ini. Apalagi mau dimadu, mungkin tidak pernah ada dalam kehidupan sehari-hari. Tapi begitulah sang dalang memainkan wayangnya.
    Hallo Pinto, bagaimana Farah, kalau memang cocok ya segera dilamar saja.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ada. Dalam keluarga saya, mas Latif. Tak ada yang tak mungkin. Besok kapan2 saya ceritain. Hidup rukun bersama madu dan anak2 mereka. Ibu sepuh yang minta agar suaminya melamar sang gadis.

      Delete
  14. Matur nuwun sanget Bunda Tien Kumalasari

    ReplyDelete
  15. 🌻🍃🌻🍃🌻🍃🌻🍃
    Alhamdulillah CBE 40
    sudah hadir...
    Matur nuwun Bu Tien.
    Sehat selalu & tetap
    smangats berkarya.
    Salam Aduhai 🦋⚘
    🌻🍃🌻🍃🌻🍃🌻🍃

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah CBE-40 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  17. Apa....mbak Tien jangan tersesat....hee

    ReplyDelete
  18. Alhamdululah cbe 40 sdh tayang.... waduuuh aliyah rela dimadu????; jangan dong bu tien kasih kesadaran narita agar tidak merebut alfian..
    Met malam bu tien... salam sehat

    ReplyDelete
  19. Si hati putih Aliyah......
    Terima kasih bu Tien.....

    ReplyDelete
  20. Hhmmm..... rela dimadu ?? Apa iyaaa
    😆😆😆😆
    Walaupun dalam dunia nyata ada yg mungkin punya sikap seperti Aliyah, tapi bisa dihitung dengan jari..

    Terimakasih Bu Tien utk cerita nya yang selalu sarat dengan makna... Sehat selalu ya Buu... 😘😘

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tapii.... Bukankah ngga boleh yaa, menikahi dua bersaudara sekaligus...???

      Delete
  21. Alhamdulillah, mtr nwn bu Tien, salam sehat dari mBantul

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah bisa baca langsung.. Terima kasih mbak tien.. Semoga Allah SWT.. Selalu melimpahkan Rahmat kesehatan dan keselamatan.. Utk nbak tien..

    ReplyDelete
  23. Terimakasih banyak Bu Tien. Maaf tolong Aliyah jangan dimadu hatiku ikut remuk.... 😅😅

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien ..

    ReplyDelete
  25. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  26. Mana boleh dimadu karena mereka bersaudara?
    Aya aya wae...

    ReplyDelete
  27. Terimakasih bunda Tien cerbung nya semakin seru.. bukankah saudara kandung tidak boleh 1 suami.

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien. Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  29. Kadang kesel juga lihat Aliyah.
    Lugu sih lugu, tapi ..yah.
    Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu, aduhai

    ReplyDelete
  30. Alfian... Jangan turuti keinginan Aliyah, dalam Islam, hukumnya haram menikahi dua orang bersaudara.
    Ayooo, kasih pencerahan tuh Aliyah..

    🤗🤗🤗

    ReplyDelete

SENANDUNG KECILKU

SENANDUNG KECILKU (Tien Kumalasari) Hai senja, kau datang ketika merah jingga mewarnai langit dibarat sana ada senandung kecil berkumandang ...