CINTAKU BUKAN EMPEDU
40
(Tien Kumalasari)
Alfian tertegun. Ia menatap istrinya lekat-lekat. Membebaskan
Narita? Berarti membatalkan laporannya?
“Aliyah, apa tidak lebih baik kamu ketemu saudaramu
itu dulu? Temui dia, lalu pikirkan lagi permintaan kamu itu.”
“Memang saya ingin ketemu, Tuan. Tapi apapun yang
terjadi, saya tak ingin saudara saya dipenjara.”
“Dia sangat jahat. Dia melakukan hal yang memalukan.
Banyak kejahatan dilakukannya, dan yang terakhir adalah menyamar menjadi kamu,
tanpa malu.”
Aliyah diam. Memang dari semua yang didengarnya, dia
menilai bahwa Narita memang jahat. Tapi darah yang mengalir ditubuhnya, sama
dengan darahnya. Mereka terlahir dari rahim yang sama. Nasib lah yang
memisahkan mereka, dan lingkungan lah yang membuat sifat mereka berbeda.
“Baiklah, saya ingin bertemu dia. Di mana saya bisa
menemuinya?”
“Kamu tidak boleh berangkat sendiri. Farah akan
mengantarkan kamu.”
“Rupanya Tuan sangat takut kalau saya sampai melarikan
diri lagi.”
“Aliyah, kamu itu istri aku. Kalau kamu pergi, sudah
semestinya kalau aku merasa kehilangan. Kamu harus tahu, bahwa aku sangat
mencintai kamu,” kata Alfian penuh perasaan. Tak lupa sebelah tangannya
merengkuh bahu istrinya dengan rasa sayang.
Aliyah selalu merasa berdebar saat sang suami
memperlakukannya seperti itu. Apakah berarti Aliyah juga mencintai Alfian?
Tentu saja, Alfian gagah, ganteng, baik hati dan kaya raya. Wanita mana yang
tidak tergila-gila manakala didekatinya? Tapi Aliyah bukan gila hartanya. Aliyah
mencintai ketulusan hatinya. Aliyah yang sederhana tak pernah bermimpi tentang
harta. Ia hanya ingin bisa melanjutkan hidupnya. Ah, ya … tiba-tiba Aliyah
ingat bu Siti, majikan warung yang telah mengangkatnya dari kelaparan dan
terlunta-lunta.
“Pagi ini saya mau menemui bu Siti terlebih dulu.”
“Siapa bu Siti?”
“Setelah pergi dari sini, aku bekerja di warung bu
Siti.”
“Apa? Kamu bekerja di warung?”
“Bukankah saya pernah bilang bahwa saya ingin bekerja
untuk melanjutkan hidup aku? Mas Pinto juga tahu kan, saat saya butuh
pekerjaan?” katanya kemudian kepada Pinto.
“Itu benar. Sudah lama Aliyah ingin bekerja. Saya
hampir mengajaknya bekerja, ketika tiba-tiba Aliyah menghilang,” sahut Pinto.
“Ya Tuhan, kamu istriku, dan ikut bekerja di warung? Pekerjaan
apa yang kamu lakukan di sana?”
“Mencuci piring, membantu memasak,” kata Aliyah
enteng, tapi Alfian terbelalak dibuatnya. Istri seorang konglomerat, menjadi
pembantu di sebuah warung? Mencuci piring-piring?
“Aliyah?”
“Memangnya kenapa? Salahkah saya mendapatkan nafkah
dari keringat saya yang menetes? Apakah itu buruk?” kata Aliyah tanpa beban.
“Mas Pinto, adakah yang lebih membahagiakan dari
mendapatkan istri yang luar biasa ini?” tanya Alfian sambil menatap Pinto.
Pinto tersenyum dan mengangguk. Aliyah memang luar
biasa. Pinto pernah jatuh cinta pada Aliyah karena perilakunya yang luar biasa
itu. Tapi sekarang cinta itu sudah terbang entah ke mana. Bukankah cinta yang
murni adalah ketika melihat orang yang dicintainya hidup bahagia? Seperti
memberikan sebuah jawaban atas cinta itu, tiba-tiba Farah muncul sambil membawa
nampan.
Pinto berdebar. Apakah rasa cinta itu lari kepada
gadis hitam manis yang menjadi pembantu kepercayaan tuan Alfian ini?
“Ini minum buat Nyonya. Nyonya tidak suka kopi, hanya
teh manis,” kata Farah sambil meletakkan cangkir di depan Aliyah.
“Terima kasih, Mbak Farah.”
Tuh, betapa santun nyonya muda ini, yang selalu
memanggil Farah dengan sebutan ‘mbak’, setelah beberapa saat lamanya, Aliyah palsu
hanya memanggil namanya begitu saja.
Farah tersenyum, dan mengangguk kepada sang nyonya
muda.
“Oh ya Farah, pagi ini kamu harus mengawal Aliyah,”
kata Alfian sebelum Farah berlalu.
“Nyonya mau ke mana?”
“Pertama, dia mau ketemu bu Siti, majikan warung yang
telah memperkerjakannya selama berhari-hari. Lalu dia akan menemui Narita.”
“Nyonya sudah mengatakan kalau setelah pergi dari rumah,
bekerja di warung bu Siti,” kata Farah.
“Tapi dia hanya ingin berpamit, bukan untuk kembali
bekerja,” kata Alfian.
“Tentu saja Tuan. Nyonya Aliyah sudah kembali ke
tempat yang semestinya. Ya kan Nyonya?”
Aliyah hanya tersenyum.
“Aku mau bertemu saudariku dulu.”
Alfian terhenyak, ia merasa, persyaratan membebaskan
Narita harus dipenuhinya, kalau ingin Aliyah bersedia menjadi istri selamanya.
***
Bu Siti sedang sibuk menyiapkan memasak, tapi ia
menyuruh pembantunya agar segera berangkat ke kampung Aliyah. Semalam Aliyah
tidak pulang, dan itu membuatnya khawatir. Tapi belum lagi sang pembantu
berangkat, tiba-tiba Aliyah muncul. Bu Siti terpana. Itu memang Aliyah, tapi
mengapa penampilannya berbeda? Pakaiannya bagus, wajahnya berseri karena Farah
mendandaninya. Walau tipis, tapi mampu memancarkan kecantikan yang
sesungguhnya.
“Kamu, Aliyah?”
“Iya Bu, saya Aliyah.”
“Kamu membuat aku khawatir.”
“Saya mohon maaf Bu. Saya akan menceritakan siapa saya
sesungguhnya, dan apa yang terjadi pada diri saya,” kata Aliyah sambil
menggenggam tangan bu Siti lalu menciumnya lama sekali, sambil berlinang air
mata.
“Penampilan kamu sangat berbeda.”
Lalu Aliyah mengatakan, siapa dirinya sebenarnya,
membuat bu Siti kemudian membungkuk-bungkuk meminta maaf.
“Ya ampun, ternyata Anda adalah seorang Nyonya yang
kaya raya, maafkan saya telah memperlakukan Nyonya dengan semau saya.”
“Mengapa bu Siti meminta maaf? Saya yang harus
berterima kasih, karena bu Siti memberikan banyak pelajaran dalam saya
mengarungi hidup saya.”
Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh datangnya seorang
laki-laki. Bu Siti ingat, dia laki-laki yang kemarin mengatakan tentang hadiah
bagi yang bisa menemukan Aliyah.
“Bu, bagaimana? Aliyah sudah kembali? Mana dia?”
tanyanya bersemangat.
“Ini dia, Aliyah, nak.”
“Bagus. Saya akan segera menelpon, nanti hadiahnya
kita bagi dua ya bu.”
“Tidak akan ada hadiah. Aliyah sudah kembali ke
rumahnya. Dia adalah istri seorang pengusaha yang kaya raya,” kata bu Siti
sambil tersenyum.
“Apa?”
Laki-laki itu terkejut, menatap Aliyah tak berkedip.
“Jadi … kita gagal mendapatkan hadiahnya? Atau bu Siti
sendiri yang mendapatkan hadiahnya lalu melupakan saya? Bukankah saya yang
memberikan informasi?”
Aliyah tersenyum. Rupanya gara-gara Alfian mengadakan
sayembara dengan iming-iming hadiah itu, membuatnya menjadi sangat terkenal.
Bahkan dia disekap hampir semalaman di sebuah rumah yang asing baginya.
Aliyah meninggalkan warung dengan beribu ucapan terima
kasih. Suaminya membawakan uang sebagai ungkapan terima kasih karena telah
menolong Aliyah saat kelaparan, yang diterima bu Siti dengan linangan air mata.
***
Sekarang Aliyah sedang duduk menunggu di sebuah kantor
polisi, ditemani Farah. Kalau tadi saat bertemu bu Siti, Aliyah melarang mengikutinya
agar bu Siti tidak terkejut, sekarang Aliyah minta ditemani, karena ia belum
pernah bertemu saudara kembarnya itu, walau imbas akibat kembarnya telah
membuatnya berkali-kali menerima kejadian yang membuatnya sakit.
“Benarkah wajahnya persis seperti wajahku?” tanya
Aliyah kepada Farah, yang masih menunggu petugas mempertemukannya.
“Sangat persis, dan itulah sebabnya tuan Alfi telah
salah menyiksa orang. Kalau mengingat hal itu, saya merasa kasihan pada Nyonya.”
“Seperti mimpi rasanya saat aku menjalani kehidupan
ini.”
“Nyonya sangat menderita, tapi sekarang Nyonya harus
bahagia. Nyonya mengerti, tuan Alfi sakit ketika Nyonya pergi.”
“Aku terkadang merasa sangat takut.”
“Ini adalah hidup Nyonya. Nyonya harus bahagia.”
“Aku tidak akan bahagia, kalau sudara kembarku
sengsara di dalam penjara.”
Farah terhenyak.
“Tapi non Narita telah melakukan banyak kejahatan.”
“Apakah seseorang yang tersesat tidak boleh menemukan
jalannya kembali?”
“Bukankah yang salah harus mendapat hukuman?”
Farah terkejut. Nyonya muda yang sederhana dan lugu
itu bisa mengeluarkan kata-kata yang sangat bijak. Orang tersesat bisa
menemukan jalannya kembali, dan penyesalan adalah hukuman? Farah justru tidak
bisa memahami ungkapan itu.
Ketika itu seorang petugas keluar, bersama seorang
wanita cantik, tapi berpenampilan lusuh. Aliyah terkesiap. Wajah itu adalah
wajahnya, tapi tampak pucat dan kusut.
Aliyah segera merangkulnya, begitu kembarannya duduk
di hadapannya. Merangkulnya sangat erat, seakan tak ingin melepaskannya.
“Ternyata aku tidak sendiri, ternyata ada kamu,
Afifah,” isaknya.
“Kamu, Aliyah?”
“Aku Aliyah, dan kamu Afifah.”
“Aku sudah membaca tulisan nenek Supi.”
“Aku bahkan baru saja membacanya. Sebelumnya aku tak
tahu bahwa aku punya saudara kembar. Aku bahagia menemukan kamu, ternyata aku
tidak sendiri,” kata Aliyah sambil kembali merangkul Narita.
Menerima rangkulan dan ucapan penuh isak itu, hati
Narita terasa luluh. Sungguh memalukan karena dia telah melakukan perbuatan
jahat dan tidak terpuji.
“Aku buruk, Aliyah. Aku berdosa. Langkahku hitam dan
kotor, aku merasa kecil di hadapanmu, aku tak pantas menjadi saudara kembarmu,”
sekarang Narita benar-benar menangis.
“Jangan begitu. Ikatan saudara tak akan terpisah oleh
apapun. Di tubuh kita mengalir darah yang sama. Aku menyayangimu, Afifah.”
Tangis Narita semakin menjadi.
“Maafkan aku, maafkan aku … aku jahat sama kamu, aku
juga jahat sama suami kamu.”
“Lupakan semuanya, kita akan menjalani hidup ini
bersama-sama. Susah dan senang, selalu bersama. Jangan berkecil hati, jangan
merasa rendah dan kotor. Ada air bening yang bisa membasuh noda kotor itu,
Afifah. Ingat dan bersujudlah ke hadapan Nya. Mohon ampunlah, dan kita akan
menjalani hidup yang bersih bening, bagai beningnya air hujan yang tercurah
dari langit.
Farah mengusap titik air matanya, menyaksikan
pertemuan penuh haru, yang berpuluh tahun baru ketemu. Farah juga takjub,
Aliyah yang lugu memiliki banyak kata-kata bijak yang dengan manis
diucapkannya. Benar-benar wanita luar biasa, pikir Farah.
“Farah, aku minta maaf,” tiba-tiba Narita menatap
Farah degan wajah masih basah.
“Sudah Non, lupakan semuanya. Saya sudah memaafkan
sebelum Non memintanya.”
“Terima kasih, Farah. Nanti ketika kamu pulang,
bawakan aku mukena.”
“Baik Non, segera, setelah sampai di rumah.”
Aliyah kembali mengusap air matanya, mendengar Narita
meminta mukena. Ia bahagia dan mengerti, bahwa orang yang tersesat, pada suatu
waktu akan menemukan jalannya kembali.
“Allah hu Akbar,” bisik Aliyah sambil kembali
merangkul Narita.
***
Alfian yang sudah kembali masuk ke kantornya, sedang
berbincang bersama ayahnya, ketika sebuah telpon masuk ke ponselnya.
“Ya, saya … itu benar. Oh ya? Kasihan sekali. Tidak bisa, dia pemabuk?
Meninggalkannya di sebuah rumah yang kemudian ternyata bahwa dia tidak ada?
Benar, dia kabur dengan melompat jendela. Bukan dia. Dia menipu istri saya.
Baiklah, sudah … sudah … suruh dia melupakan hadiah itu. Dia pembohong. Baiklah
Pak, terima kasih banyak.”
Alfian menutup ponselnya sambil tersenyum.”
“Dari siapa?” tanya pak Candra.
“Iming-iming hadiah itu menghebohkan banyak orang.
Aliyah juga yang kena imbasnya.”
“Dia yang menyekap Aliyah?”
“Dia membohongi Aliyah, katanya akan mempertemukannya
dengan Narita, saudara kembarnya. Tapi sebenarnya dia menginginkan hadiah itu.
Sialnya dia lupa tidak mencatat nomor saya atau nomor Farah yang saya cantumkan
di iklan itu, jadi Aliyah masih disekapnya, sementara dia sedang mencari koran
yang ada iming-iming uang itu,” kata Alfian sambil tertawa.
“Bagaimana dia tahu bahwa Aliyah dan Narita kembar?”
“Laki-laki itu mengaku menjadi kekasih Narita. Mungkin
memang benar, entahlah. Tapi kan dia tidak tahu kalau Narita ditahan polisi?”
“Laki-laki itu ditahan karena menyekap Aliyah?”
“Dia melakukan kejahatan lain. Pinto yang
melaporkannya, karena dia pernah mengaku hampir membunuh orang, dan memang dia
adalah orang yang diburu polisi. Ah, banyak cerita tentang Aliyah. Tapi saya
bahagia, Aliyah sudah kembali.”
“Aku melihatnya, dari wajah kamu yang berseri-seri
sejak menginjakkan kaki kamu di ruangan bapak ini.”
“Sekarang saya siap melakukan semua tugas yang Bapak
berikan.”
“Bagus. Sudah saatnya bapak istirahat Al, bapak sudah
tua dan lelah.”
“Tapi Alfi masih selalu membutuhkan tuntunan Bapak.
Jangan kemudian Alfian ditinggalkan.”
“Itu gampang. Sementara ini kita akan menangani semuanya bersama-sama.”
***
Alfian senang ketika sampai di rumah, melihat sang
istri sudah ada di rumah, sedang membantu Farah membuat minum dan cemilan untuk
menyambut kepulangannya dari kantor. Biasanya Farah melakukannya sendiri, tapi
Aliyah tak mau hanya berdiam diri.
“Istriku sangat rajin,” kata Alfian sambil mengelus
kepala Aliyah.
“Biasa saja,” elak Aliyah sambil meletakkan segelas
kopi di atas nampan.
“Sudah ketemu Narita?”
Aliyah membawa nampan itu ke ruang tengah, meletakkan
gelasnya di atas meja, lalu dia duduk di samping Alfian yang sudah lebih dulu
duduk. Alfian menyeruput kopinya dengan nikmat.
“Beda ya, kopi buatan istri?”
“Bagaimana permintaanku tadi?” Aliyah justru langsung
mengingatkan permintaannya sebelum menemui Narita.
“Itu tidak mudah. Bagaimanapun dia telah melakukan
kesalahan.”
“Dia hanya tersesat. Tolong penuhilah permintaanku.
Kalau perlu, aku rela dimadu.”
“Apa?”
Dan gelas kopi yang ada ditangannya kemudian jatuh ke
lantai. Pecah berkeping dan membuat lantai basah kehitaman.
***
Besok lagi ya.
Mtrnwn
ReplyDeleteAlhamdulillah mbk Tien
DeleteMtnuwun 🙏🙏
Alhamdulilah
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeletematurnuwun
Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang
ReplyDeleteTerimakasih Bunda Salam SEROJA
ReplyDeleteHoooreee..... mtr nuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~40 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏
ReplyDeleteSalam sayang, bu Tien...matur nuwun. Kisah Aliyah makin menggemaskan...😘😘😀
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien, yen aku komen diatas ada saja yang protes..... Kakek Habi licik... Harusnya Kakek gak usah ikut balapan..... Hahaha 🐮🐮🐮
ReplyDeleteMatur nuwun
ReplyDeleteMatur nuwun bu
ReplyDeleteSemoga sehat selalu
Alhamdulillaah dah tayang
ReplyDeleteMakasih bunda
Terimakasih bu Tien, semoga selalu sehat , aamiin yra
ReplyDeleteTrmksh 🙏
ReplyDeleteAlhamdulilah..
ReplyDeleteMaturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdullilah..terima ksih bunda cbe 40 nya..slmt mmlm dan slm seroja tetap aduhai🙏😘🌹
ReplyDeleteMadu sih manis rasanya, tapi dimadu?? 😳
ReplyDeleteHii....matur nuwun bunda Tien...🙏🙏
Sehat selalu kagem bunda..🥰
Terlalu baik si Aliyah ini. Apalagi mau dimadu, mungkin tidak pernah ada dalam kehidupan sehari-hari. Tapi begitulah sang dalang memainkan wayangnya.
ReplyDeleteHallo Pinto, bagaimana Farah, kalau memang cocok ya segera dilamar saja.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin,
Ada. Dalam keluarga saya, mas Latif. Tak ada yang tak mungkin. Besok kapan2 saya ceritain. Hidup rukun bersama madu dan anak2 mereka. Ibu sepuh yang minta agar suaminya melamar sang gadis.
DeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteMatur nuwun sanget Bunda Tien Kumalasari
ReplyDelete🌻🍃🌻🍃🌻🍃🌻🍃
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 40
sudah hadir...
Matur nuwun Bu Tien.
Sehat selalu & tetap
smangats berkarya.
Salam Aduhai 🦋⚘
🌻🍃🌻🍃🌻🍃🌻🍃
Alhamdulillah CBE-40 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat selalu.
Aamiin
Apa....mbak Tien jangan tersesat....hee
ReplyDeleteAlhamdululah cbe 40 sdh tayang.... waduuuh aliyah rela dimadu????; jangan dong bu tien kasih kesadaran narita agar tidak merebut alfian..
ReplyDeleteMet malam bu tien... salam sehat
Si hati putih Aliyah......
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien.....
Hhmmm..... rela dimadu ?? Apa iyaaa
ReplyDelete😆😆😆😆
Walaupun dalam dunia nyata ada yg mungkin punya sikap seperti Aliyah, tapi bisa dihitung dengan jari..
Terimakasih Bu Tien utk cerita nya yang selalu sarat dengan makna... Sehat selalu ya Buu... 😘😘
Tapii.... Bukankah ngga boleh yaa, menikahi dua bersaudara sekaligus...???
DeleteAlhamdulillah, mtr nwn bu Tien, salam sehat dari mBantul
ReplyDeleteAlhamdulillah bisa baca langsung.. Terima kasih mbak tien.. Semoga Allah SWT.. Selalu melimpahkan Rahmat kesehatan dan keselamatan.. Utk nbak tien..
ReplyDeleteTerimakasih banyak Bu Tien. Maaf tolong Aliyah jangan dimadu hatiku ikut remuk.... 😅😅
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien ..
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteMana boleh dimadu karena mereka bersaudara?
ReplyDeleteAya aya wae...
Terimakasih bunda Tien cerbung nya semakin seru.. bukankah saudara kandung tidak boleh 1 suami.
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun Bu Tien. Semoga sehat selalu
ReplyDeleteKadang kesel juga lihat Aliyah.
ReplyDeleteLugu sih lugu, tapi ..yah.
Makasih mba Tien.
Salam hangat selalu, aduhai
Alfian... Jangan turuti keinginan Aliyah, dalam Islam, hukumnya haram menikahi dua orang bersaudara.
ReplyDeleteAyooo, kasih pencerahan tuh Aliyah..
🤗🤗🤗