CINTAKU BUKAN EMPEDU
36
(Tien Kumalasari)
Nungki terus mengamati foto itu, dan sangat yakin,
bahwa wajah itu adalah wajah Narita. Ia sangat heran, mengapa dia dicari, bahkan
dengan hadiah yang sangat besar.
“Tapi mengapa namanya jadi Aliyah?” gumamnya sendiri.
Lalu Nungki berpikir, barangkali karena ia memang
ingin bersembunyi, entah dari siapa, maka dia mengaku bernama Aliyah.
Ini menarik, uang satu milyar itu bukan sedikit, dan
Nungki sangat membutuhkannya. Dia sedang bersembunyi dari kejaran polisi karena
telah berusaha membunuh pak Daud, dan dia butuh uang. Tapi di mana dia bisa
menemukan Narita? Dia tak bisa menghubunginya karena Narita pergi tanpa membawa ponselnya, sejak pergi
dari rumah kontrakan itu, dan dia telah menjualnya pula.
Nungki mencatat nomor yang harus dihubungi apabila dia
bisa menemukan Aliyah, yang dianggapnya adalah Narita yang memalsukan namanya.
Kemana dia? Nungki sudah mencarinya ke setiap rumah bordil, di
mana dulu dia memperkerjakan tubuhnya, tapi tidak juga ditemukannya. Ia juga
harus bergerak hati-hati, karena sedikit saja dia salah melangkah, maka dia
pasti akan ditangkap polisi.
“Kalau seandainya aku bisa menemukannya, aku akan
mempergunakan uang itu kabur ke luar negri, dan berjudi di sana, siapa tahu aku
bisa kaya raya nantinya,” gumamnya dalam setiap langkah yang ditempuhnya.
Iapun bergerak terus dalam pencariannya, demi uang satu
milyar yang ingin didapatkannya, walaupun dia tidak tahu, mengapa Narita
menjadi orang yang dicari, bahkan dengan hadiah yang begitu besar.
***
Malam itu, bu RT membawa makanan dan minuman, yang
diantarkannya ke rumah Aliyah, karena suaminya masih berada di sana, menunggu
datangnya Aliyah, yang mereka kira hanya sedang keluar rumah untuk suatu
keperluan.
“Apa aku harus terus menunggu di sini sih Bu, dingin,
tahu,” keluh pak RT sambil menyantap makanan yang dikirimkan istrinya.
“Bapak harus berjuang. Ini demi uang yang tidak
sedikit.”
“Bagaimana kalau malam ini aku pulang saja dan tidur
di rumah, besok pagi aku ke sini lagi.”
“Bapak itu bagaimana, kalau malam ini Aliyah pulang, mana
mungkin Bapak bisa ketemu, kalau tidur di rumah?"
“Pagi-pagi sekali aku ke sini lagi. Pasti dia belum
pergi, kalau masih pagi.”
“Bagaimana kalau dia datang malam ini, dan pergi lagi?
Bapak kehilangan buruan yang sudah hampir terpegang di tangan, bukan?”
“Masa aku harus semalaman tidur di sini, mana hawanya
dingin sekali.”
“Nanti aku bawakan selimut tebal, dan juga bantal serta guling, sehingga Bapak bisa tidur nyenyak. Tapi telinga juga harus
dipasang, kalau sewaktu-waktu dia pulang dan Bapak terlalu nyenyak tidurnya,
sama saja sia-sia.”
Tiba-tiba timbul pikiran ngelantur pak RT.
“Aku tidur di dalam saja, aku tahu di mana Aliyah
tidur. Jadi kalau dia datang, pasti langsung masuk ke kamarnya.”
Mendengar itu, bu RT marah bukan alang kepalang.
“Bagaimana Bapak bisa tahu di mana Aliyah tidur? Bapak
pernah mengintip ya? Apa yang Bapak lakukan saat melihatnya berada di kamar?”
“Ibu itu malam-malam begini mengajak bertengkar.
Ingat, marah-marah itu menjauhkan rejeki. Kalau ibu marah-marah, mana bisa kita
bisa mendapatkan yang satu milyar itu?”
Padahal pak RT punya pikiran kotor ketika punya
keinginan tidur di dalam kamar Aliyah.
“Lalu bagaimana Bapak bisa tahu, dimana Aliyah tidur?”
bu RT yang merasa cemburu, terus mendesak suaminya agar mengaku.
“Masa cuma begitu saja ibu mengira aku masuk ke kamarnya.
Kan dari luar juga kelihatan, seandainya Aliyah keluar dari kamarnya.”
“Kapan Bapak melihatnya keluar dari kamar?”
“Ketika aku memberi dia makan, pada suatu hari. Sudah
lah Bu, aku makan jadi nggak enak gara-gara ibu marah-marah. Ingat kataku itu
tadi, kemarahan itu menjauhkan kita dari rejeki.”
Bu RT yang masih bermimpi tentang uang satu milyar itu
mengalah. Ia kemudian pulang, dan saat kembali dia membawakan selimut tebal dan
bantal serta guling.
Pak RT pun dengan harapan yang bertumpuk, lalu masuk
ke dalam rumah, dan berbaring di ranjang, di mana dia pernah melihat ‘Aliyah’ di
dalamnya.
“Semoga malam ini ‘Aliyah’ tidak lagi marah sama aku,
dan bersedia menemani aku tidur malam ini,” kata batin pak RT.
Namun sampai pagi tiba, tak ada bayangan Aliyah
pulang. Bu RT yang pagi-pagi sudah menyusul, melihat suaminya meringkuk di atas
tempat tidur nenek Supi, terlelap sehingga tak tahu derak pintu kamarnya
terbuka oleh istrinya.
“Pak, bangun Pak. Bagaimana? Apa dia pulang?”
Pak RT terkejut, ia bangkit dan melihat hari masih
pagi, terlihat dari celah-celah anyaman bambu yang memagari kamar itu.
“Dia tidak pulang,” katanya sambil mengucek matanya.
“Tidak pulang ya? Jangan-jangan karena Bapak ngorok,
lalu tidak mendengar dia pulang.”
“Biarpun aku tidur, suara sekecil apapun aku pasti
mendengar.”
Bu RT memsuki kamar yang satunya, dan tak ada
tanda-tanda bahwa Aliyah sudah pulang. Keduanya kemudian pulang dengan rasa
kecewa.
“Katanya Aliyah pulang. Nak Pinto juga mengatakannya.
Kok tidak ada,” gerutu bu RT.
“Kita tidak boleh kehilangan harapan Bu, bagaimanapun,
rumah Aliyah ya di situ, jadi entah nanti atau besok, pasti dia pulang ke rumah
itu. Jangan khawatir, uang satu milyar akan menjadi milik kita,” kata pak RT
bersemangat.
Bu RT mengangguk. Harapan itu masih tetap ada.
“Bapak harus sering menengok ke rumahnya. Kalau perlu
nanti malam Bapak juga harus tidur di sana lagi.”
“Dan satu lagi, jangan sekali-sekali Bapak cerita
tentang sayembara ini, kepada orang lain. Bahkan nak Pinto sekalipun. Kalau ada
orang lain mendengar, bisa-bisa kita kehilangan kesempatan untuk mendapatkan
hadiah itu,” lanjut bu RT yang mengomeli suaminya, bahkan sampai masuk ke dalam
rumahnya.
***
Tapi bu RT tidak mengerti, bahwa berita tentang
sayembara itu sudah tersebar. Bahkan Pinto sudah lebih dulu mengetahuinya. Pagi
hari itu, karena dinas sore, Pinto berjalan-jalan melewati rumah Aliyah lagi.
Sungguh bukan berarti dia mengharapkan uang itu, tapi lebih karena
menghawatirkan keadaan Aliyah, dan seandainya ketemu, ia ingin mengetahui cerita
sebenarnya tentang kejadian yang menimpa Aliyah, sehingga dia sampai diperistri
oleh seorang yang ternama dan kaya raya, tapi kemudian memilih kabur dari
istana yang pastinya lebih nyaman untuk ditinggali. Apalagi suaminya sangat
tampan dan tampaknya sangat mencintainya.
Ia berhenti di depan rumah Aliyah, mengamatinya agak
lama. Ia berharap Aliyah pulang lagi. Tapi tiba-tiba, seseorang bergegas
mendekati.
“Nak Pinto, ada apa Nak Pinto berada di sini?” tanya
pak RT curiga.
“Tidak apa-apa Pak, hanya ingin tahu, apakah Aliyah
pulang ke rumahnya, atau tidak.”
“Mengapa Nak Pinto ingin tahu? Sudah jelas-jelas
Aliyah tidak mau lagi kenal sama nak Pinto kan? Nak Pinto sendiri mengatakannya,”
kata pak RT dengan nada kurang senang. Ia khawatir tentang uang satu milyar
itu, karena merasa mendapat saingan. Ia mengira hanya dirinya sendiri yang tahu
tentang uang itu, lupa bahwa koran bisa dibaca oleh siapa saja. Yang dia tidak
tahu adalah, Pinto tidak mengharapkan uang itu sama sekali. Yang penting
baginya adalah Aliyah selamat, dan kembali kepada suaminya.
“Kemarin saya ketemu suaminya,” kata Pinto dengan
wajah kurang senang juga atas teguran pak RT yang tidak bersahabat seperti
biasanya.
“Apa? Nak Pinto ketemu suaminya? Di mana?”
“Dia mencari istrinya ke rumah ini.”
“Pasti akan disiksa lagi. Semoga tidak ketemu.”
“Suaminya tidak menyiksanya.”
“Bohong dia. Sebenarnya Aliyah kabur karena disiksa
suaminya, sampai pikirannya jadi terganggu, dan tidak ingat apa-apa lagi.”
“Hanya bersikap manis pada pak RT saja ya?” kata Pinto
dengan maksud mengejek pak RT. Kemudian dia pergi dari hadapan pak RT, tanpa
pamit.
“Huh, dia tidak percaya kalau Aliyah bersikap manis
sama aku? Terserah kamu, yang penting kamu tidak tahu bahwa aku akan
mendapatkan Aliyah dan menerima hadiah itu,” omel pak RT sambil mendekati rumah
Aliyah, dan duduk di atas balai-balai di depan rumah itu.
***
Pinto tetap
saja merasa sedih, karena ia sungguh-sungguh menghawatirkan keadaan Aliyah.
“Apakah dia baik-baik saja? Mengapa kemarin itu
pulang, lalu pergi lagi? Sungguh aku menyesal ketika meninggalkannya pulang,
sementara kata teman aku, dia sampai bertanya-tanya di mana aku. Maaf Aliyah.
Sungguh aku menyesal.”
Karena pikirannya tidak bisa tenang, maka Pinto memerlukan
berjalan-jalan saja, sekalian dia ingin membeli suatu kebutuhan.
Ia hanya berjalan kaki, tanpa tujuan tertentu. Ia
berharap bisa menemukan suatu titik terang tentang Aliyah. Apakah Aliyah
bekerja di suatu tempat seperti keinginannya?
Hari sudah siang, dan panas terasa terik.
Ia sampai di sebuah taman, lalu duduk termenung di
sana. Angin yang bertiup menggoyangkan dedaunan, menimbulkan rasa segar di
panas yang begitu menyengat.
Pinto pernah bermimpi tentang Aliyah, menjadi kekasih yang
saling mencintai. Mimpi itu pernah kabur karena ternyata Aliyah hanya
menganggapnya sebagai kakak. Dan sekarang mimpi itu benar-benar hilang setelah
tahu ada yang mencintai Aliyah dengan cinta yang tanpa batas. Bahkan dia
mempertaruhkan uang yang tidak sedikit demi kembalinya sang istri.
Aliyah gadis yang lugu dan sederhana, tapi dia tidak
bodoh. Barangkali Aliyah merasa sangat rendah dibandingkan dengan laki-laki
yang menjadi istrinya, sehingga dia memilih pergi. Sikap yang tidak sama dengan
gadis lain, yang pastinya merasa senang dan bahagia, mendapatkan suami tampan,
kaya raya, dan sangat penuh cinta. Itu pula sebabnya, kenapa dulu Pinto tertarik
sama dia, dan akhirnya jatuh cinta. Tapi cinta Pinto sangatlah tulus. Ia senang
karena Aliyah mendapatkan suami yang sangat sempurna. Ganteng, kaya, penuh
cinta. Apa yang kurang dari laki-laki itu? Keluguan Aliyah membuatnya berbeda,
dan membuat sang suami sekarang bingung mencarinya.
“Apa yang terjadi sama kamu, Aliyah?”
Ketika sedang merenungkan nasib Aliyah itu, tiba-tiba
seorang laki-laki datang, kemudian duduk di sampingnya.
Mereka saling mengangguk, lalu laki-laki itu minta ijin
untuk duduk di bangku di dekatnya.
“Silakan, kata Pinto ramah.”
Pinto ingin pergi, karena mencium bau alkohol pada
tubuh laki-laki itu. Rupanya dia mabuk.
Laki-laki itu memegangi sebuah koran,
“Apakah Anda juga membacanya?” laki-laki itu tiba-tiba
bertanya.
“Membaca apa?” tanya Pinto heran.
“Tentang Narita.”
“Narita siapa?”
“Narita yang mengganti namanya dengan Aliyah, kemudian
dicari oleh seseorang dengan imbalan satu milyar,” kata laki-laki itu.
Pinto heran. Rupanya laki-laki di dekatnya itu
mengenal kembaran Aliyah, tapi tidak mengenal Aliyah yang asli.
“Saya tidak membacanya,” jawab Pinto berbohong. Ia
hanya tak ingin berbincang tentang Aliyah bersama seorang laki-laki asing.
“Sayang sekali. Ada yang mencari Narita dengan hadiah satu milyar,” kata laki-laki itu seperti kepada dirinya sendiri.
“Anda mengenal dia?”
“Dia siapa? Narita? Tentu saja aku mengenalnya. Dia
pernah menjadi kekasihku. Bahkan dia rela kabur dari calon suaminya yang kaya
raya, demi mengikuti aku.”
Pinto terpaksa memperhatikan cerita laki-laki itu.
Rupanya dia adalah kekasih Narita, kembaran Aliyah.
“Dimana sekarang dia?”
“Dia kabur dari aku, karena marah setelah uangnya aku
habiskan untuk berjudi,” katanya enteng.
“Uangnya Anda habiskan? Tentu saja dia marah.”
“Sebenarnya aku berjanji akan memberinya lebih banyak,
kalau aku menang.”
Pinto kesal kepada laki-laki itu. Menghabiskan uang
kekasihnya, berjanji mengembalikan kalau dia menang judi?
“Mengapa Anda suka berjudi? Berjudi tidak akan membuat
hidup Anda tenang. Kalau kalah, Anda penasaran. Kalau menang, Anda ingin lagi
dan lagi, sampai kemudian uang Anda benar-benar habis, lalu Anda bisa melakukan
apa saja demi uang.”
“Benar, aku hampir membunuh orang yang menagih uangnya
sama aku.”
“Apa?” Pinto terbelalak. Sadar bahwa orang di dekatnya
melakukan tindak kriminal.
“Sekarang aku ingin menemukan Narita, demi mendapatkan
yang satu milyar ini. Kemana dia pergi? Tak mungkin dia kembali kepada kekasihnya
yang telah dibohonginya. Dan kabarnya juga dia sudah menikah. Entah dengan
siapa, aku tak peduli. Aku sangat menyayangi Narita. Tapi sekarang aku ingin
mempergunakannya untuk mendapatkan uang satu milyar itu.”
Pinto hampir tertawa, karena laki-laki itu mengira
yang dicari adalah Narita, padahal Aliyah. Tapi Pinto mendiamkannya. Ia sudah
berdiri dan bersiap pergi, ketika tiba-tiba terdengar sirene mobil polisi.
Laki-laki di dekatnya terkejut, lalu langsung berdiri dan berlari menjauh.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah mtnuwun mbk Tien....
DeleteAlhamdulillah....
DeleteMatur nuwun Bunda Tien, CeBeE_36; ampun dipun tayangaken....
Jeng Iin malam ini terakhir ya menthelengi HP, puasa ya sd 2 minggu ke depan tidak berada di depan layar HP.
Semoga besuk pagi pelaksanaan operasi katarak nya berjalan lancar dan recoverynya cepat sesuai harapan. Aamiin ya Robbal'alamiin
siiipppp.... Matur nuwun Mbak Tien sayang
DeleteMatur nuwun
ReplyDeleteMtrnwn
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang
ReplyDeleteAku juara loo nanti kan ada yg nrombol
ReplyDeletealhamdulillah maturnuwun
ReplyDeletewah gasik bu. Matur nuwun
ReplyDeleteLoo sungguhan ditrombol sama jeng Iin sama jeng Nani padahal tadi aku komen nomer satu he he selamat ya untuk yg suka nrombol
ReplyDeleteBukan nrombol uti Yani memang jeng Iin juaranya.
DeletePada menit yang sana 18.32 ada:
1. Jeng Iin M. Maimun Yogya;
2. Uti Yanik Soebejeh;
3. Jeng Mimiet Cimahi;
4. Pak Latief Sragen; 18.33;
5. Uti Yanik naduk lagi 18.33;
Yang betul2 nrombol bisa dilihat jamnya "ngreplay" Jebg Iin, jeng Bani dan saya.
Begitu Uti Yanik penjelasan saya.
Alhamdullilah CBE 36 sdh tayang..terima ksih bunda🙏dalam seroja dan aduhai dri skbmi🥰🥰🌹🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteTampaknya Nungki akan ketemu Narita di kantor polisi. Lalu apa yang akan dilakukannya...
ReplyDeleteBagaimana dengan Pinto, mudah-mudahan dia yang menemukan.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Pinto.. mgkn yg menemukan Aliyah yaa pak Latif??
DeleteHarapan saya begitu teh Hermin
DeleteMaturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Alhamdulillah ..
ReplyDeleteMatur sembah nuwun mbak Tien
Alhamdulillah.
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Nah
ReplyDeleteSedikit menambah liku liku perjalanan hidup Aliyah, tidak sengaja dia tahu dari Nungki yang kini jadi buronan polisi karena tindak pidana percobaan pembunuhan pada pak Daud, yang menagih uang sewa rumah.
Mengemuka lagi karena ada Narita yang di sel.
Pinto yang prihatin akan tidak diketahuinya keberadaan Aliyah, menjadi pikirannya, tentu berusaha mencari juga.
Terjadwal sudah acara membersihkan rumah nenek Supi, waktu dapat libur kerja, dari Mak Siti.
Semoga nggak ada pelanggan warteg Mak Siti yang memperhatikan tentang iklan koran itu.
Pakaian sederhana tidak seperti di iklan koran.
Ada hadiah besar mana mungkin melewatkan, kan langganan Mak Siti pekerja harian lepas kebanyakan, terus nggak pernah bau koran maksud lho.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Cintaku bukan empedu yang ke tiga puluh enam sudah tayang
Sehat sehat selalu ya Bu
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Alhamdulilah..Aliyah sdh dtg
ReplyDeleteTks banyak bunda Tien..
Salam Aduhai..
Semoga bunda sehat" dan bahagia selalu
Aamiin...🙏🙏🙏🌹🌹🥰
Matur nuwun bunda, sdh tayang gasik, smg bunda sehat2 selalu n terus brkarya
ReplyDeleteAlhamdulillah bisa ngikut hadir lebih awal..
ReplyDeleteMatyr nuwun bunda Tien...🙏🙏
Pak dan bu RT bisa gila gara² hadiah 1 M bagi siapa yg menemukan Aliyah.
ReplyDeleteHarapan aku semoga Pinto yg bisa menemukan Aliyah.
Nungki - Nungki mana ada orang judi bisa kaya?
Semoga Nungki ketangkap polosi dan bisa ketemu Narita di kontor polisi
Alhamdulillah CBE- 36 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, jg sapaannya.
semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
Aamiin Yaa Allah
Alhamdulilah , cbe 36 sdh tayang ....salam sehat bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu
Semoga sehat selalu nggih
Alhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun, salam sehat selalu...
Alhamdulillah tayang
ReplyDeleteMakasih bunda, mudah"an pinto yg menemukan aliyah
Suwun
ReplyDeleteAlhamdulillah. Suwun bu Tien. Salam Seroja dr Pamulang, Tangsel
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE sudah tayang, terimakasih bu Tien, salam sehat dan aduhai dari mBantul
ReplyDeleteMatur suwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat dan aduhai selalu
Alhamdulillah,, maturnuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat se lalu 🤗🥰
Pinto cerdas juga ,,,,sepertinya Fara suka deh ,,,cerita episode kmrn 🤣🤭
Aduhaaaai deh bu Tien
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDelete🌷🍃🌷🍃🌷🍃🌷🍃
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 36
sudah hadir...
Matur nuwun Bu Tien.
Sehat selalu & tetap
smangats berkarya.
Salam Aduhai 🦋⚘
🌷🍃🌷🍃🌷🍃🌷🍃
Alhamdulillah terimakasih Bu Tien. Salam sehat dari Sidoarjo.
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, ceritanya makin hari makin seru. Semoga Ibu sekeluarga tetap sehat penuh barakah, aamiin....
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...kisah Narita-Aliyah masih panjang tentunya...penasaran dengan cara ibu merangkai kata.👍👍😀
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 selalu
Terimakasih bu Tien, semoga sehat selalu aamiin yra
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSemoga Aliyah tidak ketemu Sama Nungki.
Salam hangat selalu, aduhai