CINTAKU BUKAN EMPEDU
38
(Tien Kumalasari)
Aliyah tertegun. Orang yang semula bersembunyi itu
kemudian berdiri dan mendekatinya. Aliyah mundur ketakutan. Laki-laki itu
mengenalnya sebagai Narita.
“Narita ….”
“Maaf, saya bukan Narita,” kata Aliyah sambil terus
mundur, karena laki-laki itu terus mendekatinya.
“Mengapa mengganti nama kamu dengan Aliyah? Dengar
Narita, aku sangat merindukan kamu. Senang sekali bertemu kamu di sini.”
“Aap …apa?”
“Ayo ikut aku Narita, kita akan hidup berbahagia. Kita
akan hidup berkecukupan. Kita pergi lagi ke luar negri. Ya? Kamu senang kan?”
“Saya tidak mengerti,, saya bukan Narita.”
“Narita, kamu boleh berganti nama apapun yang kamu
suka, tapi kamu tetap Narita ku.”
“Salah … salah … saya bukan Narita. Saya Aliyah.”
Aliyah teringat, ketika dia ditangkap oleh Alfian dan
disiksa, hanya karena mengira dirinya adalah Narita. Sekarang dia lagi-lagi dikira
Narita. Tiba-tiba dia ingin tahu, di mana Narita, saudara kembarnya.
“Mas, saya dan Narita adalah saudara kembar.”
“Apa?”
“Saya dan Narita adalah saudara
kembar. Saya Aliyah, bukan Narita.”
Laki-laki itu, memang Nungki, yang
lari terbirit-birit ketika mendengar suara mobil polisi. Ia terus lari dan
tersesat masuk ke sebuah kebun pisang, dan bersembunyi di sana. Kebun pisang
itu milik bu Siti, si pemilik warung, dimana Aliyah bekerja. Ia terkejut melihat seorang wanita berada di
dekat kamar mandi. Sedang mengambil air wudhu. Lebih terkejut lagi ketika
menyadari, bahwa wanita itu adalah orang yang sedang dicari dengan imbalan satu
milyar, yang dikiranya Narita sedang menyamar dengan berganti nama.
“Saudara kembar? Dan kamu adalah
Aliyah?”
“Benar, saya Aliyah. Apa yang Anda
lakukan di situ?”
Tiba-tiba wajah Nungki berbinar.
Pucuk dicinta, ulam tiba. Begitu pikirnya. Jadi yang dicari adalah Aliyah.
Memang benar Aliyah, dan bukan Narita. Mereka kembar.
“Bagus kalau begitu.”
“Ada apa ya Mas, maaf, yang punya
rumah ini adalah bu Siti, pemilik warung, jadi tolong Mas jangan sembarangan
masuk, apalagi langsung ke belakang, nanti dikira pencuri.”
“Iya, maaf. Aku tadi sebenarnya kaget
dan mengira kamu adalah Narita, padahal Narita baru saja menemui aku di rumah.”
“Anda ketemu Narita?”
“Dia teman baik aku, kami saling
mencintai.”
“Benarkah? Kalau begitu di mana saya
bisa menemui Narita?”
“Ada, di suatu tempat. Kalau kamu
ingin ketemu Narita, akan aku antarkan.”
“Benarkah?”
“Tentu saja benar.”
“Sekarang juga?”
“Ya, sekarang juga. Dia pasti senang
bertemu saudara kembarnya.”
“Baiklah, saya akan shalat dulu,
silakan Anda menunggu di warung, saya juga harus pamit kepada majikan aku.”
“Baiklah, aku tunggu kamu di depan,”
kata Nungki dengan mata berbinar.
Aliyah sangat gembira. Ia mengucapkan
syukur berkali-kali, karena akan bertemu saudara kembarnya. Begitu selesai
shalat, dia bergegas ke depan. Ia harus pamit kepada bu Siti, karena dia ingin
bertemu saudara kembarnya.
Aliyah gadis yang lugu. Ia tak perlu
mengingat apa saja yang dikatakan Nungki. Ia bahkan tidak bertanya, siapa nama
laki-laki itu. Ia langsung mempercayainya dan bersedia ikut bersamanya.
Sementara itu Nungki sudah gembira
bukan alang kepalang. Tanpa diduga, tanpa dinyana, dia bisa bertemu dengan
gadis yang ada di dalam sayembara itu. Ia mengira Narita lah yang dicari-cari,
tapi ternyata memang Aliyah adanya. Dalam menunggu itu, ia segera mencari di
mana koran yang tadi dibawanya.
“Celaka, mana koran itu? Tadi aku
membawanya ke mana-mana.”
Nungki kebingungan. Ia ingin
menghubungi nomor kontak yang ada di koran itu, tapi mana korannya? Ia merasa telah mencatatnya, tapi tak ketemu juga ketika dicarinya.
Ketika ia
mendengar suara sirene tadi, lalu tidak memperhatikan, korannya jatuh di mana.
Nungki kemudian masuk kembali ke kebun pisang itu, dan mencari-cari, tapi ia
tak menemukan koran itu.
Nungki kembali ke depan, melihat
Aliyah belum keluar dari warung itu. Barangkali masih membantu majikannya
karena banyak pembeli. Memang benar, Aliyah masih membantu bu Siti melayani
pembeli, dan setelah selesai, bu Siti gantian pamit ke belakang untuk shalat.
Nungki bingung, ia berjalan ke
sana-kemari, mencari barangkali ada penjual koran. Tapi ia juga tak menemukan
penjual koran itu. Bahkan ketika Aliyah keluar dan tampaknya sedang
mencari-carinya, Nungki belum menemukan koran itu.
Khawatir Aliyah curiga, maka Nungki
segera mendekatinya.
“Bagaimana Mas? Kita berangkat
sekarang?”
“Ya, tentu saja. Kamu sudah pamit
sama majikan kamu?”
“Sudah, aku berjanji tak akan lama.
Dimana kita akan menemui Narita?”
“Ayo ikutlah aku.”
Aliyah mengikuti laki-laki itu, dan
setelah berjalan agak jauh, Nungki mengajaknya naik angkutan umum. Aliyah yang
lugu terus saja mengikutinya.
“Jauh kah?”
“Tidak, nanti begitu turun, kita akan
sampai.”
Aliyah mengangguk, dan merasa lega.
Meskipun kecewa atas semua yang dilakukan Narita, bagaimanapun Narita adalah
saudara kembarnya. Ikatan darah itu membuatnya mengalahkan rasa kesalnya.
***
Tapi sampai sore harinya, Aliyah belum
tampak kembali. Bu Siti sebentar-sebentar melongok keluar warung, berharap bisa
melihat Aliyah kembali. Tapi Aliyah belum juga kembali.
Iapun bertanya kepada pembantunya
yang lain, yang sedang bersih-bersih.
“Sebenarnya Aliyah pergi ke mana?
Katanya akan menemui saudara kembarnya?” tanyanya.
“Iya Bu, dia tadi tampak sangat
senang, karena belum pernah bertemu saudara kembarnya .”
“Jadi siapa yang tadi pergi bersama
dia? Aku kurang memperhatikan, karena ada seorang pembeli yang minta
dibungkuskan nasi sebanyak limabelas bungkus, dan terburu-buru.”
“Seorang laki-laki Bu. Tapi nggak
tahu siapa. Mungkin kerabatnya Aliyah.”
“Kok sampai sekarang belum pulang ya,
tadi dia bilang cuma sebentar.”
“Mungkin rumahnya jauh.”
“Mengapa ya, perasaanku jadi nggak enak.”
“Ibu jangan terlalu khawatir, Aliyah
bukan anak kecil, pasti bisa menjaga dirinya.”
“Aliyah itu terkadang sangat lugu.”
“Ibu bilang apa? Aliyah?” tiba-tiba
salah seorang pembeli nyeletuk.
“Iya Mas, pembantu saya, namanya
Aliyah.”
“Benarkah? Jangan-jangan dia yang dicari-cari,
dengan imbalan satu milyar,” kata pembeli itu lagi. Bu Siti terkejut.
“Siapa yang dicari-cari Mas?”
“Ini lho Bu, ada pengumuman di koran,
sebentar, saya bawa korannya kok,” kata pembeli itu yang menyimpan koran di
dalam tas kulit yang dibawanya. Rupanya dia salah seorang pegawai sebuah
kantor, entah kantor apa.
“Nah, ini Bu. Siapa yang bisa
menemukan Aliyah, akan mendapat hadiah sebanyak satu milyar.”
“Haah? Satu milyar? Mana … mana … aku
mau lihat,” kata bu Siti sambil meminta koran itu.
“Apakah Aliyah pembantu ibu itu
wajahnya sama dengan yang ada di koran itu, lihatlah.”
“Ya ampuun, ini benar, Aliyah
pembantu saya,” bu Siti berteriak, tangannya gemetar.
“Benarkah?”
“Iya Mas, dia pembantu saya, tiap hari tidur di rumah saya.”
“Ibu beruntung kalau bisa menyerahkan
Aliyah pada alamat ini. Nah, nomor kontaknya ada. Di mana sekarang dia?”
“Dia sedang pergi. Aku sedang menunggunya,
sejak siang tadi dia pamit pergi, dan belum juga kembali,” keluh bu Siti.
“Waduh, celaka Bu, bisa jadi Aliyah
pembantu itu itu diculik orang,” kata pembeli itu khawatir.
“Apa? Diculik? Mengapa? Aduh, aku
bingung sekali, siapa sebenarnya dia? Mengapa yang bisa menemukan, hadiahnya
besar sekali?”
“Entahlah Bu, tapi sebaiknya ibu
menahannya kalau dia pulang nanti. Jangan bilang apa-apa sama dia, besok saya
akan kemari dan menghubungi nomor kontak yang ada. Hadiahnya nanti kita bagi dua
Bu,” kata orang itu bersemangat.
“Hadiah? Aduh … aku sekarang justru
merasa khawatir," kata-kata pembeli itulah yang membuatnya khawatir.
“Diculik? Karena penculiknya
menginginkan hadiah itu? Ya Tuhan, lindungilah Aliyah, dia anak baik yang lugu.
Tapi siapa sebenarnya dia?”
“Benar ya Bu, jangan perbolehkan dia
pergi, kalau dia kembali nanti. Besok pagi saya akan kemari,” kata pembeli itu
sambil membayar makanannya, dan berlalu.
Tapi Bu Siti merasa was-was, mengapa lama sekali Aliyah belum kembali
“Tidak tahu bu, hanya diberi tahu
kampungnya saja. Persisnya tidak tahu.”
“Kalau sampai besok Aliyah belum
kembali, coba kamu mencari dia di kampung itu ya. Kalau tidak jelas tempatnya,
kamu kan bisa bertanya-tanya? Aku kok tiba-tiba menghawatirkan dia. Tapi ya
semoga kekhawatiran aku tidak beralasan, dan walaupun malam, dia akan kembali
ke sini.”
“Iya Bu, kalau sampai besok tidak
pulang, saya akan mencoba mencarinya.”
***
Pinto sedang bersiap untuk pulang,
dan warung sudah mulai sepi. Tapi tiba-tiba seorang laki-laki muncul, dan
meminta untuk membeli nasi bungkus. Temannya yang melayani. Pinto terkejut
ketika mengenali laki-laki itu.
“Bukankah dia laki-laki mabuk yang
tiba-tiba kabur itu? Dia kekasih Narita? Sebenarnya tinggal di mana dia,
mengapa beli makanan sampai kemari?” gumam Pinto.
Pinto yang tahu bahwa laki-laki itu
buronan polisi, berniat melaporkannya pada polisi. Lagi pula dia seperti orang
yang kasar dan tidak sopan. Dia membentak-bentak teman Pinto yang dianggap
lamban melayaninya. Rupanya, lagi-lagi laki-laki itu mabuk.
“Bisa cepat tidak? Aku sedang
tergesa-gesa.”
“Baik Pak, saya siapkan dulu, silakan
Bapak duduk dulu sebentar.”
“Apa kamu punya koran?” tanyanya
kemudian.
“Koran? Banyak Pak, nanti akan saya bungkus
pesanan Bapak dengan koran.”
“Siapa minta koran untuk bungkus
pesanan aku? Koran untuk aku baca.”
“Koran baru tidak ada Pak, adanya
koran bekas.”
“Bekas kemarin?”
“Bukan, sudah lama, Pak. Buat apa sih
Pak?’
“Nggak usah banyak tanya. Koran ya
untuk dibaca,” omelnya sambil duduk di sebuah kursi. Sudah sepi pembeli di
warung itu. Tapi Pinto tertarik ketika laki-laki itu menanyakan sebuah koran.
Tadi siang dia melihatnya membawa koran, dan mengatakan tentang hadiah satu
milyar yang ada di koran itu.
“Perasaan aku sudah mencatat
nomornya, kok tidak ada. Mencari koran kemarin, belum ketemu juga. Di mana ya
aku mencatat nomor itu? Kehapus atau lupa menge save nomor itu, atau apa. Celaka
benar,” gumamnya seperti orang linglung.
Pembeli kemalaman itu Nungki, yang
sebenarnya sedang bingung tentang nomor kontak yang harus dihubungi apabila dia
menemukan Aliyah. Ia lupa sudah mencatat nomor itu atau belum, sehingga yang
dicari adalah koran. Ia juga sudah mencari di ponselnya, tapi entah di mana dia
mencatatnya. Maklumlah, waktu itu dia dalam keadaan mabuk. Ketika ia menemukan
Aliyah, yang dicari adalah koran.
“Cepat, kenapa lama sekali?” Nungki
berteriak.
“Sebentar Pak, baru dibungkus.”
“Aku sedang meninggalkan teman aku di
rumah nih. Kami sudah kelaparan.”
Ketika kemudian akhirnya pesanan itu
selesai, Nungki melangkah keluar dengan tergesa-gesa. Tapi tiba-tiba sebuah
mobil polisi berhenti di depan warung itu. Nungki terkejut, dan kembali masuk
ke warung. Tapi polisi itu memburunya, dan menyuruhnya berhenti sambil
mengacungkan pistolnya.
Rupanya Pinto melaporkan keberadaan
Nungki di warung itu.
***
Aliyah menangis terisak-isak, karena
orang yang membawanya, menyuruhnya menunggu di rumah itu. Dia pergi dengan
mengatakan bahwa dirinya akan menjemput Narita.
“Di mana sebenarnya Narita?”
“Harusnya dia ada di sini, tapi
karena tidak ada, maka aku akan menjemputnya.”
“Jauhkah?”
“Tidak, tunggu saja, dan jangan pergi
ke mana-mana.”
“Tapi aku lapar, bisakah membawakan
makanan untuk aku?” kata Aliyah yang belum merasa curiga kepada laki-laki yang
dia tak pernah menanyakan namanya itu.
“Baiklah, akan aku belikan makanan
sekalian. Tunggu ya, sungguh, jangan kemana-mana.”
Nungki pergi lalu mengunci semua
pintu dari luar. Mana mungkin dia menjemput Nungki, sedangkan di mana Nungki
berada saja, dia tidak tahu. Dia memang akan membelikan makanan, tapi dia
mencari koran yang ada iklannya tentang hadiah itu. Beberapa koran sudah
dibelinya, tapi koran itu tak memuat tentang iming-iming hadiah yang membuatnya
mengilar. Sambil kembali menenggak minuman keras yang dibelinya di jalan, dia
terus menanyakan koran di setiap warung yang dia singgahi. Ia merasa kesal,
karena nomor yang dirasanya sudah dicatat, tidak ditemukannya. Sejak awal dia
lupa tentang catatan nomor itu, yang diingatnya hanyalah koran.
“Aliyah sudah aku temukan, tapi
kepada siapa aku harus menghubungi? Apa aku ke kantor polisi saja dan
menanyakannya? Mana mungkin, kalau aku ditangkap sekalian, bagaimana?
Dan sekarang, begitu sedang membeli
makanan yang akan diberikannya pada Aliyah, polisi benar-benar menangkapnya.
***
Besok lagi ya.
Matur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang
ReplyDeleteMtrnwn
ReplyDeleteMatur nuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 38 sampun tayang,, matur nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteMugi bunda tansah pinaringan kasarasan
Trmksh mb Tien
ReplyDeletePemenangnya / penyemangatnya sdh sejak 18.30 nginceng trus diblogspot.....
ReplyDeletePadahal tdk ada komando sesuatu pun di grup.
Instingnya, kuat.
Alhamdulillah.....
ReplyDeleteNungki sdh dilaporkan Pinto....
Terima ksih CBE 38 nya bunda Tien..slmt mlm dan salam seroja..aduhai sll dri skbmi🙏😘🌹
ReplyDeleteGasik bener nih tayangannya
ReplyDeleteMakasih bunda, salam sehat selalu
Yeeeees....... gasik
ReplyDeleteTerimakasih bu
ReplyDeleteAlhamdulilah...Aliyah sdh tayang
ReplyDeleteTks banyak bunda Tien..
Semoga sehat selalu..
Salam Aduhaii..dm tetap semangat bunda..
🙏🙏🙏🌹🌹
Matur suwun ibu Tien
ReplyDeleteSemoga ibu selalu sehat dan tetap semangat
Semoga Aliyah selamat dari org" yg berniat jahat & tdk baik..
ReplyDeleteTambah penasaran..
Tunggu hr senin..
Tks banyak bunda..
👍👍👍🥰🌹❤️
Semoga Pinto menemukan Aliyah...🤲🤲
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien, Sehat slalu kagem bunda Tien..🙏🙏
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu
Semoga ibu Tien sehat2 selalu
Aamiin
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien
Alhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteHayuh
ReplyDeleteBruwet: wong mabuk kakean pikiran mubra mubru segalanya buru buru.
Katemu juga sama Narita di ruang tahanan, saling menyalahkan, yang penting kasus percobaan pembunuhan pada pak Daud sudah bisa naik sidang.
Aliyah jadi tahanan rumah, digembok.
Mana ada dia ngurusin kelaparan la iya.
Siapa yang tahu kalau dirumah itu ada orang nya; hari hari rumah itu kelihatan tutup terus kaya nggak ada penghuni, ya kalau ada orang ronda.
Iya kalau Nungki meronta-ronta teriak kalau mau beliin nasi bungkus buat Aliyah.
Jadi Pinto tahu yang di kawatir kan terjadi, dan memberi tahu pada Farah, biar Nungki mau ngasih tahu keberadaan Aliyah.
Ah paling nginep semalam, paginya temen kerjanya mencari rumah nenek Supi.
Tanya tanya sampai ke kostnya Pinto.
Pinto ada pilihan nich, baru tahu kira kira alur perkaranya mengapa mencari Aliyah; yang pergi bersama laki laki yang di janjikan bertemu dengan saudara kembar nya Narita.
Padahal pemabok itu sudah diangkut ke kantor polisi.
Berarti sejak kemaren Aliyah kejendelen di rumah sendirian kelaparan lagi.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Cintaku bukan empedu yang ke tiga puluh delapan sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Suwun....
ReplyDeleteAlhamdulilah, teroma kasih bu tien cbe sdh tayang . Salam sehat bu
ReplyDeleteSyafakillahu, buat jeng Iyeng Santoso Semarang.
ReplyDeleteLaa ba-'sa Thohuurun In Shaa Allah.
Al Fatihah.
Alhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~38 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏
ReplyDeleteMaturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Terimakasih Bu Tien... Salam sehat dari Sidoarjo
ReplyDeleteAlhamdulillaah....
ReplyDeleteMaturnuwin Bunda Tien cantik.
Salam sehat selalu ❤❤❤
Tinggal Pinto mencari rumah Nungki, tapi dimana?
ReplyDeleteMungkin juga Aliyah dapat keluar dan lari, terus ketemu Pinto. Lebih jelasnya besok lagi ya...
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
🍒🍃🍒🍃🍒🍃🍒🍃
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 38
sudah hadir...
Matur nuwun Bu Tien.
Sehat selalu & tetap
smangats berkarya.
Salam Aduhai 🦋⚘
🍒🍃🍒🍃🍒🍃🍒🍃
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteWah asyik...CBE tetap tayang tidak mengenal hari besar...pokoknya "besok lagi ya..." jadi pengharapan penggemar. Eh, tapi besok Minggu biasanya ibu Tien istirahat to? Semoga tetap sehat ya, bu...salam sayang.🙏😘😘😀🌷
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteKasihan Aliyah,terlalu lugu.
ReplyDeleteJangan sampai Aliyah celaka.
Makasih mba Tien .
Salam hangat,tetap sehat dan selalu aduhai
Alhamdulillah CBE-38 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Salam Aduhai selalu
Alhamdulillah, mayur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat 🤗🥰
Aih mantab,,,,sabaar ya Aliyah sebentar lg kamu ketemua semuanya
Alfian ,pinto n nariya kembaranmu 🤭
Alhamdulillah,salam sehat selalu Bu Tien
ReplyDeleteMenunggu CBE 39
ReplyDeleteSemoga bunda Tien sehat selalu
Salam Aduhaiiii