Saturday, May 6, 2023

CINTAKU BUKAN EMBEDU 38

 

CINTAKU BUKAN EMPEDU  38

(Tien Kumalasari)

 

Aliyah tertegun. Orang yang semula bersembunyi itu kemudian berdiri dan mendekatinya. Aliyah mundur ketakutan. Laki-laki itu mengenalnya sebagai Narita.

“Narita ….”

“Maaf, saya bukan Narita,” kata Aliyah sambil terus mundur, karena laki-laki itu terus mendekatinya.

“Mengapa mengganti nama kamu dengan Aliyah? Dengar Narita, aku sangat merindukan kamu. Senang sekali bertemu kamu di sini.”

“Aap …apa?”

“Ayo ikut aku Narita, kita akan hidup berbahagia. Kita akan hidup berkecukupan. Kita pergi lagi ke luar negri. Ya? Kamu senang kan?”

“Saya tidak mengerti,, saya bukan Narita.”

“Narita, kamu boleh berganti nama apapun yang kamu suka, tapi kamu tetap Narita ku.”

“Salah … salah … saya bukan Narita. Saya Aliyah.”

Aliyah teringat, ketika dia ditangkap oleh Alfian dan disiksa, hanya karena mengira dirinya adalah Narita. Sekarang dia lagi-lagi dikira Narita. Tiba-tiba dia ingin tahu, di mana Narita, saudara kembarnya.

“Mas, saya dan Narita adalah saudara kembar.”

“Apa?”

“Saya dan Narita adalah saudara kembar. Saya Aliyah, bukan Narita.”

Laki-laki itu, memang Nungki, yang lari terbirit-birit ketika mendengar suara mobil polisi. Ia terus lari dan tersesat masuk ke sebuah kebun pisang, dan bersembunyi di sana. Kebun pisang itu milik bu Siti, si pemilik warung, dimana Aliyah bekerja.  Ia terkejut melihat seorang wanita berada di dekat kamar mandi. Sedang mengambil air wudhu. Lebih terkejut lagi ketika menyadari, bahwa wanita itu adalah orang yang sedang dicari dengan imbalan satu milyar, yang dikiranya Narita sedang menyamar dengan berganti nama.

“Saudara kembar? Dan kamu adalah Aliyah?”

“Benar, saya Aliyah. Apa yang Anda lakukan di situ?”

Tiba-tiba wajah Nungki berbinar. Pucuk dicinta, ulam tiba. Begitu pikirnya. Jadi yang dicari adalah Aliyah. Memang benar Aliyah, dan bukan Narita. Mereka kembar.

“Bagus kalau begitu.”

“Ada apa ya Mas, maaf, yang punya rumah ini adalah bu Siti, pemilik warung, jadi tolong Mas jangan sembarangan masuk, apalagi langsung ke belakang, nanti dikira pencuri.”

“Iya, maaf. Aku tadi sebenarnya kaget dan mengira kamu adalah Narita, padahal Narita baru saja menemui aku di rumah.”

“Anda ketemu Narita?”

“Dia teman baik aku, kami saling mencintai.”

“Benarkah? Kalau begitu di mana saya bisa menemui Narita?”

“Ada, di suatu tempat. Kalau kamu ingin ketemu Narita, akan aku antarkan.”

“Benarkah?”

“Tentu saja benar.”

“Sekarang juga?”

“Ya, sekarang juga. Dia pasti senang bertemu saudara kembarnya.”

“Baiklah, saya akan shalat dulu, silakan Anda menunggu di warung, saya juga harus pamit kepada majikan aku.”

“Baiklah, aku tunggu kamu di depan,” kata Nungki dengan mata berbinar.

Aliyah sangat gembira. Ia mengucapkan syukur berkali-kali, karena akan bertemu saudara kembarnya. Begitu selesai shalat, dia bergegas ke depan. Ia harus pamit kepada bu Siti, karena dia ingin bertemu saudara kembarnya.

Aliyah gadis yang lugu. Ia tak perlu mengingat apa saja yang dikatakan Nungki. Ia bahkan tidak bertanya, siapa nama laki-laki itu. Ia langsung mempercayainya dan bersedia ikut bersamanya.

Sementara itu Nungki sudah gembira bukan alang kepalang. Tanpa diduga, tanpa dinyana, dia bisa bertemu dengan gadis yang ada di dalam sayembara itu. Ia mengira Narita lah yang dicari-cari, tapi ternyata memang Aliyah adanya. Dalam menunggu itu, ia segera mencari di mana koran yang tadi dibawanya.

“Celaka, mana koran itu? Tadi aku membawanya ke mana-mana.”

Nungki kebingungan. Ia ingin menghubungi nomor kontak yang ada di koran itu, tapi mana korannya? Ia merasa telah mencatatnya, tapi tak ketemu juga ketika dicarinya.

Ketika ia mendengar suara sirene tadi, lalu tidak memperhatikan, korannya jatuh di mana. Nungki kemudian masuk kembali ke kebun pisang itu, dan mencari-cari, tapi ia tak menemukan koran itu.

Nungki kembali ke depan, melihat Aliyah belum keluar dari warung itu. Barangkali masih membantu majikannya karena banyak pembeli. Memang benar, Aliyah masih membantu bu Siti melayani pembeli, dan setelah selesai, bu Siti gantian pamit ke belakang untuk shalat.

Nungki bingung, ia berjalan ke sana-kemari, mencari barangkali ada penjual koran. Tapi ia juga tak menemukan penjual koran itu. Bahkan ketika Aliyah keluar dan tampaknya sedang mencari-carinya, Nungki belum menemukan koran itu.

Khawatir Aliyah curiga, maka Nungki segera mendekatinya.

“Bagaimana Mas? Kita berangkat sekarang?”

“Ya, tentu saja. Kamu sudah pamit sama majikan kamu?”

“Sudah, aku berjanji tak akan lama. Dimana kita akan menemui Narita?”

“Ayo ikutlah aku.”

Aliyah mengikuti laki-laki itu, dan setelah berjalan agak jauh, Nungki mengajaknya naik angkutan umum. Aliyah yang lugu terus saja mengikutinya.

“Jauh kah?”

“Tidak, nanti begitu turun, kita akan sampai.”

Aliyah mengangguk, dan merasa lega. Meskipun kecewa atas semua yang dilakukan Narita, bagaimanapun Narita adalah saudara kembarnya. Ikatan darah itu membuatnya mengalahkan rasa kesalnya.

***

Tapi sampai sore harinya, Aliyah belum tampak kembali. Bu Siti sebentar-sebentar melongok keluar warung, berharap bisa melihat Aliyah kembali. Tapi Aliyah belum juga kembali.

Iapun bertanya kepada pembantunya yang lain, yang sedang bersih-bersih.

“Sebenarnya Aliyah pergi ke mana? Katanya akan menemui saudara kembarnya?” tanyanya.

“Iya Bu, dia tadi tampak sangat senang, karena belum pernah bertemu saudara kembarnya .”

“Jadi siapa yang tadi pergi bersama dia? Aku kurang memperhatikan, karena ada seorang pembeli yang minta dibungkuskan nasi sebanyak limabelas bungkus, dan terburu-buru.”

“Seorang laki-laki Bu. Tapi nggak tahu siapa. Mungkin kerabatnya Aliyah.”

“Kok sampai sekarang belum pulang ya, tadi dia bilang cuma sebentar.”

“Mungkin rumahnya jauh.”

“Mengapa ya, perasaanku jadi nggak enak.”

“Ibu jangan terlalu khawatir, Aliyah bukan anak kecil, pasti bisa menjaga dirinya.”

“Aliyah itu terkadang sangat lugu.”

“Ibu bilang apa? Aliyah?” tiba-tiba salah seorang pembeli nyeletuk.

“Iya Mas, pembantu saya, namanya Aliyah.”

“Benarkah? Jangan-jangan dia yang dicari-cari, dengan imbalan satu milyar,” kata pembeli itu lagi. Bu Siti terkejut.

“Siapa yang dicari-cari Mas?”

“Ini lho Bu, ada pengumuman di koran, sebentar, saya bawa korannya kok,” kata pembeli itu yang menyimpan koran di dalam tas kulit yang dibawanya. Rupanya dia salah seorang pegawai sebuah kantor, entah kantor apa.

“Nah, ini Bu. Siapa yang bisa menemukan Aliyah, akan mendapat hadiah sebanyak satu milyar.”

“Haah? Satu milyar? Mana … mana … aku mau lihat,” kata bu Siti sambil meminta koran itu.

“Apakah Aliyah pembantu ibu itu wajahnya sama dengan yang ada di koran itu, lihatlah.”

“Ya ampuun, ini benar, Aliyah pembantu saya,” bu Siti berteriak, tangannya gemetar.

“Benarkah?”

“Iya Mas, dia pembantu saya, tiap hari tidur di rumah saya.”

“Ibu beruntung kalau bisa menyerahkan Aliyah pada alamat ini. Nah, nomor kontaknya ada. Di mana sekarang dia?”

“Dia sedang pergi. Aku sedang menunggunya, sejak siang tadi dia pamit pergi, dan belum juga kembali,” keluh bu Siti.

“Waduh, celaka Bu, bisa jadi Aliyah pembantu itu itu diculik orang,” kata pembeli itu khawatir.

“Apa? Diculik? Mengapa? Aduh, aku bingung sekali, siapa sebenarnya dia? Mengapa yang bisa menemukan, hadiahnya besar sekali?”

“Entahlah Bu, tapi sebaiknya ibu menahannya kalau dia pulang nanti. Jangan bilang apa-apa sama dia, besok saya akan kemari dan menghubungi nomor kontak yang ada. Hadiahnya nanti kita bagi dua Bu,” kata orang itu bersemangat.

“Hadiah? Aduh … aku sekarang justru merasa khawatir," kata-kata pembeli itulah yang membuatnya khawatir.

“Diculik? Karena penculiknya menginginkan hadiah itu? Ya Tuhan, lindungilah Aliyah, dia anak baik yang lugu. Tapi siapa sebenarnya dia?”

“Benar ya Bu, jangan perbolehkan dia pergi, kalau dia kembali nanti. Besok pagi saya akan kemari,” kata pembeli itu sambil membayar makanannya, dan berlalu.

Tapi Bu Siti merasa was-was, mengapa lama sekali Aliyah belum kembali

 “Kamu tahu rumahnya Aliyah?” tanyanya kepada pembantu satunya.

“Tidak tahu bu, hanya diberi tahu kampungnya saja. Persisnya tidak tahu.”

“Kalau sampai besok Aliyah belum kembali, coba kamu mencari dia di kampung itu ya. Kalau tidak jelas tempatnya, kamu kan bisa bertanya-tanya? Aku kok tiba-tiba menghawatirkan dia. Tapi ya semoga kekhawatiran aku tidak beralasan, dan walaupun malam, dia akan kembali ke sini.”

“Iya Bu, kalau sampai besok tidak pulang, saya akan mencoba mencarinya.”

***

Pinto sedang bersiap untuk pulang, dan warung sudah mulai sepi. Tapi tiba-tiba seorang laki-laki muncul, dan meminta untuk membeli nasi bungkus. Temannya yang melayani. Pinto terkejut ketika mengenali laki-laki itu.

“Bukankah dia laki-laki mabuk yang tiba-tiba kabur itu? Dia kekasih Narita? Sebenarnya tinggal di mana dia, mengapa beli makanan sampai kemari?” gumam Pinto.

Pinto yang tahu bahwa laki-laki itu buronan polisi, berniat melaporkannya pada polisi. Lagi pula dia seperti orang yang kasar dan tidak sopan. Dia membentak-bentak teman Pinto yang dianggap lamban melayaninya. Rupanya, lagi-lagi laki-laki itu mabuk.

“Bisa cepat tidak? Aku sedang tergesa-gesa.”

“Baik Pak, saya siapkan dulu, silakan Bapak duduk dulu sebentar.”

“Apa kamu punya koran?” tanyanya kemudian.

“Koran? Banyak Pak, nanti akan saya bungkus pesanan Bapak dengan koran.”

“Siapa minta koran untuk bungkus pesanan aku? Koran untuk aku baca.”

“Koran baru tidak ada Pak, adanya koran bekas.”

“Bekas kemarin?”

“Bukan, sudah lama, Pak. Buat apa sih Pak?’

“Nggak usah banyak tanya. Koran ya untuk dibaca,” omelnya sambil duduk di sebuah kursi. Sudah sepi pembeli di warung itu. Tapi Pinto tertarik ketika laki-laki itu menanyakan sebuah koran. Tadi siang dia melihatnya membawa koran, dan mengatakan tentang hadiah satu milyar yang ada di koran itu.

“Perasaan aku sudah mencatat nomornya, kok tidak ada. Mencari koran kemarin, belum ketemu juga. Di mana ya aku mencatat nomor itu? Kehapus atau lupa menge save nomor itu, atau apa. Celaka benar,” gumamnya seperti orang linglung.

Pembeli kemalaman itu Nungki, yang sebenarnya sedang bingung tentang nomor kontak yang harus dihubungi apabila dia menemukan Aliyah. Ia lupa sudah mencatat nomor itu atau belum, sehingga yang dicari adalah koran. Ia juga sudah mencari di ponselnya, tapi entah di mana dia mencatatnya. Maklumlah, waktu itu dia dalam keadaan mabuk. Ketika ia menemukan Aliyah, yang dicari adalah koran.

“Cepat, kenapa lama sekali?” Nungki berteriak.

“Sebentar Pak, baru dibungkus.”

“Aku sedang meninggalkan teman aku di rumah nih. Kami sudah kelaparan.”

Ketika kemudian akhirnya pesanan itu selesai, Nungki melangkah keluar dengan tergesa-gesa. Tapi tiba-tiba sebuah mobil polisi berhenti di depan warung itu. Nungki terkejut, dan kembali masuk ke warung. Tapi polisi itu memburunya, dan menyuruhnya berhenti sambil mengacungkan pistolnya.

Rupanya Pinto melaporkan keberadaan Nungki di warung itu.

***

Aliyah menangis terisak-isak, karena orang yang membawanya, menyuruhnya menunggu di rumah itu. Dia pergi dengan mengatakan bahwa dirinya akan menjemput Narita.

“Di mana sebenarnya Narita?”

“Harusnya dia ada di sini, tapi karena tidak ada, maka aku akan menjemputnya.”

“Jauhkah?”

“Tidak, tunggu saja, dan jangan pergi ke mana-mana.”

“Tapi aku lapar, bisakah membawakan makanan untuk aku?” kata Aliyah yang belum merasa curiga kepada laki-laki yang dia tak pernah menanyakan namanya itu.

“Baiklah, akan aku belikan makanan sekalian. Tunggu ya, sungguh, jangan kemana-mana.”

Nungki pergi lalu mengunci semua pintu dari luar. Mana mungkin dia menjemput Nungki, sedangkan di mana Nungki berada saja, dia tidak tahu. Dia memang akan membelikan makanan, tapi dia mencari koran yang ada iklannya tentang hadiah itu. Beberapa koran sudah dibelinya, tapi koran itu tak memuat tentang iming-iming hadiah yang membuatnya mengilar. Sambil kembali menenggak minuman keras yang dibelinya di jalan, dia terus menanyakan koran di setiap warung yang dia singgahi. Ia merasa kesal, karena nomor yang dirasanya sudah dicatat, tidak ditemukannya. Sejak awal dia lupa tentang catatan nomor itu, yang diingatnya hanyalah koran.

“Aliyah sudah aku temukan, tapi kepada siapa aku harus menghubungi? Apa aku ke kantor polisi saja dan menanyakannya? Mana mungkin, kalau aku ditangkap sekalian, bagaimana?

Dan sekarang, begitu sedang membeli makanan yang akan diberikannya pada Aliyah, polisi benar-benar menangkapnya.

***

Besok lagi ya.

 

38 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah CBE 38 sampun tayang,, matur nuwun bunda Tien.
    Mugi bunda tansah pinaringan kasarasan

    ReplyDelete
  3. Pemenangnya / penyemangatnya sdh sejak 18.30 nginceng trus diblogspot.....
    Padahal tdk ada komando sesuatu pun di grup.
    Instingnya, kuat.

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah.....
    Nungki sdh dilaporkan Pinto....

    ReplyDelete
  5. Terima ksih CBE 38 nya bunda Tien..slmt mlm dan salam seroja..aduhai sll dri skbmi🙏😘🌹

    ReplyDelete
  6. Gasik bener nih tayangannya
    Makasih bunda, salam sehat selalu

    ReplyDelete
  7. Alhamdulilah...Aliyah sdh tayang
    Tks banyak bunda Tien..
    Semoga sehat selalu..
    Salam Aduhaii..dm tetap semangat bunda..
    🙏🙏🙏🌹🌹

    ReplyDelete
  8. Matur suwun ibu Tien
    Semoga ibu selalu sehat dan tetap semangat

    ReplyDelete
  9. Semoga Aliyah selamat dari org" yg berniat jahat & tdk baik..
    Tambah penasaran..
    Tunggu hr senin..
    Tks banyak bunda..
    👍👍👍🥰🌹❤️

    ReplyDelete
  10. Semoga Pinto menemukan Aliyah...🤲🤲

    Matur nuwun bunda Tien, Sehat slalu kagem bunda Tien..🙏🙏

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah
    Matur nuwun bu
    Semoga ibu Tien sehat2 selalu
    Aamiin

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah
    Terima kasih bu Tien

    ReplyDelete
  13. Hayuh
    Bruwet: wong mabuk kakean pikiran mubra mubru segalanya buru buru.
    Katemu juga sama Narita di ruang tahanan, saling menyalahkan, yang penting kasus percobaan pembunuhan pada pak Daud sudah bisa naik sidang.
    Aliyah jadi tahanan rumah, digembok.
    Mana ada dia ngurusin kelaparan la iya.
    Siapa yang tahu kalau dirumah itu ada orang nya; hari hari rumah itu kelihatan tutup terus kaya nggak ada penghuni, ya kalau ada orang ronda.
    Iya kalau Nungki meronta-ronta teriak kalau mau beliin nasi bungkus buat Aliyah.
    Jadi Pinto tahu yang di kawatir kan terjadi, dan memberi tahu pada Farah, biar Nungki mau ngasih tahu keberadaan Aliyah.
    Ah paling nginep semalam, paginya temen kerjanya mencari rumah nenek Supi.
    Tanya tanya sampai ke kostnya Pinto.
    Pinto ada pilihan nich, baru tahu kira kira alur perkaranya mengapa mencari Aliyah; yang pergi bersama laki laki yang di janjikan bertemu dengan saudara kembar nya Narita.
    Padahal pemabok itu sudah diangkut ke kantor polisi.
    Berarti sejak kemaren Aliyah kejendelen di rumah sendirian kelaparan lagi.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Cintaku bukan empedu yang ke tiga puluh delapan sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  14. Alhamdulilah, teroma kasih bu tien cbe sdh tayang . Salam sehat bu

    ReplyDelete
  15. Syafakillahu, buat jeng Iyeng Santoso Semarang.
    Laa ba-'sa Thohuurun In Shaa Allah.
    Al Fatihah.

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~38 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏

    ReplyDelete
  17. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    🙏🙏

    ReplyDelete
  18. Terimakasih Bu Tien... Salam sehat dari Sidoarjo

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillaah....
    Maturnuwin Bunda Tien cantik.
    Salam sehat selalu ❤❤❤

    ReplyDelete
  20. Tinggal Pinto mencari rumah Nungki, tapi dimana?
    Mungkin juga Aliyah dapat keluar dan lari, terus ketemu Pinto. Lebih jelasnya besok lagi ya...
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  21. 🍒🍃🍒🍃🍒🍃🍒🍃
    Alhamdulillah CBE 38
    sudah hadir...
    Matur nuwun Bu Tien.
    Sehat selalu & tetap
    smangats berkarya.
    Salam Aduhai 🦋⚘
    🍒🍃🍒🍃🍒🍃🍒🍃

    ReplyDelete
  22. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  23. Wah asyik...CBE tetap tayang tidak mengenal hari besar...pokoknya "besok lagi ya..." jadi pengharapan penggemar. Eh, tapi besok Minggu biasanya ibu Tien istirahat to? Semoga tetap sehat ya, bu...salam sayang.🙏😘😘😀🌷

    ReplyDelete
  24. Kasihan Aliyah,terlalu lugu.
    Jangan sampai Aliyah celaka.
    Makasih mba Tien .
    Salam hangat,tetap sehat dan selalu aduhai

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah CBE-38 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin
    Salam Aduhai selalu

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah, mayur nuwun bu Tien
    Salam sehat wal'afiat 🤗🥰

    Aih mantab,,,,sabaar ya Aliyah sebentar lg kamu ketemua semuanya
    Alfian ,pinto n nariya kembaranmu 🤭

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah,salam sehat selalu Bu Tien

    ReplyDelete
  28. Menunggu CBE 39
    Semoga bunda Tien sehat selalu
    Salam Aduhaiiii

    ReplyDelete

SENANDUNG KECILKU

SENANDUNG KECILKU (Tien Kumalasari) Hai senja, kau datang ketika merah jingga mewarnai langit dibarat sana ada senandung kecil berkumandang ...