CINTAKU BUKAN EMPEDU
28
(Tien Kumalasari)
“Bu, kamu sudah pulang Bu …” pekik pak RT sambil
bergegas mendekati mobil.
Pak RT juga melihat salah seorang anaknya turun dari
mobil, mengikuti ibunya.
“Bapak senang kan, aku tidak ada di rumah? Ngapain Bapak
masuk-masuk ke halaman rumah Aliyah? Berharap Aliyah pulang? Apa Bapak
bermimpi? Kalau punya angan-angan itu jangan terlalu muluk. Ngaca Pak, ngaca.
Bapak itu sudah tua, nggak ada menarik-menariknya. Satu lagi, Bapak nggak punya
uang, kan?”
“Ya ampun Bu, setiap hari aku berharap kamu segera
pulang, kenapa begitu pulang masih saja suka mengomeli aku, sih Bu?”
“Soalnya aku melihat Bapak keluar dari halaman rumah
Aliyah. Berharap Aliyah pulang? Apa Bapak bermimpi? Aliyah itu cantik, suaminya
ganteng, kaya raya. Lhah Bapak itu apa? Sadar dong Pak.”
“Aku itu ke situ sebagai ketua RT. Rumah itu sudah
lama ditinggalkan, aku harus mengawasinya, jangan-jangan ada yang hilang, atau
ada orang asing memasuki rumah itu. Kok Ibu curigaan terus, sih.”
“Ya suda, Bu … Pak, lebih baik kita masuk dulu. Kalau
ramai di luar, apa tidak malu didengar tetangga? Apalagi Bapak kan ketua RT,
yang harusnye membari teladan baik kepada warganya. Ya kan?”
Pak RT dan bu RT tak menjawab. Mereka segera memasuki
rumah, dan duduk di ruang tengah.
“Tumben kamu pulang Pri, apa kamu libur?” tanya pak RT
kepada Supriyono, anak sulungnya.
“Tidak, saya ijin sehari untuk mengantarkan ibu
pulang. Kata ibu hanya sebentar, lalu akan kembali lagi ke rumah Pri di
Semarang.”
“Mengapa begitu? Kamu tahu tidak Pri, ibumu ini
diam-diam mau membunuh aku.”
“Membunuh bagaimana Pak?”
“Membunuh pelan-pelan. Dia pergi tanpa pamit. Membawa
seluruh uang bapak, kartu ATM bapak, buku tabungan, bahkan ponsel bapak. Kalau
bapak ingin makan, bagaimana? Tidak ada uang sepeserpun. Kalau orang tidak
makan, bukankah lama-lama akan mati? Pikirkan kelakuan ibumu itu, Pri.”
“Benarkah BU?” tanya Supri kepada ibunya.
“Iya, memangnya kenapa? Bapakmu itu, kalau pegang
uang, kemauannya jadi macam-macam. Aku tidak tahu apa yang dilakukannya diluar
sana. Tiba-tiba uang hilang, tiba-tiba dengan enaknya dia berbohong. Kalau
bukan karena niat buruk, mengapa harus berbohong?” kata bu RT sengit.
“Bapak berbohong soal apa?” tanyanya kemudian kepada
ayahnya.
“Berbohong soal uang hilang. Berbohong soal ada rapat
di kelurahan, ternyata tidak,” sela bu RT menjawab pertanyaan anaknya.
“Mengapa Bapak berbohong?”
“Aku tidak mau menjawabnya.” Kata pak RT kesal.
“Tuh kan, aku sudah bilang, kalau bapakmu tidak mau
menjawabnya, maka aku akan pergi dari rumah. Dan benar kan, sampai sekarang dia
tidak mau mengatakan yang sebenarnya,” masih kata bu RT dengan sengit.
“Kenapa Pak? Kenapa Bapak tidak mau menjawabnya?”
“Namanya orang itu kan ya pasti punya banyak
kepentingan. Dan tidak semua kepentingan itu harus diceritakan sama istri. Itu
urusan laki-laki. Aku tidak mau mengatakannya.”
“Oh ya, urusan laki-laki. Atau Bapak punya simpanan?
Yang lebih muda, lebih cantik?”
Supriyono menatap bapaknya, menunggu ada penjelasan
dari tuduhan ibunya.”
“Urusan laki-laki itu apa Pak? Jangan-jangan benar apa
yang dikatakan ibu, bahwa Bapak punya simpanan?”
“Sebenarnya … aku hanya menolong seseorang …”
“Menolong apa? Siapa yang Bapak tolong?” sela bu RT.
“Orang. Orang yang kelaparan karena tak bisa makan dan
tak punya uang. Puas?”
“Mengapa kalau memang Bapak melakukan perbuatan mulia,
harus berbohong sama ibu?”
“Ibumu itu kan tukang cerewet, tukang ngomel. Kalau
aku ngomong terus terang, belum tentu dia setuju. Itu sebabnya aku merasa lebih
baik berbohong saja.”
“Ya tidak bisa begitu Pak, ibu setuju atau tidak, kan
harus diberi tahu. Lagipula kalau memang itu untuk menolong orang, masa ibu
akan tidak setuju?”
“Alasan saja. Aku tetap tidak percaya,” bu RT masih
sewot.
“Ya terserah kamu kalau tidak percaya. Dan kalau kamu
ingin pergi lagi ikut anakmu itu, silakan saja. Aku sebagai laki-laki tidak mau
diatur oleh perempuan,” kata pak RT tak kalah sengit. Ia tak mau mengakui
kesalahannya, apalagi ada anak laki-lakinya.
“Oh begitu ya? Jadi Bapak lebih suka kalau aku
pergi? Baiklah, aku pasti pergi, tapi menunggu kalau pensiun Bapak sudah turun,”
kata bu RT enteng.
“Apa?” pak RT terkejut, ternyata istrinya juga
berharap membawa uang pensiunnya pula.
***
Narita lebih banyak diam saat dalam perjalanan
mengikuti Farah dan Kirman. Ia harus lebih banyak tahu tentang apa yang
dilakukan Aliyah, supaya Alfian tidak curiga.
“Farah,” panggilnya. Panggilan itu membuat Farah
heran, karena biasanya Aliyah memanggilnya mbak Farah. Tapi Farah menganggap
bahwa itu adalah bentuk keakraban yang ditunjukkan ‘Aliyah’, dan kemudian
membuat Farah senang.
“Ya Nyonya. Aduh, tapi Farah senang, Nyonya memanggil
saya Farah, begitu saja. Itu lebih akrab. Dan kalau saya boleh memberi saran, Nyonya
juga jangan memanggil tuan Alfian dengan panggilan ‘tuan’ lagi. Masa istri
memanggil suaminya pakai sebutan ‘tuan’. Itu kan saya, bukan Nyonya,” kata
Farah sambil tertawa.
Narita senang. Sebuah informasi lagi, yaitu Aliyah
memanggil Alfian dengan sebutan tuan. Baiklah, Narita tentu saja akan
mengikutinya.
“Nyonya tadi akan bilang apa?”
“Apakah … tuan Alfi marah sama aku?” tanya Narita yang
sangat beruntung mendapat informasi tentang panggilan itu.
“Tuan Alfi marah? Tidak Nyonya, tuan Alfi sangat sedih
dengan kepergian Nyonya. Saya mohon Nyonya jangan melakukannya lagi.”
“Hatiku sakit.”
“Benar kan, Nyonya sakit hati gara-gara ucapan nyonya
sepuh? Nyonya tidak usah memasukkannya ke hati. Nyonya sepuh kan belum tahu,
bagaimana sebenarnya menantunya yang cantik ini. Kalau beliau tahu bahwa Nyonya
itu baik hati, lembut dan sangat menawan, nanti juga hati nyonya sepuh akan
luluh.”
“Benarkah?”
“Yang harus Nyonya pikirkan ialah bahwa tuan Alfi
sangat mencintai Nyonya. Bukankah selama ini tuan Alfi selalu menuruti semua
keinginan Nyonya? Nyonya belum mau didekati, dan memilih tidur di kamar tamu.
Tuan mengijinkannya kan? Dan bukankah tuan tidak menunjukkan rasa marah atas
penolakan Nyonya? Saya tahu, tuan Alfi akan sabar menunggu, sampai hati Nyonya terbuka
untuknya.”
Ucapan demi ucapan yang didengarnya dari Farah di
dalam perjalanan itu, membuat Narita tahu, bagaimana nanti dia harus bersikap,
supaya Alfian tidak curiga.
“Nanti Nyonya harus mau tidur di kamar tuan,” goda
Farah.
“Tidak, tidak mau …” Narita ternyata juga bisa
merengek.
“Baiklah, saya yakin tuan akan mengerti. Tapi jangan lama-lama
Nyonya, Nyonya harus segera bisa membuka hati untuk tuan. Kasihan tuan Alfi,
sudah lama dia menginginkan Nyonya,” goda Farah lagi.
Narita tersenyum malu-malu. Aduhai. Dia tidak bisa
langsung menubruk kekasihnya untuk melepaskan rasa rindunya. Dia harus tampak
malu-malu walau sebenarnya mau.
Sebenarnya sudah dekat dengan rumah Alfian, tapi
terdengar Alfian menelpon.
“Ya Tuan.”
“Bagaimana, ketemu Aliyah?”
“Ketemu dong tuan, ini Nyonya sudah bersama saya.”
“Ah, syukurlah, biarkan aku bicara sama dia.”
Farah menyerahkan ponselnya kepada Narita.
“Tuan mau bicara,” katanya.
“Hallo Al … eh.. tuan Alfi.”
“Aduh, sudah bagus memanggil Alfi, mengapa kembali
lagi ke ‘tuan’?”
“Belum terbiasa … tuan.”
“Baiklah, aku senang kamu pulang. Kamu harus tahu, aku
sangat kehilangan kamu, Aliyah. Jangan pernah pergi. Apapun yang kamu minta,
akan aku berikan. Aku menangis ketika mendapati cincin yang aku berikan,
ternyata kamu tinggalkan di atas meja.”
Narita terkejut. Aliyah sangat bodoh, diberi cincin
tapi ditinggalkan? Baiklah, itu akan menjadi bagian aku. Pikir Narita.
“Aliyah, kenapa diam?”
“Tidak, cincin itu ….”
“Nanti sesampainya di rumah, kamu harus memakai lagi
cincin itu. Itu cincin pernikahan kita, Aliyah, jangan sampai terlepas dari
jari cantikmu.”
“Baiklah.”
“Ya sudah, aku menunggu di rumah.”
“Aku mau langsung ke kamar aku, dan mandi.”
“Itu bagus, biar Farah melayani kamu.”
Narita bersorak dalam hati. Tak lama lagi mimpinya
akan menjadi nyata.
***
Pemilik warung sangat suka, Aliyah begitu rajin dan rapi dalam bekerja. Ia bukan hanya mencuci piring, tapi juga menatanya dengan sangat rapi, sehingga semuanya tampak bersih menyenangkan. Begitu selesai mengerjakan semuanya, Aliyah mendekati pemilik warung.
“Bu, apakah ini cukup? Saya sudah mendapatkan sepiring
nasi dan segelas minum, dan saya sudah mengerjakan semua tugas. Apakah saya
boleh pergi?”
“Aah, ya … kamu mau pergi kemana?”
“Saya tidak tahu,” jawab Aliyah yang juga bingung,
tidak tahu harus pergi ke mana.
“Apa kamu tidak suka bekerja di tempat aku?”
“Tentu saja saya suka. Ibu sangat baik dan perhatian
sama saya.”
“Aku belum membayar kamu,” kata ibu pemilik warung
sambil membuka laci uang.
“Tidak, saya tidak minta bayaran uang.”
“Kamu aneh, siapa namamu?”
“Nama saya Aliyah Bu.”
“Aliyah. Aku ini bagaimana, sudah dibantu, tapi tidak
menanyakan nama dari tadi. Habis pembelinya tidak berhenti datang dan datang
lagi.”
“Alhamdulillah, namanya laris kan Bu.”
“Itu benar. Tapi kalau kamu bersedia, tetaplah bekerja
di sini.”
“Ibu ijinkan saya bekerja di sini?”
“Iya, tentu saja. Kan tadi aku sudah bilang, kalau
pekerjaan kamu bagus, kamu boleh terus bekerja di sini.”
“Jadi saya benar-benar diterima bekerja terus di sini?”
tanya Aliyah dengan wajah berseri.
“Iya, Aliyah. Kalau kamu mau, teruslah bekerja di
sini. Nanti kamu juga boleh menginap di rumah aku, kalau memang rumah kamu
jauh.”
“Terima kasih banyak Bu, saya senang sekali.”
“Tapi kamu tidak boleh menolak uang yang aku berikan.
Ini namanya upah. Buah jerih payah kamu,” kata pemilik warung yang memaksa
memberikan uang tiga puluh ribu rupiah.
“Tapi Ibu sudah memberi saya makan dan minum.”
“Itu belum cukup untuk membayar tenaga kamu. Itupun
karena kamu datang sudah siang. Mulai besok, kamu bisa bekerja lebih pagi, dan
bayaranmu akan dua kali lipat.”
“Ya ampun Bu, ini banyak sekali.”
“Simpan uang itu, dan istirahatlah sebentar. Aku akan
memasak lagi untuk sore nanti, karena sebagian sayur sudah habis. Nanti sebelum
Isya kita akan tutup warung, dan pulang ke rumah.”
“Baiklah Bu. Apa rumah Ibu jauh?”
“Tidak, hanya di belakang warung ini.”
“Bolehkah saya meminjam mukena?”
“Ya, Tuhan, kamu ternyata anak baik dan solehah.
Tentu, ayo aku antarkan dulu ke rumah dan aku berikan kamu mukena. Nanti
gantian sama aku.”
Aliyah merasa sangat bahagia. Ia bukan hanya membantu
untuk sepiring nasi, tapi disuruh membantu setiap hari. Ia bersyukur mendapat
pekerjaan, sehingga ia bisa melanjutkan hidupnya. Sekilas terbayang olehnya
wajah Alfian, lalu berlinanglah air matanya. Pertemuan beberapa minggu ini
sudah menimbulkan rasa suka dihatinya, tapi Aliyah sangat sadar, bahwa dirinya
bukan wanita yang tepat untuk Alfian yang dicintainya. Ia hanya berharap Alfian
akan berbahagia, dan mendapatkan wanita yang pantas mendampinginya.
“Semoga kamu berbahagia, tuan,” bisiknya setelah
bersujud.
***
Kirman menghentikan mobilnya tepat di depan rumah,
agar sang ‘nyonya’ tidak terlalu jauh dalam berjalan. Lagipula ia melihat
Alfian sudah menunggu di teras.
Wajah Alfian berseri, melihat wajah ‘Aliyah’ kembali.
Ia segera meggandeng tangannya, dan sangat berbahagia ketika
‘Aliyah’ menyandarkan kepala di pundaknya. Alfian sadar, bahwa Aliyah memang
sudah mulai menyukainya.
“Nani tidur di kamar aku ya?”
Tapi Narita teringat, bahwa Aliyah belum mau
berdekatan dengan suaminya. Karena itu dia menggeleng.
“Aku ingin mandi.”
“Baiklah. Farah, layani dia dengan baik, aku akan
menunggu di ruang tengah, jangan lupa cincin yang masih terletak di meja, suruh
dia memakainya lagi,” kata Alfian.
“Baik, Tuan.”
Farah mendekati ‘Aliyah’ dan mengajaknya ke kamar. Ia
melayaninya mandi, dan menyiapkan baju ganti untuk sang nyonya. Senang hatinya,
melihat wajah tuannya berseri-seri bahagia,
Wajah Narita berbinar, ketika melihat cincin berlian terletak
di atas meja.
“Ya ampun, ternyata saudara kembarku bodoh dan dungu.
Ini cincin mahal, mengapa tidak mau membawanya? Hm, tapi kan ini keberuntungan
aku, katanya sambil memungut cincin itu, setelah ia berganti pakaian yang
disiapkan Farah.
“Apa Nyonya akan berdandan sendiri? Bukankah saya
sudah mengajarinya memoles wajah supaya tampak lebih cantik?”
“Aku akan berdandan sendiri.”
“Bagus Nyonya, duduk lah di depan cermin, dan pakai
dulu cincin Nyonya itu.”
Narita mengangguk, ia memasukkan cincin itu ke
jarinya, tapi ternyata susah sekali masuknya. Rupanya jari tangan Narita lebih
gemuk dari jari tangan Aliyah.
***
Besok lagi ya.
Hore
ReplyDeleteAlhamdulillah......
ReplyDeleteCeBeE_28 malam ini sdh tayang..... Bagaimana jalan pikiran Narita?
Dan bagmn Aliyah?
Yuk kita ikuti ceritanya.
Oo bakal ketahuan cincin gak muat
DeleteTingkahnya udah menunjukkan gak baik dari panggil Farah
Dlm tlp udah brutal manggil Al
Pokoknya ttp penisirin bingitzs deh
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Dan ttp ADUHAI
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah...maturnuwun
ReplyDeleteMaturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Matur nuwun
ReplyDeleteMatursuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE-28 sdh hadir
ReplyDeletesemoga segera terungkap yg mana Aliyah yg sebenarnya.
Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu
Aamiin
Salam Aduhai🙏
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Hebat ibu Tien...sesudah Lebaran tetap jadwal tayangnya petang hari ya? Terima kasih...sehat selalu, bu.🙏😘😘
ReplyDeletePasti ada bedanya.
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien
Alhamdulilah cbe sdh tayang ... wah kebohongan narita sdh mulai terlihat krn cincinnta tdk bisa masuk dijarinya.... tunggu saja nanri pasti akan terbongkar... met malam bu tien salam sehat
ReplyDeleteAlhamdulilah Aliyah sdh hadir..
ReplyDeleteTks bunda Tien..
Semoga sehat" & berbahagia selalu.. 🙏🙏
Alhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~28 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏
ReplyDeleteTerimakasih Bunda
ReplyDelete🌸🍃🌸🍃🌸🍃🌸🍃
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 28
sudah hadir...
Matur nuwun Bu Tien.
Sehat selalu & tetap
smangats berkarya.
Salam Aduhai 🦋⚘
🌸🍃🌸🍃🌸🍃🌸🍃
Tampilan dapat sama, tapi sifat, peri laku, tidak akan dapat ditiru. Apa lagi Aliyah punya tanda lahir.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Matur nuwun bunda Tien tayang gasik
ReplyDeleteJadi penasaran kekanjutannya, apakah langsung ketahuan kebohongan Narita. Terimakasih bunda Tien salam sehat selalu dan aduhai..
ReplyDeleteAda aja ini pak RT Ogah ngaku duwit segitu banyak hanya buat saweran, jadi usreg umyeg berdua; anaknya jadi tahu rupanya ada klien yang perlu dilayani.
ReplyDeleteTadi ibunya bilang lebih muda dan cantik, bapak ini ada ada saja.
Kena lho, cincin susah masuk.
Pasang di jari kelingking aja, nah ketahuan nggak ada tanda lahir di tangan kanan nya.
Tahu nggak ya kalau dipakai di jari kelingking, pura pura nggak mau tidur sekamar lagi, mau nyusun rencana lain lagi rupanya, masih menyesuaikan dulu suasananya biar tidak ketahuan banget bohong nya
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Cintaku bukan empedu yang ke dua puluh delapan sudah tayang
Sehat sehat selalu
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam hangat selalu.
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur muwun bu
Semoga sehat selalu
Jangan sampai Alfian tertipu oleh Narita, semoga saja dia bisa segera mengenali 'Aliyah' palsu nya...
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien . .
ReplyDeleteAlhamdulillah,, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSehat wal'afiat selalu🤗🥰
Smg Alfian tersadar ya siapa dia 🤣🤣🤭
Matur nuwun Bu Tien, setiap hari selalu ada cerita seru.
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteTerimakasi Mbak Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah CiBuE 28 sdh tayang kembali.
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien ..... semoga sehat2 selalu.
Buat sahabat²ku penggemar cerbung Tien Kumalasari, saya pribadi & keluarga, mengucapkan Taqabbalallahu minna wa minkum.
Taqabbal Yaa Kariim.
Semoga Allah menerima amal ibadah kita di bulan Ramadhan dan mempertemukan kembali dengan bulan Ramadhan tahun depan. Aamiin ya Rabbal'alamiin.
hatur nuhun bunda cbe 28 nya..maaf telat comen👍😘🌹
ReplyDeletemenanti sebuah jawaban......
ReplyDeleteMenanti tayangan
ReplyDeleteSelamat hari Raya Idul Fitri 1444 H.
ReplyDeleteMinal Aidin Wal Faidzin.
Mohon ma'af lahir batin.
Salam Aduhai .....
Salam seduluran sak lawase ....