CINTAKU BUKAN EMPEDU
27
(Tien Kumalasari)
Farah keluar dari kamar, menuju ke arah depan,
barangkali Aliyah ada di teras. Tapi tak ada. Farah bergegas ke ruang tengah,
melapor kepada tuan nya.
“Tuan, nyonya tidak ada di kamarnya.”
“Masa? Ada di kamar mandi, barangkali?”
“Saya sudah menengok ke kamar mandi juga, lalu ke
teras, tetap saja nyonya tidak ada.”
Alfian berdiri dengan panik.
“Mungkinkah dia pergi?”
“Kalau dia pergi, satpam yang berjaga di depan pasti
tahu.”
“Kalau begitu tanyakan, apa dia melihat Aliyah keluar
dari rumah.”
Setengah berlari Farah menuju ke arah gerbang. Ia
melihat satpam jaga sedang duduk sambil mengutak atik ponselnya.
“Mas, apa melihat nyonya keluar dari rumah?”
“Iya Mbak, sudah sejam yang lalu.”
“Gimana sih kamu Mas, kenapa dibiarkan pergi?”
“Nyonya bilang hanya ingin jalan-jalan, bagaimana saya
bisa melarang?”
“Harusnya kamu bilang sama tuan Alfi kalau nyonya
keluar sendirian.”
“Nyonya bilang hanya sebentar. Saya tidak bisa
mencegahnya.”
Farah berlari ke dalam rumah, melapor kepada tuan nya.
“Tuan … Tuan … Nyonya telah pergi.”
“Apa?”
“Sudah sejam yang lalu, Tuan.”
“Mengapa satpam membiarkannya?” pekik Alfian dengan
nada tinggi.
“Nyonya bilang hanya akan keluar sebentar.”
“Mengapa dibiarkannya? Pecat dia!!” teriak Alfian
marah.
“Jangan Tuan, dia tidak tahu permasalahan Tuan. Dia
mengira, Nyonya adalah istri Tuan yang harus dituruti kemauannya. Dia tidak
bisa mencegahnya,” kata Farah menenangkan hati Tuan nya.
“Lalu bagaimana ini?”
"Mungkin nyonya Aliyah mendengar saat nyonya sepuh
berkata-kata.”
“Apa? Ibu bilang apa?”
“Nyonya sepuh tampak tidak suka sama nyonya Aliyah.
Beliau mengata-ngatainya, mungkin nyonya Aliyah mendengarnya.
“Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan?”
“Minta mas Kirman untuk menyusul. Paling-paling nyonya
Aliyah pulang ke rumahnya.”
“Cepat kamu pergi bersama Kirman. Cepat dan harus
kembali dengan membawa Aliyah. Perintah tandas sang majikan.
Farah pun bergegas mencari Kirman, dan segera
mengajaknya meluncur ke rumah Aliyah.
Alfian memasuki kamar bekas Aliyah, yang rapi dan
bersih. Matanya terbelalak melihat sesuatu berkilat di atas meja.
“Ya Tuhan, Aliyah meninggalkan cincin pemberian aku
saat menikah,” bisiknya pilu.
Ia mencium cincin itu berlama-lama, dan membiarkan air
matanya meleleh membasahi pipinya.
“Aliyah, mengapa kamu melakukan ini? Aku tahu kamu
gadis yang baik. Aku tahu kamu tidak suka pada hartaku, tapi aku juga tahu
bahwa kamu mulai bisa menyukai aku. Mengapa kamu peduli pada suara-suara yang
bukan dari mulutku? Kamu adalah milikku, dan akan tetap menjadi milikku, apapun
yang terjadi. Biar dunia membenci kamu, aku tetap mencitaimu, Aliyah. Kembalilah,
aku hanya akan hidup bersama kamu,” bisiknya pilu, sambil terus menciumi cincin
itu.
***
Tapi Aliyah tidak sebodoh yang mereka kira. Ia tahu
bahwa kepergiannya akan membuat sang suami menyusulnya ke rumah. Itu sebabnya
dia tidak pulang ke rumah. Ia berjalan ke arah yang berlawanan dengan arah
rumahnya, tak tahu harus kemana. Yang penting ia tidak harus kembali ke rumah
Alfian. Ia sangat mencintai suami nya, tapi ia tak ingin nyonya sepuh kesal
terhadap anaknya itu.
“Tuan, saya berharap tuan akan hidup tenang dan bahagia,
dan itu bukan di samping saya. Tuan harus tahu, saya ini siapa. Kewajiban tuan
adalah menceraikan saya, seperti keinginan ibu tuan. Kalau saya sudah pergi,
mau tak mau, tuan pasti akan menceraikan saya. Tuan jangan mencari saya ya,
saya hanya berharap, tuan akan bahagia.”
Aliyah terus melangkah, dan mengusap air matanya.
Ia sudah berjalan jauh, tak tahu harus kemana. Kakinya
sangat lelah, dan perutnya terasa lapar.
Ia melihat sebuah warung makan di pinggir jalan. Ia
menelan ludahnya. Ia ingin makan, tapi tak punya sepeser uangpun, karena dia tak
mau menerima pemberian uang dari suaminya.
Aliyah mendekat ke arah warung, dan melihat pemilik
warung sedang sibuk melayani pembeli. Ia terus berdiri di dekat pemilik warung.
“Kamu mau beli sesuatu?” tanya sang pemilik warung,
ketika melihat Aliyah tetap saja berdiri di samping pintu warungnya.
“Lewat depan sana, pasti aku layani.”
Tapi Aliyah menggeleng.
“Bolehkan saya membantu? Cuci piring saya juga bisa.”
Pemilik warung merasa heran. Pakaian Aliyah tidaklah
buruk, karena dia masih memakai pakaian yang diberikan suaminya. Walau pakaian
rumahan, tapi terlihat bagus dan mahal.
“Kamu? Membantu mencuci piring?” tanyanya heran.
Aliyah mengangguk.
“Saya tidak minta bayaran uang. Saya hanya butuh
makan,” bisiknya lirih, sedikit malu.
Pemilik warung itu melihat Aliyah, dari ujung kaki sampai
ke ujung kepala.
“Kamu cantik, pakaian kamu bagus, kamu pasti anak
orang kaya.”
“Tidak, baju saya ini diberi oleh seseorang yang baik
hati. Saya orang miskin. Tolong ijinkan saya membantu. Sungguh, saya hanya
ingin makan,” kata Aliyah menerangkan.
Pemilik warung itu merasa iba.
“Kalau begitu makanlah dulu, mumpung warung masih
sepi. Kebetulan pembantu tidak masuk, jadi kalau ada yang mau mencuci
piring-piring kotor, aku berterima kasih sekali,” kata pemilik warung itu
sambil menyendokkan nasi ke sebuah piring dan dibubuhi lauk secukupnya.
“Duduklah,” katanya sambil mengulurkan piring berisi
nasi itu.
“Tidak Bu, biar saya bekerja dulu.”
“Jangan menolak. Kalau kamu lapar, kerjamu akan
lamban, jadi makanlah dulu.”
Aliyah terpaksa menerima karena pemilik warung yang
baik itu memaksanya. Aliyah terpaksa menerimanya, dan menyantapnya dengan
lahap.
“Rumahmu di mana?”
“Jauh dari sini.”
“Mengapa kamu pergi? Kamu melarikan diri dari rumah?
Bagaimana kalau orang tuamu bingung mencari kamu?” tanya pemilik warung, sambil
duduk. Kebetulan warung sedang sepi.
“Tidak Bu, saya tidak punya orang tua. Saya dirawat
nenek, tapi nenek juga sudah meninggal, jadi saya hidup sendiri.”
“Kasihan sekali kamu. Baiklah, nanti kalau pekerjaan
kamu bagus, kamu boleh membantu di sini setiap hari. Aku sudah punya pembantu sih, tapi hari ini tidak masuk. Kalau besok dia masuk, kalian boleh bekerja
sama, jadi pekerjaan lebih enteng. Kalau siang, warung ini ramai pembeli.”
Wajah Aliyah berseri. Mencari pekerjaan untuk
melanjutkan hidupnya, memang menjadi impiannya. Gadis lugu yang sederhana ini
tak pernah bermimpi yang muluk-muluk. Hanya ingin agar hidupnya berlanjut. Dan
makan adalah yang utama, supaya dirinya tidak mati kelaparan.
“Benarkah saya boleh bekerja di sini?”
“Kalau kamu bisa bekerja dengan baik, dan memuaskan,
kamu boleh terus bekerja di sini.”
“Terima kasih Bu, saya akan bekerja dengan baik.”
“Apa kamu setiap malam akan tetap pulang ke rumah
kamu? Warung ini buka sampai malam. Paling cepat sebelum Isya.”
“Kalau memang harus begitu, tidak apa-apa.”
“Tapi kalau kamu mau, kamu boleh tidur di rumah aku,
jadi pagi-pagi juga bisa membantu aku. Warung ini buka dari jam delapan sampai
malam. Saya memasak sebelum subuh.”
“Benarkah? Pasti saya bersedia, jadi saya tidak harus
capek kembali ke rumah saya.”
“Baiklah, selesaikan makan kamu, lalu boleh mulai
mencuci piring-piring kotor itu. Ada pembeli yang harus dilayani,” kata
pemilik warung.
Aliyah mempercepat makannya, lalu mengerjakan apa yang
diperintahkan oleh majikan barunya.
***
Farah dan Kirman sudah sampai di depan rumah Aliyah.
Narita yang ada di dalam, terkejut bukan alang kepalang.
“Apakah Aliyah yang datang? Apa yang harus aku
katakan?”
Narita yang kebingungan, akhirnya memutuskan untuk
lebih baik bersembunyi. Ia masuk ke dalam kamar nenek Supi, dan menutupkan
pintunya. Sambil bersembunyi itu ia sedang mereka-reka, apa yang akan
dikatakannya kalau bertemu Aliyah. Ia akan berterus terang saja, kalau
sebenarnya mereka adalah saudara kembar.
Ia diam bergeming di dalam kamar, tapi kemudian dia
heran, mendengar suara memanggil-manggil.
“Nyonya … Nyonya Aliyah … Nyonya Aliyah …”
Narita terkejut. Ia mengenali suara Farah, tentu saja.
Mengapa dia memanggil-manggil nama Aliyah? Apa Aliyah pergi dari rumah Alfian?
“Nyonya Aliyah, ayo pulang. Tuan Alfian meminta saya
menjemput Nyonya. Jangan marah, Nyonya, tuan Alfian sangat mencintai Nyonya. Pulanglah
Nyonya.”
Tiba-tiba terbersit pikiran Narita, untuk bersikap
seakan dirinya adalah Aliyah. Mengapa tidak? Bukankah wajahnya sama?
Dengan pemikiran itu, Narita kemudian muncul dari
dalam kamar.
Farah segera menubruknya dengan senang.
“Ya ampun Nyonya, Nyonya membuat tuan Alfian sangat
bingung dan sedih. Mengapa Nyonya pergi? Sebaiknya Nyonya tidak usah
mempedulikan kata-kata nyonya sepuh, yang penting adalah, tuan Alfian sangat
mencintai Nyonya,” kata Farah sambil terus mendekap tubuh Narita yang dikiranya
Aliyah.
Narita berdebar. Ia seperti menemukan jalan untuk
kembali kepada Alfian, lelaki yang dicintainya.
“Akhirnya nasib mempertemukan kita kembali, Alfi,”
katanya dalam hati.
Tapi Narita bisa sedikit menangkap sesuatu dari apa
yang diucapkan Farah. Tampaknya bu Candra tidak suka pada Aliyah, dan
mengata-ngatainya, sehingga Aliyah pergi dari rumah.
“Selalu banyak jalan, kalau memang kita berjodoh,
Alfi,” bisiknya berkali-kali. Dalam hati.
Narita menitikkan air mata. Air mata yang dibuat-buat.
Isaknya menyentuh hati Farah.
“Nyonya jangan menangis ya, ayo kita pulang.”
Narita menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia pintar
bersandiwara.
“Nyonya, kalau sampai saya kembali tanpa membawa
Nyonya, maka tuan Alfi akan memarahi saya. Saya bisa dipecat, Nyonya. Pulang
ya.”
Narita masih menggeleng-gelengkan kepalanya, membuat
Farah kemudian bertekuk lutut dihadapannya, dan merangkapkan kedua tangannya.
“Tolong Nyonya, pulanglah bersama saya. Jangan pedulikan
siapapun, apalagi nyonya sepuh. Yang penting, tuan Alfian sangat mencintai Nyonya.”
Narita masih menggeleng-gelengkan kepalanya. Kurang
sempurna penyamarannya, kalau dia langsung bersedia pergi bersama Farah.
“Nyonya, kalau Nyonya masih kesal, Nyonya nanti
langsung masuk ke kamar Nyonya saja, tidak usah bertemu tuan Alfian terlebih
dulu. Yang penting Nyonya sudah kembali, tuan Alfi pasti sudah merasa lega.”
“Haa, jadi Aliyah punya kamar sendiri? Baiklah,
rasanya aku bisa memerankannya dengan baik,” kata batin Narita, yang kemudian
menarik tangan Farah, agar Farah berdiri kembali.
“Nyonya bersedia pulang bersama saya kan?”
Tak mau terlalu lama bersandiwara, akhirnya Narita
mengangguk.
Farah girang bukan alang kepalang.
“Nyonya sangat baik, saya senang. Dan ingat, jangan
sampai Nyonya pergi-pergi lagi, ya,” kata Farah sambil menarik tangan Narita.
Narita mengangguk. Ia ingin melompat dan menari-nari,
tapi ditahannya. Ia sekarang menjadi Aliyah, istri sang pujaan hati, yang sudah
lama diimpikannya. Sungguh Narita tak mengira, akan semudah itu bisa kembali ke
pelukan kekasihnya.
***’
Pak RT kebingungan, ia hanya memegang uang yang dipinjamnya
dari Pinto, dan sang istri belum juga ada kabar beritanya. Padahal ia juga
harus memikirkan kebutuhan ‘Aliyah’, yang baru saja ditemukannya dengan sikap
yang berbeda, dan sangat menyenangkan hatinya. Kalau ia memberi uang lagi
kepada ‘Aliyah’, maka uangnya akan habis. Masa dia harus berhutang lagi pada
Pinto, sementara uang pensiun baru akan turun dua minggu lagi. Nanti kalau uang
pensiun sudah diterima, ia ingin membelikan kasur busa untuk ‘Aliyah’, agar
bisa tidur lebih nyaman.
Pak RT berjalan perlahan ke rumah Aliyah. Ia akan
minta agar ‘Aliyah’ agak berhemat dengan uangnya, karena dirinya sedang ada
dalam masalah keuangan, setelah istrinya pergi.
Ia melihat pintu rumah Aliyah yang tertutup, dan
berharap ‘Aliyah’ ada di dalamnya.
“Biasanya Aliyah itu baik dan penuh pengertian, aku
berharap dia juga bisa mengerti setelah dia mengatakannya, nanti,” gumam pak RT
sambil membuka pintu rumah dengan mudah.
“Aliyah … Aliyah …”
Pak RT terus memasuki rumah, dan melongok ke dalam
kamar, di mana biasanya ‘Aliyah’ berada. Tapi kosong. Ia ke kamar satunya, sama
juga kosong. Ke dapur? Tak ada. Pokoknya ‘Aliyah’ tak ada di dalam rumah itu.
“Pergi ke mana dia? Sudah dikasih tahu, jangan pergi
ke mana-mana, masih nekat juga. Tapi entahlah kalau dia memakai kerudung yang
rapat, atau jacket, sehingga tak dikenali orang,” gumam pak RT sambil keluar
daei dalam rumah, menuju keluar halaman.
Tapi dengan terkejut, tiba-tiba sebuah mobil hampir
menyerempetnya.
“Kurangajar! Ini di dalam kampung, hati-hati berkendara!”
umpatnya sambil melompat minggir, untung tidak terjatuh.
Mobil itu terus melaju, dan pak RT terkejut, ketika
melihat mobil itu berhenti di depan rumahnya. Lebih terkejut lagi ketika
melihat siapa yang turun dari mobil itu.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah sdh tayang kembali
DeleteAlhamdulillah.... di hari keempat (4 Syawal 1444H) CeBeE_27 sdh tayang kembali.
DeleteMatur nuwun bu Tien salam sehat selalu.
Buat sahabat²ku penggemar cerbung Tien Kumalasari, saya pribadi & keluarga, mengucapkan Taqobbalallahu minna wa minkum. Taqobbal Yaa Kariim.
Semoga Allah menerima amal ibadah kita di bulan Ramadhan dan mempertemukan kembali dengan bulan Ramadhan tahun depan. Aamiin ya Robbal'alamiin.
Maturnuwun
ReplyDeleteBu Tien dan teman teman.
DeleteSelamat hari raya idul Fitri ya,
Mohon maaf lahir dan batin
π
KΓͺrΓ¨n Bu RT turun dari taksi on-line, apa?!
Lho pikir bidadari turun dari taksi.
Kan mau nglabrak pak RT, waduh kdrt bisa jadi nich.
Bisa Nungki yang sudah jatuh; makan di warteg, ketemu 'Narita' itu ya.
Tapikan pembantu cantik ini yang menjadi kan banyak pelanggan, warteg jadi ramai, cuma Aliyah maunya di dapur saja, nggak mau nampang.
Tenang Aliyah punya induk semang; yang menyayangi, melindungi betulan, bukan rekayasa.
Pembantu warteg yang asli ini yang iri, ada aja bikin nyusahin Aliyah, biasa datang saingan, gajinya banting harga lagi, asal buat makan, apalagi disuruh nginep serumah sama juragan warteg, lumayan kos-kosan gratis.
Iya ya, yang datang siapa ya; ada anak baru, baru masuk sekolah, rambutnya ekor kuda ya.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Cintaku bukan empedu yang ke dua puluh tujuh sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
π
Matur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang
ReplyDeleteMstursuwun mb Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteCBE 27 sdh tayang...
Kagem Bu Tien :
Taqabalallahu minna wa minkum taqabbal ya karim...
Shiyamana washiyamakum
Kullu amin wa antum bi khoir...
Mohon maaf lahir dan batin...
Semoga kita semua masih dipertemukan kembali dengan Romadhon dan Lebaran tahun 1445 H dalam keadaan sehat wal afiat...
Aamiin Yaa Mujibassailiin...
Alhamdulillah sdh tayang kembali, mtrnwn mbak
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien...
ReplyDeleteππ
alhamdulillah
ReplyDeleteminal aidin wal faidzin, mohon maaf lahir batin
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu
Alhamdulillaah dah tayang makadih bunda, minal aidin wal faidzin
ReplyDeleteLoo aku ketinggalan matur nuwun jeng Tien
ReplyDeleteTerima Kasih bundaa..slmt mlm dan slmt istrhat..slm sht sll dri skbmiπππΉ
ReplyDeleteAlhamdulilah cbe sudah hadir... untuk ibu tien dan bapak ibu penggemar cbe saya mengucapkan " Selamat Hari Raya Idul Fitri ... mohon maaf lahir dan batin. Salam sehat bu tien
ReplyDeleteAliyah mendapat pekerjaan yang diinginkan, pasti kerasan.
ReplyDeleteMenunggu kejelian Alfian, tentu banyak perbedaan Aliyah dan Narita.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Yessss.
ReplyDeleteWah keren...ibu Tien sudah tayang kembali kisahnya. Terima kasih, bu...sehat selalu ya...πππ
ReplyDeleteπΉπΏπΉπΏπΉπΏπΉπΏ
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 27
sudah hadir.Asyiiik deh
Matur nuwun Bu Tien.
Sehat selalu & tetap
smangats berkarya.
Salam Aduhai π¦⚘
πΉπΏπΉπΏπΉπΏπΉπΏ
Terima kasih bu Tien.
ReplyDeleteAamiin Allahuma Aamiin
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE- 27 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga bunda sehat dan bahagia selalu.
Aamiin Allahumma Aamiin
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1444 H
Taqqobbalallahu mina waminkum
Taqobbal yaa Kariim
Barakalkahu Fikum
Mohon maaf lahir dan batin ππ
Selamat Hari Raya Mbak Tien...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien, CBE sudah tayang lagi...
Selamat Idul Fitri 1444H, mohon maaf lahir dan batin.
ReplyDeleteAlhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~27 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..π
Matur nuwun Bu Tien, ceritanya tambah seru.
ReplyDeleteAlhamdulillah,, lanjut kembali
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
Mulai Narita memainkan peran Aliyah
Bacanya deg2an ,,,
Selamat Idul Fitri buat Mbak Tien dan sahabat2 penggemar Cerbung Ibu Tien yang setia..
ReplyDeleteTaqobbalallohu minna wa minkum..
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDelete