CINTAKU BUKAN EMPEDU
26
(Tien Kumalasari)
Farah agak kurang suka mendengar nyonya sepuh nya
bicara seakan meremehkan Aliyah. Menurut Farah, Aliyah punya kelebihan yang
tidak selalu dimiliki gadis lain. Memang benar, dia sederhana, lugu, tapi dia
bukan bodoh. Dia bisa menangkap semua yang didengarnya, bahkan semua anjuran
Farah yang seakan menjadi sebuah pelajaran dan pengalaman dalam hidupnya.
Bahkan pelajaran ketika sebelum menikah, bagaimana cara dia berjalan dan
berucap, masih sangat diingatnya. Aliyah juga sudah bisa memasak satu dua macam
sayur saat membantu Farah memasak. Apa yang kurang dalam nyonya kecilnya ini,
menurut nyonya sepuh yang terlalu banyak menuntut? Kalau memang harus
berhadapan dengan khalayak, atau pebisnis lain, pasti tuan Alfi bisa
mengajarinya. Kata batin Farah yang tak ingin mengungkapkannya, takut kena
semprot karena membantu menantu yang tidak disukainya.
“Bagaimana menurutmu, Rah?” tiba-tiba bu Candra
bertanya, setelah menghirup habis jus tomatnya.
“Apanya, Nyonya?”
“Apa benar, yang begitu itu harus diteruskan?”
“Saya tidak bisa menjawabnya, Nyonya Sepuh, nanti
pasti tuan Alfi akan bisa menjawabnya. Kalau menurut saya, kan saya ini
ukurannya pembantu, pastilah berbeda dengan nyonya.”
“Benar, kalau untuk ukuran pembantu, dia cukup lah,”
kata bu Candra yang justru lebih membuat Farah kesal.
“Nyonya, saya akan menata meja untuk makan siang dulu.
Sebaiknya Nyonya duduk di ruang tengah saja,” kata Farah kemudian tanpa
mengomentari ucapan nyonya sepuh yang terakhir.
“Baiklah. Mana juga Alfi, kok nggak kelihatan?”
“Tuan Alfi ada di ruang kerja nya. Apa perlu saya panggilkan?”
“Panggilkan saja, aku menunggu di ruang tengah,” kata
bu Candra sambil beranjak ke ruang tengah. Tapi sebelum sampai, ia berpapasan
dengan Alfian.
“Lhoh, ada Ibu? Sudah lama Bu?”
“Belum lama juga, tapi sudah sempat menghabiskan jus
tomat yang disuguhkan Farah.”
“Saya mau melihat ke dapur, tadi Aliyah membantu
memasak di sana.”
“Aliyah tidak ada. Tadi berpamit ke kamar mandi, tapi
sampai sekarang belum kelihatan lagi. Biarkan saja,” kata sang ibu.
Alfian duduk di depan ibunya.
“Tumben ibu datang kemari, tidak mengabari dulu.”
“Mengapa harus mengabari, rumahmu ini dari rumah ibu
kan tidak jauh? Lagian ibu hanya mampir, dan tidak akan lama.”
“Saya kira ada hal penting yang akan ibu sampaikan.”
“Hal penting apa. Kalau ibu bicara soal keinginan ibu,
pasti juga tidak cocok dengan isi hati kamu, jadi apa gunanya dibicarakan?”
“Keinginan ibu yang mana? Kalau soal Aliyah, saya
mohon maaf, tidak bisa memenuhi permintaan ibu. Kalaupun sekarang dia tampak
kampungan, nanti Alfi akan mengajarinya dengan banyak hal.”
“Ibu mengerti. Tapi ibu ingatkan, bulan depan ada
pertemuan para pebisnis teman-teman ayahmu, yang pastinya kamu juga mengenal
mereka.”
“Bapak sudah mengatakannya.”
“Dan mereka pasti akan membawa serta para istri
mereka.”
“Benar, Alfi juga akan membawa istri Alfi, mengapa
tidak?”
“Mereka orang-orang terpandang. Wanita pilihan mereka
juga wanita terpelajar dan berpendidikan tinggi.”
“Memangnya kenapa Bu. Ibu bermaksud membandingkannya
dengan Aliyah?” kata Alfian yang mulai kesal karena mengerti kemana arah tujuan
kata-kata ibunya.
“Tidak usah dibandingkan juga kan sudah kelihatan, sih
Fi?”
“Saya mohon, ibu tidak terlalu merendahkan Aliyah.
Menurut Alfi, Aliyah wanita yang istimewa, tak ada bandingnya, dan Alfi sangat
mencintainya,” kata Alfian tandas.
Bu Candra hanya mengangguk-angguk, sepertinya tak
membantah, tapi kelihatan bahwa wajahnya kurang menunjukkan rasa mantap.
“Tuan Alfi, Nyonya Sepuh, makan siang sudah siap,”
kata Farah tiba-tiba.
“Ayo Ibu, kita makan, Aliyah ikut memasak lho Bu,
pasti nikmat dong, makan masakan menantu,” olok Alfian yang merasa bahwa ibunya
pasti tak akan suka.
“Ibu tidak ikut makan saja, nanti masakan di rumah
siapa yang makan? Lebih baik ibu pulang, takutnya ayahmu juga pulang untuk
makan siang di rumah,” kata bu Candra sambil berdiri.
“Nyonya Sepuh harus mencicipi masakan nyonya Aliyah,
enak lhoh,” sambung Farah ketika melihat nyonya sepuhnya sudah berdiri dan
bersiap mau pulang.
“Tidak Rah, takut kalau bapaknya Alfi pulang, nanti
nggak ada yang menemani makan,” kata bu Candra sambil berlalu ke arah depan.
Alfian mengantarkannya sampai ke halaman, tapi tak ada yang diucapkannya. Ada
rasa kesal diantara mereka, ibu dan anak.
Alfian masuk ke dalam rumah, lalu memanggil Aliyah
ketika sampai di depan kamarnya.
“Aliyah … ayo makan, Farah sudah selesai menyiapkan
makan siang untuk kita.”
Aliyah sedang ada di kamar, sibuk mengusap air
matanya. Ada sakit yang menggigit mendengar ucapan ibu mertuanya. Memang sih,
sudah sejak awal, dia tahu bahwa bu Candra tak menghendaki Alfian terus memperistri
dirinya. Ia tahu harus pergi, dan meminta cerai, tapi Alfian tak pernah
mengijinkannya. Ia juga mengerti, bahwa dirinya sangat menyayangi Alfian. Rasa
cinta yang perlahan tumbuh, tidak membuatnya ingin selalu berada di dekatnya.
Aliyah justru ingin agar Alfian menemukan gadis yang setara dengan derajatnya.
Aliyah bukan siapa-siapa, hanya gadis miskin yang kampungan, tak punya derajat.
Baginya, Alfian adalah bintang yang gemerlap di awang-awang, sedangkan dirinya
hanyalah gadis nista yang papa dan tak mungkin bersinar.
“Sungguh aku ingin Tuan mendapatkan gadis yang pantas,
bukan aku, Tuan, aku mencintai Tuan juga, itu sebabnya aku ingin Tuan
mendapatkan istri yang pantas dan bisa membuatmu bahagia,” kata batin Aliyah
sambil sekali lagi mengusap sisa air matanya.
“Aliyah, apa kamu tidur?” kali ini Alfian mengetuk
pintu kamar, langsung masuk ke dalam. Dilihatnya Aliyah duduk di tepi
pembaringan, wajahnya pucat oleh hatinya yang terluka.
“Ternyata kamu tidak tidur? Kenapa matamu merah? Apa
kamu tadi menangis?”
“Tidak, Tuan. Saya sangat mengantuk,” elak Aliyah.
“Nanti setelah makan tidurlah, biar aku temani,” kata
Alfian menggoda, membuat Aliyah berdebar-debar.
Aliyah mendundukkan wajahnya. Lalu Alfian mengangkat
wajah itu.
“Aku mencintaimu,” bisik Alfian.
Kata itu sudah berpuluh atau bahkan beratus kali
diucapkan, tapi selalu membuat jantung hati Aliyah bergetar.
“Aku juga mencintai kamu Tuan, tapi aku tak ingin
memiliki. Sungguh, banyak gadis yang lebih pantas untuk Tuan,” kata batin
Aliyah sambil menatap lekat suaminya.
Tak tahan melihat pandangan Aliyah, Alfi mencium
keningnya. Hanya itu, belum berani semakin jauh, khawatir Aliyah ketakutan. Dan
kali ini pun Aliyah tidak menolak.
“Ayo makan dulu, Farah sudah menunggu untuk melayani kita,”
kata Alfian sambil menarik tangan Aliyah.
Aliyah menurut, tapi ia tak bisa menyembuhkan batinnya
yang terluka. Ucapan ibu mertuanya tidak hanya sekali itu. Ketika dia dan
Alfian bertandang kerumahnya, ia juga mendengar sang ibu berbisik seperti itu,
walau suaranya tidak keras, dan agak jauh dari tempatnya duduk. Aliyah sedang
berpikir, apa yang harus dilakukannya.
“Silakan Tuan, Nyonya, nanti keburu dingin,” kata
Farah yang sudah menunggu.
Alfian menarik kursi untuk istrinya, kemudian dia
sendiri duduk di sampingnya.
“Hm, baunya sedap,” celetuk Alfian ketika aroma
masakan tercium.
“Itu masakan Nyonya Aliyah, Tuan.”
“Wauww, benarkah? Baru baunya sudah sedap.”
“Saya baru belajar. Terima kasih, mbak Farah,” kata
Aliyah merendah, sambil menatap Farah dengan senyuman manis.”
***
Sore hari itu, ketika bu Candra bercerita kepada suaminya tentang Aliyah, kembali pak Candra mencelanya.
“Ibu itu bagaimana? Kita kan sudah bicara panjang
lebar tentang Aliyah. Kalau memang Alfian suka, kita bisa apa? Bukankah yang
terpenting bagi orang tua adalah kebahagiaan anak? Kalau kita melihat anak kita
bahagia, ya sudah, biarkan saja. Kita justru ikut berbahagia, kan?”
“Sebenarnya ibu ingin begitu, tapi rasa kurang mantap
ini kok masih terus menghantui, tapi mau melarang, pastinya susah.”
“Karena Ibu tidak bisa ikhlas. Kalau kita melakukan
sesuatu dengan ikhlas, pasti semuanya akan berjalan dengan baik.”
“Iya sih.”
“Cobalah untuk ikhlas, Bu. Nanti kan perasaanmu bisa
lebih enak. Lagian bagaimana kita bisa melarang? Alfian bukan anak kecil lagi.
Dia sudah bisa menentukan jalan hidupnya sendiri. Semoga saja dia tidak salah
pilih, dan pastinya tidak salah jalan.”
“Iya.”
“Ibu jangan membandingkan Aliyah dengan Narita. Narita
itu cantik, pintar, mempesona, tapi apa yang dilakukannya? Dia penipu, bukan?
Ibu ingat Aliyah? Ketika kita menawari uang, perhiasan, mobil, apa dia mau?
Tidak, dia tidak menginginkan imbalan apapun. Bahkan Alfian cerita, perhiasan
yang pernah dibelikan oleh anak kita, dikembalikan olehnya.”
“Bukan karena dia ingin lebih?”
“Apa maksud ibu? Ibu masih mencurigai Aliyah punya
keinginan lebih? Maksudnya ia memilih tetap menjadi istri Alfian karena dengan
begitu, dia bisa mendapatkan lebih banyak? Begitu kah? Ibu juga tidak boleh
lupa, Alfian sering cerita, bahwa Aliyah mendesak Alfian agar mau menceraikannya,
seperti perjanjian semula. Ibu kurang yakin apa? Aliyah tidak tergila-gila
harta. Dia gadis miskin yang lugu, tidak punya ambisi apapun.”
“Iya.”
“Ibu jangan hanya iya … iya … saja. Sekali lagi aku
bilang, ibu harus ikhlas.”
“Baiklah, ibu akan mencobanya.”
“Nah, begitu dong Bu, sudah, jangan sampai masalah
keluarga anak kita menjadi beban yang membuat Ibu susah. Lepaskan saja. Kalau
ibu banyak pikiran, nanti bisa jatuh sakit.”
Bu Candra mengangguk, ia berjanji akan mencobanya.
***
Sore hari itu pula, sepulang dari bekerja, Pinto
bertandang ke rumah pak RT. Bukan untuk menagih utang, tapi untuk bertanya
tentang Aliyah, barangkali pak RT mengetahuinya, karena ia melihat perubahan sikap
Aliyah, yang pastinya sekarang sedang ada di rumahnya.
“Aku sudah deg-degan lho Nak, aku kira Nak Pinto mau
menagih hutang, kan baru tadi pagi. Maksud aku, menunggu kalau aku dapat
pensiun, bulan depan.”
“Tidak Pak, saya tidak menagih hutang. Saya hanya
heran, sampai Bapak berhutang sama saya. Sampai-sampai saya mau cerita, nggak jadi.”
“Ya itulah Nak, istri sedang ngambeg. Dia pergi tanpa
pamit, membawa seluruh isi dompet aku, termasuk kartu ATM punyaku. Bahkan
ponsel aku juga dibawanya.”
“Memangnya kenapa, sampai bu RT marah seperti itu?”
“Ah, sudahlah Nak, jangan ditanya. Perempuan itu kan
maunya selalu ditungguin terus, kalau suaminya pergi, agak lama sedikit, sudah
dicurigai. Nggak tahu tuh, tiba-tiba marah besar. Pagi tadi aku bangun, dia
sudah nggak ada.”
“Pak RT pasti berbuat sesuatu yang membuat ibu marah.”
“Orang namanya curiga, aku tidak berbuat apapun ya dia
tetap saja curiga,” kata pak RT yang menutupi perbuatannya membohongi istrinya.
“Susah kalau sudah marah ya Pak.”
“Memang susah, sekarang jangan memikirkan masalah itu
dulu. Tadi Nak Pinto mau cerita, memangnya mau cerita apa?”
“Iya Pak, sebenarnya saya kesini itu mau cerita
tentang hal ini.”
“Apa tuh, kelihatannya penting?”
“Bukan penting, hanya saja menimbulkan rasa aneh. Tadi
pagi, agak siang sih Pak, saya melihat Aliyah.”
“Melihat Aliyah? Di mana?”
“Lewat di depan rumah makan itu. Saya heran. Dia kan
sudah kaya, kenapa berjalan kaki sendirian pula. Tapi yang membuat saya kesal,
dia tidak mau mengenal saya lagi.”
“Masa sih?”
“Saya menyapa, dia menjawab acuh, ketika saya tanya,
apa kamu lupa sama aku? Dia jawab tidak pernah kenal. Gitu Pak, saya agak sakit
hati nih. Mentang-mentang sudah jadi istri orang kaya, lalu tidak mau lagi
kenal sama saya.”
“Nak, memang Aliyah sudah pulang ke rumahnya.”
“Pulang? Jadi ia ada di rumahnya?”
“Ada, tapi memang dia agak sakit ingatan.”
“Sakit ingatan bagaimana Pak?”
“Itu karena dia disiksa oleh suaminya. Jadi dia tidak
ingat apapun. Hanya saja, dia ingat sama aku. Sikapnya kalau sama aku, manis
sekali. Itu karena aku selalu membantu dia.”
“Disiksa bagaimana Pak?”
“Dia tidak mau cerita secara jelas, yang penting dia
sudah kabur dari rumah suaminya, tidak punya apa-apa. Tadi malam saya beri dia
uang untuk membeli makanan. Tapi jangan berharap untuk bertemu. Dia tak akan
mau. Dia hanya mau sama aku,” kata pak RT sedikit bangga.
Pinto terkejut. Bukan karena dia tidak dikenal
sementara pak RT dikenal dengan baik, tapi ia mendengar bahwa Aliyah disiksa
suaminya. Bagaimanapun ada rasa sayang dihati Pinto terhadap Aliyah, yang tak
mudah bisa hilang. Rasa trenyuh menyelimuti hatinya, ketika mendengar Aliyah
disiksa. Tapi ia tak bisa mendekatinya, karena pak RT melarangnya.
***
Ketika minum secangkir kopi pesanannya, Alfian meminta
agar Farah membangunkan Aliyah.
Farah segera mendekati kamarnya, dan mengetuk pintunya
pelan.
“Nyonya, tuan Alfi menunggu di ruang tengah.”
Tapi tak ada jawaban. Farah mengira Aliyah sedang
tidur, karenanya dia memberanikan diri membuka pintunya. Tapi Farah terkejut,
Aliyah tak ada di dalam kamarnya. Farah melongok ke arah kamar mandi,
barangkali Aliyah ada di sana, tapi di sana pun tak ada.
***
Besok lagi ya.
ReplyDeleteMtnuwun 🙏🙏
Maturnuwun mb Tien sayang
DeleteSelamat uti Nani tanduk, ya?
DeleteNambah satu mangkok lagi biar kenyang....
Terima kasih bu Tien....
Selamat hari Raya bagi yang merayakan besuk.
Taqobbalallahu minna wa minkum Taqobbal yaa kariim.
Mohon maaf lahir batin.
⚘☘⚘☘⚘☘⚘☘
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 26
sudah hadir...
Matur nuwun Bu Tien.
Sehat selalu & tetap
smangats berkarya.
Salam Aduhai 🦋⚘
⚘☘⚘☘⚘☘⚘☘
Maturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Alhamdulillah...
ReplyDeleteCBE 26 sdh hadir....
Maturnuwun bu Tien...
Salam sehat selalu...
Matur nuwun buuu
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu
Matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteMbenjang libur mboten tayang 3 dinten gih.
Ngaturaken Sugeng Riyadi
Mohon Maaf lahir bathin
Salam aduhai dr kota Tegal
Mstursuwun
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien. Selamat menyambut Hari Raya Idul Fitri. Mohon maaf lahir dan batin.🙏
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku, CBE sudah tayang.
ReplyDeleteAlhamdulillah.... Sedaya kalepatan... Taqobballahu minna waminkum....
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, Selamat merayakan Hari Raya Idul Fitri mohon maaf lahir dan batin, semoga Bu Tien sehat selalu, bahagia bersama keluarga tercinta.
ReplyDeleteLoo gak jadi libur matur nuwun.jeng Tien
ReplyDeleteMtrnwn
ReplyDeleteGak jadi libur?
Wah... Aliyah kabur... apa pulang kerumahnya yang lama. Terus nanti Narita muncul menemui Alfian?
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Lah.. malah lari pulang kerumah, aduh bisa disamber Nungki nich, blaik; eh tapi kan taunya sudah nggak punya apa-apa, apanya yang diharapkan? lha kan bisa jahat disandera diblusuke asrama, hayo piye kuwi.
ReplyDeleteSuruh kerja ya, ngerjain orang gitu..
Tuh kan berantakan, gara gara maknya ngromèd; didengar Aliyah lagi.
Ya jangan kesamber Nungki ah, mencari 'kakak' Pinto aja, atau jadi art dirumah duren hé hé hé.
Kan mau makan jerih payahnya keringat sendiri, lagian Farah juga belum tentu berani mengadu sama Alfi; masalah keinginan maknya, yang nggak percaya kemampuan Aliyah.
Ya takut aja, sana sini kena damprat, habis lah, namanya juga art.
Ketemu Pinto malah di acuhin, syukur kalau Narita pas pergi jèng jèng sama pak RT, Aliyah baru masuk rumah nenek, merenung mengadu mengapa nasibnya seperti ini; sambil bongkar bongkar arsip di lemari nenek, jadi sama sama tahu kalau dia punya saudara kembar, bisa masuk grup Nakula Sadewa donk, yang cukup bekèn dinegeri +62
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Cintaku bukan empedu yang ke dua puluh enam sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Alhamdulillah ...
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Alhamdulillah.... Terima kasih Bu Tien.
ReplyDeleteAlhamdulilah..akhirnya tayang jg cbe nya bund..ktnya libur..slmt mlm dan slm sht sll🙏😘🌹❤️
ReplyDeleteAlhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~26 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏
ReplyDeleteTerima kasih mbak tien, salam sehat selalu.
ReplyDeleteAliyah kok hilang yah, apa diculik Narita? He5x.
Terimakasih bunda Tien, ke mana gerangan Aliyah, semoga tidak diculik Narita untuk mengganti posisi Aliyah menjadi istri Alfian , tetapi Alfian tidakvsjan tertipu karena sudah tau perbedaan mereka dari tanda lahirnya ...
ReplyDeleteAlhamdulillaah CBE dah hadir, makasih bunda... Kok aliyah gak ada kabur atau d culik
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
sehat wal'afiat selalu 🤗🥰
Loh Aliyah kabur tok.... Wah seru nih mulai babak baru dg Narita ganti peran
( maaf sok tahu nih 🤭🙏🙏🙏)
Terimakasih Bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah... Suwun bu Tien
ReplyDeleteAliyah kabur ke rumah neneknya, terus ketemu dengan Afifah?
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Terima kasih Bu Tien
ReplyDeleteSemoga Bu Tien sehat selalu
Kemanakah Aliyah? Jangan sampai dimanfaatkan oleh Narita.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam hangat selalu. Aduhai
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuuh, kami sekeluarga mengucapkan..
ReplyDeleteSelamat Hari Raya Idul Fitri 1444H
Taqabbalallahu minna wa minkum.
Taqabballahu yaa karim..🤲🤲
Mohon maaf lahir dan bathin,
Semoga ibadah Ramadhan kita diterima Allah SWT
Semoga kita bisa dipertemukan dengan Ramadhan tahun depan.
Aamiin yaa Robbal Aalamiin
Wasalamualaikum wrwb,
Wiwik Wisnu & Keluarga
Assalamualaikum bu Tien, ngaturaken *Selamat Hari Raya Idul Fitri 1444H/2023.* Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum, Kullu ‘amin wa antum bi khoir.
ReplyDeleteMaaf lahir & batin 💗💐
"Nien"
Assalamualaikum bu Tien, ngaturaken *Selamat Hari Raya Idul Fitri 1444H/2023.* Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum, Kullu ‘amin wa antum bi khoir.
ReplyDeleteMaaf lahir & batin
Selamat Idul Fitri
ReplyDeleteAssalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Ibu Tien.
ReplyDeleteKami mengucapkan :
SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1444 H .
Taqabbalallaahu Minnaa Wa minkum mohon maaf atas khilaf dan kesalahan kami
Kepada bu Tien dan penggemar cerbung bu Tien
ReplyDeleteAssalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Kami mengucapkan :
SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1444 H .
Taqabbalallaahu Minnaa Wa minkum mohon maaf atas khilaf dan kesalahan kami
Kepada Ibu Tien dan segenap penggemar cerbung Bu Tien, selamat Idul Fitri 1444 H, mohon maaf lahir batin. Semoga Allah SWT senantiasa memberi kesehatan dan kebahagiaan kepada kita semua, aamiin....
ReplyDeleteUntuk ibu Tien dan penggemar cerbung semua, sy ucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1444 H, mohon maaf lahir batin, semoga selalu dsehat dan bahagia sejahtera, dlm lindungan Allah SWT, aamiin
ReplyDeleteTeruntuk Bu Tien dan seluruh penggemar cerbung Bu Tien....
ReplyDeleteKami mengucapkan :
"Selamat Hari Raya Idul Fitri 1444 H"
Mohon maaf lahir dan batin
Semoga kita semua masih dapat dipertemukan kembali dengan Ramadhan yang akan datang....Aamiin