Thursday, April 20, 2023

CINTAKU BUKAN EMPEDU 26

 

CINTAKU BUKAN EMPEDU  26

(Tien Kumalasari)

 

Farah agak kurang suka mendengar nyonya sepuh nya bicara seakan meremehkan Aliyah. Menurut Farah, Aliyah punya kelebihan yang tidak selalu dimiliki gadis lain. Memang benar, dia sederhana, lugu, tapi dia bukan bodoh. Dia bisa menangkap semua yang didengarnya, bahkan semua anjuran Farah yang seakan menjadi sebuah pelajaran dan pengalaman dalam hidupnya. Bahkan pelajaran ketika sebelum menikah, bagaimana cara dia berjalan dan berucap, masih sangat diingatnya. Aliyah juga sudah bisa memasak satu dua macam sayur saat membantu Farah memasak. Apa yang kurang dalam nyonya kecilnya ini, menurut nyonya sepuh yang terlalu banyak menuntut? Kalau memang harus berhadapan dengan khalayak, atau pebisnis lain, pasti tuan Alfi bisa mengajarinya. Kata batin Farah yang tak ingin mengungkapkannya, takut kena semprot karena membantu menantu yang tidak disukainya.

“Bagaimana menurutmu, Rah?” tiba-tiba bu Candra bertanya, setelah menghirup habis jus tomatnya.

“Apanya, Nyonya?”

“Apa benar, yang begitu itu harus diteruskan?”

“Saya tidak bisa menjawabnya, Nyonya Sepuh, nanti pasti tuan Alfi akan bisa menjawabnya. Kalau menurut saya, kan saya ini ukurannya pembantu, pastilah berbeda dengan nyonya.”

“Benar, kalau untuk ukuran pembantu, dia cukup lah,” kata bu Candra yang justru lebih membuat Farah kesal.

“Nyonya, saya akan menata meja untuk makan siang dulu. Sebaiknya Nyonya duduk di ruang tengah saja,” kata Farah kemudian tanpa mengomentari ucapan nyonya sepuh yang terakhir.

“Baiklah. Mana juga Alfi, kok nggak kelihatan?”

“Tuan Alfi ada di ruang kerja nya. Apa perlu saya panggilkan?”

“Panggilkan saja, aku menunggu di ruang tengah,” kata bu Candra sambil beranjak ke ruang tengah. Tapi sebelum sampai, ia berpapasan dengan Alfian.

“Lhoh, ada Ibu? Sudah lama Bu?”

“Belum lama juga, tapi sudah sempat menghabiskan jus tomat yang disuguhkan Farah.”

“Saya mau melihat ke dapur, tadi Aliyah membantu memasak di sana.”

“Aliyah tidak ada. Tadi berpamit ke kamar mandi, tapi sampai sekarang belum kelihatan lagi. Biarkan saja,” kata sang ibu.

Alfian duduk di depan ibunya.

“Tumben ibu datang kemari, tidak mengabari dulu.”

“Mengapa harus mengabari, rumahmu ini dari rumah ibu kan tidak jauh? Lagian ibu hanya mampir, dan tidak akan lama.”

“Saya kira ada hal penting yang akan ibu sampaikan.”

“Hal penting apa. Kalau ibu bicara soal keinginan ibu, pasti juga tidak cocok dengan isi hati kamu, jadi apa gunanya dibicarakan?”

“Keinginan ibu yang mana? Kalau soal Aliyah, saya mohon maaf, tidak bisa memenuhi permintaan ibu. Kalaupun sekarang dia tampak kampungan, nanti Alfi akan mengajarinya dengan banyak hal.”

“Ibu mengerti. Tapi ibu ingatkan, bulan depan ada pertemuan para pebisnis teman-teman ayahmu, yang pastinya kamu juga mengenal mereka.”

“Bapak sudah mengatakannya.”

“Dan mereka pasti akan membawa serta para istri mereka.”

“Benar, Alfi juga akan membawa istri Alfi, mengapa tidak?”

“Mereka orang-orang terpandang. Wanita pilihan mereka juga wanita terpelajar dan berpendidikan tinggi.”

“Memangnya kenapa Bu. Ibu bermaksud membandingkannya dengan Aliyah?” kata Alfian yang mulai kesal karena mengerti kemana arah tujuan kata-kata ibunya.

“Tidak usah dibandingkan juga kan sudah kelihatan, sih Fi?”

“Saya mohon, ibu tidak terlalu merendahkan Aliyah. Menurut Alfi, Aliyah wanita yang istimewa, tak ada bandingnya, dan Alfi sangat mencintainya,” kata Alfian tandas.

Bu Candra hanya mengangguk-angguk, sepertinya tak membantah, tapi kelihatan bahwa wajahnya kurang menunjukkan rasa mantap.

“Tuan Alfi, Nyonya Sepuh, makan siang sudah siap,” kata Farah tiba-tiba.

“Ayo Ibu, kita makan, Aliyah ikut memasak lho Bu, pasti nikmat dong, makan masakan menantu,” olok Alfian yang merasa bahwa ibunya pasti tak akan suka.

“Ibu tidak ikut makan saja, nanti masakan di rumah siapa yang makan? Lebih baik ibu pulang, takutnya ayahmu juga pulang untuk makan siang di rumah,” kata bu Candra sambil berdiri.

“Nyonya Sepuh harus mencicipi masakan nyonya Aliyah, enak lhoh,” sambung Farah ketika melihat nyonya sepuhnya sudah berdiri dan bersiap mau pulang.

“Tidak Rah, takut kalau bapaknya Alfi pulang, nanti nggak ada yang menemani makan,” kata bu Candra sambil berlalu ke arah depan. Alfian mengantarkannya sampai ke halaman, tapi tak ada yang diucapkannya. Ada rasa kesal diantara mereka, ibu dan anak.

Alfian masuk ke dalam rumah, lalu memanggil Aliyah ketika sampai di depan kamarnya.

“Aliyah … ayo makan, Farah sudah selesai menyiapkan makan siang untuk kita.”

Aliyah sedang ada di kamar, sibuk mengusap air matanya. Ada sakit yang menggigit mendengar ucapan ibu mertuanya. Memang sih, sudah sejak awal, dia tahu bahwa bu Candra tak menghendaki Alfian terus memperistri dirinya. Ia tahu harus pergi, dan meminta cerai, tapi Alfian tak pernah mengijinkannya. Ia juga mengerti, bahwa dirinya sangat menyayangi Alfian. Rasa cinta yang perlahan tumbuh, tidak membuatnya ingin selalu berada di dekatnya. Aliyah justru ingin agar Alfian menemukan gadis yang setara dengan derajatnya. Aliyah bukan siapa-siapa, hanya gadis miskin yang kampungan, tak punya derajat. Baginya, Alfian adalah bintang yang gemerlap di awang-awang, sedangkan dirinya hanyalah gadis nista yang papa dan tak mungkin bersinar.

“Sungguh aku ingin Tuan mendapatkan gadis yang pantas, bukan aku, Tuan, aku mencintai Tuan juga, itu sebabnya aku ingin Tuan mendapatkan istri yang pantas dan bisa membuatmu bahagia,” kata batin Aliyah sambil sekali lagi mengusap sisa air matanya.

“Aliyah, apa kamu tidur?” kali ini Alfian mengetuk pintu kamar, langsung masuk ke dalam. Dilihatnya Aliyah duduk di tepi pembaringan, wajahnya pucat oleh hatinya yang terluka.

“Ternyata kamu tidak tidur? Kenapa matamu merah? Apa kamu tadi menangis?”

“Tidak, Tuan. Saya sangat mengantuk,” elak Aliyah.

“Nanti setelah makan tidurlah, biar aku temani,” kata Alfian menggoda, membuat Aliyah berdebar-debar.

Aliyah mendundukkan wajahnya. Lalu Alfian mengangkat wajah itu.

“Aku mencintaimu,” bisik Alfian.

Kata itu sudah berpuluh atau bahkan beratus kali diucapkan, tapi selalu membuat jantung hati Aliyah bergetar.

“Aku juga mencintai kamu Tuan, tapi aku tak ingin memiliki. Sungguh, banyak gadis yang lebih pantas untuk Tuan,” kata batin Aliyah sambil menatap lekat suaminya.

Tak tahan melihat pandangan Aliyah, Alfi mencium keningnya. Hanya itu, belum berani semakin jauh, khawatir Aliyah ketakutan. Dan kali ini pun Aliyah tidak menolak.

“Ayo makan dulu, Farah sudah menunggu untuk melayani kita,” kata Alfian sambil menarik tangan Aliyah.

Aliyah menurut, tapi ia tak bisa menyembuhkan batinnya yang terluka. Ucapan ibu mertuanya tidak hanya sekali itu. Ketika dia dan Alfian bertandang kerumahnya, ia juga mendengar sang ibu berbisik seperti itu, walau suaranya tidak keras, dan agak jauh dari tempatnya duduk. Aliyah sedang berpikir, apa yang harus dilakukannya.

“Silakan Tuan, Nyonya, nanti keburu dingin,” kata Farah yang sudah menunggu.

Alfian menarik kursi untuk istrinya, kemudian dia sendiri duduk di sampingnya.

“Hm, baunya sedap,” celetuk Alfian ketika aroma masakan tercium.

“Itu masakan Nyonya Aliyah, Tuan.”

“Wauww, benarkah? Baru baunya sudah sedap.”

“Saya baru belajar. Terima kasih, mbak Farah,” kata Aliyah merendah, sambil menatap Farah dengan senyuman manis.”

***

Sore hari itu, ketika bu Candra bercerita kepada suaminya tentang Aliyah, kembali pak Candra mencelanya.

“Ibu itu bagaimana? Kita kan sudah bicara panjang lebar tentang Aliyah. Kalau memang Alfian suka, kita bisa apa? Bukankah yang terpenting bagi orang tua adalah kebahagiaan anak? Kalau kita melihat anak kita bahagia, ya sudah, biarkan saja. Kita justru ikut berbahagia, kan?”

“Sebenarnya ibu ingin begitu, tapi rasa kurang mantap ini kok masih terus menghantui, tapi mau melarang, pastinya susah.”

“Karena Ibu tidak bisa ikhlas. Kalau kita melakukan sesuatu dengan ikhlas, pasti semuanya akan berjalan dengan baik.”

“Iya sih.”

“Cobalah untuk ikhlas, Bu. Nanti kan perasaanmu bisa lebih enak. Lagian bagaimana kita bisa melarang? Alfian bukan anak kecil lagi. Dia sudah bisa menentukan jalan hidupnya sendiri. Semoga saja dia tidak salah pilih, dan pastinya tidak salah jalan.”

“Iya.”

“Ibu jangan membandingkan Aliyah dengan Narita. Narita itu cantik, pintar, mempesona, tapi apa yang dilakukannya? Dia penipu, bukan? Ibu ingat Aliyah? Ketika kita menawari uang, perhiasan, mobil, apa dia mau? Tidak, dia tidak menginginkan imbalan apapun. Bahkan Alfian cerita, perhiasan yang pernah dibelikan oleh anak kita, dikembalikan olehnya.”

“Bukan karena dia ingin lebih?”

“Apa maksud ibu? Ibu masih mencurigai Aliyah punya keinginan lebih? Maksudnya ia memilih tetap menjadi istri Alfian karena dengan begitu, dia bisa mendapatkan lebih banyak? Begitu kah? Ibu juga tidak boleh lupa, Alfian sering cerita, bahwa Aliyah mendesak Alfian agar mau menceraikannya, seperti perjanjian semula. Ibu kurang yakin apa? Aliyah tidak tergila-gila harta. Dia gadis miskin yang lugu, tidak punya ambisi apapun.”

“Iya.”

“Ibu jangan hanya iya … iya … saja. Sekali lagi aku bilang, ibu harus ikhlas.”

“Baiklah, ibu akan mencobanya.”

“Nah, begitu dong Bu, sudah, jangan sampai masalah keluarga anak kita menjadi beban yang membuat Ibu susah. Lepaskan saja. Kalau ibu banyak pikiran, nanti bisa jatuh sakit.”

Bu Candra mengangguk, ia berjanji akan mencobanya.

***

Sore hari itu pula, sepulang dari bekerja, Pinto bertandang ke rumah pak RT. Bukan untuk menagih utang, tapi untuk bertanya tentang Aliyah, barangkali pak RT mengetahuinya, karena ia melihat perubahan sikap Aliyah, yang pastinya sekarang sedang ada di rumahnya.

“Aku sudah deg-degan lho Nak, aku kira Nak Pinto mau menagih hutang, kan baru tadi pagi. Maksud aku, menunggu kalau aku dapat pensiun, bulan depan.”

“Tidak Pak, saya tidak menagih hutang. Saya hanya heran, sampai Bapak berhutang sama saya. Sampai-sampai saya mau cerita, nggak jadi.”

“Ya itulah Nak, istri sedang ngambeg. Dia pergi tanpa pamit, membawa seluruh isi dompet aku, termasuk kartu ATM punyaku. Bahkan ponsel aku juga dibawanya.”

“Memangnya kenapa, sampai bu RT marah seperti itu?”

“Ah, sudahlah Nak, jangan ditanya. Perempuan itu kan maunya selalu ditungguin terus, kalau suaminya pergi, agak lama sedikit, sudah dicurigai. Nggak tahu tuh, tiba-tiba marah besar. Pagi tadi aku bangun, dia sudah nggak ada.”

“Pak RT pasti berbuat sesuatu yang membuat ibu marah.”

“Orang namanya curiga, aku tidak berbuat apapun ya dia tetap saja curiga,” kata pak RT yang menutupi perbuatannya membohongi istrinya.

“Susah kalau sudah marah ya Pak.”

“Memang susah, sekarang jangan memikirkan masalah itu dulu. Tadi Nak Pinto mau cerita, memangnya mau cerita apa?”

“Iya Pak, sebenarnya saya kesini itu mau cerita tentang hal ini.”

“Apa tuh, kelihatannya penting?”

“Bukan penting, hanya saja menimbulkan rasa aneh. Tadi pagi, agak siang sih Pak, saya melihat Aliyah.”

“Melihat Aliyah? Di mana?”

“Lewat di depan rumah makan itu. Saya heran. Dia kan sudah kaya, kenapa berjalan kaki sendirian pula. Tapi yang membuat saya kesal, dia tidak mau mengenal saya lagi.”

“Masa sih?”

“Saya menyapa, dia menjawab acuh, ketika saya tanya, apa kamu lupa sama aku? Dia jawab tidak pernah kenal. Gitu Pak, saya agak sakit hati nih. Mentang-mentang sudah jadi istri orang kaya, lalu tidak mau lagi kenal sama saya.”

“Nak, memang Aliyah sudah pulang ke rumahnya.”

“Pulang? Jadi ia ada di rumahnya?”

“Ada, tapi memang dia agak sakit ingatan.”

“Sakit ingatan bagaimana Pak?”

“Itu karena dia disiksa oleh suaminya. Jadi dia tidak ingat apapun. Hanya saja, dia ingat sama aku. Sikapnya kalau sama aku, manis sekali. Itu karena aku selalu membantu dia.”

“Disiksa bagaimana Pak?”

“Dia tidak mau cerita secara jelas, yang penting dia sudah kabur dari rumah suaminya, tidak punya apa-apa. Tadi malam saya beri dia uang untuk membeli makanan. Tapi jangan berharap untuk bertemu. Dia tak akan mau. Dia hanya mau sama aku,” kata pak RT sedikit bangga.

Pinto terkejut. Bukan karena dia tidak dikenal sementara pak RT dikenal dengan baik, tapi ia mendengar bahwa Aliyah disiksa suaminya. Bagaimanapun ada rasa sayang dihati Pinto terhadap Aliyah, yang tak mudah bisa hilang. Rasa trenyuh menyelimuti hatinya, ketika mendengar Aliyah disiksa. Tapi ia tak bisa mendekatinya, karena pak RT melarangnya.

***

Ketika minum secangkir kopi pesanannya, Alfian meminta agar Farah membangunkan Aliyah.

Farah segera mendekati kamarnya, dan mengetuk pintunya pelan.

“Nyonya, tuan Alfi menunggu di ruang tengah.”

Tapi tak ada jawaban. Farah mengira Aliyah sedang tidur, karenanya dia memberanikan diri membuka pintunya. Tapi Farah terkejut, Aliyah tak ada di dalam kamarnya. Farah melongok ke arah kamar mandi, barangkali Aliyah ada di sana, tapi di sana pun tak ada.

***

Besok lagi ya.

40 comments:

  1. Replies
    1. Selamat uti Nani tanduk, ya?
      Nambah satu mangkok lagi biar kenyang....

      Terima kasih bu Tien....
      Selamat hari Raya bagi yang merayakan besuk.
      Taqobbalallahu minna wa minkum Taqobbal yaa kariim.
      Mohon maaf lahir batin.

      Delete
  2. ⚘☘⚘☘⚘☘⚘☘
    Alhamdulillah CBE 26
    sudah hadir...
    Matur nuwun Bu Tien.
    Sehat selalu & tetap
    smangats berkarya.
    Salam Aduhai 🦋⚘
    ⚘☘⚘☘⚘☘⚘☘

    ReplyDelete
  3. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    🙏🙏

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah...
    CBE 26 sdh hadir....
    Maturnuwun bu Tien...
    Salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun bu Tien
    Mbenjang libur mboten tayang 3 dinten gih.
    Ngaturaken Sugeng Riyadi
    Mohon Maaf lahir bathin
    Salam aduhai dr kota Tegal

    ReplyDelete
  6. Terima kasih, ibu Tien. Selamat menyambut Hari Raya Idul Fitri. Mohon maaf lahir dan batin.🙏

    ReplyDelete
  7. Matur nuwun mbak Tien-ku, CBE sudah tayang.

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah.... Sedaya kalepatan... Taqobballahu minna waminkum....

    ReplyDelete
  9. Terima kasih Bu Tien, Selamat merayakan Hari Raya Idul Fitri mohon maaf lahir dan batin, semoga Bu Tien sehat selalu, bahagia bersama keluarga tercinta.

    ReplyDelete
  10. Loo gak jadi libur matur nuwun.jeng Tien

    ReplyDelete
  11. Wah... Aliyah kabur... apa pulang kerumahnya yang lama. Terus nanti Narita muncul menemui Alfian?
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  12. Lah.. malah lari pulang kerumah, aduh bisa disamber Nungki nich, blaik; eh tapi kan taunya sudah nggak punya apa-apa, apanya yang diharapkan? lha kan bisa jahat disandera diblusuke asrama, hayo piye kuwi.
    Suruh kerja ya, ngerjain orang gitu..
    Tuh kan berantakan, gara gara maknya ngromèd; didengar Aliyah lagi.
    Ya jangan kesamber Nungki ah, mencari 'kakak' Pinto aja, atau jadi art dirumah duren hé hé hé.
    Kan mau makan jerih payahnya keringat sendiri, lagian Farah juga belum tentu berani mengadu sama Alfi; masalah keinginan maknya, yang nggak percaya kemampuan Aliyah.
    Ya takut aja, sana sini kena damprat, habis lah, namanya juga art.
    Ketemu Pinto malah di acuhin, syukur kalau Narita pas pergi jèng jèng sama pak RT, Aliyah baru masuk rumah nenek, merenung mengadu mengapa nasibnya seperti ini; sambil bongkar bongkar arsip di lemari nenek, jadi sama sama tahu kalau dia punya saudara kembar, bisa masuk grup Nakula Sadewa donk, yang cukup bekèn dinegeri +62
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Cintaku bukan empedu yang ke dua puluh enam sudah tayang.
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah ...
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah.... Terima kasih Bu Tien.

    ReplyDelete
  15. Alhamdulilah..akhirnya tayang jg cbe nya bund..ktnya libur..slmt mlm dan slm sht sll🙏😘🌹❤️

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~26 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏

    ReplyDelete
  17. Terima kasih mbak tien, salam sehat selalu.
    Aliyah kok hilang yah, apa diculik Narita? He5x.

    ReplyDelete
  18. Terimakasih bunda Tien, ke mana gerangan Aliyah, semoga tidak diculik Narita untuk mengganti posisi Aliyah menjadi istri Alfian , tetapi Alfian tidakvsjan tertipu karena sudah tau perbedaan mereka dari tanda lahirnya ...

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillaah CBE dah hadir, makasih bunda... Kok aliyah gak ada kabur atau d culik

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah
    Matur nuwun bu Tien
    sehat wal'afiat selalu 🤗🥰

    Loh Aliyah kabur tok.... Wah seru nih mulai babak baru dg Narita ganti peran
    ( maaf sok tahu nih 🤭🙏🙏🙏)

    ReplyDelete
  21. Aliyah kabur ke rumah neneknya, terus ketemu dengan Afifah?
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  22. Terima kasih Bu Tien
    Semoga Bu Tien sehat selalu

    ReplyDelete
  23. Kemanakah Aliyah? Jangan sampai dimanfaatkan oleh Narita.
    Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu. Aduhai

    ReplyDelete
  24. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuuh, kami sekeluarga mengucapkan..
    Selamat Hari Raya Idul Fitri 1444H

    Taqabbalallahu minna wa minkum.
    Taqabballahu yaa karim..🤲🤲

    Mohon maaf lahir dan bathin,
    Semoga ibadah Ramadhan kita diterima Allah SWT
    Semoga kita bisa dipertemukan dengan Ramadhan tahun depan.
    Aamiin yaa Robbal Aalamiin

    Wasalamualaikum wrwb,
    Wiwik Wisnu & Keluarga

    ReplyDelete
  25. Assalamualaikum bu Tien, ngaturaken *Selamat Hari Raya Idul Fitri 1444H/2023.* Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum, Kullu ‘amin wa antum bi khoir.
    Maaf lahir & batin 💗💐

    "Nien"

    ReplyDelete
  26. Assalamualaikum bu Tien, ngaturaken *Selamat Hari Raya Idul Fitri 1444H/2023.* Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum, Kullu ‘amin wa antum bi khoir.
    Maaf lahir & batin

    ReplyDelete
  27. Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Ibu Tien.

    Kami mengucapkan :

    SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1444 H .

    Taqabbalallaahu Minnaa Wa minkum mohon maaf atas khilaf dan kesalahan kami

    ReplyDelete
  28. Kepada bu Tien dan penggemar cerbung bu Tien

    Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

    Kami mengucapkan :

    SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1444 H .

    Taqabbalallaahu Minnaa Wa minkum mohon maaf atas khilaf dan kesalahan kami

    ReplyDelete
  29. Kepada Ibu Tien dan segenap penggemar cerbung Bu Tien, selamat Idul Fitri 1444 H, mohon maaf lahir batin. Semoga Allah SWT senantiasa memberi kesehatan dan kebahagiaan kepada kita semua, aamiin....

    ReplyDelete
  30. Untuk ibu Tien dan penggemar cerbung semua, sy ucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1444 H, mohon maaf lahir batin, semoga selalu dsehat dan bahagia sejahtera, dlm lindungan Allah SWT, aamiin

    ReplyDelete
  31. Teruntuk Bu Tien dan seluruh penggemar cerbung Bu Tien....
    Kami mengucapkan :
    "Selamat Hari Raya Idul Fitri 1444 H"
    Mohon maaf lahir dan batin
    Semoga kita semua masih dapat dipertemukan kembali dengan Ramadhan yang akan datang....Aamiin

    ReplyDelete

BULAN HANYA SEPARUH

BULAN HANYA SEPARUH (Tien Kumalasari) Awan tipis menyelimuti langit Lalu semua jadi kelabu Aku tengadah mencari-cari Dimana bulan penyinar a...