Wednesday, April 19, 2023

CINTAKU BUKAN EMPEDU 25

 

CINTAKU BUKAN EMPEDU  25

(Tien Kumalasari)

 

Narita terkejut. Ia menyesal, kurang hati-hati, sehingga ada yang mengenalinya. Padahal belum masuk ke gang di kampung rumah Aliyah. Narita pura-pura tak mendengar, lalu mempercepat langkahnya. Tapi tanpa disangka, rupanya orang itu mengejarnya. Dan tiba-tiba saja sudah ada di depannya.

“Aliyah … Aliyah, kamu sudah melupakan aku ya?”

Narita tertegun. Rupanya salah seorang pengagum Aliyah, atau jangan-jangan malah pacarnya. Ia bingung harus bersikap bagaimana, tapi kemudian ia memilih bersikap acuh.

“Tolong minggirlah,” katanya dengan wajah dingin.

“Aliyah, ada yang aneh pada diri kamu. Kamu kan sudah menjadi orang kaya, mengapa berjalan kaki di tempat ini?”

“Aku bilang minggirlah,” kata Narita karena merasa dihalangi jalannya.

“Kamu lupa sama mas Pinto mu ini, Yah?”

“Oh, namanya Pinto?” piikir Narita.

“Kampungan …. Orangnya cakep, namanya Pinto …” lanjutnya dalam hati.

“Minggirlah, aku sedang tergesa-gesa.”

“Benar, kamu lupa sama aku?”

“Bahkan aku tidak ingat bahwa pernah kenal sama kamu,” kata Narita sambil mendorong tubuh Pinto, sehingga dia bisa berlalu dengan nyaman.

“Aliyah … kenapa kamu berubah?”

Pinto melongo. Hatinya bagai ditusuk ribuan duri. Pedih, perih. Aliyah yang begitu disayanginya, bahkan menganggapnya kakaknya, tiba-tiba lupa diri, dan juga melupakan dirinya. Tak hanya itu, ucapanya sangat menyakitkan.

“Tak pernah kenal denganku? Ya Tuhan. Aliyah, setelah jadi orang kaya kamu benar-benar berubah. Mana kerendahan hati kamu, senyuman hangatmu, ocehan manjamu, dan semuanya yang pernah kamu miliki? Begitu cepat keadaan memutar balikkan sifat muliamu. Hanya karena harta, hanya karena kaya, lalu kamu lupa,” gumamnya sedih.

“Semoga Allah menuntun kamu ke jalan yang benar,” gumamnya lagi sambil memasuki rumah makan di mana dirinya bekerja. Sebelum benar-benar masuk, ia mengusap matanya yang berembun.

Narita memasuki rumah nenek Supi dengan perasaan yang susah digambarkannya. Senangkah menemukan bukti bahwa dia punya saudara? Dan itu adalah bukti bahwa dia tidak sendirian di dunia ini? Sedihkah karena mengalami nasib yang berbeda dengan saudara kembarnya?

Narita meletakkan bungkusan nasi yang tadi sempat dibelinya untuk sarapan, tapi ia tak ingin menyentuhnya. Ia langsung membaringkan tubuhnya di ranjang tua, yang selalu menimbulkan suara gemeretak setiap kali dia membaringkan tubuhnya. Narita tak peduli, hatinya benar-benar gundah, tak tahu harus berbuat apa. Tapi sesungguhnya keinginan untuk merebut kebahagiaan saudara kembarnya itu, tak pernah lenyap dari benaknya. Seperti mudah melakukannya, tapi bagaimana caranya?

Narita  mencoba memejamkan matanya. Ia butuh seseorang untuk berbagi. Sejenak dia teringat Nungki, entah apa yang dilakukan Nungki sekarang. Mengapa dia tidak mencarinya? Apa dia benar-benar ingin melepaskannya? Sesungguhnya Nungki cukup punya arti dalam hidupnya. Ia mengentaskannya dari dunia hitam, dan itu pastilah dengan uang yang tidak sedikit untuk menebusnya. Ia juga menjadi teman setianya, yang selalu menyenangkannya. Hanya senang … tapi tidak ada cinta untuk dia. Cintanya hanya untuk Alfian.

“Alfi, aku menyesal telah meninggalkan kamu. Bagaimana caranya agar kamu mau memaafkan aku, dan menerima aku kembali?” rintihnya penuh sesal.

***

Pak RT bangun kesiangan, karena semalam tidak bisa tidur, gara-gara istrinya memilih tidur di sofa.

Ia menggeliat, dan menoleh ke arah samping tempat dia tidur. Istrinya tak ada. Memang semalam tidak tidur di sampingnya. Pak RT bangkit, mengucek matanya, lalu melangkah ke arah ruang tengah. Biasanya ada kopi hangat menunggunya saat dia bangun.

“Ini seperti sudah siang, pasti kopiku sudah dingin,” gumamnya sambil melangkah perlahan, karena ia merasa pinggulnya terasa sakit. Ia baru ingat, kemarin jatuh tersungkur ketika di rumah Aliyah. Ia mengelusnya sejenak, kemudian duduk di sofa. Matanya mencari-cari, tak tampak ada gelas kopinya.

“Barangkali dia belum menuangkannya karena aku belum bangun,” gumamnya pelan, lalu berdiri dan melangkah ke arah dapur. Tapi istrinya tak ada. Tak tampak ada kesibukan di dapur itu. Barangkali gelas yang sudah ditata, tinggal mengucurkan kopinya dari termos kalau sang suami sudah bangun. Tapi tak ada gelas tak ada cangkir, dan tak ada termos berisi kopi panas.

“Kemana dia?”

Pak RT mencari ke arah depan, tak tak menemukan orang yang dicarinya. Apa ke pasar ya? Kok ya tidak mau ngomong. Atau sudah ngomong, tapi aku tidak mendengar karena masih terlelap?

Pak RT merasa tenggorokannya kering. Ia butuh segelas kopi seperti setiap pagi disediakan istrinya, tapi pagi itu tak ada kopi. Air putihpun tidak. Pak RT melangkah lagi ke dapur. Diambilnya gelas, lalu mencoba membuat kopi sendiri. Setelah itu ia membawanya ke ruang tengah.

“Bwuuahhh!” pak RT menyemburkan kopi yang sudah diminumnya. Pahit. Ia tak biasa minum kopi pahit, walau banyak orang mengatakannya lebih sehat.

“Aku lupa membubuhi gula,” katanya sambil melangkah ke dapur lagi, mencari di mana tempat gula diletakkan. Ia kembali duduk setelah menemukannya, lalu menyendokkan gula ke dalam gelas.

“Bukankah aku suka yang manis-manis? Mengapa sampai lupa membubuhkan gula?” gumamnya sambil tersenyum, dan dengan bersemangaat mengaduk gula ke dalam kopinya.

“Aduh, kok sekarang terlalu manis? Sebenarnya seberapa banyak  kopi dan gula harus disiapkan supaya menjadi minuman yang nikmat? Ternyata tanpa perempuan, laki-laki juga merasa repot. Kemana dia sepagi ini?”

Pak RT mengambil termos dan menambahkan air ke dalam gelasnya. Ia mencicipinya lagi, dan masih terasa manis, tapi tak apa. Mau bagaimana lagi, air kopi di dalam gelas sudah meluber, bahkan mengotori taplak meja sehingga kehitaman.

Pak RT meneguk kopi manisnya, sampai habis segelas penuh. Tiba-tiba pak RT teringat pada ‘simpanannya’. Ia ingin ke sana sekarang, tapi nanti kalau istrinya pulang dan dia tak ada di rumah, pasti mencak-mencak lagi.

“Aku harus bersabar dulu. Sebaiknya aku mandi, berdandan rapi, nanti kalau istriku pulang aku bisa pamit untuk pergi."

Tapi setelah pak RT mandi, ia belum juga melihat sang istri. Ia memasuki kamar, untuk berganti pakaian. Tapi alangkah terkejutnya ketika melihat almari istrinya nyaris kosong. Hanya beberapa baju tertinggal, dan itu artinya, sang istri pergi meninggalkan rumah untuk waktu yang lama.

“Ya ampuun, kamu pergi Bu? Benar-benar membuktikan ancaman kamu bahwa kamu mau pergi? Bagaimana ini?” gumam pak RT yang agak bingung juga, tanpa istri di rumah hanya sendiri.

“Ia benar-benar tega. Jangankan meninggalkan sarapan, segelas minumpun tidak,” omelnya kesal.

Pak RT membuka kulkas, hanya ada roti tawar yang dingin. Ia mengambilnya dan melahapnya sepotong.

“Pasti dia ke rumah anaknya. Biarkan saja, kalau nanti dia kangen sama aku, pasti juga akan pulang kembali,” gumamnya melanjutkan berganti pakaian.

“Daripada bingung memikirkan istrinya yang lagi ngambeg, lebih baik mengajak Aliyah jalan-jalan. Apa Aliyah sudah sarapan ya, kan semalam aku sudah memberinya uang. Dan lagi ini sudah cukup siang,” gumamnya sambil melihat ke arah jam dinding.

“Yaah, ternyata sudah jam sebelas siang?”

 Pak RT merasa perutnya masih lapar. Seiris  roti tawar dingin tidak bisa memenuhi rasa lapar di perutnya. Ia mengambil dompet, lalu berjalan ke arah warung makan tak jauh dari rumahnya. Ia memesan nasi gudeg sambel goreng dan sepotong pupu ayam masak opor yang dimintanya agar dibungkus. Dia memesan dua bungkus. Maksudnya yang sebungkus lagi akan diberikannya untuk ‘Aliyah’.

“Berapa Yu?”

“Enam puluh ribu dengan kerupuknya, pak RT, jawab pemilik warung.

Pak RT segera membuka dompetnya, dan tiba-tiba matanya terbelalak, melihat isi dompetnya kosong. Tak selembar uangpun tersisa di sana, padahal semalam dia baru mengambilnya, dan masih ada tigaratus ribu, termasuk uang beras istrinya yang dipakainya.

“Pesan apa lagi, pak RT?”

“Sebentar Yu, ternyata aku tidak membawa uang,” kata pak RT panik, karena dia juga tidak menemukan kartu ATM yang biasana tersimpan di dompet itu.

“Dibawa saja dulu pak RT, tiap hari kan bu RT lewat sini, biar nanti saya minta sama bu RT saja, uangnya.”

“Tapi, nggak enak jadinya. Masa saya harus ngutang?”

“Tidak apa-apa, sudah terlanjur dibungkusin, mau diapain? Sudah bawa saja dulu,” kata pemilik warung memaksa.

Mau tak mau pak RT membawanya dengan seribu satu permintaan maaf diucapkannya.

Pak RT membawa bungkusan nasi itu pulang. Hatinya merasa gelisah, karena ia tak punya uang dan tak bisa mengambil uangnya di bank, karena ATM dibawa istrinya juga, berikut seluruh uangnya sampai tak bersisa.

Setelah meletakkan bungkusan nasi di meja, pak RT memasuki kamar dan membuka almari, untuk mencari buku tabungannya. Maksudnya, kalau tidak memiliki ATM, maka dia bisa mengambilnya secara langsung dengan buku tabungan. Tapi celakanya, sang istri yang ‘pintar’ juga membawa buku tabungan itu.

Pak RT merasa lemas. Kemudian ia teringat cara tarik tunai tanpa kartu, bisa dengan ponsel, tapi dia belum pernah melakukannya.

“Aku bisa bertanya kepada petugas bank, nanti,” gumamnya sambil mencari ponselnya. Tapi ia juga tak bisa menemukan ponsel yang dicarinya.

“Celaka. Rupanya istriku benar-benar ingin membunuh aku.”

Kehilangan selera makan, pak RT membiarkan saja bungkusan nasi itu tergeletak di meja.

***

Waktu istrirahat siang, Pinto keluar dari ruangannya bekerja, bermaksud mencari makanan. Tapi di depan pintu keluar, ia hampir menabrak seseorang, yang ternyata adalah pak RT.

“Pak RT?”

“Nak Pinto, tolong saya,” kata pak RT sambil menarik tangan Pinto menjauh dari tempatnya bertemu Pinto. Pinto mengikutinya dengan heran.

“Ada apa Pak? Kelihatannya gawat banget. Padahal sebenarnya saya mau menceritakan sesuatu pada pak RT.

“Jangan bercerita apapun dulu, aku minta tolong, Nak.”

“Minta tolong apa Pak?”

“Bisa kah aku pinjam uang tiga ratus ribu saja?”

Pinto menatap pak RT dengan heran.

“Pinjam uang? Apa saya tidak salah dengar?” tanya Pinto yang benar-benar heran.

“Benar Nak, seriuuus, bahkan berpuluh-puluh rius.”

“Kenapa Pak, dan untuk apa?”

“Istri aku minggat, semua uang, dibawa pergi. Semuanya.”

“Bu RT ming … eh … pergi? Kenapa?”

“Nak Pinto ini kok banyak banget pertanyaannya, pokoknya saya mau pinjam, ada atau tidak, boleh atau tidak?”

“Ada sih Pak, silakan saja, saya hanya heran.”

“Tidak usah heran, nanti saya cerita banyak sama nak Pinto.”

“Baiklah,” kata Pinto sambil mengambil dompetnya, dan memberikan uang seperti diminta pak RT.

“Terima kasih banyak ya Nak, saya pergi dulu,” kata pak RT yang kemudian langsung pergi, menuju ke arah warung nasi di mana tadi dia membeli makanan.

Pinto menatap kepergian pak RT dengan heran. Padahal sebenarnya dia ingin bercerita tentang ‘Aliyah’ yang tadi dilihatnya, tapi tak sudi berbincang dengan dirinya.

“Ya sudah, lain kali saja. Hari ini kok banyak sekali hal membingungkan yang menimpa aku,” gumam Pinto sambil berjalan ke arah warung terdekat untuk membeli makanan.

***

Siang hari itu Farah sedang menyelesaikan acara masak, ketika tiba-tiba dikejutkan oleh kedatangan majikan sepuhnya.

“Masak apa Rah?”

“Nyonya sepuh sama siapa?”

“Sama sopir.”

“Tidak dengan tuan sepuh?”

“Tidak, jam segini kan bapaknya Alfi ada di kantor.”

“Oh, silakan duduk Nyonya, saya buatkan minuman dulu. Nanti Nyonya makan siang di sini kan?”

“Iya gampang. Mana Aliyah?”

“Tadi juga ikut membantu masak, tapi pamit mau ke kamar mandi sebentar.”

“Dia suka membantu memasak juga?”

“Iya Nyonya, maaf, saya tidak bisa melarangnya, karena nyonya Aliyah bilang ingin belajar memasak juga.”

“Tidak apa-apa. Terserah apa maunya dia.”

“Ya, Nyonya, saya buatkan minuman dulu, ada jus tomat kesukaan tuan Alfi, Nyonya mau?”

“Iya, tapi aku mau duduk di sini saja.”

“Baiklah, Nyonya,” kata Farah sambil mengambilkan gelas, dan menuang jus yang sudah tersedia.

“Bagaimana kabar dia?”

“Dia, siapa Nyonya?”

“Dia … Aliyah.”

“Baik-baik saja Nyonya.”

“Sebenarnya aku kecewa dengan pilihan Alfian.”

“Memangnya kenapa Nyonya? Tuan Alfi kelihatan kalau sangat mencintai Nyonya Aliyah.”

“Bukankah sebenarnya dia sudah harus menceraikannya?”

“Tapi tuan Alfi sudah terlanjur jatuh cinta.”

“Dengar Farah, bulan depan ada pertemuan dengan para pebisnis, dan itu adalah sebuah pesta. Semua membawa istri masing-masing, tapi saya tidak yakin Alfi tidak mendapat malu kalau membawa istrinya nanti.”

Farah tertegun. Mereka juga tidak mengira, bahwa Aliyah yang baru keluar dari kamar mandi dan sedang menuju ke dapur, mendengarkan percakapan mereka.

***

Besok lagi ya.

37 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang

    ReplyDelete
  2. Matur nuwun,mugi bunda Tien sehat wal'afiat.

    ReplyDelete
  3. Salam sehat dan Aduhai juga mbak.....

    ReplyDelete
  4. Waduh jeng Mimiet juara tak terkalahkan

    ReplyDelete
  5. Alhamdulilah..
    Tks banyak bunda Tien..
    Semoga sehat" selalu..

    ReplyDelete
  6. Alhamdulilah matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang, salam sehat inggih dari Cibubur

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah
    Datang gasik
    Matur nuwun buu
    Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  8. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  9. Woro-woro
    Sehubungan dengan Hari Raya Idul Fitri 1444-H, maka ALIYAH & NARITA LIBUR TAYANG, mulai hati Kamis tgl 20 April sd Minggu, 23 April 2023.
    Dan akan hadir kembali pada hari Senin, 24 April 2023.
    Demikian untuk menjadi maklum.

    Taqobbalallahu minna WA minkum. Taqobbal yaa Kariim.
    Mohon maaf lahir batin kepada sahabat³ku para Penggemar Cerbung Tien Kumalasari.
    **Kakek Habi**

    ReplyDelete
  10. Tentu saja Pinto kecewa dengan 'Aliyah'nya, berlawanan dengan pak RT yang makin terhipnotis.
    Apakah Aliyah akan kursus tentang bergaul dengan para orang kaya? Tunggu besok lagi ya..
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  11. alhamdulillah salam sehat penuh semangat

    ReplyDelete
  12. Alhamdullilah cbe sdh hadir..makasih bunda Tien..slm sht sllπŸ™πŸ˜˜πŸŒΉ

    ReplyDelete
  13. Hmmm...rasain tu pak RT πŸ˜…

    Matur nuwun bunda Tien ..πŸ™πŸ™
    Salam Sehat Selalu...

    ReplyDelete
  14. Ih segitu kuatirnya maknya ini, mau ada apa itu; gathering ya.
    halah mak mak gitu aja kok repot, mbok ya di uji, lah nyinyirnya itu lho jian ngrikiti ati tenan rasanΓ© kΓ₯yΓ₯ dijuwing juwing gitu, penampilan itu mudah tinggal belajar sebentar beres tapi kebiasaan baek itu yang nggak bisa cepet cepet dirubah, jangan jangan saking mbedhedheg rasanΓ©, melarikan diri ngilang pulang kerumah; jadi juga tukeran sama Aliyah kw alias Afifah, yang sekarang sudah balik nama jadi Narita.
    wao pigi mana tuh kalau terjadi seperti itu, lho eh iya kan Aliyah takut dosa, meninggalkan Alfian, yang kini sudah menjadi suaminya.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    cintaku bukan empedu yang ke dua puluh lima sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    πŸ™

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~25 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..πŸ™

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah masih bisa baca CBE di malam ke-29 Romadhon tahun ini.
    Syukron nggih Mbak Tien ... 🌹🌹🌹🌹🌹
    Taqobballaahu minna wa minkum Taqobbal yaa kaarim⚘️⚘️⚘️

    ReplyDelete
  17. Wah, malu sy telat muncul, kebiasaan nunggu malam baru cek blog, sdh disapa bu Tien...makasih ibuu....sehat selalu menyambut Lebaran ya...πŸ™πŸ™πŸ™πŸ˜˜πŸ˜˜

    ReplyDelete
  18. Terima kasih bu tien cbe nya.... wah bakalab kangen nih libur sd thl 25 april... salam sehat bu tien

    ReplyDelete
  19. ⚘☘⚘☘⚘☘⚘☘
    Alhamdulillah CBE 25
    sudah hadir, telat buka HP.
    Matur nuwun Bu Tien.
    Sehat selalu & tetap
    smangats berkarya.
    Salam Aduhai πŸ¦‹⚘
    ⚘☘⚘☘⚘☘⚘☘

    ReplyDelete
  20. Aduhai...
    Terima kasih bunda Tien...
    Sehat selalu ...
    Berkah Dalem Gusti πŸ™πŸ›πŸ˜‡

    ReplyDelete
  21. Terimakasih bu Tien CBE nya,
    *Selamat Hari Raya Idul Fitri 1444H*
    Mohon maaf lahir batin.
    Salam sehat dan semangat

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien, salam sehat selalu

    ReplyDelete
  23. Terima kasih Ibu Tien, semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah.... Selamat idul fitri, Taqoballallahu minna waminkum, bunda dan juga para penggemarnya.
    . Aamiin

    ReplyDelete
  25. Yaah kasihan Aliyah.. Semakin tak sabar menunggu lanjutannya... Trm ksh bu Tien. Semoga sehat sll.

    ReplyDelete

BULAN HANYA SEPARUH

BULAN HANYA SEPARUH (Tien Kumalasari) Awan tipis menyelimuti langit Lalu semua jadi kelabu Aku tengadah mencari-cari Dimana bulan penyinar a...