CINTAKU BUKAN EMPEDU
25
(Tien Kumalasari)
Narita terkejut. Ia menyesal, kurang hati-hati,
sehingga ada yang mengenalinya. Padahal belum masuk ke gang di kampung rumah
Aliyah. Narita pura-pura tak mendengar, lalu mempercepat langkahnya. Tapi tanpa
disangka, rupanya orang itu mengejarnya. Dan tiba-tiba saja sudah ada di
depannya.
“Aliyah … Aliyah, kamu sudah melupakan aku ya?”
Narita tertegun. Rupanya salah seorang pengagum
Aliyah, atau jangan-jangan malah pacarnya. Ia bingung harus bersikap bagaimana,
tapi kemudian ia memilih bersikap acuh.
“Tolong minggirlah,” katanya dengan wajah dingin.
“Aliyah, ada yang aneh pada diri kamu. Kamu kan sudah
menjadi orang kaya, mengapa berjalan kaki di tempat ini?”
“Aku bilang minggirlah,” kata Narita karena merasa dihalangi
jalannya.
“Kamu lupa sama mas Pinto mu ini, Yah?”
“Oh, namanya Pinto?” piikir Narita.
“Kampungan …. Orangnya cakep, namanya Pinto …”
lanjutnya dalam hati.
“Minggirlah, aku sedang tergesa-gesa.”
“Benar, kamu lupa sama aku?”
“Bahkan aku tidak ingat bahwa pernah kenal sama kamu,”
kata Narita sambil mendorong tubuh Pinto, sehingga dia bisa berlalu dengan
nyaman.
“Aliyah … kenapa kamu berubah?”
Pinto melongo. Hatinya bagai ditusuk ribuan duri.
Pedih, perih. Aliyah yang begitu disayanginya, bahkan menganggapnya kakaknya,
tiba-tiba lupa diri, dan juga melupakan dirinya. Tak hanya itu, ucapanya sangat
menyakitkan.
“Tak pernah kenal denganku? Ya Tuhan. Aliyah, setelah
jadi orang kaya kamu benar-benar berubah. Mana kerendahan hati kamu, senyuman
hangatmu, ocehan manjamu, dan semuanya yang pernah kamu miliki? Begitu cepat
keadaan memutar balikkan sifat muliamu. Hanya karena harta, hanya karena kaya,
lalu kamu lupa,” gumamnya sedih.
“Semoga Allah menuntun kamu ke jalan yang benar,”
gumamnya lagi sambil memasuki rumah makan di mana dirinya bekerja. Sebelum
benar-benar masuk, ia mengusap matanya yang berembun.
Narita memasuki rumah nenek Supi dengan perasaan yang
susah digambarkannya. Senangkah menemukan bukti bahwa dia punya saudara? Dan
itu adalah bukti bahwa dia tidak sendirian di dunia ini? Sedihkah karena
mengalami nasib yang berbeda dengan saudara kembarnya?
Narita meletakkan bungkusan nasi yang tadi sempat
dibelinya untuk sarapan, tapi ia tak ingin menyentuhnya. Ia langsung
membaringkan tubuhnya di ranjang tua, yang selalu menimbulkan suara gemeretak
setiap kali dia membaringkan tubuhnya. Narita tak peduli, hatinya benar-benar
gundah, tak tahu harus berbuat apa. Tapi sesungguhnya keinginan untuk merebut
kebahagiaan saudara kembarnya itu, tak pernah lenyap dari benaknya. Seperti
mudah melakukannya, tapi bagaimana caranya?
Narita mencoba
memejamkan matanya. Ia butuh seseorang untuk berbagi. Sejenak dia teringat
Nungki, entah apa yang dilakukan Nungki sekarang. Mengapa dia tidak mencarinya?
Apa dia benar-benar ingin melepaskannya? Sesungguhnya Nungki cukup punya arti
dalam hidupnya. Ia mengentaskannya dari dunia hitam, dan itu pastilah dengan
uang yang tidak sedikit untuk menebusnya. Ia juga menjadi teman setianya, yang
selalu menyenangkannya. Hanya senang … tapi tidak ada cinta untuk dia. Cintanya
hanya untuk Alfian.
“Alfi, aku menyesal telah meninggalkan kamu. Bagaimana
caranya agar kamu mau memaafkan aku, dan menerima aku kembali?” rintihnya penuh
sesal.
***
Pak RT bangun kesiangan, karena semalam tidak bisa
tidur, gara-gara istrinya memilih tidur di sofa.
Ia menggeliat, dan menoleh ke arah samping tempat dia
tidur. Istrinya tak ada. Memang semalam tidak tidur di sampingnya. Pak RT
bangkit, mengucek matanya, lalu melangkah ke arah ruang tengah. Biasanya ada
kopi hangat menunggunya saat dia bangun.
“Ini seperti sudah siang, pasti kopiku sudah dingin,”
gumamnya sambil melangkah perlahan, karena ia merasa pinggulnya terasa sakit.
Ia baru ingat, kemarin jatuh tersungkur ketika di rumah Aliyah. Ia mengelusnya
sejenak, kemudian duduk di sofa. Matanya mencari-cari, tak tampak ada gelas
kopinya.
“Barangkali dia belum menuangkannya karena aku belum
bangun,” gumamnya pelan, lalu berdiri dan melangkah ke arah dapur. Tapi
istrinya tak ada. Tak tampak ada kesibukan di dapur itu. Barangkali gelas yang
sudah ditata, tinggal mengucurkan kopinya dari termos kalau sang suami sudah
bangun. Tapi tak ada gelas tak ada cangkir, dan tak ada termos berisi kopi
panas.
“Kemana dia?”
Pak RT mencari ke arah depan, tak tak menemukan orang
yang dicarinya. Apa ke pasar ya? Kok ya tidak mau ngomong. Atau sudah ngomong,
tapi aku tidak mendengar karena masih terlelap?
Pak RT merasa tenggorokannya kering. Ia butuh segelas
kopi seperti setiap pagi disediakan istrinya, tapi pagi itu tak ada kopi. Air
putihpun tidak. Pak RT melangkah lagi ke dapur. Diambilnya gelas, lalu mencoba
membuat kopi sendiri. Setelah itu ia membawanya ke ruang tengah.
“Bwuuahhh!” pak RT menyemburkan kopi yang sudah
diminumnya. Pahit. Ia tak biasa minum kopi pahit, walau banyak orang
mengatakannya lebih sehat.
“Aku lupa membubuhi gula,” katanya sambil melangkah ke
dapur lagi, mencari di mana tempat gula diletakkan. Ia kembali duduk setelah
menemukannya, lalu menyendokkan gula ke dalam gelas.
“Bukankah aku suka yang manis-manis? Mengapa sampai
lupa membubuhkan gula?” gumamnya sambil tersenyum, dan dengan bersemangaat
mengaduk gula ke dalam kopinya.
“Aduh, kok sekarang terlalu manis? Sebenarnya seberapa
banyak kopi dan gula harus disiapkan
supaya menjadi minuman yang nikmat? Ternyata tanpa perempuan, laki-laki juga
merasa repot. Kemana dia sepagi ini?”
Pak RT mengambil termos dan menambahkan air ke dalam
gelasnya. Ia mencicipinya lagi, dan masih terasa manis, tapi tak apa. Mau
bagaimana lagi, air kopi di dalam gelas sudah meluber, bahkan mengotori taplak
meja sehingga kehitaman.
Pak RT meneguk kopi manisnya, sampai habis segelas
penuh. Tiba-tiba pak RT teringat pada ‘simpanannya’. Ia ingin ke sana sekarang,
tapi nanti kalau istrinya pulang dan dia tak ada di rumah, pasti mencak-mencak
lagi.
“Aku harus bersabar dulu. Sebaiknya aku mandi,
berdandan rapi, nanti kalau istriku pulang aku bisa pamit untuk pergi."
Tapi setelah pak RT mandi, ia belum juga melihat sang
istri. Ia memasuki kamar, untuk berganti pakaian. Tapi alangkah terkejutnya
ketika melihat almari istrinya nyaris kosong. Hanya beberapa baju tertinggal,
dan itu artinya, sang istri pergi meninggalkan rumah untuk waktu yang lama.
“Ya ampuun, kamu pergi Bu? Benar-benar membuktikan
ancaman kamu bahwa kamu mau pergi? Bagaimana ini?” gumam pak RT yang agak
bingung juga, tanpa istri di rumah hanya sendiri.
“Ia benar-benar tega. Jangankan meninggalkan sarapan,
segelas minumpun tidak,” omelnya kesal.
Pak RT membuka kulkas, hanya ada roti tawar yang
dingin. Ia mengambilnya dan melahapnya sepotong.
“Pasti dia ke rumah anaknya. Biarkan saja, kalau nanti
dia kangen sama aku, pasti juga akan pulang kembali,” gumamnya melanjutkan
berganti pakaian.
“Daripada bingung memikirkan istrinya yang lagi ngambeg,
lebih baik mengajak Aliyah jalan-jalan. Apa Aliyah sudah sarapan ya, kan
semalam aku sudah memberinya uang. Dan lagi ini sudah cukup siang,” gumamnya
sambil melihat ke arah jam dinding.
“Yaah, ternyata sudah jam sebelas siang?”
“Berapa Yu?”
“Enam puluh ribu dengan kerupuknya, pak RT, jawab
pemilik warung.
Pak RT segera membuka dompetnya, dan tiba-tiba matanya
terbelalak, melihat isi dompetnya kosong. Tak selembar uangpun tersisa di sana,
padahal semalam dia baru mengambilnya, dan masih ada tigaratus ribu, termasuk
uang beras istrinya yang dipakainya.
“Pesan apa lagi, pak RT?”
“Sebentar Yu, ternyata aku tidak membawa uang,” kata
pak RT panik, karena dia juga tidak menemukan kartu ATM yang biasana tersimpan
di dompet itu.
“Dibawa saja dulu pak RT, tiap hari kan bu RT lewat
sini, biar nanti saya minta sama bu RT saja, uangnya.”
“Tapi, nggak enak jadinya. Masa saya harus ngutang?”
“Tidak apa-apa, sudah terlanjur dibungkusin, mau
diapain? Sudah bawa saja dulu,” kata pemilik warung memaksa.
Mau tak mau pak RT membawanya dengan seribu satu permintaan
maaf diucapkannya.
Pak RT membawa bungkusan nasi itu pulang. Hatinya
merasa gelisah, karena ia tak punya uang dan tak bisa mengambil uangnya di
bank, karena ATM dibawa istrinya juga, berikut seluruh uangnya sampai tak
bersisa.
Setelah meletakkan bungkusan nasi di meja, pak RT
memasuki kamar dan membuka almari, untuk mencari buku tabungannya. Maksudnya,
kalau tidak memiliki ATM, maka dia bisa mengambilnya secara langsung dengan
buku tabungan. Tapi celakanya, sang istri yang ‘pintar’ juga membawa buku
tabungan itu.
Pak RT merasa lemas. Kemudian ia teringat cara tarik
tunai tanpa kartu, bisa dengan ponsel, tapi dia belum pernah melakukannya.
“Aku bisa bertanya kepada petugas bank, nanti,”
gumamnya sambil mencari ponselnya. Tapi ia juga tak bisa menemukan ponsel yang
dicarinya.
“Celaka. Rupanya istriku benar-benar ingin membunuh
aku.”
Kehilangan selera makan, pak RT membiarkan saja
bungkusan nasi itu tergeletak di meja.
***
Waktu istrirahat siang, Pinto keluar dari ruangannya
bekerja, bermaksud mencari makanan. Tapi di depan pintu keluar, ia hampir
menabrak seseorang, yang ternyata adalah pak RT.
“Pak RT?”
“Nak Pinto, tolong saya,” kata pak RT sambil menarik
tangan Pinto menjauh dari tempatnya bertemu Pinto. Pinto mengikutinya dengan
heran.
“Ada apa Pak? Kelihatannya gawat banget. Padahal
sebenarnya saya mau menceritakan sesuatu pada pak RT.
“Jangan bercerita apapun dulu, aku minta tolong, Nak.”
“Minta tolong apa Pak?”
“Bisa kah aku pinjam uang tiga ratus ribu saja?”
Pinto menatap pak RT dengan heran.
“Pinjam uang? Apa saya tidak salah dengar?” tanya Pinto yang benar-benar heran.
“Benar Nak, seriuuus, bahkan berpuluh-puluh rius.”
“Kenapa Pak, dan untuk apa?”
“Istri aku minggat, semua uang, dibawa pergi.
Semuanya.”
“Bu RT ming … eh … pergi? Kenapa?”
“Nak Pinto ini kok banyak banget pertanyaannya,
pokoknya saya mau pinjam, ada atau tidak, boleh atau tidak?”
“Ada sih Pak, silakan saja, saya hanya heran.”
“Tidak usah heran, nanti saya cerita banyak sama nak
Pinto.”
“Baiklah,” kata Pinto sambil mengambil dompetnya, dan
memberikan uang seperti diminta pak RT.
“Terima kasih banyak ya Nak, saya pergi dulu,” kata
pak RT yang kemudian langsung pergi, menuju ke arah warung nasi di mana tadi
dia membeli makanan.
Pinto menatap kepergian pak RT dengan heran. Padahal
sebenarnya dia ingin bercerita tentang ‘Aliyah’ yang tadi dilihatnya, tapi tak
sudi berbincang dengan dirinya.
“Ya sudah, lain kali saja. Hari ini kok banyak sekali
hal membingungkan yang menimpa aku,” gumam Pinto sambil berjalan ke arah warung
terdekat untuk membeli makanan.
***
Siang hari itu Farah sedang menyelesaikan acara masak,
ketika tiba-tiba dikejutkan oleh kedatangan majikan sepuhnya.
“Masak apa Rah?”
“Nyonya sepuh sama siapa?”
“Sama sopir.”
“Tidak dengan tuan sepuh?”
“Tidak, jam segini kan bapaknya Alfi ada di kantor.”
“Oh, silakan duduk Nyonya, saya buatkan minuman dulu.
Nanti Nyonya makan siang di sini kan?”
“Iya gampang. Mana Aliyah?”
“Tadi juga ikut membantu masak, tapi pamit mau ke
kamar mandi sebentar.”
“Dia suka membantu memasak juga?”
“Iya Nyonya, maaf, saya tidak bisa melarangnya, karena
nyonya Aliyah bilang ingin belajar memasak juga.”
“Tidak apa-apa. Terserah apa maunya dia.”
“Ya, Nyonya, saya buatkan minuman dulu, ada jus tomat
kesukaan tuan Alfi, Nyonya mau?”
“Iya, tapi aku mau duduk di sini saja.”
“Baiklah, Nyonya,” kata Farah sambil mengambilkan
gelas, dan menuang jus yang sudah tersedia.
“Bagaimana kabar dia?”
“Dia, siapa Nyonya?”
“Dia … Aliyah.”
“Baik-baik saja Nyonya.”
“Sebenarnya aku kecewa dengan pilihan Alfian.”
“Memangnya kenapa Nyonya? Tuan Alfi kelihatan kalau
sangat mencintai Nyonya Aliyah.”
“Bukankah sebenarnya dia sudah harus menceraikannya?”
“Tapi tuan Alfi sudah terlanjur jatuh cinta.”
“Dengar Farah, bulan depan ada pertemuan dengan para
pebisnis, dan itu adalah sebuah pesta. Semua membawa istri masing-masing, tapi
saya tidak yakin Alfi tidak mendapat malu kalau membawa istrinya nanti.”
Farah tertegun. Mereka juga tidak mengira, bahwa
Aliyah yang baru keluar dari kamar mandi dan sedang menuju ke dapur,
mendengarkan percakapan mereka.
***
Besok lagi ya.
Mtrnwn
ReplyDelete
DeleteMtnuwun mbk Tien ππ
This comment has been removed by the author.
DeleteTerima kasih Bu Tien
ReplyDeleteMatur nuwun
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang
ReplyDeleteMatur nuwun,mugi bunda Tien sehat wal'afiat.
ReplyDeleteSalam sehat dan Aduhai juga mbak.....
ReplyDeleteWaduh jeng Mimiet juara tak terkalahkan
ReplyDeleteAlhamdulilah..
ReplyDeleteTks banyak bunda Tien..
Semoga sehat" selalu..
Alhamdulilah matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang, salam sehat inggih dari Cibubur
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteDatang gasik
Matur nuwun buu
Semoga sehat selalu
Alhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDeleteππ
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteWoro-woro
ReplyDeleteSehubungan dengan Hari Raya Idul Fitri 1444-H, maka ALIYAH & NARITA LIBUR TAYANG, mulai hati Kamis tgl 20 April sd Minggu, 23 April 2023.
Dan akan hadir kembali pada hari Senin, 24 April 2023.
Demikian untuk menjadi maklum.
Taqobbalallahu minna WA minkum. Taqobbal yaa Kariim.
Mohon maaf lahir batin kepada sahabat³ku para Penggemar Cerbung Tien Kumalasari.
**Kakek Habi**
Tentu saja Pinto kecewa dengan 'Aliyah'nya, berlawanan dengan pak RT yang makin terhipnotis.
ReplyDeleteApakah Aliyah akan kursus tentang bergaul dengan para orang kaya? Tunggu besok lagi ya..
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
alhamdulillah salam sehat penuh semangat
ReplyDeleteAlhamdullilah cbe sdh hadir..makasih bunda Tien..slm sht sllπππΉ
ReplyDeleteHmmm...rasain tu pak RT π
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien ..ππ
Salam Sehat Selalu...
Ih segitu kuatirnya maknya ini, mau ada apa itu; gathering ya.
ReplyDeletehalah mak mak gitu aja kok repot, mbok ya di uji, lah nyinyirnya itu lho jian ngrikiti ati tenan rasanΓ© kΓ₯yΓ₯ dijuwing juwing gitu, penampilan itu mudah tinggal belajar sebentar beres tapi kebiasaan baek itu yang nggak bisa cepet cepet dirubah, jangan jangan saking mbedhedheg rasanΓ©, melarikan diri ngilang pulang kerumah; jadi juga tukeran sama Aliyah kw alias Afifah, yang sekarang sudah balik nama jadi Narita.
wao pigi mana tuh kalau terjadi seperti itu, lho eh iya kan Aliyah takut dosa, meninggalkan Alfian, yang kini sudah menjadi suaminya.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
cintaku bukan empedu yang ke dua puluh lima sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
π
Alhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~25 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..π
ReplyDeleteAlhamdulillah masih bisa baca CBE di malam ke-29 Romadhon tahun ini.
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien ... πΉπΉπΉπΉπΉ
Taqobballaahu minna wa minkum Taqobbal yaa kaarim⚘️⚘️⚘️
Wah, malu sy telat muncul, kebiasaan nunggu malam baru cek blog, sdh disapa bu Tien...makasih ibuu....sehat selalu menyambut Lebaran ya...πππππ
ReplyDeleteTerima kasih bu tien cbe nya.... wah bakalab kangen nih libur sd thl 25 april... salam sehat bu tien
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
ReplyDelete⚘☘⚘☘⚘☘⚘☘
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 25
sudah hadir, telat buka HP.
Matur nuwun Bu Tien.
Sehat selalu & tetap
smangats berkarya.
Salam Aduhai π¦⚘
⚘☘⚘☘⚘☘⚘☘
Alhamdulillah Maturnuwun Bunda
ReplyDeleteAduhai...
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien...
Sehat selalu ...
Berkah Dalem Gusti πππ
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien CBE nya,
ReplyDelete*Selamat Hari Raya Idul Fitri 1444H*
Mohon maaf lahir batin.
Salam sehat dan semangat
Alhamdulillah, matursuwun bu Tien, salam sehat selalu
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteTerima kasih Ibu Tien, semoga sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah.... Selamat idul fitri, Taqoballallahu minna waminkum, bunda dan juga para penggemarnya.
ReplyDelete. Aamiin
Yaah kasihan Aliyah.. Semakin tak sabar menunggu lanjutannya... Trm ksh bu Tien. Semoga sehat sll.
ReplyDelete