CINTAKU BUKAN EMPEDU
24
(Tien Kumalasari)
Siulan sumbang dan sember itu lenyap seketika, melihat
wajah garang sang istri.
“Ada apa sih Bu, suami pulang kok disambut wajah
cemberut, pakai berkacak pinggang segala. Nggak sopan tahu!” omel pak RT.
“Siapa yang nggak sopan? Aku atau Bapak?”
“Aku itu letih lho Bu, rapat nggak kunjung selesai,
habis, setiap kali pak lurah ngomong, banyak yang menginterupsi, jadi lama
deh.”
“Apa menginterupsi … menginterupsi … Orang bohong kok
ya pintar-pintarnya bicara.”
“Siapa yang bohong? Memang tadi tuh kelamaan rapatnya,
aku juga sudah capek.”
“Kelamaan rapat apa? Jangan-jangan Bapak rapat sama
kuntilanak di kuburan!”
“Ih, ibu kok bicara serem sih. Maaf, aku memang
kelamaan, tapi aku kan melakukan tugas. Jadi RT itu memang berat lho Bu,” kata
pak RT sambil berusaha masuk ke kamar, tapi sang istri menghadangnya.
“Ibu ini kenapa sih, aku kan sudah minta maaf?”
“Siapa yang rapat di keluarahan? Siapa? Dan kelurahan
mana, katakan.”
“Ya kelurahan di kampung kita ini lah Bu, masa
kelurahannya tetangga.”
“Bohong! Ada orang mengatakan bahwa tidak ada rapat di
kelurahan. RT tetangga sebelah juga malah jalan-jalan sama istrinya. Mau bilang
apa lagi?”
“Lho, ibu kok percaya sama omongan orang. Coba katakan
siapa yang omong begitu, biar aku sobek-sobek bibirnya,” kata pak RT marah.
“Yang tukang bohong itu bukan dia, tapi Bapak.”
“Kok Ibu lebih percaya sama dia, daripada sama aku?”
“Tentu saja. Karena Bapak memang benar-benar bohong.
Sekarang jangan banyak alasan, Bapak tadi ke mana? Mengapa pakai bohong? Bapak
punya simpanan kan? Katakan, kalau tidak, aku mau pergi saja,” ancam bu RT.
“Eh, jangan begitu dong Bu, masa Ibu tega mau
meninggalkan aku?” kata pak RT sambil meraih tangan istrinya, tapi ditepisnya
dengan kasar.
“Jangan coba-coba menyentuh aku, kalau Bapak tidak mau
berterus terang.”
“Aku harus bilang apa sih Bu,” kata pak RT yang mulai
merasa lemas.
“Katakan Bapak tadi ke mana, dan mengapa berbohong.”
Pak RT menghela napas.
“Jawab, Pak.”
“Aku tidak mau ngomong sama orang yang sedang emosi.
Aku mau tidur !” kata pak RT yang tidak bisa menjawab kata-kata istrinya. Ia
langsung menerobos ke kamar sambil mendorong sang istri kesamping, kemudian langsung
berbaring tanpa berganti pakaian, menutup wajahnya dengan bantal.
Bu RT semakin emosi. Ia enggan mendekat dan memilih
tidur di sofa.
***
Pak Candra baru bisa bersantai saat malam, karena
kesibukannya di kantor, selama Alfian belum mulai bekerja.
Bu Candra menemaninya duduk, sambil menghidangkan
secangkir kopi kehadapan sang suami.
“Apa Alfian tadi lama di sini? Maaf aku tidak bisa
segera pulang ternyata, ada tamu dari perusahaan asing berkunjung.”
“Iya, kan Bapak sudah memberi tahu? Lagian Alfian
tidak lama berada di sini, hanya minum-minum, lalu pamit pulang. Tampaknya dia
kesal sama aku.”
“Memangnya kenapa? Dia datang bersama istrinya kan?”
“Iya.”
“Bagaimana menurut kamu?”
“Dia memang cantik. Bukankah Bapak sudah tahu kalau
dia cantik? Tapi kalau dalam hal penampilan, kalah jauh sama Narita, yang sudah
biasa bergaul dan tampak begitu serasi kalau berada di samping Alfian.”
“Ibu masih lebih memilih Narita? Wanita pembohong dan
tak tahu malu itu?”
“Bukan memilih Narita, hanya membandingkan dalam hal
penampilan. Aliyah sangat lugu dan terlihat kampungan, apalagi kalau diajak
bicara. Dia tidak mengerti banyak hal, maklum tidak berpendidikan tinggi.”
“Kalau memang Alfian suka, suruh menyekolahkan. Ada
kan, kursus kepribadian, modeling. Supaya dia lebih pandai bersikap dan tidak
memalukan.”
“Sebelum menikah kan juga ada guru modeling yang
didatangkan Alfian. Tapi hanya cara dia berjalan, berbicara sekilas, dan itu
hanya untuk menghadapi tamu saat dia menikah. Tapi dalam keseharian, dia masih
tampak lugu, dan memalukan untuk ditampilkan.”
“Barangkali butuh waktu untuk merubahnya.”
“Bapak suka, bermenantukan dia?”
“Memang itu satu-satunya pilihan kan?”
“Tapi tadinya hanya untuk sementara, lalu Alfian harus
melepaskannya. Sekarang ini, Alfian keterusan, pasti walaupun lugu, gadis itu
pintar merayu.”
“Ibu tampak belum begitu yakin, memiliki menantu
Aliyah?”
“Yah, begitulah. Tapi ketika aku mengutarakan apa yang
terpilir olehku, Alfian tampak marah. Ia langsung mengajak Aliyah pulang.”
“Kalau memang itu pilihan dia, kita bisa apa?
Pernikahan itu kan pernikahan sungguhan, disaksikan oleh aparat urusan agama,
dan itu sah demi agama dan juga hukum.”
“Iya sih.”
“Bu, anak kita sudah dewasa, dia pasti sudah bisa
memilih, mana yang terbaik untuk hidupnya. Bukankah keinginan orang tua adalah
melihat anaknya bahagia? Nah, kalau Alfian bahagia, kita harus mendukungnya,
dan ikut berbahagia bersama mereka.”
“Baiklah, aku mengerti.”
“Kita sudah tertolong oleh Aliyah karena tidak
mendapat malu saat kita mengadakan perhelatan itu, dan itu harus kita syukuri,
bukan? Selanjutnya biarlah mereka yang menentukan, mana yang terbaik untuk hidup
mereka. Aku lihat Aliyah juga tidak berambisi untuk memiliki apalagi menguasai
harta kita.”
“Iya sih … “
“Jadi jangan mengusik kehidupan mereka lagi. Jangan
jadikan kehidupan anak kita menjadi beban pikiran kita.”
Bu Candra terdiam, tapi bagaimanapun, akan memerlukan
waktu untuk bisa menerimanya. Bu Candra masih manusia.
***
Pagi itu Narita sudah bangun. Tak ada yang menarik di
sekitarnya. Tak ada susu coklat panas yang bisa dihirup, seperti hari-hari
sebelumnya, saat ia masih bergelimang harta. Tak ada roti berlapis keju, atau
coklat kesukaannya. Ia juga sebal melihat keadaan sekeliling kamar yang
ditinggalinya, yang begitu sempit dan pengap. Tak ada jendela di sana, dan
lampu kamar yang tetap temaram karena nyala yang tak begitu terang, menambah
keruh suasana hatinya.
Ia hanya
kebetulan menemukan tempat berteduh dari pada duduk atau bersandar pada pohon
di jalan, sehingga mirip gelandangan. Tapi sesungguhnya dia sedang berpikir
untuk mengayuh hidup yang diinginkannya. Kembali ke dunia gelap yang pernah
dijalaninya, atau merebut kembali cinta Alfian yang sesungguhnya masih sangat
dicintainya.
Narita menatap almari tua yang tidak terkunci, karena
memang kuncinya telah rusak, dan tiba-tiba terbersit keinginannya untuk melihat
apa isi almari si pemilik rumah buruk ini. Adakah, barangkali sebutir berlian
yang bisa ditemukannya? Dan pemikiran ini membuatnya tertawa. Kalau dia
memiliki berlian, tak mungkin membiarkan rumah buruk ini begitu saja. Tapi dia
terus mengamati isi almari. Ada setumpuk beberapa kain tua, baju-baju dekil yang
tak ada harganya, lalu sebuah kotak dari besi yang sudah karatan.
“Haaa, jangan-jangan benar, ada berlian di dalamnya,”
gumam Narita, masih dengan senyuman mengejek.”
Ia membuka kotak itu, dan melihat dua pasang kaus bayi
yang terbuat dari kain songket. Tapi ada yang tertulis di kaus itu. Haa, ada
dua nama. Narita mengambilnya, ALIYAH, satu lagi, AFIFAH. Kenapa ada dua nama? Tiba-tiba
debar di dada Narita berdecak kencang. Entah mengapa, kaus kaki bertuliskan Afifah
itu kemudian diambilnya, diamatinya tanpa berkedip. Apakah Aliyah dan Afifah
adalah bayi kembar? Ia tahu Aliyah, yang wajahnya mirip dirinya. Yaa, mirip,
sampai-sampai pak RT menganggapnya Aliyah. Apa itu berarti bahwa Aliyah itu dia
dan Afifah itu dirinya? Mengapa bisa terpisah? Pikir Narita yang terus
mengawasi kaus kaki bayi itu. Tapi bukan hanya kaus kaki itu yang ditemukannya.
Ada sebuah tulisan di kertas kumuh. Narita membukanya, sebuah tulisan tangan
yang sangat buruk, seperti tulisan tangan anak SD yang baru belajar menulis.
Aliyah,
Kamu akan membaca tulisan ini, ketika aku sudah tak
ada. Maafkan aku, karena tak sampai hati mengatakan saat nenek ini masih hidup.
Sebenarnya kamu bukan cucuku. Aku pelayan di rumah orang tua kamu. Mereka
meninggal saat ada bencana banjir, karena rumah orang tuamu berada di tepi
bengawan yang meluap, di daerah Sukoharjo. Mereka memiliki sepasang anak kembar,
Aliyah dan Afifah. Sayangnya aku hanya bisa menyelamatkan kamu. Saudara kembar
kamu, Afifah, entah ada di mana, mungkin juga sudah meninggal. Aku merawat kamu
dengan kasih sayang, dan membawa kamu sampai ke tempat ini, serta mengakuinya
sebagai cucuku. Aku hanya pelayan rumah tangga, dan tetap menjadi pelayan. Itu
sebabnya aku tak bisa mewariskan kepintaran dan pendidikan yang baik untuk
kamu. Maafkan nenek, Non Aliyah.
Dari nenek Supi.
Narita termenung. Benarkah Aliyah saudara kembarku? Ia
hidup kekurangan dari bayi sampai dewasa, sedangkan aku, hidup enak, dimanja
dan bergelimang harta, karena aku menjadi anak dari keluarga kaya yang
memanjakan aku. Tapi kenapa sekarang Aliyah menjadi keluarga kaya dan
terpandang, sedangkan aku terpuruk di rumah nenek Supi yang sebenarnya hanyalah
pelayan di rumah orang tua aku? Benarkah semua ini? Kalau benar, mengapa
nasibku buruk sedangkan Aliyah hidup mulia bergelimang harta? Tidak, aku tidak
mau ini, aku harus merebutnya.
Narita mengembalikan semuanya ketempat semula, dan
kembali menutup almari tua itu.
***
Narita berindap-indap lagi, sebelum keluar dari
halaman, lalu ketika tak ada orang di sekitar tempat itu, bergegas dia keluar
dan pergi untuk menemui seseorang.
Berbekal uang pemberian pak RT, Narita bisa sampai ke
rumah seseorang yang ingin ditemuinya. Ia adalah tante Maria, adik almarhumah ibunya, yang sesungguhnya sangat membencinya. Maria kesal dan marah ketika
mengetahui kelakuan Narita setelah dewasa. Narita adalah anak tunggal yang
dimanjakan, disekolahkan, sampai kuliah tapi tidak selesai, keburu kedua orang
tuanya meninggal. Narita lebih banyak bersenang-senang serta
menghambur-hamburkan uang. Ia juga berganti-ganti pacar. Kelakuannya tak
terkendali, sehingga keluarga ayahnya mencoret dari daftar keluarga, dan semua
membencinya. Ketika ia kemudian merasa sendirian dan tak punya apa-apa, ia
terjerumus ke dalam dunia hitam, yang membuatnya hidup bergelimang harta dan kesenangan.
Semuanya sudah lewat, dan dia benar-benar sendiri, apalagi
setelah dia berpisah dengan Nungki yang semula menolongnya, kemudian menghabiskan
uang yang dibawanya ketika melarikan diri dari Alfian yang sesungguhnya amat
dicintainya. Terikat oleh ancaman Nungki lah maka dia kemudian lari dari
Alfian.
Sekarang Narita benar-benar papa, tak punya
siapa-siapa. Ada keinginan untuk meminta warisan peninggalan ayah ibunya, tapi
setelah mengetahui bahwa kemungkinan dia adalah saudara kembar Aliyah, maka
niat itu diurungkannya. Apalagi keluarga almaarhum orang tuanya semua
membencinya dan tak mau mengakuinya sebagai keluarga.
Sekarang dia datang ke rumah tantenya itu, hanya untuk
bertanya, siapa sebenarnya dirinya. Ia beruntung, karena hari masih pagi, maka
bisa bertemu orang yang dicarinya.
“Mau apa kamu datang kemari? Jangan bilang bahwa kamu
adalah keponakan aku. Kamu bukan siapa-siapa,” kata tante Maria kethus.
“Maaf tante, saya bukan menginginkan untuk diakui
sebagai keponakan. Saya tahu, saya telah dibuang.”
“Ya, bagus kalau kamu tahu. Dan itu karena kelakuan
kamu yang memalukan. Apalagi sesungguhnya kamu bukan siapa-siapa kami.”
“Nah, itulah yang ingin saya tanyakan tante, dan
itulah sebenarnya maksud kedatangan saya. Saya sebenarnya ingin tahu, siapa
sebenarnya saya. Kalau tante bilang bahwa saya bukan siapa-siapa nya tante,
berarti saya bukan anak dari ayah ibu saya ?”
“Benar sekali, dan sesungguhnya kami ingin mengatakan
sama kamu sebelum kamu pergi. Kamu ditemukan oleh kakak aku, ketika kamu berada
diantara korban banjir yang entah siapa orang tua kamu. Lalu karena kakak aku
tidak punya keturunan, maka kamu diangkat anak oleh kakak aku.”
Narita menundukkan wajahnya. Dia adalah bayi yang
ditemukan sebagai korban banjir dan tidak diketahui siapa orang tuanya. Jadi
benar, dia adalah saudara kembar Aliyah.
“Lalu kamu ingin apa lagi? Jangan mengharapkan harta
peninggalan orang tua angkat kamu, karena kamu memang bukan anggota keluarga
kami.”
“Tidak, saya tidak ingin apa-apa. Keterangan tante
cukup saya mengerti. Saya permisi,” kata Narita sambil berdiri, dan berpamit seenaknya,
karena Maria juga bersikap sangat angkuh dan tidak bersahabat.
Sekarang dia mengerti, siapa dirinya, walau belum tahu
siapa nama orang tuanya. Apakah di catatan yang tadi dibaca ada dituliskan nama
orang tuanya? Barangkali Narita tergesa-gesa dan keburu menyimpan kembali
penemuannya itu. Sekarang Narita harus kembali ke rumah itu lagi. Ada yang
belum jelas, dan ada keinginan yang akan diwujudkannya.
Ketika dia hampir sampai di rumah Aliyah, tiba-tiba
seseorang memanggilnya.
“Aliyah !!”
Tuh kan, Narita kurang berhati-hati, sehingga sebelum
sampai di rumah nenek Supi, ada lagi orang yang mengenalnya sebagai Aliyah.
***
Besok lagi ya.
Mtrnwn
ReplyDeleteAyo jeng Mimiet jaga trus gawangnya, barang siapa pkl 18.30 wib sering tengok ogspot, pasti nyantol.
DeleteKomitment bu Tien selama Romadhon CeBeE tayang gasik, bakda maghrib.
Matur nuwun bu Tien
Salam SEROJA& tetap ADUHAI
πΌπΏπΌπΏπΌπΏπΌπΏ
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 24
sudah hadir...
Matur nuwun Bu Tien.
Sehat selalu & tetap
smangats berkarya.
Salam Aduhai π¦πΉ
πΌπΏπΌπΏπΌπΏπΌπΏ
Matur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien. Smoga sehat wal afiat
ReplyDeleteMaturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDeleteππ
Alhamdulillah
ReplyDeleteHadir Gasik
Matur nuwun bu
Semoga sehatvselalu
Mtrswn mb Tien
ReplyDeleteSalam dari bu Tien, blm bisa komen di sini sebab lagi ada undangan 'bukber'
ReplyDeleteTks kakek Habi..
DeleteSalam kembali utk bu Tien..
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulilah...sudah hadir yg ditunggu ..suwun bunda Tien
ReplyDeleteMatur nuwun jeng Tien
ReplyDeleteAlhamdulilah..
ReplyDeleteTks banyak bunda Tien, Aliyah sdh hadir
Semoga bunda selalu sehat dan berbahagia..
Aamiin.. πππΉ
Yeees......
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE- 24 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat selalu
Salam Aduhaiπ
alhamdulillah maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulilah, cbe 24 sdh tayang terima kasih bu tien.. ternyata narita sdr kembar aliyah ...semoga bu tien sll sehat dan dalam lindungan Allah SWT Aamiin yra
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun Bunda
ReplyDeleteNarita tahu lebih dulu tentang asal usulnya, terus akan meng-kudeta Aliyah. Tapi apa punya prajurit pendukung ya..
ReplyDeleteSedangkan Aliyah mulai nyaman dengan keadaannya.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Alhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~24 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..π
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien
Salam sehat selalu
Selamat malam bunda Tien..terima ksih CBE nya..slm sehat dan aduhai sll dri skbmiπππΉ❤️
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tienπ
ReplyDeleteOalah pak RT...sdh ketahuan msi mengelak jg...π
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien..ππ
Salam sehat selalu kagem bundz...π€²π€²
Alhamdulillah, matur nwn bu Tien.
ReplyDeleteSalam sehat dan aduhai
Hebat Narita...bisa langsung mengetahui rahasia si kembar dari surat nek Supi, kenapa Aliyah yg tinggal bersamanya seumur hidupnya tidak berani membongkar barang peninggalan nek Supi ya? Eh, tapi itu Narita tidur di kamar nenek atau kamar Aliyah sih? Menunggu plintiran cerita selanjutnya dari ibu Tien ah...piawai sekali.πππ
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAduhai ...
ReplyDeleteTerima bunda Tien, love you Bun ...
Sehat selalu ....
Bahagia bersama keluarga tercinta ❤️π
Berkah Dalem Gusti ππ
Suwun bu Tien cerbungnya tetap setia dinanti penggemar. Salam Seroja selalu.
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien... Ditunggu kelanjutannya π
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
ReplyDeleteKerennnn
ReplyDeleteCerita semakin berlanjut dan memukau...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Nah
ReplyDeleteKan, gantian siapa nich yang manggil;
Mau interogasi 'Aliyah'? jadi pesakitan.
Siapa lagi yang belum sadar ya, kalau itu beda orang, paling Bu RT yang penasaran kemana suaminya ngluyur, sekarang sering menghilang, diluar area.
Berarti sedikit banyak ingat cerita pak RT ada yang mirip Aliyah bersama laki laki kaya dan acuh nggak mengenali dia walau dipanggil berulang kali.
Menemui 'Aliyah' mau minta tolong belanja ke pasar kaya yang sudah-sudah, nah dari sikap 'Aliyah' ini baru tahu kenapa 'Aliyah' sikap respon nya aneh; kaku nggak kaya biasanya.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Cintaku bukan empedu yang ke dua puluh empat sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
π
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam aduhai
Alhamdulillahh, matursuwun Bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien.
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat dan bahagia π€π₯°
Narita oh narita ,,,,, jd begitulah hidup π€