Monday, April 17, 2023

CINTAKU BUKAN EMPEDU 23

 

CINTAKU BUKAN EMPEDU  23

(Tien Kumalasari)

 

Wajah Aliyah berseri, mendengar Alfian mau mampir ke rumahnya. Alfian harus tahu, seperti apa istrinya, kehidupannya, dan terlahir dari orang tua yang seperti apa. Aliyah menduga, Alfian akan kecewa, kemudian benar-benar menceraikannya. Bukan karena Aliyah tak suka. Sebenarnya dia merasa bahwa ada perasaan sayang di dalam hatinya, terhadap laki-laki yang bersikeras mengatakan cinta ini. Tapi Aliyah merasa kasihan, kalau sampai Alfian mendapat malu, gara-gara memiliki istri yang kampungan, tak berpendidikan, dan terlahir dari keluarga papa yang tak punya derajat, apalagi pangkat.

“Kamu suka?”

“Suka sekali, Tuan. Agar Tuan tahu, seperti apa kehidupan saya.”

“Tapi mampirnya sebentar saja ya, aku hanya ingin tahu di mana rumahmu. Lain kali, kalau ada waktu, aku akan menyempatkan diri untuk berlama-lama berdiam di rumah kamu.”

Aliyah mengangguk senang,

Alfian menarik tangan Aliyah, mengajaknya berdiri, karena senja dan temaram mulai menyapu alam sekitar.

“Kita pulang, sudah maghrib. Nanti kita akan lewat masjid dan bersujud di sana,” kata Alfian yang membuat Aliyah senang. Ternyata suaminya juga memiliki ketaatan pada agama yang dianutnya.

“Semoga Tuan menemukan kebahagiaan dalam hidup Tuan, walau tidak bersama saya,” bisik Aliyah lirih, dan menahan sesak di dadanya, karena tiba-tiba kesedihan menyergapnya. Benarkah dirinya akan dengan segala keikhlasan bisa melepaskan suaminya? Benarkah dia bersungguh-sungguh rela diceraikannya?

“Aliyah, kamu bilang apa? Nggak kedengaran,” kata Alfian yang hanya mendengar bisikan dari mulut istrinya.

“Saya … tidak bilang apa-apa. Saya hanya mengatakan bahwa suasana mulai gelap.”

“Kamu takut?”

“Tidak, kan ada Tuan.”

Alfian tersenyum, ia merangkul pinggang istrinya dengan rasa sayang. Aliyah tak lagi menolak, bukankah dia takut dosa?”

“Walau mulutku berkata ingin dia menceraikan aku, tapi ada rasa berat bergayut di hati aku. Tapi itu tidak apa-apa. Aku akan bisa menjalani hidupku, seperti nenek menghabiskan sisa umurnya dalam menghidupi dan membesarkan aku, tanpa lelah, tanpa keluh kesah,” bisik Aliyah lagi, tapi dalam hati.

Setelah berhenti sejenak di sebuah mushala, Alfian menepati janjinya, akan membawa Aliyah mampir ke rumahnya. Alfian ingin, dengan begitu seringnya Aliyah diijinkan menjenguk rumahnya, akan hilang keinginan Aliyah ingin pulang. Padahal Aliyah sebenarnya ingin agar Alfian tak terbebani dengan keadaannya yang ‘kampungan’. Karena itulah keinginan agar Alfian menceraikannya tetap saja ada.

***

Bu RT menunggu suaminya agar bisa diajak berbincang di ruang tengah, tapi ketika keluar kamar, sang suami sudah berdandan rapi, dan bersiap untuk pergi.

“Lhoh, Bapak mau ke mana?”

“Ada rapat di kelurahan,” jawabnya sambil merapikan kancing bajunya.

“Mengapa malam-malam rapatnya?”

“Ya tidak apa-apa Bu, kan kumpulan para RT dan RW, dan banyak diantara mereka itu masih bekerja. Jadi bagusnya ya malam, kalau mengadakan pertemuan.”

“Lama tidak? Jam berapa Bapak pulang?”

“Ya belum tahu dong Bu, kalau yang dibicarakan sudah selesai, pasti juga langsung pulang. Aku pergi dulu ya Bu.”

“Kok jalan kaki? Kelurahan kan agak jauh?”

“Ya tidak apa-apa sih Bu, sekali-sekali jalan kaki. Katanya kalau orang mulai tua, harus lebih banyak olah raga, minimal jalan kaki.”

“Olah raga itu bagusnya kan pagi. Bapak kalau bangun selalu kalau matahari sudah tinggi. Yang pada olah raga jalan-jalan sudah pada pulang, Bapak belum bangun juga. Sekarang, malam-malam bilang olah raga.”

“Kamu itu lho Bu, cuma orang ingin jalan kaki saja kok diomelin. Ya sudah, aku pakai sepeda motor. Nggak usah olah raga juga nggak apa-apa,” sungut pak RT sambil mengambil sepeda motornya.

“Jangan lupa mampir ATM, katanya mau menukar uang beras, sampai sekarang belum Bapak tukar lhoh. Itu kan uang belanja,” teriak sang istri ketika suaminya mulai menstarter sepeda motornya.

“Iya, iya … cerewet,” gerutunya sambil berlalu.

Bu RT cemberut dikatakan cerewet.

“Orang aneh, dia sendiri yang ngasih uang buat belanja, dan wanti-wanti menggunakan uang belanja, ee … uang dihilangkan kok malah seperti marah sama aku. Enak aja, uang hilang, jangan-jangan dipakai bersenang senang ,” kata bu RT curiga.

Benarkah pak RT rapat di kelurahan? Tidak, ia memutar sepedanya mengitari kampung, lalu masuk diam-diam ke halaman rumah Aliyah. Perlahan tapi pasti, ia menyembunyikan sepeda motornya di balik pohon, lalu menyelinap masuk ke dalam rumah, seperti maling.

“Aliyah …” panggilnya, dibuat semesra mungkin.

Narita tersenyum kesal. Ia sudah berpengalaman berdekatan dengan pria, dari yang masih muda sampai yang sudah kakek-kakek. Ia tahu kalau pak RT kesengsem sama Aliyah. Walau sikap genitnya menyebalkan, Narita tetap bersikap manis, karena ia berhutang budi pada pak RT.

“Pak RT ya?”

“Iya, kamu lagi ngapain?”

Pak RT langsung masuk ke arah belakang, dan menemukan ‘Aliyah’ sedang makan.

“Itu makanan yang tadi aku belikan?”

“Iya, kan aku sudah bilang kalau aku pesan lagi itu, untuk makan malam aku.”

“Iya, nggak apa-apa kok. Kalau masih mau lagi nanti aku belikan.”

“Tidak, besok pagi saja untuk sarapan.”

“Gampang, besok aku belikan. Nanti aku mau ambil uang dulu di bank, besok aku beri kamu uang.”

“Terima kasih banyak pak RT, tidak mengira aku bertemu orang yang sangat baik seperti pak RT. Aku sangat beruntung, setelah aku merasa bahwa hidupku sial.”

“Itu namanya kita berjodoh,” kata pak RT sambil memegang tangan ‘Aliyah’.

Dan senangnya hati pak RT, saat ‘Aliyah’ tersenyum tanpa menampik tangannya. Hati pak RT semakin berbunga-bunga, melihat sambutan yang begitu membuatnya terbang ke awang-awang. Ia menarik kursi yang semula didudukinya, supaya bisa lebih mendekati gadis pujaan hatinya. Narita kemudian berdiri, membuang bungkusan bekas makannya, dipintu belakang .

“Duduklah lagi di sini,” pinta pak RT. Narita tersenyum manis. Ia hanya ingin memeras dan mempermainkan perasaan pak RT yang sudah kesetanan pada kecantikannya.

Ia menurutinya, dan membiarkan pak RT melakukan apa yang diinginkannya. Tapi tiba-tiba saja Narita berdiri, membuat pak RT terjungkal, karena kursi yang didudukinya sudah rapuh, sedangkan ia duduk sambil mencondongkan tubuhnya pada Narita, lalu Narita berdiri tiba-tiba.

“Adduhhh!”

Bukannya merasa kasihan lalu membantunya berdiri, Narita malah terkekeh tak henti-hentinya. Pak RT yang sudah merasa terbang di awang-awang, kemudian meluncur ke bawah dan sakit dirasakan di sekujur tubuhnya.

 “Aliyah, ya ampun wong ayu, kenapa malah mentertawakan aku?” keluhnya sambil bangun dengan susah payah.

“Salahnya sendiri, sudah tua, mau macam-macam,” gerutu Narita sambil masih saja tertawa.

Akhirnya pak RT bisa berdiri, lalu menarik kursinya kembali ke tempat semula.

“Pak RT, ayo jalan-jalan.”

“Jalan-jalan? Bukankah lebih baik kamu di rumah saja, karena kamu melupakan banyak hal, nanti kalau ditanya orang, kamu bingung, yang bertanya juga pasti bingung.”

“Tapi sumpek di rumah terus. Bagaimana kalau pak RT boncengkan saya saja, saya akan memakai jacket yang tidak akan kelihatan bahwa  itu saya. Saya juga haus, barangkali enak kalau bisa ngopi di suatu tempat. Kalau ngopinya jauh dari sini kan tidak akan ada yang menyapa saya?” rayu Narita.

Pak RT yang sudah dimabuk kepayang, tak bisa menolak ajakan Narita. Dengan hati-hati dia memboncengkan Narita, membawanya jauh dari kampung tempat tinggal mereka.

***

Pada saat mereka keluar itulah, tiba-tiba mobil Alfian meluncur memasuki halaman.

“Lihat, itulah rumah nenek saya,” kata Aliyah pelan, sambil menatap ke arah rumah, yang menjadi benderang karena sinar lampu mobil Alfian.

“Mari kita turun.”

Alfian tak berani menolak. Ia turun dari mobil, kemudian membantu Aliyah turun. Kemudian keduanya melangkah ke arah rumah. Terdengar suara berderit ketika pintu itu di buka.

“Kamu tidak menguncinya?”

“Sebenarnya sudah, tapi karena kayunya sudah lapuk, dikunci atau tidak pun pasti akan sangat gampang kalau dibuka,” jawab Aliyah.

“Kamu menyalakan semua lampu, sebelum kamu meninggalkan rumah?”

“Entahlah, mungkin iya. Buktinya semua lampu menyala. Ayo, apalagi yang akan Tuan lihat. Inilah gubug tempat tinggal nenek dan saya.”

Alfian sempat merinding melihat gubug kayu Aliyah. Jauh bedanya dengan rumahnya sendiri, yang kokoh apik dan mentereng. Tapi Alfian sama sekali tak merasa kecewa setelah tahu di mana Aliyah tinggal sebelum ini. Ia bahkan ingin membangun rumah ini menjadi sebuah istana kecil, agar Aliyah nyaman setiap kali kangen dengan rumah neneknya.

 “Ini luar biasa. Tampaknya rumah ini dipenuhi oleh aura kasih sayang. Kasih sayang seorang nenek kepada cucunya. Ya kan?”

Jawaban Alfian menyenangkan hati Aliyah. Tapi Aliyah kecele kalau mengira Alfian akan kecewa. Ia menggandeng mesra tangannya ketika keluar dari rumah itu.

“Nanti akan aku bangun rumah nenek, sehingga menjadi istana kecil untuk ratu ku,” katanya sambil terus menggandengnya, sampai mereka memasuki mobil.

“Siapa, ratuku?”

“Ratuku adalah kamu.”

Aliyah gemetar, telapak tangan yang dipegang Alfian berkeringat. Ia diam sampai Alfian membawanya pulang dengan mobilnya. Harapan untuk bisa bercerai perlahan sirna. Ada rasa bahagia yang tertindih kecewa, tak berhasil membiarkan Alfian menemukan gadis yang sederajad dengannya.

***

Bu RT sedang duduk di teras rumah, menunggu kepulangan suaminya. Ia berharap sang suami segera pulang, karena dia ingin bicara tentang keinginannya mengunjungi salah seorang anaknya yang ada di luar kota.

Berkali-kali bu RT menguap, kantuk mulai menyerangnya. Ketika ia menengok jam yang terletak di dinding teras, sudah menunjukkan jam 9 lebih lima menit.

“Lama banget, bicara tentang apa sih, rapat sampai begini lama?” gumam bu RT yang segera berdiri, lalu berjalan ke arah jalan. Ia berdiri di depan pagar rumahnya, ketika seorang tetangganya lewat.

“Bu RT menunggu siapa? Kok berdiri sendiri di sini?”

“Siapa lagi kalau bukan menunggu suami, Pak. Suami rapat dari sore tadi belum juga pulang,” keluh bu RT.

“Memangnya rapat di mana Bu?”

“Di kelurahan kan?”

“Di kelurahan? Saya tadi lewat kelurahan, kok seperti tidak ada kegiatan apapun sih Bu. Sepi, satpam yang berjaga malah lagi asyik ngopi.”

“Apa? Tidak ada rapat di kelurahan?”

“Tidak ada Bu, barangkali di tempat lain. Rapat sama siapa katanya?”

“Katanya sama RT RW sekelurahan sih.”

“Kok RT ditempat saya malah jalan-jalan sama istrinya ya.”

“Lhoh, kok bapaknya anak-anak bisa ngomong begitu ya. Katanya rapat di kelurahan,” kata bu RT seperti kepada dirinya sendiri.

“Ya sudah Bu, saya pamit dulu, habis beli mie goreng pesanan istri, keburu dingin.”

“Oh, iya Pak, silakan,” kata bu RT yang sebenarnya gemas sama sang suami. Ada RT di kampung sebelah sedang jalan-jalan sama istrinya, ada tetangga lewat baru beli mie pesanan istrinya. Lha suamiku? Perhatian juga tidak sama istrinya. Malah banyak bohongnya,” gerutunya sambil kembali ke dalam rumah.

***

Pak RT baru saja masuk ke halaman rumah Aliyah. Narita turun dari boncengan, langsung memasuki rumah, diikuti oleh pak RT. Mereka baru saja minum wedang ronde yang hangat-hangat pedas, membuat tubuh mereka berkeringat. Pak RT melongok ke dalam kamar, dimana ‘Aliyah’ memasukinya, dan ingin berganti pakaian.

“Kenapa pak RT longak longok di situ? Saya mau ganti baju dulu, basah keringat nih,” katanya tanpa sungkan.

Pak RT menelan ludahnya. Mau ganti baju kok ya nggak mengusirnya agar keluar, dan pak RT mengira bahwa ‘Aliyah’ benar-benar sudah terpikat olehnya karena dibelikan makanan dan minuman penghangat di malam itu.

“Pak RT, tutup matanya dong,” bukannya mengusir, Narita malah seperti menantang.

Narita terkekeh melihat pak RT benar-benar menutup matanya. Pasti bohong lah, menutup sedikit, terbuka sedikit. Mana sudi Narita meladeni laki-laki setengah tua yang sama sekali tidak menarik, dan keringatnya bau pula. Ia hanya menggodanya.

“Pak RT keluar dulu dong.”

“Katanya suruh menutup mata.”

“Dan juga menutup pintunya, aku belum selesai bicara,” katanya sambil terkekeh.

Dengan gemas pak RT menutup pintunya, dan duduk di sebuah kursi sambil menata napasnya yang memburu.

Dalam hati pak RT ingin membelikan kasur untuk dipasang di kamar yang ditempati ‘Aliyah’, lalu angan-angannya terbang ke mana-mana. Ia terkejut ketika Narita sudah keluar dengan berganti baju bersih.

“Pak RT pulang saja dulu, aku sudah ngantuk. Dan mana, katanya mau memberi aku uang, tadi habis mengambil uang kan?” tagih Narita tanpa sungkan.

“Oh iya, tentu saja. Baiklah, kan sudah malam, pastinya kamu mengantuk. Ini uangnya, sedikit dulu ya,” kata pak RT sambil mengulurkan uang dua lembar ratusan ribu.

“Baiklah, bisa untuk makan pagi aku, nih,” kata 'Aliyah' senang.

Pak RT pulang dengan perasaan yang berbuncah-buncah. Ia memasukkan sepeda motornya ke garasi, dan masuk ke dalam rumah sambil bersiul yang sama sekali tak berbunyi merdu, karena sebuah giginya sudah tanggal, persis di depan.

Tapi dia terkejut, ketika sang istri menunggunya di depan kamar sambil berkacak pinggang.

***

Besok lagi ya.

 

 


38 comments:

  1. Replies
    1. Alhamdulillah...matur nuwun bunda Tien 🙏

      Delete
    2. Selamat jeng Hermina juara 1 makam ini, disusul dibelakangnya:
      1. Jeng Mimiet, Cimahi
      2. Kung Latief, Sragentina
      3. Bu Sukardi Pacitan,

      Delete
    3. “Aliyah, kamu bilang apa? Nggak kedengaran,” kata Alfian yang hanya mendengar bisikan dari mulut istrinya.
      Sdh mulai lengket 'sidia'
      Semoga hubungan keduanya berbahagia.....

      Delete
    4. This comment has been removed by the author.

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah...
    Maturnuwun bu Tien...
    Salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  4. Hore dah tayang, makasih Bunda Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  5. Alhamdullilah bunda CBE sdh tayang..terima ksih dan slm seroja dan tetap aduhai unk bunda sekeluarga🙏😘🌹❤️

    ReplyDelete
  6. Alhamdulilah bisa hadir lebih awal..

    Matur nuwun bunda Tien..🙏

    Sehat selalu kagem bunda Tien njih...

    ReplyDelete
  7. 🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾

    Alhamdulillah CBE_23 sdh tayang.....
    Matur nuwun bu Tien. Salam sehat & tetap semangat.....
    😊😊🌹🌹😅😅🌷🌷

    ReplyDelete
  8. 🌸🍃🌸🍃🌸🍃🌸🍃
    Alhamdulillah CBE 23
    sudah hadir...
    Matur nuwun Bu Tien.
    Sehat selalu & tetap
    smangats berkarya.
    Salam Aduhai 🦋🌸
    🌸🍃🌸🍃🌸🍃🌸🍃

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun saya belakangan ajaahh timbang ditrombol kalo iku balapan

    ReplyDelete
  10. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    🙏🙏

    ReplyDelete
  11. Terimakasih bunda Tien..
    Semoga sehat" selalu.. 🙏🙏🥰

    ReplyDelete
  12. Alhamdulilah, matur nuwun mbakyu Tienkumalasari, CBE sampun tayang, salam seroja ya dari Cibubur, JakTim

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah
    Terima kasih Bu Tien

    ReplyDelete
  14. Matur nuwun sugeng ndalu sederek

    ReplyDelete
  15. Narita tidak ketemu Aliyah dan Alfian, tapi menguras kantong pak RT. Kacian pak RT, nanti dirumahnya masih diomelin istrinya.
    Benar... rumah kenangan Aliyah akan dipugar.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~23 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏

    ReplyDelete
  17. Terima kasih bu tien cbe 23 sdh tayang.... wah aliyah mulai berbunga bunga smg tdk ada halangan .... narita dan pak erte tunggu saja dilabrak bu erte .... salam sehat bu tien . Tks juga sdh disapa

    ReplyDelete
  18. Ternyata
    Begitu telaten Alfi bersabar kaya mendapat 'adik' baru, Farah yang mengingatkan perempuan baru beberapa hari bertemu sulit percaya, jadi ini masalah kepercayaan; walaupun berkali-kali mengatakan sayang tetep aja masih ada rasa tidak percaya, eh maknya memberi kesempatan satu bulan ya,
    Aliyah kan cukup cerdas, bisa lah teratasi, masalah mengejar level.
    Ngejanjiin mau ngebagusin rumah nenek, bagus; namanya juga rayuan oke deh, boleh juga tuh

    Iku wong tuwek pethakilan, lha untu tengah ngarep wis raib ngono, mrusat-mrusut ora kena nggo ngempit udut, mana sudah letoy lagi, masih aja sok full power.
    Boncos lho, habis buat mainan Narita, brodoli.
    Nggak punya bulu, baru jadi perangkat rt sudah kementhus, kaya bos.
    Lha tiba cekakaran ya ora ditulungi malah di guyu lho.
    Wis jian rai gedheg endas thenk tenan


    Terimakasih Bu Tien
    Cintaku bukan empedu yang ke dua puluh tiga sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  19. Narita dan Aliyah tidak sempat bertemu karena beda waktu...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  20. Moga Aliyah berakhir bahagia.
    Makasih mba Tien .
    Tetap sehat dan selalu bahagia. Aduhai

    ReplyDelete
  21. Selamat Pagi Bunda Tien, terima kasih sapaannya..
    Alhamdulillah CBE-23 sdh hadir..
    Semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
    Salam Aduhai 🙏🙏

    ReplyDelete
  22. Deg2an menanti saatnya Narita & pak RT dipertemukan dengan Aliyah dan Alfian...makasih bu Tien. Salam aduhai! Sehat selalu.🙏🙏🙏😘😘

    ReplyDelete
  23. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  24. Itu Aliyah waktu pergi mematikan lampu lagi, tidak ya? Lalu waktu Narita mau masuk rumah lagi, curiga kok gelap? 😅

    ReplyDelete

BULAN HANYA SEPARUH

BULAN HANYA SEPARUH (Tien Kumalasari) Awan tipis menyelimuti langit Lalu semua jadi kelabu Aku tengadah mencari-cari Dimana bulan penyinar a...