CINTAKU BUKAN EMPEDU
23
(Tien Kumalasari)
Wajah Aliyah berseri, mendengar Alfian mau mampir ke
rumahnya. Alfian harus tahu, seperti apa istrinya, kehidupannya, dan terlahir
dari orang tua yang seperti apa. Aliyah menduga, Alfian akan kecewa, kemudian
benar-benar menceraikannya. Bukan karena Aliyah tak suka. Sebenarnya dia merasa
bahwa ada perasaan sayang di dalam hatinya, terhadap laki-laki yang bersikeras
mengatakan cinta ini. Tapi Aliyah merasa kasihan, kalau sampai Alfian mendapat
malu, gara-gara memiliki istri yang kampungan, tak berpendidikan, dan terlahir
dari keluarga papa yang tak punya derajat, apalagi pangkat.
“Kamu suka?”
“Suka sekali, Tuan. Agar Tuan tahu, seperti apa
kehidupan saya.”
“Tapi mampirnya sebentar saja ya, aku hanya ingin tahu
di mana rumahmu. Lain kali, kalau ada waktu, aku akan menyempatkan diri untuk
berlama-lama berdiam di rumah kamu.”
Aliyah mengangguk senang,
Alfian menarik tangan Aliyah, mengajaknya berdiri,
karena senja dan temaram mulai menyapu alam sekitar.
“Kita pulang, sudah maghrib. Nanti kita akan lewat
masjid dan bersujud di sana,” kata Alfian yang membuat Aliyah senang. Ternyata
suaminya juga memiliki ketaatan pada agama yang dianutnya.
“Semoga Tuan menemukan kebahagiaan dalam hidup Tuan,
walau tidak bersama saya,” bisik Aliyah lirih, dan menahan sesak di dadanya,
karena tiba-tiba kesedihan menyergapnya. Benarkah dirinya akan dengan segala
keikhlasan bisa melepaskan suaminya? Benarkah dia bersungguh-sungguh rela
diceraikannya?
“Aliyah, kamu bilang apa? Nggak kedengaran,” kata
Alfian yang hanya mendengar bisikan dari mulut istrinya.
“Saya … tidak bilang apa-apa. Saya hanya mengatakan
bahwa suasana mulai gelap.”
“Kamu takut?”
“Tidak, kan ada Tuan.”
Alfian tersenyum, ia merangkul pinggang istrinya
dengan rasa sayang. Aliyah tak lagi menolak, bukankah dia takut dosa?”
“Walau mulutku berkata ingin dia menceraikan aku, tapi
ada rasa berat bergayut di hati aku. Tapi itu tidak apa-apa. Aku akan bisa
menjalani hidupku, seperti nenek menghabiskan sisa umurnya dalam menghidupi dan
membesarkan aku, tanpa lelah, tanpa keluh kesah,” bisik Aliyah lagi, tapi dalam
hati.
Setelah berhenti sejenak di sebuah mushala, Alfian
menepati janjinya, akan membawa Aliyah mampir ke rumahnya. Alfian ingin, dengan
begitu seringnya Aliyah diijinkan menjenguk rumahnya, akan hilang keinginan
Aliyah ingin pulang. Padahal Aliyah sebenarnya ingin agar Alfian tak terbebani
dengan keadaannya yang ‘kampungan’. Karena itulah keinginan agar Alfian
menceraikannya tetap saja ada.
***
Bu RT menunggu suaminya agar bisa diajak berbincang di
ruang tengah, tapi ketika keluar kamar, sang suami sudah berdandan rapi, dan
bersiap untuk pergi.
“Lhoh, Bapak mau ke mana?”
“Ada rapat di kelurahan,” jawabnya sambil merapikan
kancing bajunya.
“Mengapa malam-malam rapatnya?”
“Ya tidak apa-apa Bu, kan kumpulan para RT dan RW, dan
banyak diantara mereka itu masih bekerja. Jadi bagusnya ya malam, kalau
mengadakan pertemuan.”
“Lama tidak? Jam berapa Bapak pulang?”
“Ya belum tahu dong Bu, kalau yang dibicarakan sudah
selesai, pasti juga langsung pulang. Aku pergi dulu ya Bu.”
“Kok jalan kaki? Kelurahan kan agak jauh?”
“Ya tidak apa-apa sih Bu, sekali-sekali jalan kaki.
Katanya kalau orang mulai tua, harus lebih banyak olah raga, minimal jalan
kaki.”
“Olah raga itu bagusnya kan pagi. Bapak kalau bangun
selalu kalau matahari sudah tinggi. Yang pada olah raga jalan-jalan sudah pada
pulang, Bapak belum bangun juga. Sekarang, malam-malam bilang olah raga.”
“Kamu itu lho Bu, cuma orang ingin jalan kaki saja kok
diomelin. Ya sudah, aku pakai sepeda motor. Nggak usah olah raga juga nggak
apa-apa,” sungut pak RT sambil mengambil sepeda motornya.
“Jangan lupa mampir ATM, katanya mau menukar uang
beras, sampai sekarang belum Bapak tukar lhoh. Itu kan uang belanja,” teriak
sang istri ketika suaminya mulai menstarter sepeda motornya.
“Iya, iya … cerewet,” gerutunya sambil berlalu.
Bu RT cemberut dikatakan cerewet.
“Orang aneh, dia sendiri yang ngasih uang buat
belanja, dan wanti-wanti menggunakan uang belanja, ee … uang dihilangkan kok
malah seperti marah sama aku. Enak aja, uang hilang, jangan-jangan dipakai
bersenang senang ,” kata bu RT curiga.
Benarkah pak RT rapat di kelurahan? Tidak, ia memutar
sepedanya mengitari kampung, lalu masuk diam-diam ke halaman rumah Aliyah.
Perlahan tapi pasti, ia menyembunyikan sepeda motornya di balik pohon, lalu
menyelinap masuk ke dalam rumah, seperti maling.
“Aliyah …” panggilnya, dibuat semesra mungkin.
Narita tersenyum kesal. Ia sudah berpengalaman
berdekatan dengan pria, dari yang masih muda sampai yang sudah kakek-kakek. Ia
tahu kalau pak RT kesengsem sama Aliyah. Walau sikap genitnya menyebalkan,
Narita tetap bersikap manis, karena ia berhutang budi pada pak RT.
“Pak RT ya?”
“Iya, kamu lagi ngapain?”
Pak RT langsung masuk ke arah belakang, dan menemukan
‘Aliyah’ sedang makan.
“Itu makanan yang tadi aku belikan?”
“Iya, kan aku sudah bilang kalau aku pesan lagi itu,
untuk makan malam aku.”
“Iya, nggak apa-apa kok. Kalau masih mau lagi nanti
aku belikan.”
“Tidak, besok pagi saja untuk sarapan.”
“Gampang, besok aku belikan. Nanti aku mau ambil uang
dulu di bank, besok aku beri kamu uang.”
“Terima kasih banyak pak RT, tidak mengira aku bertemu
orang yang sangat baik seperti pak RT. Aku sangat beruntung, setelah aku merasa
bahwa hidupku sial.”
“Itu namanya kita berjodoh,” kata pak RT sambil
memegang tangan ‘Aliyah’.
Dan senangnya hati pak RT, saat ‘Aliyah’ tersenyum
tanpa menampik tangannya. Hati pak RT semakin berbunga-bunga, melihat sambutan
yang begitu membuatnya terbang ke awang-awang. Ia menarik kursi yang semula
didudukinya, supaya bisa lebih mendekati gadis pujaan hatinya. Narita kemudian
berdiri, membuang bungkusan bekas makannya, dipintu belakang .
“Duduklah lagi di sini,” pinta pak RT. Narita
tersenyum manis. Ia hanya ingin memeras dan mempermainkan perasaan pak RT yang
sudah kesetanan pada kecantikannya.
Ia menurutinya, dan membiarkan pak RT melakukan apa
yang diinginkannya. Tapi tiba-tiba saja Narita berdiri, membuat pak RT
terjungkal, karena kursi yang didudukinya sudah rapuh, sedangkan ia duduk
sambil mencondongkan tubuhnya pada Narita, lalu Narita berdiri tiba-tiba.
“Adduhhh!”
Bukannya merasa kasihan lalu membantunya berdiri,
Narita malah terkekeh tak henti-hentinya. Pak RT yang sudah merasa terbang di
awang-awang, kemudian meluncur ke bawah dan sakit dirasakan di sekujur tubuhnya.
“Aliyah, ya
ampun wong ayu, kenapa malah mentertawakan aku?” keluhnya sambil bangun dengan
susah payah.
“Salahnya sendiri, sudah tua, mau macam-macam,” gerutu
Narita sambil masih saja tertawa.
Akhirnya pak RT bisa berdiri, lalu menarik kursinya
kembali ke tempat semula.
“Pak RT, ayo jalan-jalan.”
“Jalan-jalan? Bukankah lebih baik kamu di rumah saja,
karena kamu melupakan banyak hal, nanti kalau ditanya orang, kamu bingung, yang
bertanya juga pasti bingung.”
“Tapi sumpek di rumah terus. Bagaimana kalau pak RT
boncengkan saya saja, saya akan memakai jacket yang tidak akan kelihatan
bahwa itu saya. Saya juga haus,
barangkali enak kalau bisa ngopi di suatu tempat. Kalau ngopinya jauh dari sini
kan tidak akan ada yang menyapa saya?” rayu Narita.
Pak RT yang sudah dimabuk kepayang, tak bisa menolak
ajakan Narita. Dengan hati-hati dia memboncengkan Narita, membawanya jauh dari
kampung tempat tinggal mereka.
***
Pada saat mereka keluar itulah, tiba-tiba mobil Alfian
meluncur memasuki halaman.
“Lihat, itulah rumah nenek saya,” kata Aliyah pelan,
sambil menatap ke arah rumah, yang menjadi benderang karena sinar lampu mobil
Alfian.
“Mari kita turun.”
Alfian tak berani menolak. Ia turun dari mobil, kemudian
membantu Aliyah turun. Kemudian keduanya melangkah ke arah rumah. Terdengar
suara berderit ketika pintu itu di buka.
“Kamu tidak menguncinya?”
“Sebenarnya sudah, tapi karena kayunya sudah lapuk,
dikunci atau tidak pun pasti akan sangat gampang kalau dibuka,” jawab Aliyah.
“Kamu menyalakan semua lampu, sebelum kamu
meninggalkan rumah?”
“Entahlah, mungkin iya. Buktinya semua lampu menyala.
Ayo, apalagi yang akan Tuan lihat. Inilah gubug tempat tinggal nenek dan saya.”
Alfian sempat merinding melihat gubug kayu Aliyah. Jauh bedanya dengan rumahnya sendiri, yang kokoh apik dan mentereng. Tapi Alfian sama sekali tak merasa kecewa setelah tahu di mana Aliyah tinggal sebelum ini. Ia bahkan ingin membangun rumah ini menjadi sebuah istana kecil, agar Aliyah nyaman setiap kali kangen dengan rumah neneknya.
Jawaban Alfian menyenangkan hati Aliyah. Tapi Aliyah
kecele kalau mengira Alfian akan kecewa. Ia menggandeng mesra tangannya ketika
keluar dari rumah itu.
“Nanti akan aku bangun rumah nenek, sehingga menjadi
istana kecil untuk ratu ku,” katanya sambil terus menggandengnya, sampai mereka
memasuki mobil.
“Siapa, ratuku?”
“Ratuku adalah kamu.”
Aliyah gemetar, telapak tangan yang dipegang Alfian
berkeringat. Ia diam sampai Alfian membawanya pulang dengan mobilnya. Harapan
untuk bisa bercerai perlahan sirna. Ada rasa bahagia yang tertindih kecewa, tak
berhasil membiarkan Alfian menemukan gadis yang sederajad dengannya.
***
Bu RT sedang duduk di teras rumah, menunggu kepulangan
suaminya. Ia berharap sang suami segera pulang, karena dia ingin bicara tentang
keinginannya mengunjungi salah seorang anaknya yang ada di luar kota.
Berkali-kali bu RT menguap, kantuk mulai menyerangnya.
Ketika ia menengok jam yang terletak di dinding teras, sudah menunjukkan jam 9
lebih lima menit.
“Lama banget, bicara tentang apa sih, rapat sampai
begini lama?” gumam bu RT yang segera berdiri, lalu berjalan ke arah jalan. Ia
berdiri di depan pagar rumahnya, ketika seorang tetangganya lewat.
“Bu RT menunggu siapa? Kok berdiri sendiri di sini?”
“Siapa lagi kalau bukan menunggu suami, Pak. Suami rapat
dari sore tadi belum juga pulang,” keluh bu RT.
“Memangnya rapat di mana Bu?”
“Di kelurahan kan?”
“Di kelurahan? Saya tadi lewat kelurahan, kok seperti
tidak ada kegiatan apapun sih Bu. Sepi, satpam yang berjaga malah lagi asyik
ngopi.”
“Apa? Tidak ada rapat di kelurahan?”
“Tidak ada Bu, barangkali di tempat lain. Rapat sama
siapa katanya?”
“Katanya sama RT RW sekelurahan sih.”
“Kok RT ditempat saya malah jalan-jalan sama istrinya
ya.”
“Lhoh, kok bapaknya anak-anak bisa ngomong begitu ya.
Katanya rapat di kelurahan,” kata bu RT seperti kepada dirinya sendiri.
“Ya sudah Bu, saya pamit dulu, habis beli mie goreng
pesanan istri, keburu dingin.”
“Oh, iya Pak, silakan,” kata bu RT yang sebenarnya
gemas sama sang suami. Ada RT di kampung sebelah sedang jalan-jalan sama
istrinya, ada tetangga lewat baru beli mie pesanan istrinya. Lha suamiku?
Perhatian juga tidak sama istrinya. Malah banyak bohongnya,” gerutunya sambil kembali
ke dalam rumah.
***
Pak RT baru saja masuk ke halaman rumah Aliyah. Narita
turun dari boncengan, langsung memasuki rumah, diikuti oleh pak RT. Mereka baru
saja minum wedang ronde yang hangat-hangat pedas, membuat tubuh mereka
berkeringat. Pak RT melongok ke dalam kamar, dimana ‘Aliyah’ memasukinya, dan
ingin berganti pakaian.
“Kenapa pak RT longak longok di situ? Saya mau ganti
baju dulu, basah keringat nih,” katanya tanpa sungkan.
Pak RT menelan ludahnya. Mau ganti baju kok ya nggak
mengusirnya agar keluar, dan pak RT mengira bahwa ‘Aliyah’ benar-benar sudah
terpikat olehnya karena dibelikan makanan dan minuman penghangat di malam itu.
“Pak RT, tutup matanya dong,” bukannya mengusir,
Narita malah seperti menantang.
Narita terkekeh melihat pak RT benar-benar menutup
matanya. Pasti bohong lah, menutup sedikit, terbuka sedikit. Mana sudi Narita meladeni
laki-laki setengah tua yang sama sekali tidak menarik, dan keringatnya bau
pula. Ia hanya menggodanya.
“Pak RT keluar dulu dong.”
“Katanya suruh menutup mata.”
“Dan juga menutup pintunya, aku belum selesai bicara,”
katanya sambil terkekeh.
Dengan gemas pak RT menutup pintunya, dan duduk di
sebuah kursi sambil menata napasnya yang memburu.
Dalam hati pak RT ingin membelikan kasur untuk
dipasang di kamar yang ditempati ‘Aliyah’, lalu angan-angannya terbang ke
mana-mana. Ia terkejut ketika Narita sudah keluar dengan berganti baju bersih.
“Pak RT pulang saja dulu, aku sudah ngantuk. Dan mana,
katanya mau memberi aku uang, tadi habis mengambil uang kan?” tagih Narita
tanpa sungkan.
“Oh iya, tentu saja. Baiklah, kan sudah malam,
pastinya kamu mengantuk. Ini uangnya, sedikit dulu ya,” kata pak RT sambil
mengulurkan uang dua lembar ratusan ribu.
“Baiklah, bisa untuk makan pagi aku, nih,” kata 'Aliyah' senang.
Pak RT pulang dengan perasaan yang berbuncah-buncah.
Ia memasukkan sepeda motornya ke garasi, dan masuk ke dalam rumah sambil
bersiul yang sama sekali tak berbunyi merdu, karena sebuah giginya sudah
tanggal, persis di depan.
Tapi dia terkejut, ketika sang istri menunggunya di
depan kamar sambil berkacak pinggang.
***
Besok lagi ya.
Yess
ReplyDeleteAlhamdulillah...matur nuwun bunda Tien 🙏
DeleteSelamat jeng Hermina juara 1 makam ini, disusul dibelakangnya:
Delete1. Jeng Mimiet, Cimahi
2. Kung Latief, Sragentina
3. Bu Sukardi Pacitan,
“Aliyah, kamu bilang apa? Nggak kedengaran,” kata Alfian yang hanya mendengar bisikan dari mulut istrinya.
DeleteSdh mulai lengket 'sidia'
Semoga hubungan keduanya berbahagia.....
This comment has been removed by the author.
DeleteWaaah.....mbak Hermina yeees.juara 1
DeleteMtrnwn
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien...
Salam sehat selalu...
Hore dah tayang, makasih Bunda Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdullilah bunda CBE sdh tayang..terima ksih dan slm seroja dan tetap aduhai unk bunda sekeluarga🙏😘🌹❤️
ReplyDeleteAlhamdulilah bisa hadir lebih awal..
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien..🙏
Sehat selalu kagem bunda Tien njih...
🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE_23 sdh tayang.....
Matur nuwun bu Tien. Salam sehat & tetap semangat.....
😊😊🌹🌹😅😅🌷🌷
🌸🍃🌸🍃🌸🍃🌸🍃
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 23
sudah hadir...
Matur nuwun Bu Tien.
Sehat selalu & tetap
smangats berkarya.
Salam Aduhai 🦋🌸
🌸🍃🌸🍃🌸🍃🌸🍃
Alhamdullkah
ReplyDeleteMatur nuwun saya belakangan ajaahh timbang ditrombol kalo iku balapan
ReplyDeleteMaturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
alhamdulillah maturnuwun
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien..
ReplyDeleteSemoga sehat" selalu.. 🙏🙏🥰
Alhamdulilah, matur nuwun mbakyu Tienkumalasari, CBE sampun tayang, salam seroja ya dari Cibubur, JakTim
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Alhamdulillah.. trm ksh bu Tien
ReplyDeleteMatur nuwun sugeng ndalu sederek
ReplyDeleteNarita tidak ketemu Aliyah dan Alfian, tapi menguras kantong pak RT. Kacian pak RT, nanti dirumahnya masih diomelin istrinya.
ReplyDeleteBenar... rumah kenangan Aliyah akan dipugar.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Alhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~23 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏
ReplyDeleteTerima kasih bu tien cbe 23 sdh tayang.... wah aliyah mulai berbunga bunga smg tdk ada halangan .... narita dan pak erte tunggu saja dilabrak bu erte .... salam sehat bu tien . Tks juga sdh disapa
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteTernyata
ReplyDeleteBegitu telaten Alfi bersabar kaya mendapat 'adik' baru, Farah yang mengingatkan perempuan baru beberapa hari bertemu sulit percaya, jadi ini masalah kepercayaan; walaupun berkali-kali mengatakan sayang tetep aja masih ada rasa tidak percaya, eh maknya memberi kesempatan satu bulan ya,
Aliyah kan cukup cerdas, bisa lah teratasi, masalah mengejar level.
Ngejanjiin mau ngebagusin rumah nenek, bagus; namanya juga rayuan oke deh, boleh juga tuh
Iku wong tuwek pethakilan, lha untu tengah ngarep wis raib ngono, mrusat-mrusut ora kena nggo ngempit udut, mana sudah letoy lagi, masih aja sok full power.
Boncos lho, habis buat mainan Narita, brodoli.
Nggak punya bulu, baru jadi perangkat rt sudah kementhus, kaya bos.
Lha tiba cekakaran ya ora ditulungi malah di guyu lho.
Wis jian rai gedheg endas thenk tenan
Terimakasih Bu Tien
Cintaku bukan empedu yang ke dua puluh tiga sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Narita dan Aliyah tidak sempat bertemu karena beda waktu...
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Moga Aliyah berakhir bahagia.
ReplyDeleteMakasih mba Tien .
Tetap sehat dan selalu bahagia. Aduhai
Selamat Pagi Bunda Tien, terima kasih sapaannya..
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE-23 sdh hadir..
Semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
Salam Aduhai 🙏🙏
Deg2an menanti saatnya Narita & pak RT dipertemukan dengan Aliyah dan Alfian...makasih bu Tien. Salam aduhai! Sehat selalu.🙏🙏🙏😘😘
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteItu Aliyah waktu pergi mematikan lampu lagi, tidak ya? Lalu waktu Narita mau masuk rumah lagi, curiga kok gelap? 😅
ReplyDeleteSiip
ReplyDelete