CINTAKU BUKAN EMPEDU
22
(Tien Kumalasari)
Narita bergeming, walau suara panggilan itu datang
dari orang yang berdiri sangat dekat dengannya.
“Aliyah … !” suara itu lagi.
Narita menatap ke arah seorang laki-laki setengah tua,
yang berdiri sambil terus memandanginya.
“Aliyah, kamu kenapa?”
Tiba-tiba Narita ingat, saat dirinya sedang pergi
bersama Nungki, ada orang yang memanggilnya dengan nama itu. Si pemanggil itu,
sama dengan yang sedang berdiri di depannya. Rupanya dia mengira dirinya adalah
gadis bernama Aliyah. Tiba-tiba benak Narita menemukan sesuatu. Dia sedang
berpikir untuk kembali ke dunia lamanya, dunia hitam yang penuh maksiat tapi
menghasilkan. Tapi ketika bertemu laki-laki setengah tua ini, ada sesuatu yang
lain yang dipikirkannya. Barangkali dengan mengakui bahwa dirinya memang
Aliyah, dia bisa menemukan sesuatu yang bisa mengentaskannya dari jalanan.
“Kenapa kamu ini seperti orang bingung?”
“Bapak … siapa?”
“Bagaimana kamu ini Yah, kok bisa nggak ingat sama
aku?”
“Saya bingung.”
“Lha ya itu bisa aku mengerti. Pasti kamu lagi
bingung. Bukankah kamu belum lama ini dinikahi sama pengusaha kaya raya? Kok
sekarang duduk di tepi jalan, seperti orang hilang begini?”
“Bapak siapa?”
“Saya kan pak RT, yang sangat perhatian sama kamu?”
“Oh, iya, pak RT. Maaf, banyak hal yang terjadi, yang
membuat saya bingung. Bahkan saya juga lupa di mana rumah saya.”
“Lha kok tanya rumah kamu di mana? Apa kamu tidak
tinggal bersama suami kamu?”
Narita menggeleng. Ia ingin segera berada di rumah
gadis bernama Aliyah, yang sudah menggantikannya menjadi istri Alfian. Ia butuh
istirahat, lalu menyusun sebuah rencana yang menurutnya bagus.
“Apa suami kamu menyia-nyiakan kamu? Bukankah belum
lama ini kamu menengok rumah kamu dengan mobil?”
Tiba-tiba Narita menangis terisak-isak.
“Tolong antarkan saya pulang,” isaknya.
“Baiklah, tampaknya kamu benar-benar sedang bingung.
Ayo aku antarkan kamu pulang. Aku membawa sepeda motor, aku boncengkan kamu
ya.”
“Tapi saya lapar.”
“Ya ampun, kalau begitu ayo makan. Kita cari warung
yang enak. Kamu mau makan apa?” kegembiraan pak RT bukan alang kepalang, karena
tampaknya ‘Aliyah’ tidak lagi ketus kalau dia mendekatinya.
Narita mengangguk senang. Ia diboncengkan pak RT yang
kemudian membawanya ke sebuah warung, dan membiarkan dirinya memesan apa saja
yang diinginkannya.
Narita senang, rasa laparnya terobati. Pak RT juga
senang, kali ini ‘Aliyah’ bersikap sangat manis padanya.
“Sebenarnya apa yang terjadi?” tanya pak RT sambil
menunggui ‘Aliyah’ makan.
Narita tak menjawab, atau barangkali sedang memikirkan
sebuah jawaban, sambil menyantap makanan yang dipesannya.
“Suami kamu mengusirmu?”
Narita mengangguk.
“Orang kaya yang kurangajar. Lebih baik kamu memang
pulang saja, nanti semua kebutuhan kamu, aku yang mencukupi,” kata pak RT
bersemangat.
“Benarkah?” tanya Narita, sambil menghabiskan
makanannya.
“Tentu saja benar. Pak RT tidak pernah bohong.”
“Terima kasih, pak RT.”
Walaupun agak heran melihat perubahan ‘Aliyah’ dalam
bersikap, tapi pak RT yang sudah dimabuk kepayang tak peduli. Yang penting
bertemu Aliyah, yang bersikap sangat manis padanya.
“Aku bisa mengerti, pasti tadinya kamu senang, bisa
menjadi istri orang kaya, ya kan? Kamu membayangkan bisa hidup berbahagia
tercukupi semua kebutuhan, tinggal di rumah apik, dilayani oleh banyak pelayan,
ya kan? Tapi ternyata kamu hanya dipermainkan. Jadi sebenarnya bagaimana maksud
orang kaya itu, mengambil kamu sebagai istri, lalu mencampakkan kamu? Apa
maksudnya?”
“Saya juga tidak tahu. Saya jadi seperti ini, lupa
semuanya, bahkan di mana rumah saya, saya juga lupa.”
“Kasihan sekali kamu Aliyah, pasti kamu di siksa, ya
kan?”
‘Aliyah’ mengangguk.
“Kalau saja kamu mau menjadi istriku, kamu pasti akan
hidup senang. Aku bukan orang kaya raya, tapi kalau untuk menyenangkan kamu
saja, aku bisa kok.”
Narita tersenyum. Ia sedang berhadapan dengan
laki-laki yang rupanya sangat menyukai Aliyah, dan sekarang pasti senang karena
si ‘Aliyah’ bersikap sangat baik padanya. Dalam hati Narita ingin
mempermainkannya. Tak apa menyenangkan si tua ini, asalkan hidupnya tercukupi.
“Sekarang antarkan saya pulang.”
“Baiklah, memang seharusnya kamu pulang. Biar aku
bayar dulu makanan tadi.”
“Bolehkah saya minta lagi untuk makan malam nanti?”
“Tentu saja, ayo pesan, mana yang kamu suka.”
“Baiklah.”
Dengan entengnya Aliyah memesan makanan sesukanya,
agar bisa dimakan untuk malam nanti, dan pak RT membayar semuanya dengan suka
cita.
***
Tapi Narita terkejut, ketika pak RT menghentikan
motornya di sebuah halaman di mana ada rumah butut yang tertutup di sana.
“Ini rumah siapa?” tanya Narita ragu.
“Ini rumah kamu Aliyah, kamu lupa? Aku aku antar
masuk.”
Dengan ragu Narita mengikuti pak RT, mendekati rumah
yang tertutup, tapi sebenarnya rumah itu ternyata tidak terkunci.
“Mengapa rumahnya tidak dikunci?”
“Sebenarnya terkunci, tapi karena pintunya sudah
lapuk, jadi tidak bisa benar-benar terkunci."
Narita bergidik ketika memasuki rumah itu. Sangat jauh
dari bayangannya, ternyata Aliyah sangat miskin dan papa. Rumah itu bersih,
tapi perabotannya hanyalah berabotan tua yang tak ada harganya. Kursi usang,
meja usang, bahkan membuat Narita takut jatuh kalau mendudukinya, karena kursi
itu terlihat begitu ringkih.
“Kamu tampak heran memasuki rumah kamu sendiri,” kata
pak RT yang ikut masuk ke dalam rumah. Pak RT masih ingat, dulu Aliyah
mengusirnya ketika dirinya ikut memasuki rumah. Tapi sekarang dia senang,
karena Aliyah membiarkannya. Agak heran juga, soalnya ‘lupa’ nya ‘Aliyah’
terlihat sangat kebangetan.
Narita memasuki setiap kamar yang memang hanya ada dua
di rumah itu. Kamar yang sempit, dengan tempat tidur beralaskan tikar, dan
bantal yang bersarung lusuh.
Sesungguhnya Narita merasa jijik, tapi ia tak ingin
membuat pak RT curiga.
“Aliyah, makanan yang kamu pesan tadi aku letakkan di
meja sini ya,” kata pak RT.
Narita mengangguk.
“Sekarang aku mau pulang dulu, kamu istirahatlah,
nanti malam aku akan melihatmu lagi kemari, barangkali kamu membutuhkan
sesuatu.”
“Baiklah.”
“Tapi sebaiknya kamu jangan keluar-keluar rumah dulu,
soalnya kamu kan banyak lupa, jadi kalau ketemu tetangga tidak bingung
menjawabnya.”
Narita mengangguk, mengerti. Ia memang tak ingin
bertemu siapapun, agar tak menimbulkan kecurigaan karena di tempat ini dia tak
tahu apa-apa, juga tak mengenal siapa-siapa. Masa dia harus berlagak pikun
terus menerus?.
Setelah pak RT pergi, Narita duduk di tempat tidur
kayu yang beralaskan tikar. Apa boleh
buat, ia butuh istirahat kali itu. Ia membaringkan tubuhnya, dan terdengar
derit kayu usang ketika tubuhnya terbaring.
“Ya ampun, kenapa nasibku membawa aku ke dalam
kehidupan seperti ini. Sementara pemilik gubug ini hidup di istana keluarga
Candra, aku terkapar di sini, di tempat yang buruk dan berbau apak. Sungguh
tidak nyaman,” gerutunya sambil berusaha memejamkan matanya.
***
“Aduh, Bapak dari mana sih, sesiang sesore pergi tanpa
pamit,” omel bu RT begitu pak RT memasuki rumah.
“Ya ampun Bu, suami baru datang sudah disemprot dengan
kata-kata yang nggak enak didengar. Bersikap manis lah Bu, supaya aku senang.”
“Habis, Bapak pergi tanpa pamit.”
“Siapa bilang tanpa pamit, aku tadi kan bilang bahwa
aku mau jalan-jalan, gitu kan?”
“Kalau jalan-jalan itu ya pakai kaki, bukan membawa
motor.”
“Ya sudah, aku mengalah saja, aku tadi ingin putar-putar kota. Lagian kenapa sih,
kehilangan aku sebentar saja sudah marah-marah, seperti pengantin baru saja.”
“Bukan apa-apa, tadi kan Bapak aku titipin uang untuk
membayar beras, kalau penjual beras itu datang, soalnya dia janji mau mengirim
hari ini. Ternyata belum dikirim juga. Mana uangnya, aku beli di warung saja,
soalnya kita sudah kehabisan beras.”
Pak RT terkejut. Rupanya uang itu dipakainya untuk
membayar makanan Narita, yang habisnya seratus ribu lebih, soalnya Narita
memilih makanan serba mahal, dan masih membawa pulang pula.
“Mana Pak, kok seperti orang bingung begitu?”
“Nanti dulu, tadi … uangnya aku taruh di mana ya,kok
tidak ada di saku bajuku.”
“Tidak ada bagaimana? Bapak pakai jajan, iya kan?”
“Enggak kok, aku hanya muter-muter saja tadi.”
Bu RT kesal bukan alang kepalang.
“Jangan marah dong Bu, nanti aku tukar uangnya, tapi
aku ambil dulu ke ATM. “
“Kayak anak kecil saja, membawa uang bisa hilang,” bu
RT masih mengomel.
“Ya beda Bu, kalau anak kecil menghilangkan uang, mana
bisa mengganti. Ini akan aku ganti, tunggu sebentar, aku ambil dulu ya.”
“Nggak usah, nanti malah pergi lama lagi. Pakai uang
belanja ini dulu saja,” kata bu RT yang langsung masuk ke kamar untuk mengambil
uang.
Pak RT hanya memandanginya sambil tersenyum lucu.
Karena ingin membuat ‘Aliyah’ senang, uang buat beli beras jadi hilang.
***
Aliyah merasa menemukan dunia yang lain, ketika Alfian mengajaknya jalan-jalan sore hari itu. Ia belum pernah keluar dari lingkungan kampungnya sebelum ini. Neneknya sibuk bekerja, dari pagi sampai sore, dan selalu melarangnya untuk pergi ke mana-mana. Banyak hal yang membuatnya takjub, selain melihat mal besar seperti ketika ikut belanja bersama Farah, Alfian juga mengajaknya pergi ke luar kota, memandangi langit kemerahan ketika senja menjelang. Mereka duduk di tepian sawah, diatas sebuah batu besar. Ada parit dengan air bening mengalir tak henti-hentinya.
“Kamu senang?” tanya Alfian ketika melihat wajah Aliyah
berseri-seri. Kakinya berjuntai ke arah sungai, kadang-kadang ujungnya
menyentuh air dan ketika kaki itu digerakkan maka air itu muncrat membasahi
wajahnya.
“Senang sekali.”
“Kamu pernah berjalan-jalan ke tepi sungai, dan duduk
memandangi sawah yang menghijau?”
Aliyah menggeleng. Terkadang ia merasa, bahwa dunia
lain yang ditemukannya sangat indah. Tapi di lain saat, ia teringat betapa ia
sebenarnya tak pantas berada di samping laki-laki yang baginya terlalu tinggi.
Ia merasa kasihan pada Alfian, yang memiliki istri tak pantas dan benar seperti
kata ibunya, bahwa dia sangat kampungan.
“Apakah kamu senang, bermain-main dan meiihat pemandangan
indah seperti yang kamu lihat di sekeliling kamu ini?”
“Tuan, saya menemukan banyak hal dalam hidup ini
ketika sedang bersama Tuan.”
“Lain hari aku akan mengajak kamu ke tempat lain yang lebih
indah. Kamu pernah melihat laut?”
Aliyah menggeleng, wajahnya berseri-seri. Langit
kemerahan di ujung barat menorehkan gambaran yang menakjubkan.
“Laut itu lebih indah dari yang kamu saksikan sekarang
ini. Ia adalah air yang tak berbatas. Disana kamu bisa memandangi air yang
biru, dan langit sekaligus.
“Alangkah senangnya,” bisik Aliyah.
“Aku senang, kalau kamu juga merasa senang.”
Mereka terdiam beberapa saat lamanya, sementara alam
disekitar mulai meredup.
“Tuan, beberapa hari yang lalu saya bertemu non Narita,”
tiba-tiba kata Aliyah.
“Apa?”
“Saya dan mbak Farah baru memasuki mal, ketika melihat
dia hampir keluar dari mal itu. Tapi mbak Farah malah menarik saya agar
bersembunyi diantara orang-orang yang mau belanja."
“Farah tidak cerita.”
“Waktu itu wajahnya tampak keruh, seperti orang
bingung. Agak kasihan saya melihatnya.
“Mengapa kasihan?”
“Entahlah.”
“Bukankah Tuan sedang mencari-carinya? Sampai-sampai
salah menangkap saya?”
“Ya, waktu itu.”
“Kalau saja mbak Farah mau mengabari Tuan, pasti Tuan
bisa bertemu dia.”
“Tidak, aku sudah tidak ingin bertemu dia lagi.”
“Bagaimana dengan harta yang dilarikan? Bukankah waktu
itu Tuan memaksa saya untuk mengakui di mana harta itu saya sembunyikan?”
“Saya sudah tidak peduli dengan harta atau perhiasan
yang dibawanya pergi.”
“Bukankah harta itu banyak, sehingga Tuan bisa
menyiksa saya demi harta itu?”
“Kamu salah Aliyah. Aku marah bukan karena harta itu,
tapi karena kebohongan yang dilakukannya.”
“Bukankah waktu itu Tuan menanyakan terus tentang
harta itu?”
“Hanya sebuah pelampiasan kemarahan aku. Bukan karena
harta itu.”
“Dan Tuan juga mengatakan bahwa sebenarnya masih
mencintai dia?”
Alfian menghela napas panjang. Diraihnya tangan Aliyah,
dan diremasnya pelan.
“Aku sudah menemukan kamu. Aku sudah tahu, dimana rasa
cinta aku itu berlabuh. Dan aku tak akan melepaskan kamu.”
“Gadis kampungan yang kurang memiliki tata krama ini?”
“Kamu jangan berkata begitu. Kamu bukan kampungan. Kamu
hanya butuh berbaur dengan dunia kamu yang baru. Perlahan, kamu akan berubah,
aku akan membimbing kamu.”
“Saya kasihan sama Tuan. Saya tak pernah berhenti
untuk ingin pulang, membiarkan Tuan menemukan gadis yang pantas untuk Tuan. Kalau
saja Tuan tahu, seperti apa sebenarnya saya, tuan pasti melepaskan saya.
Alfian mengangkat tangan Aliyah dan meletakkannya di
pipinya.
Aku ingin, sekarang kita pulang, dan aku ingin mampir
ke rumah kamu untuk melihatnya.
“Benarkah?” mata Aliyah berbinar-binar.
***
Besok lagi ya.
Mtrnwn
ReplyDeleteSelamat jeng Mimiet, jeng Nani, jeng Sari, pa Latief, jeng Farida Inkiriwang.
DeleteπΏπΌπΏπΌπΏπΌπΏ
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 22
sudah hadir...
Matur nuwun Bu Tien.
Sehat selalu & tetap
smangats berkarya.
Salam Aduhai π¦πΈ
πΏπΌπΏπΌπΏπΌπΏ
Maturnuwun mbk Tien
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang
ReplyDeleteAlhamdullilah .terimaksih bundaqu CBE nya..slm sehat dan tetap aduhai unk bunda sekeluargaππ₯°πΉ❤️
ReplyDeleteMatur nuwun
ReplyDeletealhamdulillah maturnuwun
ReplyDeleteπΎπΉπ₯¬ππ₯¦πΉπ·πΎ
ReplyDeleteAlhamdulillah CeBeE_22 sdh tayang......
Wah Aliyah jelong-jelong menunggu matahari terbenam dipinggir sawah berdua dgn Alfi....
Matur nuwun bu Tien..
Salam seroja dan tetap ADUHAI dan bersyukur.
πΎπ₯¦πΉπ₯¬ππ·π₯¬πΎ
Alhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~22 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..π
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien...
ReplyDeleteππ
Ternyata Narita ditemu pak RT, tentu pak RT sukak sukak. Apa rencana Narita selanjutnya...
ReplyDeleteTapi Alfian dan Aliyah akan menengok rumah yang tidak layak huni itu, mungkin akan direnovasi?
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Waaaah... klo Aliyah sm Alfian mau mampir ke rumah Aliyah..
DeleteApkh bs ketemu dg Narita yg sdh diantarkan pa RT pulang ke rumah Aliyah...?
Kita tunggu epsd selanjutnya hr senin..
Selamat malam pa Latief..
Komen nya bs dilanjut lg yaa..
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu
Semoga sehat selalu
Terima kasih, bu Tien. Salam aduhai, semoga sehat selalu.ππππ
ReplyDeleteNah, kapok tuh si Narita...jadi ingat acara TV dulu: Tukar Nasib, sekarang nasibnya ditukar bener sama ibu Tien, wkwk...ga sabar rasanya mau baca yg besok Senin...Aliyah ketemu Narita di rumahnya...π
DeleteAduhaiii.... tak sbar menunggu lanjutannya... terima kasih mbu Tien... sehat² trs bersama keluarga
ReplyDeleteAlhamdulilah....sdh hadir...suwun bunda Tien...ktm hari senin lg...lamaaa.
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeletealhamdulillah... Suwun bu Tien. Sore2 sudah bisa baca lanjutan cerbung. Salam Seroja..
ReplyDeleteWauw, pak RT
ReplyDeletetebar pesona dengan janji, namanya juga ada maunya nanti juga Bu RT tahu kemana larinya uang beras yang 'hilang' dan ada alasan untuk itu, maklum nggak sadar, masih ber-pengharapan dengan berbagai trik untuk mencapai 'cita-cita' nya.
Cita cita?
Adakah tercapai angan Aliyah dengan saling menukar pakaian untuk bisa ter lepas dari jeruji kerajaan dinasty candra?
Bebas dengan kesederhanaan lepas dari tataran gengsi.
Untung Alfi sudah tahu tanda lahir dari Aliyah yang nggak mungkin tertukar.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Cintaku bukan empedu yang ke dua puluh dua sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
π
Alhamdulillah CBE-21 sdh hadir
ReplyDeletejd ikut deg2 an.. semakin seru ceritanya..
Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
Aamiin Yaa Allah
Salam Aduhai Bundaπ
Tambah penasaran yaa.. ceu Titing..
DeleteSalam aduhai dari sukabumi hehe..
betul de Hermina, makin penasaran ceritanya..
DeleteHebatnya Bunda Tien..
Salam Aduhai kembali dari Bekasi
maaf CBE-22
ReplyDeleteAlhamdulilaah..
ReplyDeleteTks banyak bunda Tien..
Salam sehat selalu..
Matur nuwun bunda Tien..ππ
ReplyDeleteSehat selalu kagem bunda...π€²π€²
Terimakasih bunda Tien,salam sehat selalu dan aduhai...
ReplyDeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteAkankah Narita - Alfian dan Aliyah ketemu ?
ReplyDeleteCeritera semakin seru, Narita yang tadinya ingin memanfaatkan dirinya yang disebut Aliyah bisa gagal Total.
Padahal Aliyah senang sekali bisa mempertemukan Narita dengan Alfian.
Sementara Alfian tetap mempertahankan Aliyah, sedangkan Aliyah lebih suka melepaskan diri dari Alfian dan mebiarkan Narita yang menggantikannya.
Padahal dibelakang sana ada pak RT yang sudah siap menerkamnya bagaikan seekor serigala kelaparan, walau terlihat berbulu domba.
Aliyah ...Aliyah ...
terlalu lugu ......
Pak Petir ....lagi dimana ?.............
Mau tak titipi Narita ....mau ngga ?
π€ͺπ€ͺπ€ͺπ€ͺπ«’π«’
Salam sehat
Salam aduhai .....
Maturnuwun bu tien sudah disapa... selamat malam dan terima kasih atas suguhan cbe nya ... waah bakalan seru aliyah mau diantar ke rumahnya dan bertemu narita.... ditunggu kelanjitannya bun. Salam sehat bun
ReplyDeleteAduhai ....
ReplyDeleteAliyah akan bertemu Narita nanti, gimana ya jadinya ...
Jadi deg deg-an...
Terima kasih bunda Tien, love you ...❤️
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlfian, Aliyah dan Narita akan bertemu?
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien.. .
Bakal seru ini.
ReplyDeleteGimana ya pertemuan Alfian, Aliyah dan Narita?
Makasih mba Tien.
Salam sehat selalu. Aduhai
Suwun....
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteTernyata nama KP-Lover ada disebut Mbak Tien. Terimakasih Mbak Tien.
ReplyDelete