Wednesday, April 12, 2023

CINTAKU BUKAN EMPEDU 19

 

CINTAKU BUKAN EMPEDU  19

(Tien Kumalasari)

 

Farah terkejut, tak menyangka akan melihat Narita di tempat itu. Aliyah heran, ketika melihat Farah berhenti melangkah, dan menatap seseorang. Aliyah ikut memandang ke arah yang sama, dan terpana melihat sosok yang mirip dirinya, sedang berjalan ke arah keluar. Farah segera menarik Aliyah, menjauh dari tempat itu, berlindung diantara orang-orang yang berlalu lalang memasuki area mal.

“Mbak Farah_”

“Ssst …” Farah memotong perkataan Aliyah, untuk melarang Aliyah berkata-kata. Ia terus menarik Aliyah masuk, sampai bayangan Narita lenyap dari pandangan mereka.

“Aduuh, hampir saja,” gumam Farah.

“Mbak Farah, aku melihat seseorang yang sangat mirip dengan aku,” kata Aliyah, setelah Farah membiarkannya bicara.

“Iya Nyonya, itu tadi yang namanya Narita.”

“Benar-benar mirip aku ya?”

“Iya. Seperti pinang dibelah dua. Jangan-jangan, Nyonya dilahirkan kembar.”

“Ya nggak mungkin, aku tidak punya saudara, apalagi kembar.”

“Tapi sangat mirip.”

“Itu sebabnya, tuan Alfi salah menangkap aku.”

“Maaf Nyonya, waktu itu aku juga tidak tahu kalau Nyonya bukan non Narita. Kami semua mengira, non Narita sedang berpura-pura.”

“Sungguh aneh. Tapi mengapa kita harus menghindar, ketika bertemu dia? Bagaimana kalau kita mengabari tuan Alfi? Bukankah dia ingin bertemu dan memaksanya mengaku tentang uang yang dilarikannya?”

“Tuan Alfi sudah tidak bersemangat mengejar dia lagi. Tuan sudah menemukan Nyonya, yang jauh lebih baik dan sangat dicintainya,” kata Farah.

“Aku selalu merasa tidak pantas. Bukankah seharusnya tuan Alfi menceraikan saya?”

“Nyonya jangan begitu, kalau tuan memilih Nyonya, berarti Nyonya adalah gadis yang pantas untuk tuan.”

Aliyah menggeleng-gelengkan kepalanya. Ada yang memberati hatinya, yaitu karena Aliyah menyadari siapa dirinya, dan siapa laki-laki yang selalu mengatakan bahwa dia mencintainya.

“Tidak boleh, kasihan tuan Alfi,” gumamnya lirih.

Farah tak mempedulikannya, ia segera menarik Aliyah ke counter dimana dia membutuhkan sesuatu untuk kebutuhan dapur, setelah itu memilih sayur dan ikan.

“Nyonya ingin masak apa?”

“Aku? Tidak … aku tidak ingin apa-apa. Bolehkah nanti setelah pulang kita mampir ke rumah aku? Sungguh aku ingin pulang.”

“O, tidak Nyonya, saya tidak berani melakukannya, nanti kalau tuan Alfi marah, lalu saya dipecat, bagaimana? Saya bisa kehilangan pekerjaan dong.”

“Cuma mengantar saja, masa dipecat?”

“Ya. Karena kita tidak bilang mau mampir, apalagi ke rumah Nyonya. Mengapa Nyonya ingin pulang? Bukankah Nyonya hanya sendirian di rumah?”

“Rumahku jelek, kumuh dan kotor, tapi aku merasa lebih nyaman, karena memang di situlah seharusnya aku berada.”

“Baiklah, tapi Nyonya harus bilang dulu sama tuan. Saya tidak berani.”

Aliyah mendesah. Tapi kemudian dia merasa sedikit terhibur, ketika Farah mengajaknya berputar-putar di mal itu. Pakaian bagus, sepatu bagus, tas yang bagus pula, bahkan ada perhiasan. Aliyah suka melihat-lihat, tapi sama sekali tidak menginginkannya.

“Nyonya ingin beli apa?”

“Tidak ingin. Baju sudah punya, tuan memberi aku banyak dan bagus-bagus. Nanti kalau di kampung aku memakai baju-baju itu, bisa jadi semua orang kampung menatap aku dengan heran.”

“Memangnya kenapa?

“Aliyah memakai baju indah, mana pantas. Bisa jadi tontonan kan?”

“Kalau begitu tidak usah pulang saja,” kata Farah enteng.

“Kalau pulang, aku akan memakai baju-baju lama yang sudah aku punya sebelumnya.”

“Ayo kita makan saja, Nyonya. Tiba-tiba saya lapar.”

“Makan di mana?”

“Ayo naik ke atas, disana banyak makanan dijual, macam-macam pula,” kata Farah sambil menarik tangan Aliyah. Tapi ketika sampai di depan eskalator, Aliyah tiba-tiba berhenti.

“Ayo, nyonya.”

“Aku tidak berani. Apakah tidak ada tangga yang bisa membawa kita naik?”

“Tidak ada Nyonya, adanya itu, namanya eskalator. Kita berdiri saja ke situ, eskalator akan membawa kita naik.”

“Takuuut.”

“Ayo, pegangan tangan saya, Nyonya harus mencobanya. Nyonya harus melangkah satu langkah saja, jangan bergerak-gerak. Ayo, Nyonya.”

Farah sungguh nekat. Ia benar-benar berusaha sang nyonya yang lugu harus bisa mengerti banyak hal yang akan melingkupi kehidupannya. Belanja di mal, makan di mal, naik eskalator.

Dan walau dengan takut-takut, Aliyah menurutinya.

“Orang kaya aneh-aneh. Kelihatan bahwa mereka itu malas,” gumam Aliyah.

Farah tersenyum mendengarnya. Ia termasuk orang yang malas. Mungkin benar kata Aliyah. Tapi mereka punya alasan. Semuanya harus cepat, naik eskalator lebih cepat dan tidak menguras tenaga. Padahal naik tangga itu sama dengan berolah raga, agar kaki lebih kuat, ya kan?

Saat makan pun Aliyah juga dipaksa untuk memesan sesuatu.

“Tapi aku kan sudah makan.”

“Makanlah sesuatu yang lain. Oh ya, di sini ana steak.”

“Apa tuh?”

“Nanti nyonya akan melihatnya, dan merasakannya, dan ingin berkali-kali membelinya.”

Farah memesan dua porsi steak daging, dan dua gelas jus alpukat. Aliyah diam saja, tapi ketika mau makan, Aliyah juga harus dituntun Farah, bagaimana caranya. Ia harus mengiris daging, lalu menyuapkan ke mulut dengan garpu yang semuanya sudah tersedia.

“Ini minuman apa?”

“Seperti kalau kita di rumah. Itu jus alpukat. Di rumah saya belum pernah membuat jus alpukat semenjak Nyonya ada. Sekarang Nyonya harus merasakannya. Itu minuman sehat.”

“Orang kaya juga malas mengunyah makanan, sehingga buah yang empuk pun masih harus dilumatkan,” gumam Aliyah setelah mencecap jus nya.

Hari itu banyak pelajaran yang di dapat Aliyah. Menaiki eskalator, makan steak, menghirup jus yang nikmat. Ia juga melihat pusat perbelanjaan dengan rasa takjub.

***

“Mas Kirman,” kata Aliyah dalam perjalanan pulang.

“Maukah Mas Kirman mengantarkan aku pulang?”

“Apa? Tapi tuan tidak menyuruh saya untuk mengantarkan Nyonya pulang. Ya kan, Farah?”

“Iya Nyonya, kan saya sudah bilang tadi, bahwa kalau kita pergi tanpa seijin tuan Afli, maka kami bisa kena marah.”

“Aku hanya ingin melihat rumahku saja. Sebentar saja. Aku kangen rumah nenek,” rengek Aliyah, memelas.

“Oh, hanya melihat, tapi nanti pulang kan, nyonya,” kata Kirman, sang sopir.

“Nanti balik ke rumah tuan Alfi kan?”

“Iya, baiklah, hanya sebentar saja.”

“Baiklah, tapi jangan memaksa untuk tinggal ya. Kalau Nyonya tidak mau kembali, kami berdua akan celaka.”

Sebenarnya Aliyah memang akan terus pulang saja, tapi mendengar kedua orang yang bersamanya akan mendapat celaka, Aliyah tak sampai hati menentangnya.

***

Kirman memasuki halaman kecil rumah nenek Aliyah, menghentikannya di sana. Dengan riang Aliyah melompat turun, langsung membuka pintu kayu yang sudah lapuk di bagian bawahnya. Farah menatapnya iba. Sekarang dia bisa membayangkan, bagaimana kehidupan Aliyah sebelumnya. Ia ikut masuk, dan tanpa sungkan Aliyah menunjukkan dua buah kamar sempit yang menjadi kamarnya dan kamar almarhumah neneknya.

“Belum sebulan nenek meninggal, aku seperti masih mencium bau keringatnya,” kata Aliyah sambil menutup kembali pintu kamar neneknya. Ia mengusap setitik air matanya. Farah menjadi ikut sedih melihatnya.

“Rumahku kotor sekali, aku ingin membersihkannya sebentar.”

“Nyonya, kita sudah terlalu lama pergi, nanti saya akan menyuruh orang untuk datang kemari, supaya membersihkan rumah ini,” kata Farah.

“Apa? Kasihan sekali. Mana mau orang membersihkan rumah seperti ini?”

“Ada Nyonya, percayalah.”

“Tidak, biarkan aku menyapu sebentar, dan membersihkan debu-debu,” kata Aliyah yang langsung pergi ke arah belakang untuk mengambil sapu.

Farah geleng-geleng kepala. Tapi ia kemudian membantu membersihkan debu di meja dan kursi tua yang ada di dalam rumah itu.

Sementara itu Kirman yang menunggu di luar, mendapat telpon dari Alfian.

“Kalian ada di mana, mengapa lama sekali?”

“Maaf Tuan, Nyonya Aliyah memaksa  pulang ke rumahnya.”

“Apa? Siapa menyuruh kalian mengantarkan ke rumahnya?”

“Nyonya memaksa, dan katanya hanya sebentar. Ini sudah hampir satu jam saya menunggu di depan rumahnya.”

“Jadi kalian sudah ada di rumah Aliyah?”

“Ya Tuan, saya sedang menunggu. Mereka di dalam lama sekali.”

“Cepat ajak Aliyah kembali, kalau sampai tidak, tahu sendiri akibatnya,” ancam Alfian yang merasa cemas, takut kalau Aliyah tidak mau kembali.

“Baik, Tuan, saya akan menyusul ke dalam.”

Kirman tertegun, melihat Aliyah sedang menyapu dan Farah membantunya bersih-bersih debu.

“Ada apa Mas?” sapa Farah ketika melihat Kirman berdiri di depan pintu.

“Tuan Alfi menelpon, meminta kita segera kembali.”

“Baiklah. Nyonya, tuan Alfi sudah menelpon. Kita harus segera kembali,” kata Farah kemudian mengingatkan Aliyah.

“Aku belum selesai, kamar Nenek harus dirapikan,” kata Aliyah yang masih melanjutkan acara bersih-bersihnya.

“Jangan lama-lama ya Nyonya, nanti tuan Alfi keburu marah.”

“Kalau begitu tinggalkan saja saya, supaya saya menyelesaikan bersih-bersih rumah saya.”

“Aduh, jangan begitu Nyonya, taruhannya nyawa, kalau saya tidak pulang bersama Nyonya,” keluh Farah.

“Apa tuan Alfi akan membunuh mbak Farah dan mas Kirman?”

“Bukan begitu, kalau kami kena pecat, lalu tidak punya pekerjaan, sementara saya harus menghidupi orang tua di kampung, bagaimana? Kalau tidak bisa makan, lama-lama kan bisa mati?” kata Farah sambil menampakkan wajah sedih.

“Baiklah, sabar ya, tinggal kamar nenek ini saja. Lihat, biarpun pintunya ditutup, tetap saja meja dan tempat tidurnya berdebu,” kata Aliyah sambil membersihkan debu di kamar neneknya. Tentu saja Farah membantunya, supaya pekerjaan itu cepat selesai. Beruntung Aliyah tidak memaksa tinggal.

***

Pak RT yang baru pulang dari kelurahan, berlari-lari kecil sambil masuk ke rumahnya.

“Bu, Bu … ada Aliyah di rumahnya,” teriak pak RT.

“Bapak ini mengigau, atau apa?”

“Ini beneran Bu, mobilnya bagus banget, ayo kita temui dia.”

“Ogah. Dia kan pastinya datang bersama suaminya, kenapa juga kita harus menemuinya.”

“Ya ampun Bu, kita harus menyambutnya. Warga kita mendapat keberuntungan, kita harus mensyukurinya kan?”

“Bapak itu ya, kenapa sih, kalau masalah Aliyah pasti ribut bukan alang kepalang?”

“Aku ini kurang baik apa sih Bu, aku ingin menemui Aliyah, dengan mengajak kamu. Kok kamu seperti masih menyimpan cemburu begitu?”

“Bukan cemburu, merasa aneh saja melihat ulah Bapak.”

“Hanya melihat saja, ayolah Bu,” pak RT memaksa, tapi bu RT bergeming. Akhirnya pak RT bergegas kembali menuju ke rumah Aliyah. Tapi begitu dia sampai, mobil bagus yang semula diparkir di sana sudah berlalu.

“Aliyaaah! Aliyaaah!!” pak RT berteriak-teriak, tapi mobil itu sudah hilang ditikungan jalan.

“Ya ampuun, aku hanya ingin melihat kamu dari dekat saja, kok ya tidak kesampaian.”

***

Narita pulang ke rumah yang katanya rumah Nungki untuk tinggal selama di Indonesia. Narita  yang hatinya terluka menyaksikan kekasihnya sudah menikah dengan gadis lain, sekarang lebih terluka lagi ketika menyadari uang di ATM nya telah habis ludes.

Ia membuka pintu rumah itu dengan mudah, karena rupanya Nungki sudah ada di rumah. Serta merta Narita melabrak Nungki dengan kata-kata kasarnya.

“Nungki! Kamu sudah gila ya?”

“Ada apa sih ini, datang-datang marah-marah seperti orang kesetanan,” jawab Nungki sambil merebahkan tubuhnya di sofa.

“Kamu kok merasa tidak bersalah sih? Kamu sudah menghabiskan uang aku kan?”

“Oh, iya, aku lupa bilang. Memang aku memakai uang itu, untuk kepentingan bisnis aku.”

“Kepentingan bisnis apa? Itu uang aku, dan kamu bilang akan menambahinya lebih banyak, mengapa justru kamu habiskan?”

“Tunggu dulu, tunggu penjelasan aku, kalau marah nanti hilang cantiknya lho,” Nungki masih mencoba merayu.

“Hentikan rayuan gombal itu. Mana uangku. Kembalikan sekarang! Kamu tahu tidak, tadi aku belanja banyak, untuk makan kita, tapi di kasir aku mendapat malu, karena tidak bisa membayar dengan kartu ATM aku, uangnya tidak ada. Apa aku tidak malu?”

“Maaf Narita, memang aku pakai, aku lupa bilang sama kamu. Tunggulah beberapa hari lagi, pasti uang kamu akan kembali.”

“Tidak mau besok-besok, aku mau sekarang!”

Tiba-tiba ada orang datang mengetuk pintu rumah. Narita keluar. Seorang laki-laki setengah tua berdiri di depan pintu.

“Permisi, Bu.”

“Ya, mau mencari siapa ya?”

“Saya yang punya rumah ini, mau mencari rumah pak Nungki.”

“Yang punya rumah? Ini bukan rumah Nungki?”

“ini rumah saya, yang disewa selama setahun, tapi pak Nungki belum membayarnya sedikit pun.”

Narita terkejut, satu kebohongan lagi terungkap. Tanpa menoleh ke belakang, Narita melangkah keluar dari rumah itu, dengan hati gundah dan pikiran yang kacau balau.

***

Besok lagi ya.

38 comments:

  1. Replies
    1. Selamat jeng Mimiet juara 1, disusul dibelakangnya
      1. Jeng Lina Tikni Malang
      2.Jeng Isti Priyono Klaten
      3. Jeng Sari Usman Jakarta

      Salam SEROJA dan tetap ADUHAI Bu Tienku.....

      Delete
  2. 〰️πŸƒπŸŒ»πŸ¦‹πŸŒ»πŸƒ〰️
    Alhamdulillah CBE 19
    sudah hadir...
    Matur nuwun Bu Tien.
    Sehat selalu & tetap
    smangats berkarya.
    Salam Aduhai 😍
    〰️πŸƒπŸŒ»πŸ¦‹πŸŒ»πŸƒ〰️

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang.

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah Maturnuwun Bunda. Semoga selalu sehat wal afiat Aamiin

    ReplyDelete
  5. Trimakasih bu Tien.... Sehat selalu

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Matur sembah nuwun mbak Tien

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~19 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..πŸ™

    ReplyDelete
  8. Matur nuwun jeng Tien semoga selalu sehat

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah
    Datang Gasik
    Matur nuwun buu
    Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  11. Sedikit pengalaman Aliyah bertambah.. lumayan. Juga rindu rumah sudah terobati.
    Tinggal menunggu kiprah Narita yang sudah habis-habisan , pasti seru.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  12. Maturnuwun Bu Tien...
    Mugi Bu Tien tansah pinaringan sehat...
    πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Salam sehat wal'afiat n bahagia selalu πŸ€—πŸ₯°

    Seruuuu n penasaran 🀣🀭

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah, terima kasih Bunda Tien
    semoga Bunda juga selalu sehat dan bahagia selalu .
    Aamiin Yaa Robbal' Aalamiin
    Salam Aduhai dari Bekasi

    ReplyDelete
  15. Terima kasih mbak tien. Semoga sehat selalu. Salam sejahtera.

    ReplyDelete
  16. Matur nuwun bunda Tien..πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  17. Terimakasiich Bu Tien... πŸ™

    ReplyDelete
  18. Alhamdulilah dah tayang
    Penyesalan narita makin kesal terhadap nungki, moga aliyah bahagia menerima alfian

    ReplyDelete
  19. Terima kasih bu tien ...salam sehat dan sll kami tunggu cbe nya....

    ReplyDelete
  20. Makin seru...asyiikk...makasih, bu Tien yg setia berkarya. Sehat selalu.πŸ™πŸ™πŸ™πŸ˜˜πŸ˜˜

    ReplyDelete
  21. Ini penampakan keberantakan, rumah Aliyah yang di tinggal pergi begitu saja sebagai sandera menjadikanya kini sebagai nyonya besar, mencoba membersihkan,
    Narita yang bener bener bersih sama sekali nggak punya uang terpaksa pergi begitu saja, nggak peduli yang datang menagih sewa rumah, bukan main kejam dunia ini.
    Andaikan ada sedikit keberanian apa pun itu tentu bisa menghindar dari Nungki, semua sudah terjadi paling sang penagih itu kembali bertanya mana Nungki; tinggal jawab aja tuh didalam rumah.
    Begitulah
    Aliyah pun terpaksa kembali ke rumah Alfin, melotot kearah pengawalnya, terpaksa Aliyah memintakan maaf kepada Alfin, hanya ingin membersihkan sedikit debu di rumah neneknya, agar ada sedikit kelegaan di hati.
    Apakah rayuan Aliyah berhasil.
    Rupanya penampakan Narita hanya Farah dan Aliyah yang tahu, dan heran kenapa mirip sekali dengannya, Kirman tidak tahu kalau mereka berdua melihat Narita,
    apakah masih akan lama dirumah nenek Aliyah.
    Nungki yang akhirnya kehilangan Narita, jangan jangan malah kembali mengira Aliyah itu Narita, menyandera Aliyah.
    Mubeng minger sandera sanderaan
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Cintaku bukan empedu yang ke sembilan belas sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    πŸ™

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah
    Terima kasih Bu Tien

    ReplyDelete
  23. Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhai

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah, terimakasih bu Tien, salam sehat dan Aduhai dari mBantul πŸ™

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien
    Salam sehat dan bahagia selalu.

    ReplyDelete
  26. Trm ksh bu Tien. Semoga sehat selalu dan selalu semangat

    ReplyDelete
  27. Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu aduhai

    ReplyDelete
  28. Terima ksih bundaCBE nya .slm sht sll unk bunda sekeluargaπŸ™πŸ˜˜πŸŒΉ❤️

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...