Tuesday, April 11, 2023

CINTAKU BUKAN EMPEDU 18

CINTAKU BUKAN EMPEDU  18

(Tien Kumalasari)

 

Alfian senang, melihat Aliyah menyambut ajakan Farah untuk ikut belanja. Wajahnya berseri, barangkali juga Aliyah bosan tinggal di rumah terus.

“Semoga dengan melihat dunia luar, Aliyah bisa lebih terhibur, dan melupakan keinginannya ingin pulang,” kata batin Alfian sambil menikmati makan pagi.

“Kita akan belanja ke pasar mana, Mbak Farah?” tanya Aliyah.

“Kita akan belanja di mal, cari barang-barangnya lebih gampang,” jawab Farah.

“Mal itu apa?” tanya Aliyah yang belum pernah tahu apa itu mal.

“Mal itu, pusat perbelanjaan, yang sangat lengkap. Disana ada sayur, ikan, buah, bumbu-bumbu, ada juga pakaian, sepatu, tas, perhiasan. Pokoknya lengkap deh, pasti Nyonya akan suka.”

“Masa sih, jualan sayur sama sepatu dan baju dan apa lagi tuh.. macam-macam.”

“Benar, tapi tempatnya berbeda. Tidak menjadi satu seperti di pasar. Pokoknya nanti Nyonya bisa melihatnya, dan pasti senang.”

Wajah Aliyah berseri. Selama hidup dia belum pernah melihat mal. Kalau neneknya belanja, paling ke pasar tradisional, itupun sangat jarang.

“Saya siapkan dulu baju untuk Nyonya, soalnya … karena Nyonya tidur di kamar yang lain, jadi baju-baju masih tertinggal di kamar semula.”

“Aku memakai baju ini saja.”

“Jangan Nyonya, itu baju rumahan.”

“Ini sangat bagus, dipakai juga pantas kan?”

“Jangan, Nyonya harus berganti baju yang lebih pantas untuk berbelanja.”

“Ya ampun … ribet amat,” gumam Aliyah.

“Aliyah, nanti kamu boleh beli apa saja yang kamu inginkan. Mungkin baju, sepatu, tas, apa saja.”

“Saya tidak butuh semua itu. Bukankah di sini mbak Farah menyediakan baju, sepatu, tas, yang entah kapan aku memakainya. Aku merasa aneh, terlalu banyak baju.”

“Tidak apa-apa. Terkadang orang suka bosan, dan ingin sesuatu yang berbeda.”

“Dulu, nenek tidak pernah membeli baju, kalau bajunya belum robek,” gumam Aliyah.

Alfian tersenyum haru. Ia memahami seperti apa kehidupan sang istri sebelumnya.

“Mulai sekarang, kamu boleh beli lagi, biarpun baju kamu belum ada yang robek.”

“Boros, Tuan.”

“Baiklah, terserah kamu saja,” kata Alfian mengalah. Ia tak bisa memaksa apapun pada Aliyah, kalau Aliyah tidak menyukainya. Tapi masalah baju yang pantas untuk bepergian dan untuk di rumah, harus dibedakan. Yang ini, Aliyah harus tahu.

“Bolehkah saya langsung pulang?”

“Apa?” Alfian sangat terkejut.

“Saya mau pulang.”

“Aliyah, selalu itu saja yang kamu pikirkan.”

“Saya rindu rumah nenek, saya tidak pantas tinggal di sini.”

“Sudah berkali-kali aku katakan, bahwa ini adalah rumahku. Diamlah, jangan membantah. Kamu harus yakin bahwa semua barang yang ada di rumah ini, termasuk rumah ini, adalah milik kamu juga.”

“Kaya sekali saya,” gumamnya tanpa ekspresi.

“Kamu memang kaya, dan kamu juga punya suami yang ganteng dan baik seperti aku.”

Kali ini Aliyah tertawa lirih. Ia mengangkat wajahnya, menatap sang suami yang memang benar-benar ganteng dan ia juga tahu kalau suaminya itu baik.

“Sayang ya,” gumamnya.

“Sayang apa?”

“Tuan, dengar ya. Saya tahu, hidup enak dan berkecukupan itu memang nikmat. Saya tidak harus menyapu lantai, menyapu halaman, menanam bunga-bunga, mencuci baju. Tidak semuanya seperti kalau saya di rumah. Tapi saya memang seharusnya begitu. Bukan di sini, seperti seorang putri raja dalam dongeng.”

“Kamu bukan hanya putri raja. Kamu adalah permaisuri raja.”

“Apa?”

“Kamu permaisuri raja.”

“Tuan … sungguh saya tidak berani. Biarkanlah saya pergi, nanti Tuan akan mendapat istri yang sepadan dengan Tuan.”

“Rasanya aku sudah lelah mengatakan, bahwa aku mencintai kamu, dan ingin agar kamu selalu ada di samping aku.”

“Saya kasihan pada Tuan.”

“Memangnya kenapa?”

“Saya sudah lelah juga mengatakannya. Sudah berulang kali Tuan mendengar alasan saya bukan?”

“Baiklah, sekarang jawab pertanyaan aku. Apakah kamu cinta sama aku?”

“Apa?” lagi-lagi Aliyah berteriak. Kata-kata ‘apa’ yang diucapkan selalu menjadi ungkapan rasa kagetnya, jadi ia selalu melontarkannya dengan berteriak.

“Aku bersungguh-sungguh. Jawablah.”

“Saya harus menjawab apa?”

“Jawablah apa yang ada di dalam hati kamu.”

“Cinta itu apa?”

“Baiklah, pertanyaannya aku ganti saja. Apa kamu benci sama aku?”

Aliyah menggeleng.

“Aku tau kamu tidak benci, kamu perhatian sama aku. Buktinya, kamu pernah menyelimuti aku saat aku tidur di sofa.”

“Oh, iya … habis kasihan melihat Tuan tidur tanpa selimut.”

“Dan membiarkan diri kamu sendiri tidur tanpa selimut.”

“Aku kan memakai baju punya Tuan. Celananya panjang, bajunya lengan panjang. Jadi tidak kedinginan.”

“Tapi itu adalah sebuah bukti, bahwa kamu perhatian sama aku. Dan aku yakin, kamu juga sayang sama aku.”

“Apa?”

“Tidak kah?”

“Bukankah sesama hidup harus saling menyayngi?”

Alfian terperangah. Ia tahu bahwa istrinya tidak bodoh. Kalau dia tidak bersekolah, itu karena keadaan yang membuatnya tidak bisa sekolah. Tiba-tiba timbul keinginan Alfian untuk menyekolahkan Aliyah.

“Oh ya Aliyah, apakah kamu mau bersekolah?”

“Apa?” teriakan itu tak pernah ketinggalan.

“Kamu kan hanya sekolah sampai SMP? Kamu bisa melanjutkannya.”

“Waah, mana mungkin?”

“Aku akan memanggil guru untuk mengajarimu di rumah ini.”

“Terlalu repot kan, memikirkan saya? Biarkan begini saja.”

Alfian terdiam. Aliyah tak punya banyak keinginan. Tapi Alfian ingin agar Aliyah bisa berpikir lebih maju. Memang benar, dia harus mendatangkan seorang guru. Aliyah tidak harus tahu rencananya.

“Nyonya, semua sudah saya siapkan, silakan ganti pakaian, saya menunggu di depan sama mas Kirman, setelah saya membersihkan meja makan,” kata Farah yang sudah menyiapkan semuanya.

“Biar aku saja yang membersihkan.”

“Aliyah, ayo ke kamar dan ganti pakaian," kata Alfian sambil menarik lengan Aliyah.

“Jangan begini,” kata Aliyah beringsut, tapi ia langsung berdiri.

“Memangnya kenapa? Aku hanya sedikit menyentuh kamu. Dengar Aliyah, kamu sudah sering menolak suami kamu, itu dosa lhoh.”

“Apa?”

“Itu dosa.”

Aliyah selalu teringat, ketika neneknya banyak memberikan nasehat yang bagus untuk bekal hidupnya, dan kata ‘dosa’ itu juga selalu diucapkan neneknya. Jangan menyakiti orang lain, jangan berbohong, jangan mengambil barang yang bukan hak kamu, semua itu dosa. Begitu kata sang nenek, dan kata ‘dosa’ itu membuat Aliyah ketakutan.

“Dosa ya?’

“Menolak suami itu dosa.”

“Nenek tidak pernah mengatakan itu.”

“Karena kamu waktu itu belum bersuami.”

Aliyah terdiam, tapi ia kemudian masuk ke dalam kamarnya.

“Saya ganti pakaian dulu, Tuan jangan ikut,” katanya sambil menutup pintunya, dan menguncinya.

Alfian menghela napas panjang. Ia membalikkan tubuhnya dan duduk di sofa di ruang tengah.

“Man,” panggilnya ketika Kirman melintas.

“Ya, Tuan.”

‘Kamu antarkan Farah dan istriku belanja, tapi selalu informasikan kepada aku, kalian sedang berada di mana,” pesan Alfian.

“Baiklah.”

“Awasi dia, jangan sampai dia terpisah dari Farah.”

“Baik.”

Rupanya Alfian terganggu dengan ucapan Aliyah yang ingin pulang sebelumnya. Alfian khawatir, di jalan, Aliyah minta diantarkan pulang, atau bahkan ingin melarikan diri.

Ketika termangu itu, datang lagi pesan dari ibundanya, yang minta agar Alfian segera datang, tidak usah menunggu ayahnya pulang.

“Nanti kalau kamu sudah di rumah, aku baru akan mengabari bapak supaya segera pulang. Kami ingin bicara penting,” kata sang ibu dalam lanjutan pesan singkatnya.

Alfian menghela napas panjang dan berat.

“Apakah bapak sama ibu akan berbicara tentang perceraian? Tidak, aku tidak akan menceraikan Aliyah. Tiba-tiba aku merasa sangat mencintainya. Dia bukan saja cantik, tapi kepolosannya sangat membuat aku jatuh hati. Aku yakin akan bisa merubahnya.

***

Alfian duduk sambil menundukkan kepalanya, ketika ayah ibunya bergantian berkata-kata. Intinya adalah bahwa secepatnya Alfian harus segera menceraikan Aliyah.

“Bukankah bercerai itu juga akan membuat nama keluarga kita terekspose di mana-mana? Bukankah kita selalu mencari nama baik di mata semua orang, karena Bapak dan Ibu adalah pengusaha dan orang terpandang?”

“Sebelum kamu menemukan Aliyah, undangan sudah tersebar, kita harus menutup malu dengan menemukan pengantin pengganti. Ingat Alfi, pengganti. Dan setelahnya kamu sudah harus menceraikannya,” kata sang ibu.

“Saat bercerai nanti, tak boleh ada publikasi. Tak perlu ada orang-orang luar yang tahu, jadi kita tak perlu menanggung malu,” sambung ayahnya.

“Mengapa kamu diam Alfi? Nanti ibu akan mencarikan gadis yang sesuai untuk kamu. Ada kok, ibu punya banyak kenalan, nanti ibu akan bicara dengan mereka,” kata bu Candra lagi.

Alfian mengangkat wajahnya.

“Tidak Bu, Pak, maaf, Alfian tidak ingin menceraikan Aliyah.”

“Apa katamu?” kata ayah ibunya, hampir bersamaan.

“Saya sudah terlanjur menyayangi Aliyah, jadi tidak akan menceraikannya.”

“O, sekarang aku tahu, gadis itu menolak semua pemberian, karena berharap yang lebih besar, yaitu bisa berdampingan dengan kamu dan itu berari semua keinginannya bisa tercapai. Ia tak ubahnya seperti Narita, hanya caranya lebih halus,” kata bu Candra sinis.

“Ibu jangan begitu. Kalau ibu tahu, setiap hari Aliyah selalu minta pulang. Dia selalu merasa tidak pantas, bahkan mengatakan bahwa dia kasihan sama Alfi, kalau punya istri seperti dia.”

“Apa kamu mempercayainya?” sambung pak Candra.

“Aliyah gadis yang sederhana dan lugu. Dia sudah mengembalikan semua perhiasan yang Alfi belikan sebelum pernikahan. Ia hampir melepas cincinnya juga, tapi Alfi memohon agar dia tidak melakukannya.”

“Kalau dia minta pulang, kenapa kamu tidak menurutinya?”

“Tidak Pak, seperti Alfi katakan tadi, Alfi sudah terlanjur mencintai dia. Sampai saat ini dia belum pernah mau Alfi menyentuhnya. Dia gadis yang baik. Kalau soal pendidikan, Alfi akan berusaha mencari guru, agar dia memiliki lebih banyak pengetahuan.”

Pak Candra dan bu Candra saling pandang.

“Kamu tidak malu punya istri yang tidak berpendidikan, dan tidak jelas siapa orang tuanya?”

“Orang tuanya jelas, sudah meninggal. Kemudian dia dirawat neneknya, yang sudah meninggal juga. Jadi dia itu sebatang kara. Iba Alfi mendengar kisah hidupnya.”

“Berarti cinta kamu itu cinta karena kasihan,” kata bu Candra lagi.

“Alfi menyukai sifatnya. Dia sederhana, lugu_”

“Dan bodoh? Bukan?” sambung bu Candra lagi.

“Dia tidak bodoh, hanya kurang pengalaman dan pendidikannya juga rendah, tapi Alfi akan membuatnya menjadi wanita baik dan terhormat.”

“Bagaimana kalau bapak sama ibumu menentangnya?” kata pak Candra.

“Janganlah demi status dan nama baik, lalu Bapak dan Ibu menghalangi niat Alfian. Alfi mohon, ijinkan Alfi berbahagia bersama pilihan Alfi,” kata Alfi memohon.

“Ya sudah, terserah kamu saja,” akhirnya kata pak Candra, yang membuat Alfian lega.

“Tapi kalau dalam sebulan dia masih mengecewakan, lebih baik kamu menceraikannya,” ancam sang ibu yang belum sepenuhnya mengikhlaskan diri untuk bermenantukan Aliyah.

Alfian bersujud di hadapan ayah ibunya.

“Alfi mohon restu Bapak dan Ibu,” bisiknya lirih sambil menjatuhkan kepalanya dipangkuan kedua orang tuanya, bergantian. Tak urung perbuatan itu meluluhkan hati pak Candra dan bu Candra, yang kemudian mengelus kepala Alfian dengan lembut.

“Semoga kamu menemukan kebahagiaan kamu,” bisik sang ibu haru.

***

Narita sudah selesai belanja di mal itu, barang belanjaannya memenuhi troli yang di dorongnya. Ia belanja banyak untuk kebutuhan sebulan, bersama Nungki, kekasihnya. Mumpung hari ini Nungki pergi ke luar kota, yang katanya untuk urusan bisnis, maka Narita menyempatkan diri untuk belanja. Mereka sudah tidak lagi tinggal di luar negri, karena Nungki tidak berhasil membuka usaha di sana.

Narita sudah sampai di kasir, dan menyodorkan kartu ATM untuk membayar semua belanjaan. Sang kasir menerima kartu dengan manis, dan Narita menunggu pula dengan seulas senyum. Dia sudah lelah, belanja dari pagi.

“Ibu, mohon maaf, saldo yang ada tidak mencukupi,” tiba-tiba kata sang kasir, sangat mengejutkan Narita.

“Apa? Uangku masih banyak di situ, kok bisa tidak mencukupi?”

"Saya sudah mengulanginya beberapa kali, Bu.”

“Pasti alat kamu itu rusak.”

“Silakan Ibu mencoba di ATM dan melihatnya sendiri. Kalau ternyata saya yang salah, Ibu ambil saja uang cash untuk membayar belanjaan ini, karena alat kami rupanya tidak bisa mengakses bank Ibu.”

Narita mundur, melewati antrean beberapa pembeli yang akan membayar, kemudian bergegas ke arah mesin ATM yang ada di mal itu.

Tapi Narita melotot kaget. Hampir tak ada sisa uang yang berarti di sana.

“Apa? Ini aneh, bagaimana uangku bisa habis?” pekiknya keras, membuat orang-orang di sekitarnya menoleh ke arahnya.

Narita mengambil ponsel, menelpon Nungki.

“Kurangajar Nungki. Pasti dia menghabiskan uang aku.”

Tapi rupanya ponsel Nungki tidak aktif. Narita melangkah keluar dengan marah. Saat itulah tiba-tiba Farah yang sedang menggandeng Aliyah melihatnya.

***

Besok lagi ya.

 


47 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kung Latief Sragen tiba lagi juaranya. Selamat kung.
      Disusul :
      Jeng Mimiet Cimahi;
      Jeng Sudi Herawati JakTim;
      Pak Wedeye, pak HarryPur,
      Jeng Endang Amirul, Uti Yani Sorbejeh, jeng Nien, jeng Sari dan pa Djodhi Mahatma

      Delete
    2. Rasanya pendek banget ceritanya....nunggu CBE 19

      Delete
  2. Alhamdulillah๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน๐ŸŒน

    ReplyDelete
  3. Syukron nggih Mbak Tien๐ŸŒท๐ŸŒท๐ŸŒท๐ŸŒท๐ŸŒท

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah
    Matur nuwun bu tien
    Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah Maturnuwun Bunda salam SEROJA

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah...... trimakasih bu Tien

    ReplyDelete
  7. Matur nuwun bu Tien, slmt berbuka puasa nggih.. mugi sll sehat, aaamiin.

    ReplyDelete
  8. 〰️๐Ÿƒ๐ŸŒท๐Ÿฆ‹๐ŸŒท๐Ÿƒ〰️
    Alhamdulillah CBE 18
    sudah hadir...
    Matur nuwun Bu Tien.
    Sehat selalu & tetap
    smangats berkarya.
    Salam Aduhai ๐Ÿ˜
    〰️๐Ÿƒ๐ŸŒท๐Ÿฆ‹๐ŸŒท๐Ÿƒ〰️

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~18 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..๐Ÿ™

    ReplyDelete
  10. ๐ŸŒพ๐ŸŒท๐ŸŒพ๐Ÿฅฌ๐ŸŒพ๐ŸŒน๐ŸŒพ๐Ÿ’œ
    Alhamdulillah, CeBeE_18 sdh tayang.

    Terima kasih bu Tien.
    Semoga bu Tien selalu diberikan kesehatan yang prima dan tetap berkarya.... Aamiin.
    ๐ŸŒพ๐ŸŒท๐ŸŒพ๐ŸŒน๐ŸŒพ๐Ÿฅฌ๐ŸŒพ๐Ÿ’œ

    ReplyDelete
  11. Alhamdulilah Aliyah sdh hadir, t kasih bunda Tien

    ReplyDelete
  12. Maturnuwun Bu Tien...
    ๐Ÿ™๐Ÿ™

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah...
    Maturnuwun bu Tien...
    Salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  14. Matur suwun ibu Tien

    Semoga panjenengan tansah pinaringan sehat

    Salam Aduhaaiii

    ReplyDelete
  15. Alhamdulilah...suwun bunda Tien sdh tayang

    ReplyDelete
  16. Asyiikkk....matur nuwun, bu Tien.๐Ÿ™๐Ÿ˜€

    ReplyDelete
  17. Sementara sang sopir sibuk cari parkiran, ada terlihat penampakan seorang Narita, apakah Farah tahu bahwa dia lagi diperhatikan Narita, yang kebingungan karena dan suntuk kartunya tidak ada saldonya.
    Nah lho kan habis uang mu dimakan Nungki ditinggal kabur, hamil lagi, kaya tebu habis manis sepah di buang, jalan kaki dong.
    semoga aja Kirman ngasih tahu biar Alfi nyusul.
    Duh kasihan dapatnya berita tidak menyenangkan
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Cintaku bukan empedu yang ke delapan belas sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    ๐Ÿ™

    ReplyDelete
  18. Narita sudah ditipu dan habis uangnya, apa nanti akan 'nodong' Farah ya...
    Apalagi ketemu Aliyah, bisa jadi marah besar kepadanya. Kabar baiknya pak Candra mulai melunak, tentunya tidak akan ada perceraian.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  19. Alhamdullilah sdh tayang..mksih bunda Tien๐Ÿ™salam sehat dan tetap aduhai๐Ÿ™๐Ÿ˜˜๐ŸŒน❤️

    ReplyDelete
  20. Waduuuuh gawat kalau narita datang dan menggantikan aliyah lagi ... tetima kasih bu tien, tambah seruuuu.. salam sehat bu tien

    ReplyDelete
  21. Alhamdulilah..
    Tks banyak bunda Tien..
    Aliyah sdh hadir..
    Semoga Alfian bs mempertahankan Aliyah..
    Kasian dia sebatang kara..
    Salam sehat selalu utk bunda..

    ReplyDelete
  22. CeBeE - 18 sudah hadir, terima kasih ibu Tien.

    Konflik baru, kini terjadi.

    Aliyah bertemu muka dengan Narita.
    Karena diberi tau Farah.

    Aliyah akhirnya tau sifat Narita yang arogan, tetapi yang mengherankan dia wajahnya koq bisa serupa.

    Narita tadinya ingin melancarkan teror, tetapi melihat keluguan Aliyah berbalik ingin memanfaatkannya.

    Padahal Alfian sedang berusaha untuk memberikan pendidikan yang lebih tinggi kepada Aliyah, agar tidak terlalu lugu.

    Setelah Narita mengetahui bahwa dirinya ditipu Nungki, dia mencari cara untuk menggantikan Aliyah dan menyembunyikan Aliyah.

    Konflik akan semakin seru .....apakah itu yang akan terjadi ?

    Semoga Kirman segera lapor ke Alfian.

    Kita tunggu episode selanjutnya ....

    Salam sehat
    Salam Aduhai....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga Kirman tdk lupa utk segera melaporkan ke Alfian..,
      tp emg Kirman td ikut ya ke dlm mall sm Farah & Aliyah?
      Lupa tanya ke bu Tien hehe..

      Delete
  23. Alhamdulillah CBE- 18 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  24. Semakin seru nih.
    Jangan sampai Aliyah dimanfaatkan oleh Narita .
    Makasih mba Tien.
    Sehat selalu mba . Aduhai

    ReplyDelete
  25. Makasih mba Tien.
    Tetap sehat dan selalu aduhai

    ReplyDelete
  26. Matur nuwun bunda Tien...๐Ÿ™๐Ÿ™
    Sehat Selalu kagem bunda Tien..๐Ÿคฒ

    ReplyDelete
  27. Wuiiih seru yg baca ikut deg2an... matur nuwun bunda Tien sdh tayang, bikin pembaca penasaran nunggu esok hari

    ReplyDelete
  28. Asyiik ttpi deg deg an juga mau dibawa kemana kita ama mbakyu Tienkumalasari hehehe matur nuwun inggih CBE baru nya salam kangen dan aduhaai dari Tanggamus, Lmpg

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah...CBE sdh tayang, bu Tien semakin membuat penasRan. Tks bu Tien. Salam dr Pamulang

    ReplyDelete
  30. Alhamdulillah. Terima kasih Bu Tien, salam sehat selalu
    Selamat menikmati santap sahur. Dalam sahur ada keberkahan

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Salam sehat wal'afiat n bahagia selalu

    Seru nih bisa2 narita ganti peran jd aliyah ,,, jd penasaran

    ReplyDelete
  32. Assalamualaikum. Bu Tien.. Mohon ijin.. Untuk menyalin cerbung ini untuk di pindah di group kami. Group wa pensiunan. Dan sy cantumkan seutuhnya waktu dan nama ibu sebagai pengarangnya.. Bolehkah Ibu..? Terima kasih..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.
      Boleh ibu, silakan.

      Delete
  33. Terimakasih bunda Tien.. ๐Ÿ™๐Ÿ™๐Ÿฅฐ

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...