CINTAKU BUKAN EMPEDU
18
(Tien Kumalasari)
Alfian senang, melihat Aliyah menyambut ajakan Farah
untuk ikut belanja. Wajahnya berseri, barangkali juga Aliyah bosan tinggal di
rumah terus.
“Semoga dengan melihat dunia luar, Aliyah bisa lebih
terhibur, dan melupakan keinginannya ingin pulang,” kata batin Alfian sambil
menikmati makan pagi.
“Kita akan belanja ke pasar mana, Mbak Farah?” tanya
Aliyah.
“Kita akan belanja di mal, cari barang-barangnya
lebih gampang,” jawab Farah.
“Mal itu apa?” tanya Aliyah yang belum pernah tahu apa
itu mal.
“Mal itu, pusat perbelanjaan, yang sangat lengkap.
Disana ada sayur, ikan, buah, bumbu-bumbu, ada juga pakaian, sepatu, tas, perhiasan.
Pokoknya lengkap deh, pasti Nyonya akan suka.”
“Masa sih, jualan sayur sama sepatu dan baju dan apa
lagi tuh.. macam-macam.”
“Benar, tapi tempatnya berbeda. Tidak menjadi satu
seperti di pasar. Pokoknya nanti Nyonya bisa melihatnya, dan pasti senang.”
Wajah Aliyah berseri. Selama hidup dia belum pernah
melihat mal. Kalau neneknya belanja, paling ke pasar tradisional, itupun
sangat jarang.
“Saya siapkan dulu baju untuk Nyonya, soalnya … karena Nyonya tidur di kamar yang lain, jadi baju-baju masih tertinggal di kamar semula.”
“Aku memakai baju ini saja.”
“Jangan Nyonya, itu baju rumahan.”
“Ini sangat bagus, dipakai juga pantas kan?”
“Jangan, Nyonya harus berganti baju yang lebih pantas
untuk berbelanja.”
“Ya ampun … ribet amat,” gumam Aliyah.
“Aliyah, nanti kamu boleh beli apa saja yang kamu
inginkan. Mungkin baju, sepatu, tas, apa saja.”
“Saya tidak butuh semua itu. Bukankah di sini mbak
Farah menyediakan baju, sepatu, tas, yang entah kapan aku memakainya. Aku merasa
aneh, terlalu banyak baju.”
“Tidak apa-apa. Terkadang orang suka bosan, dan ingin
sesuatu yang berbeda.”
“Dulu, nenek tidak pernah membeli baju, kalau bajunya
belum robek,” gumam Aliyah.
Alfian tersenyum haru. Ia memahami seperti apa kehidupan
sang istri sebelumnya.
“Mulai sekarang, kamu boleh beli lagi, biarpun baju
kamu belum ada yang robek.”
“Boros, Tuan.”
“Baiklah, terserah kamu saja,” kata Alfian mengalah.
Ia tak bisa memaksa apapun pada Aliyah, kalau Aliyah tidak menyukainya. Tapi
masalah baju yang pantas untuk bepergian dan untuk di rumah, harus dibedakan.
Yang ini, Aliyah harus tahu.
“Bolehkah saya langsung pulang?”
“Apa?” Alfian sangat terkejut.
“Saya mau pulang.”
“Aliyah, selalu itu saja yang kamu pikirkan.”
“Saya rindu rumah nenek, saya tidak pantas tinggal di
sini.”
“Sudah berkali-kali aku katakan, bahwa ini adalah
rumahku. Diamlah, jangan membantah. Kamu harus yakin bahwa semua barang yang
ada di rumah ini, termasuk rumah ini, adalah milik kamu juga.”
“Kaya sekali saya,” gumamnya tanpa ekspresi.
“Kamu memang kaya, dan kamu juga punya suami yang
ganteng dan baik seperti aku.”
Kali ini Aliyah tertawa lirih. Ia mengangkat wajahnya,
menatap sang suami yang memang benar-benar ganteng dan ia juga tahu kalau
suaminya itu baik.
“Sayang ya,” gumamnya.
“Sayang apa?”
“Tuan, dengar ya. Saya tahu, hidup enak dan
berkecukupan itu memang nikmat. Saya tidak harus menyapu lantai, menyapu
halaman, menanam bunga-bunga, mencuci baju. Tidak semuanya seperti kalau saya
di rumah. Tapi saya memang seharusnya begitu. Bukan di sini, seperti seorang putri
raja dalam dongeng.”
“Kamu bukan hanya putri raja. Kamu adalah permaisuri raja.”
“Apa?”
“Kamu permaisuri raja.”
“Tuan … sungguh saya tidak berani. Biarkanlah saya
pergi, nanti Tuan akan mendapat istri yang sepadan dengan Tuan.”
“Rasanya aku sudah lelah mengatakan, bahwa aku
mencintai kamu, dan ingin agar kamu selalu ada di samping aku.”
“Saya kasihan pada Tuan.”
“Memangnya kenapa?”
“Saya sudah lelah juga mengatakannya. Sudah berulang
kali Tuan mendengar alasan saya bukan?”
“Baiklah, sekarang jawab pertanyaan aku. Apakah kamu
cinta sama aku?”
“Apa?” lagi-lagi Aliyah berteriak. Kata-kata ‘apa’
yang diucapkan selalu menjadi ungkapan rasa kagetnya, jadi ia selalu melontarkannya
dengan berteriak.
“Aku bersungguh-sungguh. Jawablah.”
“Saya harus menjawab apa?”
“Jawablah apa yang ada di dalam hati kamu.”
“Cinta itu apa?”
“Baiklah, pertanyaannya aku ganti saja. Apa kamu benci
sama aku?”
Aliyah menggeleng.
“Aku tau kamu tidak benci, kamu perhatian sama aku.
Buktinya, kamu pernah menyelimuti aku saat aku tidur di sofa.”
“Oh, iya … habis kasihan melihat Tuan tidur tanpa
selimut.”
“Dan membiarkan diri kamu sendiri tidur tanpa selimut.”
“Aku kan memakai baju punya Tuan. Celananya panjang,
bajunya lengan panjang. Jadi tidak kedinginan.”
“Tapi itu adalah sebuah bukti, bahwa kamu perhatian
sama aku. Dan aku yakin, kamu juga sayang sama aku.”
“Apa?”
“Tidak kah?”
“Bukankah sesama hidup harus saling menyayngi?”
Alfian terperangah. Ia tahu bahwa istrinya tidak
bodoh. Kalau dia tidak bersekolah, itu karena keadaan yang membuatnya tidak
bisa sekolah. Tiba-tiba timbul keinginan Alfian untuk menyekolahkan Aliyah.
“Oh ya Aliyah, apakah kamu mau bersekolah?”
“Apa?” teriakan itu tak pernah ketinggalan.
“Kamu kan hanya sekolah sampai SMP? Kamu bisa
melanjutkannya.”
“Waah, mana mungkin?”
“Aku akan memanggil guru untuk mengajarimu di rumah
ini.”
“Terlalu repot kan, memikirkan saya? Biarkan begini
saja.”
Alfian terdiam. Aliyah tak punya banyak keinginan.
Tapi Alfian ingin agar Aliyah bisa berpikir lebih maju. Memang benar, dia harus
mendatangkan seorang guru. Aliyah tidak harus tahu rencananya.
“Nyonya, semua sudah saya siapkan, silakan ganti
pakaian, saya menunggu di depan sama mas Kirman, setelah saya membersihkan meja
makan,” kata Farah yang sudah menyiapkan semuanya.
“Biar aku saja yang membersihkan.”
“Aliyah, ayo ke kamar dan ganti pakaian," kata Alfian
sambil menarik lengan Aliyah.
“Jangan begini,” kata Aliyah beringsut, tapi ia
langsung berdiri.
“Memangnya kenapa? Aku hanya sedikit menyentuh kamu.
Dengar Aliyah, kamu sudah sering menolak suami kamu, itu dosa lhoh.”
“Apa?”
“Itu dosa.”
Aliyah selalu teringat, ketika neneknya banyak
memberikan nasehat yang bagus untuk bekal hidupnya, dan kata ‘dosa’ itu juga
selalu diucapkan neneknya. Jangan menyakiti orang lain, jangan berbohong,
jangan mengambil barang yang bukan hak kamu, semua itu dosa. Begitu kata sang
nenek, dan kata ‘dosa’ itu membuat Aliyah ketakutan.
“Dosa ya?’
“Menolak suami itu dosa.”
“Nenek tidak pernah mengatakan itu.”
“Karena kamu waktu itu belum bersuami.”
Aliyah terdiam, tapi ia kemudian masuk ke dalam
kamarnya.
“Saya ganti pakaian dulu, Tuan jangan ikut,” katanya
sambil menutup pintunya, dan menguncinya.
Alfian menghela napas panjang. Ia membalikkan tubuhnya
dan duduk di sofa di ruang tengah.
“Man,” panggilnya ketika Kirman melintas.
“Ya, Tuan.”
‘Kamu antarkan Farah dan istriku belanja, tapi selalu
informasikan kepada aku, kalian sedang berada di mana,” pesan Alfian.
“Baiklah.”
“Awasi dia, jangan sampai dia terpisah dari Farah.”
“Baik.”
Rupanya Alfian terganggu dengan ucapan Aliyah yang
ingin pulang sebelumnya. Alfian khawatir, di jalan, Aliyah minta diantarkan
pulang, atau bahkan ingin melarikan diri.
Ketika termangu itu, datang lagi pesan dari ibundanya,
yang minta agar Alfian segera datang, tidak usah menunggu ayahnya pulang.
“Nanti kalau kamu sudah di rumah, aku baru akan
mengabari bapak supaya segera pulang. Kami ingin bicara penting,” kata sang ibu
dalam lanjutan pesan singkatnya.
Alfian menghela napas panjang dan berat.
“Apakah bapak sama ibu akan berbicara tentang
perceraian? Tidak, aku tidak akan menceraikan Aliyah. Tiba-tiba aku merasa
sangat mencintainya. Dia bukan saja cantik, tapi kepolosannya sangat membuat aku
jatuh hati. Aku yakin akan bisa merubahnya.
***
Alfian duduk sambil menundukkan kepalanya, ketika ayah
ibunya bergantian berkata-kata. Intinya adalah bahwa secepatnya Alfian harus
segera menceraikan Aliyah.
“Bukankah bercerai itu juga akan membuat nama keluarga
kita terekspose di mana-mana? Bukankah kita selalu mencari nama baik di mata
semua orang, karena Bapak dan Ibu adalah pengusaha dan orang terpandang?”
“Sebelum kamu menemukan Aliyah, undangan sudah
tersebar, kita harus menutup malu dengan menemukan pengantin pengganti. Ingat Alfi,
pengganti. Dan setelahnya kamu sudah harus menceraikannya,” kata sang ibu.
“Saat bercerai nanti, tak boleh ada publikasi. Tak
perlu ada orang-orang luar yang tahu, jadi kita tak perlu menanggung malu,”
sambung ayahnya.
“Mengapa kamu diam Alfi? Nanti ibu akan mencarikan
gadis yang sesuai untuk kamu. Ada kok, ibu punya banyak kenalan, nanti ibu akan
bicara dengan mereka,” kata bu Candra lagi.
Alfian mengangkat wajahnya.
“Tidak Bu, Pak, maaf, Alfian tidak ingin menceraikan
Aliyah.”
“Apa katamu?” kata ayah ibunya, hampir bersamaan.
“Saya sudah terlanjur menyayangi Aliyah, jadi tidak
akan menceraikannya.”
“O, sekarang aku tahu, gadis itu menolak semua
pemberian, karena berharap yang lebih besar, yaitu bisa berdampingan dengan
kamu dan itu berari semua keinginannya bisa tercapai. Ia tak ubahnya seperti
Narita, hanya caranya lebih halus,” kata bu Candra sinis.
“Ibu jangan begitu. Kalau ibu tahu, setiap hari Aliyah
selalu minta pulang. Dia selalu merasa tidak pantas, bahkan mengatakan bahwa
dia kasihan sama Alfi, kalau punya istri seperti dia.”
“Apa kamu mempercayainya?” sambung pak Candra.
“Aliyah gadis yang sederhana dan lugu. Dia sudah
mengembalikan semua perhiasan yang Alfi belikan sebelum pernikahan. Ia hampir
melepas cincinnya juga, tapi Alfi memohon agar dia tidak melakukannya.”
“Kalau dia minta pulang, kenapa kamu tidak
menurutinya?”
“Tidak Pak, seperti Alfi katakan tadi, Alfi sudah
terlanjur mencintai dia. Sampai saat ini dia belum pernah mau Alfi
menyentuhnya. Dia gadis yang baik. Kalau soal pendidikan, Alfi akan berusaha
mencari guru, agar dia memiliki lebih banyak pengetahuan.”
Pak Candra dan bu Candra saling pandang.
“Kamu tidak malu punya istri yang tidak berpendidikan,
dan tidak jelas siapa orang tuanya?”
“Orang tuanya jelas, sudah meninggal. Kemudian dia
dirawat neneknya, yang sudah meninggal juga. Jadi dia itu sebatang kara. Iba
Alfi mendengar kisah hidupnya.”
“Berarti cinta kamu itu cinta karena kasihan,” kata bu
Candra lagi.
“Alfi menyukai sifatnya. Dia sederhana, lugu_”
“Dan bodoh? Bukan?” sambung bu Candra lagi.
“Dia tidak bodoh, hanya kurang pengalaman dan
pendidikannya juga rendah, tapi Alfi akan membuatnya menjadi wanita baik dan
terhormat.”
“Bagaimana kalau bapak sama ibumu menentangnya?” kata
pak Candra.
“Janganlah demi status dan nama baik, lalu Bapak dan
Ibu menghalangi niat Alfian. Alfi mohon, ijinkan Alfi berbahagia bersama
pilihan Alfi,” kata Alfi memohon.
“Ya sudah, terserah kamu saja,” akhirnya kata pak
Candra, yang membuat Alfian lega.
“Tapi kalau dalam sebulan dia masih mengecewakan, lebih
baik kamu menceraikannya,” ancam sang ibu yang belum sepenuhnya mengikhlaskan diri
untuk bermenantukan Aliyah.
Alfian bersujud di hadapan ayah ibunya.
“Alfi mohon restu Bapak dan Ibu,” bisiknya lirih
sambil menjatuhkan kepalanya dipangkuan kedua orang tuanya, bergantian. Tak
urung perbuatan itu meluluhkan hati pak Candra dan bu Candra, yang kemudian
mengelus kepala Alfian dengan lembut.
“Semoga kamu menemukan kebahagiaan kamu,” bisik sang
ibu haru.
***
Narita sudah selesai belanja di mal itu, barang
belanjaannya memenuhi troli yang di dorongnya. Ia belanja banyak untuk
kebutuhan sebulan, bersama Nungki, kekasihnya. Mumpung hari ini Nungki pergi ke
luar kota, yang katanya untuk urusan bisnis, maka Narita menyempatkan diri
untuk belanja. Mereka sudah tidak lagi tinggal di luar negri, karena Nungki
tidak berhasil membuka usaha di sana.
Narita sudah sampai di kasir, dan menyodorkan kartu
ATM untuk membayar semua belanjaan. Sang kasir menerima kartu dengan manis, dan
Narita menunggu pula dengan seulas senyum. Dia sudah lelah, belanja dari pagi.
“Ibu, mohon maaf, saldo yang ada tidak mencukupi,”
tiba-tiba kata sang kasir, sangat mengejutkan Narita.
“Apa? Uangku masih banyak di situ, kok bisa tidak
mencukupi?”
"Saya sudah mengulanginya beberapa kali, Bu.”
“Pasti alat kamu itu rusak.”
“Silakan Ibu mencoba di ATM dan melihatnya sendiri.
Kalau ternyata saya yang salah, Ibu ambil saja uang cash untuk membayar belanjaan
ini, karena alat kami rupanya tidak bisa mengakses bank Ibu.”
Narita mundur, melewati antrean beberapa pembeli yang
akan membayar, kemudian bergegas ke arah mesin ATM yang ada di mal itu.
Tapi Narita melotot kaget. Hampir tak ada sisa uang yang
berarti di sana.
“Apa? Ini aneh, bagaimana uangku bisa habis?” pekiknya
keras, membuat orang-orang di sekitarnya menoleh ke arahnya.
Narita mengambil ponsel, menelpon Nungki.
“Kurangajar Nungki. Pasti dia menghabiskan uang aku.”
Tapi rupanya ponsel Nungki tidak aktif. Narita melangkah
keluar dengan marah. Saat itulah tiba-tiba Farah yang sedang menggandeng Aliyah
melihatnya.
***
Besok lagi ya.
Matur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang
ReplyDeleteKung Latief Sragen tiba lagi juaranya. Selamat kung.
DeleteDisusul :
Jeng Mimiet Cimahi;
Jeng Sudi Herawati JakTim;
Pak Wedeye, pak HarryPur,
Jeng Endang Amirul, Uti Yani Sorbejeh, jeng Nien, jeng Sari dan pa Djodhi Mahatma
Rasanya pendek banget ceritanya....nunggu CBE 19
DeleteMtrnwn
ReplyDeleteAlhamdulillah๐น๐น๐น๐น๐น
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien๐ท๐ท๐ท๐ท๐ท
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu tien
Semoga sehat selalu
Alhamdulillah Maturnuwun Bunda salam SEROJA
ReplyDeleteAlhamdulillah...... trimakasih bu Tien
ReplyDeleteLooo lakok wis akeh sing komen
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien, slmt berbuka puasa nggih.. mugi sll sehat, aaamiin.
ReplyDelete〰️๐๐ท๐ฆ๐ท๐〰️
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 18
sudah hadir...
Matur nuwun Bu Tien.
Sehat selalu & tetap
smangats berkarya.
Salam Aduhai ๐
〰️๐๐ท๐ฆ๐ท๐〰️
Alhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~18 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..๐
ReplyDeleteMatur nuwun
ReplyDelete๐พ๐ท๐พ๐ฅฌ๐พ๐น๐พ๐
ReplyDeleteAlhamdulillah, CeBeE_18 sdh tayang.
Terima kasih bu Tien.
Semoga bu Tien selalu diberikan kesehatan yang prima dan tetap berkarya.... Aamiin.
๐พ๐ท๐พ๐น๐พ๐ฅฌ๐พ๐
Alhamdulilah Aliyah sdh hadir, t kasih bunda Tien
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien...
ReplyDelete๐๐
Alhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien...
Salam sehat selalu...
Rasain Narita, kamu kena batunya
ReplyDeleteMatur suwun ibu Tien
ReplyDeleteSemoga panjenengan tansah pinaringan sehat
Salam Aduhaaiii
Semakin rame terima kasih
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulilah...suwun bunda Tien sdh tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah.......
ReplyDeleteAsyiikkk....matur nuwun, bu Tien.๐๐
ReplyDeleteSementara sang sopir sibuk cari parkiran, ada terlihat penampakan seorang Narita, apakah Farah tahu bahwa dia lagi diperhatikan Narita, yang kebingungan karena dan suntuk kartunya tidak ada saldonya.
ReplyDeleteNah lho kan habis uang mu dimakan Nungki ditinggal kabur, hamil lagi, kaya tebu habis manis sepah di buang, jalan kaki dong.
semoga aja Kirman ngasih tahu biar Alfi nyusul.
Duh kasihan dapatnya berita tidak menyenangkan
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Cintaku bukan empedu yang ke delapan belas sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
๐
Narita sudah ditipu dan habis uangnya, apa nanti akan 'nodong' Farah ya...
ReplyDeleteApalagi ketemu Aliyah, bisa jadi marah besar kepadanya. Kabar baiknya pak Candra mulai melunak, tentunya tidak akan ada perceraian.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Alhamdullilah sdh tayang..mksih bunda Tien๐salam sehat dan tetap aduhai๐๐๐น❤️
ReplyDeleteWaduuuuh gawat kalau narita datang dan menggantikan aliyah lagi ... tetima kasih bu tien, tambah seruuuu.. salam sehat bu tien
ReplyDeleteAlhamdulilah..
ReplyDeleteTks banyak bunda Tien..
Aliyah sdh hadir..
Semoga Alfian bs mempertahankan Aliyah..
Kasian dia sebatang kara..
Salam sehat selalu utk bunda..
CeBeE - 18 sudah hadir, terima kasih ibu Tien.
ReplyDeleteKonflik baru, kini terjadi.
Aliyah bertemu muka dengan Narita.
Karena diberi tau Farah.
Aliyah akhirnya tau sifat Narita yang arogan, tetapi yang mengherankan dia wajahnya koq bisa serupa.
Narita tadinya ingin melancarkan teror, tetapi melihat keluguan Aliyah berbalik ingin memanfaatkannya.
Padahal Alfian sedang berusaha untuk memberikan pendidikan yang lebih tinggi kepada Aliyah, agar tidak terlalu lugu.
Setelah Narita mengetahui bahwa dirinya ditipu Nungki, dia mencari cara untuk menggantikan Aliyah dan menyembunyikan Aliyah.
Konflik akan semakin seru .....apakah itu yang akan terjadi ?
Semoga Kirman segera lapor ke Alfian.
Kita tunggu episode selanjutnya ....
Salam sehat
Salam Aduhai....
Semoga Kirman tdk lupa utk segera melaporkan ke Alfian..,
Deletetp emg Kirman td ikut ya ke dlm mall sm Farah & Aliyah?
Lupa tanya ke bu Tien hehe..
Alhamdulillah CBE- 18 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat selalu.
Aamiin
Semakin seru nih.
ReplyDeleteJangan sampai Aliyah dimanfaatkan oleh Narita .
Makasih mba Tien.
Sehat selalu mba . Aduhai
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteTetap sehat dan selalu aduhai
Matur nuwun bunda Tien...๐๐
ReplyDeleteSehat Selalu kagem bunda Tien..๐คฒ
Wuiiih seru yg baca ikut deg2an... matur nuwun bunda Tien sdh tayang, bikin pembaca penasaran nunggu esok hari
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAsyiik ttpi deg deg an juga mau dibawa kemana kita ama mbakyu Tienkumalasari hehehe matur nuwun inggih CBE baru nya salam kangen dan aduhaai dari Tanggamus, Lmpg
ReplyDeleteAlhamdulillah...CBE sdh tayang, bu Tien semakin membuat penasRan. Tks bu Tien. Salam dr Pamulang
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah. Terima kasih Bu Tien, salam sehat selalu
ReplyDeleteSelamat menikmati santap sahur. Dalam sahur ada keberkahan
Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat n bahagia selalu
Seru nih bisa2 narita ganti peran jd aliyah ,,, jd penasaran
Assalamualaikum. Bu Tien.. Mohon ijin.. Untuk menyalin cerbung ini untuk di pindah di group kami. Group wa pensiunan. Dan sy cantumkan seutuhnya waktu dan nama ibu sebagai pengarangnya.. Bolehkah Ibu..? Terima kasih..
ReplyDeleteWa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.
DeleteBoleh ibu, silakan.
Terimakasih bunda Tien.. ๐๐๐ฅฐ
ReplyDelete