CINTAKU BUKAN EMPEDU
17
(Tien Kumalasari)
Pak Candra terdiam mendengar penuturan istrinya.
Sebenarnya ada juga rasa keberatan bermenantukan Aliyah, tapi pak Candra tidak
bisa melupakan jasa besar yang dilakukan Aliyah terhadap keluarganya. Lebih
baik ia memberikan sejumlah uang atau apapun yang diminta, daripada
menjadikannya menantu. Tapi Aliyah menolak semua pemberian.
“Mengapa Bapak diam? Bapak tidak sependapat denganku?”
desak bu Candra.
“Sebenarnya aku lebih suka memberi dia uang dan
perhiasan, atau apapun yang dia minta. Tapi Ibu dengar sendiri kan? Dia tidak
mau?”
“Agak aneh juga ya Pak, kenapa tidak mau menerima
sejumlah pemberian, bahkan apa yang dia minta kita akan berikan? Jangan-jangan
dia memang lebih suka menjadi istri Alfian. Itu sebabnya dia menolak tawaran
kita tentang ‘pemberian’ itu.”
“Ya sudah Bu, sebaiknya nanti kita panggil Alfian ke
rumah, lalu kita ajak bicara dia. Harusnya dia segera menceraikannya kan?”
“Benar, kenapa Alfian tidak bicara apapun tentang
perceraian?”
“Barangkali karena memang baru tiga hari, dia belum membicarakannya. Ya sudah, apapun jawab Alfian, nanti kalau aku sudah pulang dari kantor, kita suruh dia datang agar kita bisa bicara.”
“Ya sudah, Bapak ke kantor saja dulu. Aku mau menelpon Farah, melihat bagaimana
keadaan mereka. Barangkali Aliyah sudah kesenangan menjadi istri Alfian. Gadis
mana yang tidak suka sama anak kita? Ganteng, baik, kekayaan jangan lagi
ditanya.”
Pak Candra hanya mengangguk sekilas, kemudian
berangkat ke kantor dengan diantar sopirnya.
Sepeninggal suaminya, bu Candra segera menelpon Farah.
“Ya, nyonya sepuh,” jawab Farah menyambut panggilan
telpon sang majikan sepuh.
“Kamu sedang sibuk?”
“Tidak, sudah selesai. Ini baru mau memasak, tapi tuan
Alfi belum mengatakan ingin dimasakin apa.”
“Oh, ya sudah. Aku hanya mau bertanya, bagaimana
keadaan mereka?”
“Maksud nyonya, keadaan sepasang pengantin itu?”
“Iya lah, siapa lagi?”
“Mereka baik-baik saja, nyonya.”
“Kelihatan senang?”
“Itu saya tidak tahu nyonya.”
“Kok kamu tidak tahu, orang senang, bahagia, itu kan
kelihatan?”
“Kelihatannya biasa-biasa saja, Nyonya,” jawab Farah
yang tak ingin mengatakan apapun yang bukan menjadi urusannya, apalagi urusan
majikannya.
“Mereka tampak senang?”
“Begitulah, Nyonya Sepuh.”
“Ya sudah, nanti saja kalau Alfian ke rumah, aku mau
bicara.”
“Baik, Nyonya.”
“Di mana sekarang Alfian?”
“Masih ada di kamarnya, Nyonya.”
Bu Candra termenung sendirian. Tampaknya mereka
baik-baik saja. Mengapa Alfian diam saja, tak pernah berbicara tentang
perceraian? Bukankah sejak awal hanya akan menutupi rasa malu di undangan yang
sudah tersebar, dengan menghadirkan gadis lain yang secara kebetulan wajahnya
mirip Narita?
“Baiklah, apapun nanti, aku harus bicara sama Alfian.
Tak seharusnya ia membiarkan pernikahan itu berlanjut.
***
Sudah sejak melihat acara pernikahan di televisi
antara Aliyah dan seorang pengusaha, pak RT selalu berusaha menemui Pinto, tapi
tak berhasil. Teman-temannya mengatakan, bahwa sudah tiga hari Pinto tidak
masuk kerja. Kabarnya Pinto sakit. Tapi pagi itu, saat pak RT melewati di depan
rumah makan di mana Pinto bekerja, ia melihat Pinto.
“Nak Pinto,” panggilnya.
“Pak RT? Tumben, pagi-pagi sudah ada di sini? Mau
sarapan?”
“Wah, tidak Nak, ibunya anak-anak sudah menyiapkan
makan pagi, bisa marah kalau aku makan pagi di luar.”
“Syukurlah.”
“Nak Pinto melihat acara di televisi tiga harian yang
lalu?”
“Maksud Bapak, acara pernikahan itu?”
“Iya, pernikahan yang sangat luar biasa. Nak Pinto
melihatnya?”
“Ya, acara itu kan diliput oleh beberapa stasiun
televisi.”
“Sedih ya Nak, akhirnya Aliyah menikah dengan
pengusaha kaya yang sangat terkenal.”
“Kita harus mensyukurinya, bukan? Aku ikut senang,
kalau Aliyah berbahagia.”
“Menurutku itu tidak benar.”
“Maksudnya apa? Yang tidak benar apanya Pak?”
“Aku melihat wajah Aliyah, dia tidak tampak bahagia.
Apa dia terpaksa menikah ya?”
“Pak RT ada-ada saja. Suaminya muda, ganteng, kaya
raya, masa dia menikah karena terpaksa?”
“Tampaknya begitu kok. Mungkin karena belum lama
bertemu, lalu merasa tidak suka, begitu.”
“Janganlah kita berprasangka buruk dulu Pak, mari kita
doakan agar Aliyah benar-benar merasa bahagia.”
“Nyatanya nak Pinto sakit kan, setelah menyaksikan
acara itu?”
“Bapak ada-ada saja. Memang saya agak kurang enak
badan, jadi tidak bekerja itu, bukan karena saya memikirkan hal itu. Saya ikhlas,
kalau itu kebahagiaan untuk Aliyah.”
“Tapi saya tahu, nak Pinto, seperti juga saya, sangat
menyukai Aliyah,” kata-kata pak RT meluncur begitu saja, tapi Pinto terkejut
mendengar pengakuan itu.
“Bapak suka sama Aliyah?”
“Eh, itu … maksudnya … suka dalam arti yang berbeda
lho Nak, suka dan kasihan melihat nasibnya. Dia tidak punya siapa-siapa, tidak
punya penghasilan untuk menyambung hidup … ya kan?”
Pinto tersenyum dan mengangguk. Ia tahu apa yang
dirasakan pak RT. Tapi lebih baik dia tak mengulasnya lebih lanjut, karena
sudah saatnya dia bekerja.
“Pokoknya kita doakan yang terbaik untuk Aliyah. Ya
kan Pak? Sekarang saya permisi, saya harus bekerja.”
“Baiklah, selama tiga hari saya melewati tempat ini,
dan mendengar kabar bahwa nak Pinto sakit. Saya mengerti, ditinggalkan orang
yang dicintai itu memang sakit.”
Pinto hanya tersenyum. Kalaupun dia merasa sakit, dia
tidak harus mengumbar perasaan sakitnya itu kepada orang lain. Bukankah orang
yang dicintainya itu sudah menemukan hidup layak? Pinto hanya berharap, Aliyah
akan berbahagia.
***
Ketika pak RT pulang, dilihatnya istrinya sedang
menunggu di depan rumah. Wajahnya muram, seperti menahan marah.
“Bapak dari mana saja sih?”
“Hanya jalan-jalan saja. Bukankah orang kalau ingin
sehat harus berjalan-jalan setiap hari?”
“Tapi aku sudah menyiapkan sarapan, Bapak malah pergi.”
“Ya sudah, aku juga sudah tahu.”
“Satu lagi. Tadi Bapak dicari seseorang.”
“Siapa?”
“Katanya Bapak mencarikan pekerjaan untuk keponakan
Bapak. Itu, yang bekerja di rumah makan.”
“Oh, apa katanya?”
“Tadi sih, katanya hanya mampir. Yang Bapak maksud
mencari pekerjaan itu Aliyah kan? Kenapa tadi dia menanyakan Aliyah bekerja di
mana? Bukankah waktu itu Aliyah belum mendapat pekerjaan, mengapa Bapak
mengatakan sudah?”
“O, pasti dia salah dengar,” kata pak RT enteng.
“Salah dengar bagaimana?”
“Aku tidak mengatakan begitu kok.”
“Dia bilang bahwa lowongan itu sudah ada, tapi Bapak
mengatakan bahwa Aliyah sudah mendapat pekerjaan. Apa maksud Bapak?”
“Ibu ini, pagi-pagi sudah mengajak bertengkar. Ya
sudahlah. Mungkin ada kesalahan. Lagipula Aliyah sudah menjadi istri orang kaya,
mengapa dibahas?”
“Aku hanya membahas kebohongan Bapak saja kok.”
Pak RT hanya diam. Memang waktu itu dia tak ingin
Aliyah bekerja, karena dia ingin agar Aliyah menjadi simpanannya. Tapi ia tak
ingin bertengkar dengan istrinya, karena tak punya alasan untuk menyangkal. Ia
langsung menuju ruang makan, dan menikmati sarapannya, tak peduli sang istri
mengomel panjang pendek.
***
Alfian keluar dari kamarnya, dengan wajah kusut. Sudah
sejak menjadi istrinya, Aliyah tak mau tidur bersamanya. Aliyah selalu merengek
untuk minta pulang, dan meminta agar Alfian tak tidur bersamanya. Ketika malam
pertama, Aliyah terharu melihat Alfian tidur di sofa, sementara dirinya tidur
di ranjang yang nyaman. Karena itulah maka di malam berikutnya, Aliyah minta tidur
di kamar yang lain.
Alfian langsung duduk di sofa di ruang tengah, lalu
menyalakan televisi.
Farah yang melihat tuannya sudah bangun, segera
menyajikan teh hangat seperti biasa dia melakukannya.
“Minumnya Tuan, dan roti bakar kesukaan tuan,” kata
Farah sambil meletakkan apa yang dihidangkannya, diatas meja di depan tuannya.
“Aliyah belum bangun?”
“Tadi sepertinya sudah, tapi kemudian masuk lagi ke
kamarnya. Saya belum sempat menyajikan minuman hangat untuk nyonya.
Alfian meneguk teh hangatnya.
“Mengapa nyonya masih belum tidur bersama Tuan?”
“Harusnya kamu bertanya sama dia, bukan sama aku,”
kata Alfian kesal.
Tapi kemudian dia langsung mencomot sepotong roti, dan digigitnya kasar, membuat Farah tersenyum.
“Sasarannya kan pastinya bukan roti itu, Tuan?” ledek
Farah.
“Coba sekarang bangunkan dia. Tapi kalau ketemu, aku
agak kesal. Dia terus merengek ingin pulang. Padahal dia tidak punya siapa-siapa
yang menungguinya di rumah."
“Coba tuan buat dia senang.”
“Apa yang harus aku lakukan lagi? Di iming-iming
harta, dia bergeming, perhiasan, malah yang sudah aku belikan dikembalikan. Dia
enggan aku dekati, aku mengalah dan bersabar. Heran juga ya, mengapa dia tidak
tersentuh oleh pengorbanan aku?”
“Wanita baik-baik itu tidak gampang jatuh cinta,”
gumam Farah.
“Maksudnya apa? Apa aku kurang ganteng?”
“Bukan soal gantengnya. Tuan harus ingat, baru berapa
hari mengenal nyonya? Dalam hitungan hari itu, tak mudah seorang wanita
tiba-tiba jatuh hati dan menyerah. Tuan harus bersyukur, menemukan istri yang
tidak gampang menyerah.”
“Kurang bersyukur apa, aku?”
“Oh ya, tadi pagi nyonya sepuh menelpon.”
“Kok kamu tidak bilang sama aku?”
“Nyonya sepuh tidak mencari Tuan. Dia hanya bertanya
sama Farah, bagaimana keadaan Tuan dan nyonya setelah resmi menjadi suami
istri.”
“Kamu katakan semuanya pada ibu? Bahwa Aliyah belum
mau didekati?”
“Tidak, Tuan. Mana saya berani. Saya hanya bilang,
bahwa Tuan dan istri baik-baik saja.”
“Lalu, ibu bilang apa?”
“Nggak bilang apa-apa. Katanya nanti kalau ketemu
Tuan, beliau mau bicara.”
“Apakah ibu ingin kami segera bercerai?” gumam Alfian
pelan. Farah sangat terkejut.
“Bercerai? Mengapa nyonya sepuh ingin agar Tuan
bercerai?”
“Dulu, Aliyah hanya sebagai pengganti saja. Setelahnya
dia akan dicerai.”
“Tuan akan menceraikan dia?”
“Tidak. Aku mulai mencintainya.”
“Itu sangat indah. Saya mendukung Tuan. Cinta yang
susah didapat, ketika Tuan sudah mendapatkannya, maka akan indah pada waktunya.”
“Hei, kamu banyak bicara tentang cinta, Memangnya kamu
pernah jatuh cinta?”
Farah tersipu.
“Belum Tuan, saya tidak pernah ke mana-mana, mau jatuh
cinta sama siapa?”
“Bagaimana kamu bisa mengulas masalah cinta?”
“Saya hanya sering membaca novel, Tuan.”
Alfian mengangguk mengerti.
“Nanti aku akan mencarikan kamu jodoh yang baik.
Sayang sekali pegawai kantor aku kebanyakan sudah punya istri. Ada juga duda
tua.”
“Iih, Tuan, jangan duda tua dong. Yang muda, ganteng,
gitu lhoh,” seloroh Farah sambil berdiri meninggalkan Alfian yang tersenyum-senyum
mendengar jawaban Farah.
“Farah, cepat panggil Aliyah, ajak dia sarapan.”
“Iya, sarapan sudah siap. Nanti agak siang saya mau ke
pasar untuk belanja.”
Ketika Aliyah mendekati Alfian, ia sudah tampak rapi
karena baru selesai mandi.
“Aliyah, kamu sudah cantik dan wangi …” gumam Alfian
sambil menatap lekat-lekat istrinya.
“Tuan belum mandi?”
“Sudah.”
“Mengapa rambut tuan tidak rapi?”
Alfian tersenyum senang. Walah sedikit, ada juga
perhatian Aliyah pada dirinya. Sedikit? Rasanya tidak. Alfian ingat, ketika di
malam pertama, dia tidur di sofa, tiba-tiba ia terkejut, ketika bangun,
tubuhnya berselimut. Ia yakin Aliyah yang melakukannya. Apakah itu perhatian
yang sedikit? Alfian segera sadar, Aliyah yang baik hati, akhirnya akan runtuh
belas kasihan pada dirinya. Bukan hanya belas kasihan, tapi bukan cinta. Dengan
jari-jari tangannya, Alfian menyisir rambutnya.
“Duduklah, sayang.”
“Siapa yang Tuan panggil?”
“Kamu dong, siapa lagi?”
“Aku bukan sayang,” gumamnya lirih, sambil duduk di
depan Alfian.
“Tapi aku sayang sama kamu,” Alfian nekat.
“Tuan, kapan aku boleh pulang?” tanya Aliyah
mengalihkan pembicaraan. Sungguh ia merasa tidak pantas untuk Alfian, itu
sebabnya, biarpun rasa suka itu sepertinya ada di hatinya, tapi ia selalu
berusaha kuat menolaknya.
Hilang senyuman di bibir Alfian.
“Di sini bukan tempat yang pantas untuk saya."
“Ini rumah kamu. Mengapa kamu mengatakan bahwa kamu
tidak pantas?”
“Mana mungkin saya punya rumah sebagus ini?”
“Kamu istriku, rumah aku, berarti juga rumah kamu.”
Hati Aliyah bergetar.
“Aliyah, kamu harus ingat, bahwa kamu itu istriku.”
“Tapi_”
“Jangan bilang istri pura-pura. Ini sungguhan,” kata
Alfian sambil meraih ponselnya, karena ada pesan singkat yang harus dibacanya,
dari sang ibu.
“Ibu menyuruh aku datang menemuinya,” gumam Alfian.
“Tuan, Nyonya, sarapan sudah siap. Setelahnya saya
akan pergi belanja,” kata Farah dari arah ruang makan.
“Oh iya, Aliyah, apa kamu mau ikut Farah belanja?”
“Iya Nyonya, sesekali keluar rumah, biar Nyonya
terhibur melihat suasana di luar,” sambung Farah.
“Benarkah? Baiklah, aku mau,” tiba-tiba Aliyah
menyambut dengan penuh semangat.
***
Besok lagi ya.
Matur nuwun mbak Tien-ku CBE sudah tayang
ReplyDeleteSelamat kung Latief Sragen tina, disusul jeng Wiwik Jonegoro, jeng Mimiet Cimahi, dan jeng Nuning.
DeleteAlhamdulillah CeBeE_17 bertepatan dgn 18 Romadhon sdh tayang.
Terima kasih bu Tien...
Salam SEROJA dan tetap ADUHAI..... 🤝🤝🙏
Terimakasih bu Tien.
DeleteNuwun mas Kakek, sami2
DeleteSami2 ibu Dyah
DeleteSemakin seru ceritanya.....pengen baca lanjutanya
DeleteMatur nuwun bu Tien
ReplyDeleteMoga sehat sll
Aamiin.
DeleteSami2 jeng Wiwik
Mtrnwn
ReplyDeleteSami2 jeng dokter
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun jenh Nuning
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteTrmksh mb Tien
ReplyDeleteSami2 Yangtie
DeleteMatur nuwun
ReplyDeleteSami2 mbak Yanik
DeleteAlhamdulillah, suwun mugi Bunda Tien tansah pinaringan kasarasan.
ReplyDeleteAamiin
DeleteSami2 jeng Isti
Matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Sofi
DeleteAlhamdulillah
ReplyDelete.Matur nuwun ibu Atiek
DeleteMaturnuwun Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Sami2 ibu Indrastuti
DeleteSlmt mlm dan terima kasih bunda Tien..slm seroja dan lamdusel unk bunda sekeluarga🙏😘🌹❤️
ReplyDeleteSalam sehat intuk ibu Farida
DeleteTerima kasih...
ReplyDeleteSami2 pak Zimi
DeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteMatur nuwun bu
Semoga sehat selalu
Aamiin
DeleteSami2 pak Wedeye
Matur nuwun, bu Tien.🙏
ReplyDeleteSami2 ibu Nana
DeleteAlhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~17 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏
ReplyDeleteAamiin
DeleteSami2 pak Djodhi
Yes.Terimakasih yg tak terhingga Bunda.sehat selalu nggih .nuwun
ReplyDeleteAamiin
DeleteSami2 pak Herry
Waduh jangan² Aliyah melarikan diri pulang ntr..😥
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...🙏
Sehat selalu kagem bunda Tien..🤲
Aamiin
DeleteMatur nuwun, ibu Padmasari
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam hangat, selalu aduhai
Sami2
DeleteADUHAI ibu Sul
Mungkin Farah menjadi perantara kedekatan Aliyah dengan Alfian... siapa tahu.
ReplyDeletePak RT kok masih pinisirin dengan Alfian, padahal Pinto yang masih jomblo saja dapat mengerti keadaan.
Tentu Alfian tidak mau menceraikan istrinya... sorry ya bu, pak Candra.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Nuwun pak Latief
Deletealhamdulillah maturnuwun bu tien
ReplyDeleteSami2 ibu Nanik
Delete〰️🍃🌸🦋🌸🍃〰️
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 17
sudah tayang...
Matur nuwun Bu Tien.
Sehat selalu & tetap
smangats. Salam Aduhai
〰️🍃🌸🦋🌸🍃〰️
Aamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
Nah ini kesempatan dalam kesempitan, belanja ke pasar sama Farah, kepingin nengok rumah, rupanya; sementara Alfian mulai menyukai Aliyah ortunya ngotot agar menceraikan Aliyah, kasak kusuk ini kira kira didengar Narita nggak ya..
ReplyDeleteYang masih berharap bisa bersama Alfian tapi di ancam Nungki, akan mengatakan kejelekan kejelekan Narita, bahkan Nungki merasa punya jasa mengentaskan dan menebus Narita dari asrama.
Asrama apaan tuh, nggak tahu.
Paling nanti makan di tempat Pinto kerja, sekalian tanya keadaan rumah, sekalian bilang mau pulang kerumah, kan cuma pengantin pengganti, tugas selesai yaudah kembali ke rumah, Alfian maunya tetep sama Aliyah, dia terlalu polos.
Terus gimana sikap Alfian tentang masalah ini, kalau masalah pengetahuan kan bisa suruh sekolah lagi bahkan sampai sarjana, ah masa seeh.
ADUHAI mana tahan.
Terimakasih Bu Tien
Cintaku bukan empedu yang ke tujuh belas sudah tayang.dd
Sehat sehat selalu
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Pak Nanang
DeleteSalam crigis
Aamiin atas doanya
Sami sami Bu Tien
Deletedonga dinonga mugi tansah winantu karahayon sareng sami.
Aduh..... Ketinggalan deh ....
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga bu Tien sekeluarga sehat selalu. Aamiin 🤲
Aamiin
DeleteSami2 ibu Sri
Terima kasih bu tien, cbe 17 sdh hadir.... salam sehat bu tien
ReplyDelete👍👍🙏
ReplyDeleteNuwun, Prisc
DeleteTerima kasih bunda Tien, maaf bunda jarang komen karena sulit terkirim...
ReplyDeleteSami2 ibu Komariah
DeleteTerima kasih ya
Wah Aliyah semangat banget mau ikut Farah belanja,apakah ada rencana melarikan diri untuk pulang ke rumah?
ReplyDeleteSemoga Aliyah tetap berjodoh dengan Alfian dr pd jd simpanan pak RT.Salam seroja buat mbak Tien dari Neni Tegal.
This comment has been removed by the author.
DeleteNuwun ibu Neni, apa kabar?
DeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteSami2, ibu Ninik
DeleteAlhamdulillah CBE-17 sfh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga bunda sehat selalu.
Aamiin
Aamiin.
ReplyDeleteSami2 jeng Ting
Matur nuwun, pak Arif
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE-17 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga bu Tien sehat selalu.Aamiin.
Alhamdulillah, mtr nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien . .
ReplyDelete