Saturday, April 8, 2023

CINTAKU BUKAN EMPEDU 16

 

CINTAKU BUKAN EMPEDU  16

Tien Kumalasari)

 

Alfian kembali menahan ketawa melihat ulah Aliyah yang kekanak-kanakan. Padahal dia sudah berpakaian, tapi masih merasa seperti telanjang saja. Tapi itu benar. Aliyah merasa, pakaian yang dikenakannya sangat tidak pantas  Menurut dia, yang namanya berpakaian harus bisa menutup seluruh tubuhnya, kecuali wajahnya. Dan yang namanya lingerie ini, baju yang tergantung di bahu, dengan potongan rendah, dan tingginya hanya sebatas paha, sementara kain yang dibuat hanyalah dari bahan yang tiulis dan sangat lembut.

“Aliyah, kamu itu kenapa?” tak urung Alfian mengeluarkan juga pertanyaan itu.

“Tuan….”

Alfian sudah berkali-kali minta agar panggilan ‘tuan’ itu dihilangkan, Aliyah tetap saja memanggilnya begitu.

“Kenapa?”

“Kenapa di kamar ini tidak ada pakaian yang pantas untuk saya?”

“Apa maksudnya pakaian pantas, Aliyah? Yang kamu pakai itu bagus. Kamu kelihatan cantik, lebih mempesona.”

“Apa maksud Tuan? Ini pakaian yang tidak sopan.”

“Kamu lupa, sedang berada di sini bersama siapa? Kalau kamu keluar, dan banyak orang melihatnya, maka kamu merasa tidak sopan, itu benar. Tapi di sini, bersama aku, bersama suami kamu, itu tidak ada yang akan mengatakan ‘tidak sopan’. Aku suka melihatmu seperti itu.”

“Kalau begitu, Tuan yang tidak sopan,” gerutu Aliyah sambil menutupkan selimut bahkan sampai menutupi wajahnya.

Alfian tertawa.

“Aku memandangi istriku, dalam keadaan polospun, tak bisa dianggap tidak sopan.”

“Apa?” Aliyah berteriak. Polos itu maksudnya telanjang kan? Aliyah merasa ngeri mendengarnya. Bulu kuduknya pun berdiri, membayangkan seandainya itu benar.

“Aliyah, aku ini suami kamu. Apa kamu lupa?”

“Bukankah hanya pura-pura? Tuan yang lupa.”

“Tapi kita menikah beneran. Resmi. Disahkan oleh agama dan negara.”

“Ya Tuhan ….” Aliyah mengeluh.

“Jangan membuat aku bingung Aliyah. Jangan berbuat seperti itu. Kamu harus mengerti, bahwa diantara suami istri, tidak ada yang harus disembunyikan. Bahkan kalau aku menyentuh kamu, atau lebih dari itu, semuanya wajar.”

“Besok saya mau pulang,” katanya sambil membuka sedikit wajahnya.

“Aliyah, jangan begitu. Diluar masih banyak kerabat menginap. Apa kata mereka kalau tiba-tiba kamu pulang. Pada suatu hari nanti, kalau kamu ingin pulang, aku akan mengantarkan kamu.”

“Tidak, jangan. Mana mungkin Tuan mengantarkan aku?”

“Aku ini suami kamu, kemanapun, wajar kalau kita harus berdua.”

“Tuan….”

“Sekarang tidurlah. Malam sudah larut.”

“Tapi ….”

“Aku akan tidur di sofa, jangan takut, kalau kamu belum bersedia tidur di samping aku,” kata Alfian sambil mendekat. Aliyah merasa takut, kenapa Alfian tiba-tiba mendekat.

“Tuan mau apa?”

“Aku hanya minta sebuah bantal di samping kamu itu,” kata Alfian yang lama-lama merasa lelah berdebat.

“Oh.”

Aliyah membuka selimutnya, meraih sebuah bantal, diserahkannya pada Alfian. Tak sadar bahwa ketika mengambil bantal, sebagian tubuhnya tersingkap. Tapi Alfian bergeming. Ia mencoba menahan apapun yang bergejolak di dalam dadanya, Ia membawa bantalnya ke arah sofa, membaringkan tubuhnya dan tak lama kemudian terlelap.

Tapi tidak dengan Aliyah. Ia selalu merasa bahwa yang dialaminya adalah mimpi. Mimpi menjadi pengantin, mimpi berdandan bagai puteri raja, dan sekarang mimpi berada sekamar dengan seorang pangeran. Ia menarik selimutnya kebawah, mengangkat sedikit kepalanya, melongok ke arah sofa. Didengarnya dengkur halus dari sana, dan tiba-tiba hati Aliyah tersentuh. Ia hampir meneteskan air mata ketika menyadari betapa pengertiannya pangeran yang tiba-tiba menjadi suaminya itu. Dia seorang tuan yang dihormati di keluarganya, bahkan mungkin di luar sana, sekarang mengalah pada dirinya, membiarkan dirinya tidur di ranjang yang apik, sementara dia tidur di sofa, tanpa selimut.

Tiba-tiba Aliyah bangkit, sambil menyeret selimut yang dipakainya, kemudian di selimutkan ketubuh Alfian yang lelap dalam tidurnya.

Tapi tiba-tiba juga dia terkejut.

“Lhah aku, berselimut apa? Ini aku malah hampir telanjang,” Aliyah kebingungan. Ia berjingkat ke arah almari, barangkali bisa menemukan selimut di sana. Di almari satunya, sudah jelas isinya hanyalah lingerie, dan perlengkapan dalam wanita. Lalu dia membuka almari satunya, yang pastinya berisi pakaian untuk Alfian.

“Adakah selimut di sini?” Aliyah mencari-cari, dan kecewa karena tidak menemukan apa yang dicarinya.

Ia keluar, menoleh ke arah sofa. Masa ia harus mengambil lagi selimutnya? Bagaimana kalau dia terjaga dan melihatnya berpakaian minim seperti ini? Kata batin Aliyah.

Ia masih mencari-cari, dan akhirnya dia menemukan piyama.

“Curang ya, untuk laki-laki ada pakaian yang tertutup, sedangkan untuk perempuan, tidak. Aliyah mengambil satu setel piyama dan dikenakannya, lalu dia merasa nyaman. Sepanjang kakinya tertutup, dan demikian juga tubuh bagian atas. Aliyah tersenyum puas, walau pakaian itu agak kedodoran dipakainya. Ia kembali ke ranjang, lalu mencoba untuk tidur, tanpa rasa sungkan.

***

Pagi sudah tiba. Alfian lebih dulu terjaga, dan heran melihat tubuhnya berselimut. Ia melongok ke arah ranjang, dan melihat Aliyah masih terlelap. Tapi kemudian Alfian tertawa, melihat Aliyah memakai piyama miliknya.

Alfian geleng geleng kepala.

“Ya Tuhan, sampai berapa lama aku harus menunggu?”

Alfian melipat selimutnya dan meletakkannya perlahan di ranjang, agar tak mengganggu tidur istrinya.

Kemudian Alfian keluar dari kamar. Diluar masih sepi. Tamu-tamu yang menginap tampaknya juga masih pulas dalam tidur. Alfian langsung ke arah dapur, melihat Farah sedang membuat minuman.

“Farah ….”

“Kok tuan sudah terbangun? Nggak sempat tidur, atau apa?” goda Farah.

Alfian duduk di kursi dapur.

“Kamu … mengapa tidak menaruh baju Aliyah di kamar aku?” tegur Alfian.

“Tuan, saya menaruh banyak lingerie di almari, untuk nyonya.”

“Kamu tidak tahu siapa Aliyah. Dia merasa tidak pantas memakai lingerie, tampaknya dia kesal sama kamu.”

“Saya memang hanya menempatkan beberapa lingerie di almari, supanya Tuan senang,” kata Farah enteng.

“Kamu gila ya? Aliyah tidak suka, ia bahkan belum mau aku dekati.”

“Kalau tidak suka, lalu nyonya memakai pakaian apa? Pakaian pengantin itu dipakainya terus?”

“Dia memakai piyama aku.”

Farah tertawa terbahak-bahak.

“Ssssh! Brisik!”

“Ini sangat lucu. Kata orang, malam pengantin itu malam yang indah, ini … Tuan malah menggerutu,” kata Farah sambil menyajikan secangkir teh hangat di depan majikannya.

“Malam pengantin yang memprihatinkan. Baiklah, aku juga harus bersabar. Apalagi dia sudah ribut ingin pulang.”

“Pulang? Masa dia tidak suka tinggal di rumah sebagus ini?”

“Aliyah bukan gadis biasa. Aku bisa menghentikannya dengan alasan masih banyak tamu di rumah ini.”

“Baiklah, saya akan mengambilkan pakaian untuk Tuan dan Nyonya, agar bisa dipakai menemani para tamu sebelum mereka pulang hari ini. Setelah itu saya harus menyiapkan makan pagi juga.”

“Cepat berikan baju untuk Aliyah. Buang lingerie-lingerie itu.”

“E, jangan dibuang tuan, biar saja di situ, siapa tahu pada suatu hari, nyonya sudah siap memakainya,” kata Aliyah yang segera menuju ke kamar belakang, dimana dia harus menyiapkan baju Aliyah dan tuannya.

Alfian menyeruput teh hangatnya, menata batinnya agar dia bisa bersabar meladeni sang istri yang lugu tapi menggemaskan itu.

***

Aliyah terbangun, dan heran melihat selimut yang semalam dipakaikan untuk Alfian sudah terlipat rapi di bawahnya. Ia bangkit, dan merasa lucu melihat dirinya memakai piyama yang kedodoran, dan hampir menelan seluruh tubuh mungilnya.

Ketika ia turun, didengarnya ketukan pintu, dan tak lama kemudian muncullah Farah, membawa baki berisi setumpuk pakaian.

“Nyonya sudah bangun?”

Aliyah terkejut. Kemarin memaksa memanggil nona, sekarang nyonya?

“Ini pakaian untuk Nyonya dan tuan, setelah mandi.”

“Mengapa sekarang jadi ‘nyonya’?

“Nyonya itu panggilan untuk wanita yang sudah bersuami. Bukankah nyonya sudah bersuami?”

Aliyah terdiam. Wajahnya muram.

“Mbak, aku kan hanya pengantin pengganti,” Aliyah memprotes lagi.

“Tapi nyonya benar-benar sudah menjadi seorang istri. Silakan mandi, dan berganti pakaian, saya harus menyiapkan sarapan untuk para tamu juga. Nanti nyonya juga harus keluar menyambut kerabat tuan sepuh yang akan pulang pagi ini,” kata Farah yang tak mau berdebat.

 “Aku tidak mau pakaian seperti yang ada di almari itu,” protes Aliyah.

“Tidak, Nyonya, ini pakaian untuk menyambut tamu, untuk Nyonya, dan untuk tuan Alfi. Saya mau ke dapur dulu,” kata Farah yang langsung meletakkan tumpukan baju itu di meja.

“Mbak, tunggu. Saya minta disiapkan juga mukena.”

“Oh, iya, maaf. Saya ambilkan sekarang,”

Aliyah tak mampu lagi berkata apa-apa.

“Mumpung dia tidak ada, aku harus segera mandi dan ganti baju."

Aliyah bergegas ke kamar mandi. Ketika dia keluar, dilihatnya Alfian belum ada di sana. Aliyah merasa lega. Dia juga senang ada perlengkapan sholat yang sudah diletakkan di sana.

***

Aliyah menemui tamu-tamu yang semalam menginap di rumah itu. Tak banyak dia bicarara, karena hampir semua pertanyaan, Alfian lah yang menjawabnya.

Aliyah merasa lega ketika mereka semua pulang, dan di rumah itu hanya ada dirinya dan Alfian, serta Farah dan Kirman.

Ada juga beberapa orang, yang bertugas bersih-bersih dan membantu Farah di belakang.

Ketika masuk ke dalam rumah setelah mengantarkan kerabat-kerabatnya sampai ke halaman, Alfian tak menemukan Aliyah di sofa, di mana tadi dia duduk. Alfian masuk ke kamar, dan menemukan Aliyah sedang sibuk melakukan sesuatu. Alfian mendekat, dan merasa heran melihat Aliyah sedang memasuk-masukkan perhiasan ke dalam kotak.

“Aliyah, apa yang kamu lakukan?”

“Ini, Tuan. Saya harus mengembalikan semua perhiasan ini,” katanya sambil berusaha melepas cincin dari jarinya.

“Tunggu Aliyah, tolong, jangan lakukan itu.”

“Apa maksud tuan? Saya tidak mau semua ini. Saya melakukannya, hanya karena ingin menolong dan menjaga nama baik tuan sepuh,” Aliyah menirukan Farah cara memanggil orang tua Alfian.

“Dengar, ini aku berikan, bukan karena kamu yang meminta. Apalagi cincin itu Aliyah. Itu cincin pernikahan, jangan sampai terlepas dari jari kamu. Tolong Aliyah,” kata Alfian sambil memegang jemari Aliyah. Perlahan Aliyah melepaskannya.

“Tolong jangan lepaskan,” pinta Alfian memelas.

Aliyah yang sangat lembut hati, tak tega melihat Alfian tampak sangat memohon agar dirinya tak melepasan cincinnya.

“Itu cincin yang mengikat kita dalam sebuah pernikahan. Dia adalah salah satu bukti di mana kita telah menjadi suami istri. Tolong jangan bilang suami istri pura-pura. Karena kita sungguh-sungguh menikah, dan aku sangat mencintai kamu.”

Aliyah terpana. Sekali lagi dia mendengar dari mulut Alfian tentang cintanya pada dirinya. Hati Aliyah tergetar. Ia belum pernah mendengar ungkapan cinta. Apalagi terhadap dirinya, kecuali dari Alfian.

Ia menatap Alfian dengan pandangan tak mengerti.

“Aliyah, kamu istriku, dan akan tetap menjadi istriku. Bukan pura-pura, ini nyata dan sungguhan. Tolong mengertilah,” ucapan Alfian masih terdengar memelas. Hati Aliyah serasa diremas-remas. Apakah Aliyah bahagia?

“Tuan, apa Tuan lupa, atau tidak mendengar apa yang pernah saya katakan? Saya ini gadis sebatang kara, miskin, tak punya siapa-siapa. Apa pantas seorang Tuan yang terhormat punya istri seperti saya?”

“Saya tidak peduli siapa kamu, aku cinta sama kamu, dan tak ingin kehilangan kamu.”

“Tuan membuat saya takut. Baiklah, saya akan memakai terus cincin ini, tapi semua perhiasan terimalah kembali. Lalu ijinkan saja pulang. Saya harus mencari pekerjaan,” kata Aliyah begitu lugu.

“Apa? Mencari pekerjaan? Kamu istri seorang yang punya banyak uang, akan mencari pekerjaan?”

“Tuan, mengertilah.”

“Tidak, aku tidak bisa mengerti. Aku lelah, sekarang istirahatlah, dan jangan bicara apapun lagi tentang keinginan kamu pulang,” kata Alfian tandas. Kemudian ia melangkah keluar pintu, membawa hatinya yang kesal. Ia juga lelah berdebat, karena Aliyah tetap tak mau mengerti akan apa yang dikatakannya.

***

Sudah tiga hari Alfian menikah, ada rasa lega di hati keluarga Candra, karena perhelatan tetap berlangsung, sehingga mereka tidak mendapat malu.

Pak Candra mau berangkat ke kantor, ketika melihat istrinya termenung di ruang tengah.

“Bu, sedang memikirkan apa?”

“Bapak mau ke kantor?”

“Iya, ada masalah penting yang harus aku tangani, selama Alfian belum bisa melakukannya. Kamu sedang memikirkan apa?”

“Masalah Aliyah. Benarkah dia akan menjadi menantu kita sesungguhnya?”

“Apa maksudmu?”

“Apa Bapak sudah siap, memiliki menantu yang tidak jelas asal usulnya?”

***

Besok lagi ya.

86 comments:

  1. Replies
    1. Selamat jeng Mimiet, juara 1
      Terima kasih bu Tien, CeBeE_16 sdh ditayangkan.....
      Lingerie oh lingerie....
      Aku dulu pengantin ndeso jadi gak. Kenal lingerie.... Kenal lingerie saat anak pertamaku menikah, dari sepupu² kadonya lengerie.....
      Jadi bisa bayangkan saat anak kampung yang bernama Aliyah pakai lingerie......
      Ya kikuk banget dan terasa risih apalagi didepan orang yang dimatanya asing..... Baru kenal... Karena terpaksa....

      Delete
  2. Matur suwun ibu Tien
    Semoga panjenengan tansah pinaringan sehat

    Salam Aduhaaiii

    ReplyDelete
  3. Alhamdulilah, CBE 14 sudah tayang gasik, matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang, sehat² ya sampai jumpa di JF4 di Jakarta , salam aduhaai dari Tanggamus, Lampung

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~16 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏

    ReplyDelete
  5. Terima kasih, bu Tien sayang...sehat selalu ya...🙏😘

    ReplyDelete
  6. Matur nuwun mbak Tien-ku, CBE sudah tayang.

    ReplyDelete
  7. Terima.kasih, ibu Tien cantiik... semoga selalu sehat sekeluarga...

    ReplyDelete
  8. Trimakasih bu Tien ... semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah terima kasih Bu Tien..
    Berharap Aliyah tidak jadi pulang, dan ada cinta yg tumbuh diantara keduanya, apalagi Alfian sudah menyatakan cinta.
    Aliyah bisa melanjutkan sekolah agar bisa setara.
    Ibu Alfian lambat laun menerima Aliyah

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah....
    Aku komen dibawah aja dech.... Ben gak ada komen.... Kakek jaga gawang...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehee.. padune playune kurang cepet mas Kakek

      Delete
  11. Emang ya perempuan itu lebih ribet... ,🤣🤣🤣🤣

    ReplyDelete
  12. Ternyata bu Candra masih belum rela punya menantu Aliyah. Bagaimana kalau sampai Aliyah tahu, Alfian tahu...
    Sedangkan diluar sana ada Narita yang mungkin masih mengincar.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  13. Slmt mlm bunda..terima ksih CBE nya .slm seroja fan tetap aduhai unk bunda🙏😘🌹❤️

    ReplyDelete
  14. Selamat malam mb.Tien, selamat berbuka puasa, sehat selalu, salam aduhai dari yogya.🙏

    ReplyDelete
  15. Terimakasih selalu menghibur pembaca .🙏

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah
    Terima kasih Bu Tien

    ReplyDelete
  17. 〰️🍃🌹🦋🌹🍃〰️
    Alhamdulillah CBE 16
    sudah tayang...
    Matur nuwun Bu Tien.
    Sehat selalu & tetap
    smangats. Salam Aduhai
    〰️🍃🌹🦋🌹🍃〰️

    ReplyDelete
  18. Alhamdulilah..
    Tks banyak bunda Tien..
    Semoga bunda sehat" & bahagoa selalu..
    Aamiin.. 🙏🙏🌹🥰

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien . .

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah Maturnuwun Bunda.semoga selalu sehat

    ReplyDelete
  21. Matur nuwun bunda Tien..🙏
    Sehat selalu kagem bunda.

    ReplyDelete
  22. Selamat malam Bunda Tien...terima kasih..CBE nya

    ReplyDelete
  23. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah CBE-16 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoha Bunda sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  25. Alhamdulilah , selamat malam bu tien. Tks cbe sdh tayang ...salam.sehat bun

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah sdh tayang episode 16 Cintaku Bukan Empedu terima kasih mb Tien Kumalasari karya2 nya sungguh memukau

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah, sehat selalu... Bunda... Mtsw

    ReplyDelete
  28. Makasih mba Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah.. Semakin seru dan menggemaskan, penasaran. Suwun bu Tien. Ssalam Seroja..

    ReplyDelete
  30. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Salam sehat wal'afiat n bahagia selalu

    Mantab ,,,p Chandra ragu2 punya mantu Aliyah,,,,selanjutnya

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien
    Salam sehat wal'afiat bahagia selalu

    ReplyDelete
  32. Selamar menunaikan ibadah puasa....

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...