CINTAKU BUKAN EMPEDU
16
Tien Kumalasari)
Alfian kembali menahan ketawa melihat ulah Aliyah yang
kekanak-kanakan. Padahal dia sudah berpakaian, tapi masih merasa seperti
telanjang saja. Tapi itu benar. Aliyah merasa, pakaian yang dikenakannya sangat
tidak pantas Menurut dia, yang namanya
berpakaian harus bisa menutup seluruh tubuhnya, kecuali wajahnya. Dan yang
namanya lingerie ini, baju yang tergantung di bahu, dengan potongan
rendah, dan tingginya hanya sebatas paha, sementara kain yang dibuat hanyalah
dari bahan yang tiulis dan sangat lembut.
“Aliyah, kamu itu kenapa?” tak urung Alfian mengeluarkan
juga pertanyaan itu.
“Tuan….”
Alfian sudah berkali-kali minta agar panggilan ‘tuan’
itu dihilangkan, Aliyah tetap saja memanggilnya begitu.
“Kenapa?”
“Kenapa di kamar ini tidak ada pakaian yang pantas
untuk saya?”
“Apa maksudnya pakaian pantas, Aliyah? Yang kamu pakai
itu bagus. Kamu kelihatan cantik, lebih mempesona.”
“Apa maksud Tuan? Ini pakaian yang tidak sopan.”
“Kamu lupa, sedang berada di sini bersama siapa? Kalau
kamu keluar, dan banyak orang melihatnya, maka kamu merasa tidak sopan, itu
benar. Tapi di sini, bersama aku, bersama suami kamu, itu tidak ada yang akan
mengatakan ‘tidak sopan’. Aku suka melihatmu seperti itu.”
“Kalau begitu, Tuan yang tidak sopan,” gerutu Aliyah
sambil menutupkan selimut bahkan sampai menutupi wajahnya.
Alfian tertawa.
“Aku memandangi istriku, dalam keadaan polospun, tak
bisa dianggap tidak sopan.”
“Apa?” Aliyah berteriak. Polos itu maksudnya telanjang
kan? Aliyah merasa ngeri mendengarnya. Bulu kuduknya pun berdiri, membayangkan
seandainya itu benar.
“Aliyah, aku ini suami kamu. Apa kamu lupa?”
“Bukankah hanya pura-pura? Tuan yang lupa.”
“Tapi kita menikah beneran. Resmi. Disahkan oleh agama
dan negara.”
“Ya Tuhan ….” Aliyah mengeluh.
“Jangan membuat aku bingung Aliyah. Jangan berbuat
seperti itu. Kamu harus mengerti, bahwa diantara suami istri, tidak ada yang
harus disembunyikan. Bahkan kalau aku menyentuh kamu, atau lebih dari itu, semuanya
wajar.”
“Besok saya mau pulang,” katanya sambil membuka
sedikit wajahnya.
“Aliyah, jangan begitu. Diluar masih banyak kerabat
menginap. Apa kata mereka kalau tiba-tiba kamu pulang. Pada suatu hari nanti,
kalau kamu ingin pulang, aku akan mengantarkan kamu.”
“Tidak, jangan. Mana mungkin Tuan mengantarkan aku?”
“Aku ini suami kamu, kemanapun, wajar kalau kita harus
berdua.”
“Tuan….”
“Sekarang tidurlah. Malam sudah larut.”
“Tapi ….”
“Aku akan tidur di sofa, jangan takut, kalau kamu
belum bersedia tidur di samping aku,” kata Alfian sambil mendekat. Aliyah
merasa takut, kenapa Alfian tiba-tiba mendekat.
“Tuan mau apa?”
“Aku hanya minta sebuah bantal di samping kamu itu,”
kata Alfian yang lama-lama merasa lelah berdebat.
“Oh.”
Aliyah membuka selimutnya, meraih sebuah bantal,
diserahkannya pada Alfian. Tak sadar bahwa ketika mengambil bantal, sebagian
tubuhnya tersingkap. Tapi Alfian bergeming. Ia mencoba menahan apapun yang
bergejolak di dalam dadanya, Ia membawa bantalnya ke arah sofa, membaringkan
tubuhnya dan tak lama kemudian terlelap.
Tapi tidak dengan Aliyah. Ia selalu merasa bahwa yang
dialaminya adalah mimpi. Mimpi menjadi pengantin, mimpi berdandan bagai puteri
raja, dan sekarang mimpi berada sekamar dengan seorang pangeran. Ia menarik
selimutnya kebawah, mengangkat sedikit kepalanya, melongok ke arah sofa.
Didengarnya dengkur halus dari sana, dan tiba-tiba hati Aliyah tersentuh. Ia
hampir meneteskan air mata ketika menyadari betapa pengertiannya pangeran yang
tiba-tiba menjadi suaminya itu. Dia seorang tuan yang dihormati di keluarganya,
bahkan mungkin di luar sana, sekarang mengalah pada dirinya, membiarkan dirinya
tidur di ranjang yang apik, sementara dia tidur di sofa, tanpa selimut.
Tiba-tiba Aliyah bangkit, sambil menyeret selimut yang
dipakainya, kemudian di selimutkan ketubuh Alfian yang lelap dalam tidurnya.
Tapi tiba-tiba juga dia terkejut.
“Lhah aku, berselimut apa? Ini aku malah hampir
telanjang,” Aliyah kebingungan. Ia berjingkat ke arah almari, barangkali bisa
menemukan selimut di sana. Di almari satunya, sudah jelas isinya hanyalah
lingerie, dan perlengkapan dalam wanita. Lalu dia membuka almari satunya, yang
pastinya berisi pakaian untuk Alfian.
“Adakah selimut di sini?” Aliyah mencari-cari, dan
kecewa karena tidak menemukan apa yang dicarinya.
Ia keluar, menoleh ke arah sofa. Masa ia harus
mengambil lagi selimutnya? Bagaimana kalau dia terjaga dan melihatnya
berpakaian minim seperti ini? Kata batin Aliyah.
Ia masih mencari-cari, dan akhirnya dia menemukan
piyama.
“Curang ya, untuk laki-laki ada pakaian yang tertutup,
sedangkan untuk perempuan, tidak. Aliyah mengambil satu setel piyama dan
dikenakannya, lalu dia merasa nyaman. Sepanjang kakinya tertutup, dan demikian juga
tubuh bagian atas. Aliyah tersenyum puas, walau pakaian itu agak kedodoran
dipakainya. Ia kembali ke ranjang, lalu mencoba untuk tidur, tanpa rasa
sungkan.
***
Pagi sudah tiba. Alfian lebih dulu terjaga, dan heran
melihat tubuhnya berselimut. Ia melongok ke arah ranjang, dan melihat Aliyah
masih terlelap. Tapi kemudian Alfian tertawa, melihat Aliyah memakai piyama
miliknya.
Alfian geleng geleng kepala.
“Ya Tuhan, sampai berapa lama aku harus menunggu?”
Alfian melipat selimutnya dan meletakkannya perlahan
di ranjang, agar tak mengganggu tidur istrinya.
Kemudian Alfian keluar dari kamar. Diluar masih sepi.
Tamu-tamu yang menginap tampaknya juga masih pulas dalam tidur. Alfian
langsung ke arah dapur, melihat Farah sedang membuat minuman.
“Farah ….”
“Kok tuan sudah terbangun? Nggak sempat tidur, atau
apa?” goda Farah.
Alfian duduk di kursi dapur.
“Kamu … mengapa tidak menaruh baju Aliyah di kamar
aku?” tegur Alfian.
“Tuan, saya menaruh banyak lingerie di almari, untuk
nyonya.”
“Kamu tidak tahu siapa Aliyah. Dia merasa tidak pantas
memakai lingerie, tampaknya dia kesal sama kamu.”
“Saya memang hanya menempatkan beberapa lingerie di
almari, supanya Tuan senang,” kata Farah enteng.
“Kamu gila ya? Aliyah tidak suka, ia bahkan belum mau
aku dekati.”
“Kalau tidak suka, lalu nyonya memakai pakaian apa?
Pakaian pengantin itu dipakainya terus?”
“Dia memakai piyama aku.”
Farah tertawa terbahak-bahak.
“Ssssh! Brisik!”
“Ini sangat lucu. Kata orang, malam pengantin itu
malam yang indah, ini … Tuan malah menggerutu,” kata Farah sambil menyajikan
secangkir teh hangat di depan majikannya.
“Malam pengantin yang memprihatinkan. Baiklah, aku
juga harus bersabar. Apalagi dia sudah ribut ingin pulang.”
“Pulang? Masa dia tidak suka tinggal di rumah sebagus
ini?”
“Aliyah bukan gadis biasa. Aku bisa menghentikannya
dengan alasan masih banyak tamu di rumah ini.”
“Baiklah, saya akan mengambilkan pakaian untuk Tuan dan
Nyonya, agar bisa dipakai menemani para tamu sebelum mereka pulang hari ini.
Setelah itu saya harus menyiapkan makan pagi juga.”
“Cepat berikan baju untuk Aliyah. Buang
lingerie-lingerie itu.”
“E, jangan dibuang tuan, biar saja di situ, siapa tahu
pada suatu hari, nyonya sudah siap memakainya,” kata Aliyah yang segera menuju
ke kamar belakang, dimana dia harus menyiapkan baju Aliyah dan tuannya.
Alfian menyeruput teh hangatnya, menata batinnya agar
dia bisa bersabar meladeni sang istri yang lugu tapi menggemaskan itu.
***
Aliyah terbangun, dan heran melihat selimut yang semalam
dipakaikan untuk Alfian sudah terlipat rapi di bawahnya. Ia bangkit, dan merasa
lucu melihat dirinya memakai piyama yang kedodoran, dan hampir menelan seluruh
tubuh mungilnya.
Ketika ia turun, didengarnya ketukan pintu, dan tak
lama kemudian muncullah Farah, membawa baki berisi setumpuk pakaian.
“Nyonya sudah bangun?”
Aliyah terkejut. Kemarin memaksa memanggil nona, sekarang
nyonya?
“Ini pakaian untuk Nyonya dan tuan, setelah mandi.”
“Mengapa sekarang jadi ‘nyonya’?
“Nyonya itu panggilan untuk wanita yang sudah
bersuami. Bukankah nyonya sudah bersuami?”
Aliyah terdiam. Wajahnya muram.
“Mbak, aku kan hanya pengantin pengganti,” Aliyah
memprotes lagi.
“Tapi nyonya benar-benar sudah menjadi seorang istri.
Silakan mandi, dan berganti pakaian, saya harus menyiapkan sarapan untuk para
tamu juga. Nanti nyonya juga harus keluar menyambut kerabat tuan sepuh yang
akan pulang pagi ini,” kata Farah yang tak mau berdebat.
“Tidak, Nyonya, ini pakaian untuk menyambut tamu,
untuk Nyonya, dan untuk tuan Alfi. Saya mau ke dapur dulu,” kata Farah yang
langsung meletakkan tumpukan baju itu di meja.
“Mbak, tunggu. Saya minta disiapkan juga mukena.”
“Oh, iya, maaf. Saya ambilkan sekarang,”
Aliyah tak mampu lagi berkata apa-apa.
“Mumpung dia tidak ada, aku harus segera mandi dan
ganti baju."
Aliyah bergegas ke kamar mandi. Ketika dia keluar,
dilihatnya Alfian belum ada di sana. Aliyah merasa lega. Dia juga senang ada
perlengkapan sholat yang sudah diletakkan di sana.
***
Aliyah menemui tamu-tamu yang semalam menginap di
rumah itu. Tak banyak dia bicarara, karena hampir semua pertanyaan, Alfian lah
yang menjawabnya.
Aliyah merasa lega ketika mereka semua pulang, dan di
rumah itu hanya ada dirinya dan Alfian, serta Farah dan Kirman.
Ada juga beberapa orang, yang bertugas bersih-bersih
dan membantu Farah di belakang.
Ketika masuk ke dalam rumah setelah mengantarkan
kerabat-kerabatnya sampai ke halaman, Alfian tak menemukan Aliyah di sofa, di
mana tadi dia duduk. Alfian masuk ke kamar, dan menemukan Aliyah sedang sibuk
melakukan sesuatu. Alfian mendekat, dan merasa heran melihat Aliyah sedang
memasuk-masukkan perhiasan ke dalam kotak.
“Aliyah, apa yang kamu lakukan?”
“Ini, Tuan. Saya harus mengembalikan semua perhiasan
ini,” katanya sambil berusaha melepas cincin dari jarinya.
“Tunggu Aliyah, tolong, jangan lakukan itu.”
“Apa maksud tuan? Saya tidak mau semua ini. Saya
melakukannya, hanya karena ingin menolong dan menjaga nama baik tuan sepuh,”
Aliyah menirukan Farah cara memanggil orang tua Alfian.
“Dengar, ini aku berikan, bukan karena kamu yang
meminta. Apalagi cincin itu Aliyah. Itu cincin pernikahan, jangan sampai terlepas
dari jari kamu. Tolong Aliyah,” kata Alfian sambil memegang jemari Aliyah.
Perlahan Aliyah melepaskannya.
“Tolong jangan lepaskan,” pinta Alfian memelas.
Aliyah yang sangat lembut hati, tak tega melihat
Alfian tampak sangat memohon agar dirinya tak melepasan cincinnya.
“Itu cincin yang mengikat kita dalam sebuah
pernikahan. Dia adalah salah satu bukti di mana kita telah menjadi suami istri.
Tolong jangan bilang suami istri pura-pura. Karena kita sungguh-sungguh
menikah, dan aku sangat mencintai kamu.”
Aliyah terpana. Sekali lagi dia mendengar dari mulut
Alfian tentang cintanya pada dirinya. Hati Aliyah tergetar. Ia belum pernah
mendengar ungkapan cinta. Apalagi terhadap dirinya, kecuali dari Alfian.
Ia menatap Alfian dengan pandangan tak mengerti.
“Aliyah, kamu istriku, dan akan tetap menjadi istriku.
Bukan pura-pura, ini nyata dan sungguhan. Tolong mengertilah,” ucapan Alfian
masih terdengar memelas. Hati Aliyah serasa diremas-remas. Apakah Aliyah
bahagia?
“Tuan, apa Tuan lupa, atau tidak mendengar apa yang
pernah saya katakan? Saya ini gadis sebatang kara, miskin, tak punya
siapa-siapa. Apa pantas seorang Tuan yang terhormat punya istri seperti saya?”
“Saya tidak peduli siapa kamu, aku cinta sama kamu,
dan tak ingin kehilangan kamu.”
“Tuan membuat saya takut. Baiklah, saya akan memakai
terus cincin ini, tapi semua perhiasan terimalah kembali. Lalu ijinkan saja
pulang. Saya harus mencari pekerjaan,” kata Aliyah begitu lugu.
“Apa? Mencari pekerjaan? Kamu istri seorang yang punya
banyak uang, akan mencari pekerjaan?”
“Tuan, mengertilah.”
“Tidak, aku tidak bisa mengerti. Aku lelah, sekarang
istirahatlah, dan jangan bicara apapun lagi tentang keinginan kamu pulang,”
kata Alfian tandas. Kemudian ia melangkah keluar pintu, membawa hatinya yang
kesal. Ia juga lelah berdebat, karena Aliyah tetap tak mau mengerti akan apa
yang dikatakannya.
***
Sudah tiga hari Alfian menikah, ada rasa lega di hati
keluarga Candra, karena perhelatan tetap berlangsung, sehingga mereka tidak
mendapat malu.
Pak Candra mau berangkat ke kantor, ketika melihat
istrinya termenung di ruang tengah.
“Bu, sedang memikirkan apa?”
“Bapak mau ke kantor?”
“Iya, ada masalah penting yang harus aku tangani, selama
Alfian belum bisa melakukannya. Kamu sedang memikirkan apa?”
“Masalah Aliyah. Benarkah dia akan menjadi menantu
kita sesungguhnya?”
“Apa maksudmu?”
“Apa Bapak sudah siap, memiliki menantu yang tidak
jelas asal usulnya?”
***
Besok lagi ya.
Mtrnwn
ReplyDeleteSami2 jeng dokter
DeleteSelamat jeng Mimiet, juara 1
DeleteTerima kasih bu Tien, CeBeE_16 sdh ditayangkan.....
Lingerie oh lingerie....
Aku dulu pengantin ndeso jadi gak. Kenal lingerie.... Kenal lingerie saat anak pertamaku menikah, dari sepupu² kadonya lengerie.....
Jadi bisa bayangkan saat anak kampung yang bernama Aliyah pakai lingerie......
Ya kikuk banget dan terasa risih apalagi didepan orang yang dimatanya asing..... Baru kenal... Karena terpaksa....
Yess
ReplyDeleteYes juga mas Bambang
DeleteYes
ReplyDeleteYes juga jeng Isti
DeleteAlhamdulillah🌹🌹🌹🌹
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien🌷🌷🌷🌷🌷
ReplyDeleteSami2 jeng Susi..
DeleteMatur suwun ibu Tien
ReplyDeleteSemoga panjenengan tansah pinaringan sehat
Salam Aduhaaiii
Aamiin.
DeleteSami2 jeng Lina
Terima kasih....
ReplyDeleteSama2 pak Zimi
DeleteMatur nuwun jeng Tien
ReplyDeleteSami2 mbak Yanik
DeleteAlhamdulilah, CBE 14 sudah tayang gasik, matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang, sehat² ya sampai jumpa di JF4 di Jakarta , salam aduhaai dari Tanggamus, Lampung
ReplyDeleteMaaf CBE 16
DeleteSami2 jeng Sis, sampai ketemu. Semoga kita pinaringan sehat.
DeleteAlhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~16 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏
ReplyDeleteAamiin
DeleteSami2 pak Djodhi
Terima kasih, bu Tien sayang...sehat selalu ya...🙏😘
ReplyDeleteAamiin
DeleteSama2 ibu Nana yang saya sayangi juga
Matur nuwun mbak Tien-ku, CBE sudah tayang.
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteTerima.kasih, ibu Tien cantiik... semoga selalu sehat sekeluarga...
ReplyDeleteAamiin
DeleteTerima kasih, sami2 jeng Mita
Trimakasih bu Tien ... semoga sehat selalu
ReplyDeleteAamiin
DeleteSami2 ibu Endang
Alhamdulillah terima kasih Bu Tien..
ReplyDeleteBerharap Aliyah tidak jadi pulang, dan ada cinta yg tumbuh diantara keduanya, apalagi Alfian sudah menyatakan cinta.
Aliyah bisa melanjutkan sekolah agar bisa setara.
Ibu Alfian lambat laun menerima Aliyah
Sami2 ibu Ika
DeleteBaiklah
Alhamdulillah....
ReplyDeleteAku komen dibawah aja dech.... Ben gak ada komen.... Kakek jaga gawang...
Hehee.. padune playune kurang cepet mas Kakek
DeleteSami2 pak Wedeye
ReplyDeleteAamiin
Emang ya perempuan itu lebih ribet... ,🤣🤣🤣🤣
ReplyDeleteEmang iya, jeng dokter
DeleteTernyata bu Candra masih belum rela punya menantu Aliyah. Bagaimana kalau sampai Aliyah tahu, Alfian tahu...
ReplyDeleteSedangkan diluar sana ada Narita yang mungkin masih mengincar.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin
DeleteMatur nuwun, sami2 pak Latief
Slmt mlm bunda..terima ksih CBE nya .slm seroja fan tetap aduhai unk bunda🙏😘🌹❤️
ReplyDeleteSalam hangat ddari Solo, ibu Farida
DeleteSami2
Selamat malam mb.Tien, selamat berbuka puasa, sehat selalu, salam aduhai dari yogya.🙏
ReplyDeleteTerimakasih selalu menghibur pembaca .🙏
ReplyDeleteSami2.. ibu Tuti..
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Sami2 ibu Sri
Delete〰️🍃🌹🦋🌹🍃〰️
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 16
sudah tayang...
Matur nuwun Bu Tien.
Sehat selalu & tetap
smangats. Salam Aduhai
〰️🍃🌹🦋🌹🍃〰️
Aamiin
DeleteSami2 ibu Sari
Alhamdulilah..
ReplyDeleteTks banyak bunda Tien..
Semoga bunda sehat" & bahagoa selalu..
Aamiin.. 🙏🙏🌹🥰
Aamiin
DeleteTerima kasih jeng Hermina
Alhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien . .
ReplyDeleteAamiin
DeleteSami2 jeng Ermi
Alhamdulillah Maturnuwun Bunda.semoga selalu sehat
ReplyDeleteAamiin
DeleteSami2 pak Harry
Matur nuwun bunda Tien..🙏
ReplyDeleteSehat selalu kagem bunda.
Aamiin
DeleteSami2 ibu Padmasari
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun pak Arif
DeleteSelamat malam Bunda Tien...terima kasih..CBE nya
ReplyDeleteSami2 ibu Sriati
DeleteSuwun bunda Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anie
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE-16 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoha Bunda sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Aamiin
DeleteSami2 jeng Tieng
Alhamdulilah , selamat malam bu tien. Tks cbe sdh tayang ...salam.sehat bun
ReplyDeleteSalam sehat ibu Sri
DeleteAlhamdulillah sdh tayang episode 16 Cintaku Bukan Empedu terima kasih mb Tien Kumalasari karya2 nya sungguh memukau
ReplyDeleteSami2 ibu Ninik
DeleteTerima kasih
Alhamdulillah, sehat selalu... Bunda... Mtsw
ReplyDeleteAamiin
DeleteMatur nuwun jeng Kun
Mtnuwun mbk
ReplyDeleteMgi2 tansah pinaringan sehat
Aamiin
DeleteSami2 jeng Nani
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSami2 KP LOVER
DeleteMakasih mba Tien
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Salam sehat ibu Suk
DeleteSami2
Alhamdulillah.. Semakin seru dan menggemaskan, penasaran. Suwun bu Tien. Ssalam Seroja..
ReplyDeleteSami2
DeleteAlhamdulillah ibu Handayaningsih
Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat n bahagia selalu
Mantab ,,,p Chandra ragu2 punya mantu Aliyah,,,,selanjutnya
Aamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ika
Alhamdulillah, matursuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat bahagia selalu
Salam sehat ibu Umi
DeleteSami2
Selamar menunaikan ibadah puasa....
ReplyDeleteTerima kasih cak. Yok apa kabare?
Delete