SETANGKAI BUNGAKU 45
(Tien Kumalasari)
Yu Kasnah heran, itu suara yang dikenalnya. Tapi
bukankah ini sudah malam? Mau belanja apa, bu Sasmi malam-malam begini?”
“Bu Sasmi ya?” tanya yu Kasnah meyakinkan dirinya.
“Sama aku Yu.”
“Lhoh, ini bu Ratna, bukan? Bu Sasmi sama bu Ratna
datang ke rumah saya?
“Iya Yu,” jawab Sasmi dan Ratna hampir bersamaan.
“Pratiwi tidak jualan, karena temannya sakit, dan dia
menemaninya, pagi sore.”
“Aku tidak mau beli sayur Yu.”
“Oh, saya kira butuh bumbu masakan atau apa.”
“Boleh kami duduk Yu?”
“Iya Bu, tentu saja, silakan duduk. Maaf, saya tidak
bisa menyambut semestinya,” kata yu Kasnah tersipu.
“Sendirian Yu?” tanya Ratna.
“Iya, seperti saya katakan tadi, Pratiwi menemani
temannya. Nak Susana kan dirawat di rumah sakit. Kasihan, dia tidak punya keluarga
di sini.”
“Nano mana?”
“Nano sedang belajar di kamarnya. Akan saya panggil,
supaya membuatkan minum untuk ibu-ibu ini.”
“Tidak usah Yu, jangan repot-repot. Kami tidak lama kok.
Hanya ingin berbincang sama yu Kasnah,” kata Ratna.
“Iya Yu, kok seperti tamu saja.”
Yu Kasnah agak heran, mau apa sebenarnya kedua istri
keluarga Luminto ini, datang seperti tamu tapi tidak mau dijamu.
“Sebenarnya ada apa Bu, apa anak saya melakukan
kesalahan? Apa bu Sasmi berpesan sama Tiwi tapi tidak disampaikan ke saya?
Kalau mau dipijit, sekarang juga saya akan berangkat, biar Nano mengantarkan.”
“Tidak Yu, kami ke sini bukan karena Pratiwi membuat
kesalahan. Besok-besok saja, yu Kasnah ke rumah, karena Sasmi sudah lama kangen
dipijit,” kata Ratna.
“Oh, iya Bu, baiklah. Kalau untuk keluarga pak Luminto,
saya pasti bersedia melakukan apa saja.”
“Terima kasih Yu. Begini, kami datang kemari, karena
ingin melamar Pratiwi,” kata Ratna lagi.
Yu Kasnah tertegun. Melamar itu artinya apa, yu Kasnah
tidak segera menangkapnya. Karenanya dia diam, dan tak bisa menjawab apa-apa.
“Yu, Yu Kasnah mendengar apa yang dikatakan mbak
Ratna, bukan?”
“Ya Bu … ya … tapi … saya tidak begitu paham … apa …
maksudnya,” jawab yu Kasnah bingung.
“Yu Kasnah tidak mengerti, kami ini datang, ingin
mengatakan pada yu Kasnah, bahwa kami ingin melamar Pratiwi,” terang Sasmi.
“Melamar, bagaimana maksudnya Bu?” yu Kasnah masih
kebingungan.
“Yu, Ardian suka sama Pratiwi, dan ingin mengambilnya
sebagai istri,” sambung Ratna.
Yu Kasnah benar-benar terkejut. Seperti mimpi rasanya,
ketika mendengar kata-kata yang diucapkan kedua tamunya.
“Is … istri …? Mas Ardian … Pratiwi … “ gagap yu
Kasnah menjawabnya.
“Iya yu, kami datang, untuk melamar Pratiwi, untuk
kami jadikan istri bagi Ardian. Kok bingung sih Yu?” tanya Ratna sambil
tertawa.
“Ini .. ini … seperti mimpi … masa sih .. masa iya ?”
“Yu, boleh tidak, Pratiwi kami minta supaya menjadi
menantu kami?” tanya Sasmi.
“Buk … bukan begitu Bu … jangan membuat yu Kasnah bingung.
Pratiwi dijadikan menantu keluarga Luminto?”
“Iya, begitulah Yu. Boleh tidak?” sambung Ratna.
“Jangan begitu Bu, Tiwi itu hanya anak saya, wanita
buta, tukang pijit, tidak punya apa-apa, mana mungkin menjadi menantu keluarga
Luminto yang terpandang. Lebih baik jangan Bu, nanti kasihan Pratiwi nya, dia
tidak pantas Bu.”
“Yu Kasnah ini bagaimana? Yang minta itu kami. Jadi
kami sudah mengerti bagaimana keadaan keluarga Yu Kasnah.”
“Tapi Bu .. aduh, saya bingung Bu, ini tidak mungkin
bukan?”
“Gimana sih Yu, kalau Yu Kasnah mengijinkan, berarti
mungkin dong.”
“Mas Ardian mana mau ….”
“Ini yang minta Ardian Yu, dia cinta sama Pratiwi,”
terang Ratna.
“Tapi … aduh … bagaimana dengan Pratiwi?”
“Ini tergantung Yu Kasnah, kalau Yu Kasnah
mengijinkan, Yu Kasnah yang harus mengatakan pada Pratiwi.”
“Nanti kalau mas Ardian menyesal di kemudian hari,
bagaimana?”
“Ardian cinta mati sama Pratiwi. Kalau Yu Kasnah tidak
mengijinkan, dia akan patah hati, sedih, menangis terus,” kata Ratna
melebih-lebihkan.
“Ya Allah … “ yu Kasnah terisak-isak.
“Jangan menangis Yu, kami akan menerima Yu Kasnah
menjadi keluarga kami. Tak ada bedanya yang kaya atau yang miskin. Kita akan
menjadi keluarga,” sambung Sasmi.
“Nanti … saya akan bicara sama Pratiwi,” yu Kasnah
masih terisak.
“Yang penting, Yu Kasnah tidak menolak. Yang penting, Yu
Kasnah mengijinkan Pratiwi menjadi menantu kami,” kata Ratna.
“Besok kami akan kembali ke mari, barangkali bersama bapaknya
Ardian juga, untuk menerima jawaban dari Yu Kasnah,” sambung Sasmi.
Yu Kasnah tak mampu berkata-kata, sibuk mengusap air
matanya.
***
Pratiwi urung masuk ke ruang rawat Susana, karena
melihat Bondan sedang bicara serius dengan Susana. Ada beberapa patah kata yang
didengar, dan itu adalah cinta. Pratiwi mundur dan kembali keluar dari ruangan.
“Aku seperti mendengar ada yang masuk,” kata Susana.
“Tidak ada, hanya kita berdua, dan aku butuh jawaban
kamu.”
“Mas Bondan, mengapa Mas Bondan cinta sama aku? Aku ini
bukan gadis baik-baik, aku ini kotor, tak pantas menerima cinta Mas Bondan.
Jadi lebih baik lupakan saja aku.”
“Apakah aku tidak pantas mencintai kamu?” tanya
Bondan, sendu.
“Bukan Mas yang tak pantas, tapi aku yang tak pantas
mendampingi Mas. Apa Mas tidak pernah mendengar, siapa saya? Bahkan saya pernah
mengatakannya. Bagaimana mungkin sekarang Mas mengatakan bahwa Mas jatuh cinta
sama saya?”
“Apa salah kalau aku mencintai seorang Susana?”
“Aku takut, Mas akan menyesal. Orang berumah tangga
itu bukan hanya untuk sehari dua hari, dan hari-hari setelahnya, akan ada
penyesalan. Dan Mas harus ingat, Mas punya keluarga, yang pastinya menginginkan
gadis yang baik untuk pendamping Mas. Kalau dipaksakan juga, sesal itu akan
sangat menyakitkan. Itu sebabnya aku tak ingin menerimanya.”
“Susana, kamu kejam.”
“Biarkan aku beristirahat Mas.”
“Baiklah, aku terlalu tergesa-gesa karena tak tahan
memendam perasaanku. Aku akan kembali ke ruangan aku, tapi aku harap kamu mengerti,
bahwa aku akan tetap mencintai kamu, dengan segala kelebihan dan kekurangan
kamu,” kata Bondan yang kemudian memutar kursi rodanya, lalu keluar dari
ruangan.
Betapa terkejutnya Bondan ketika melihat beberapa
orang berdiri di luar pintu. Pratiwi, Ratih, dan Roy.
“Lhoh, habis ketemu gadis kecintaan kok wajahnya lesu
begitu?” seloroh Ratih.
Bondan tersenyum, kecut.
“Cintaku ditolak,” katanya lirih, kemudian langsung
mengayuh kursi rodanya menuju ke ruangannya sendiri. Ratih dan Roy mengikutinya,
sementara Pratiwi langsung masuk kedalam.
“Apa yang terjadi? Kasihan melihat wajah mas Bondan
kelihatan lesu begitu,” kata Pratiwi ketika sudah berada di sisi Susana.
Susana tersenyum tipis.
“Aku harus tahu diri dong Wi, aku ini kan bukan gadis impian. Kamu tidak
lupa kan, bagaimana aku sebelum ini?”
“Mbak, manusia diciptakan tidak dengan segala
kesempurnaan. Pasti ada cacat celanya. Pasti ada dosa yang pernah diperbuatnya.
Tapi tidak berarti bahwa dosa adalah tetap dosa. Ketika kita bersujud dan
memohon ampunanNya, maka Allah akan mengasihi kita, dan sujud kita akan menjadi
pembasuh dosa-dosa itu.”
Susana mengusap air matanya. Ia merasa bersyukur bisa
bertemu Pratiwi, yang banyak menuntunnya ke dalam banyak hal yang baik-baik.
Kepada perilaku baik, dan rasanya semua kebaikan ada pada Pratiwi. Tapi untuk menerima
cinta Bondan, rasanya berat. Bukan dia tak cinta. Bondan laki-laki baik,
wajahnya tampan, sudah mapan, pasti ada rasa suka dihati Susana. Tapi Susana
masih ragu tentang cinta itu. Baiklah, Bondan suka, tapi bagaimana dengan
keluarganya? Ia masih mengingat wajah masam yang ditunjukkan ayah dan ibu Bondan,
walau Ratih sudah bersikap sangat baik dengan menemaninya semalam.
“Mbak Susan, mas Bondan sangat baik. Mbak juga jangan
takut, keluarganya sudah menunjukkan rasa simpati terhadap Mbak. Ayah mas Bondan
rela mendonorkan darahnya untuk Mbak. Ratih bersikap sangat baik. Apa yang Mbak takutkan?”
***
“Tiwi?” sapa yu Kasnah ketika mendengar
langkah-langkah kaki.
“Iya Bu. Ibu belum tidur?”
“Menunggu kamu.”
“Ibu sudah makan?”
“Menunggu kamu.”
“Kok semua menunggu Tiwi, kan sudah Tiwi siapkan
semuanya?”
“Nano sudah makan, tapi aku ingin makan ditemani kamu.”
“Ya ampun, Ibu nih. Ya sudah, Tiwi ganti baju dulu, Ibu
menunggu di ruang makan, yuk,” kata Pratiwi sambil menggandeng ibunya masuk ke
dalam rumah.
“Bagaimana keadaan nak Susana?”
“Sudah bisa bicara banyak, dan lebih segar. Tinggal menyembuhkan
luka dipinggangnya, semoga tidak akan lama.”
“Syukurlah,” kata yu Kasnah sambil duduk di kursi
makan, sementara Pratiwi membersihkan diri dan berganti baju.
Yu Kasnah merasa tak tahan lagi, ingin segera
menceritakan kedatangan Ratna dan Sasmi sore harinya.
“Kamu pasti lelah,” kata yu Kasnah ketika mereka sudah
duduk dan makan berdua.
“Enggak, di sana juga cuma duduk-duduk saja. Tapi
besok, Tiwi sudah akan mulai berjualan lagi. Ke rumah sakit setelah selesai
berjualan.”
“Iya, benar. Kasihan pelanggan kamu.”
“Maka dari itu Bu, tapi mbak Susana bisa mengerti,
kalau Tiwi datang menemani agak siang sedikit.”
“Tadi bu Ratna dan bu Sasmi datang kemari,” kata yu
Kasnah kemudian.
“Belanja? Kasihan, Tiwi tidak sempat mengabari kalau
tidak berjualan.”
“Datangnya sore tadi, setelah maghrib.”
“Ada apa? Pasti bu Sasmi ingin pinta pijit.”
“Tidak. Bu Ratna melamar kamu.”
Pratiwi tertegun. Hampir saja dia tersedak karena
masih mengunyah makanan, sedangkan dia sangat terkejut mendengar penuturan
ibunya.
“Melamar … bagaimana maksudnya?”
“Mas Ardian mencintai kamu, dan bu Ratna serta bu
Sasmi mengijinkannya menjadikan kamu sebagai istri mas Ardian.”
Pratiwi menarik gelas minumnya, dan meneguknya habis.
“Ibu jawab apa?”
“Aku jawab, terserah kamu. Kalau kamu tidak mau, bu
Ratna minta agar ibu membujuk kamu.”
“Ya Tuhan …”
“Apa kamu ingin menolaknya?”
“Tiwi sudah menolaknya ketika mas Ardian
mengatakannya. Mana berani Tiwi menerimanya Bu, mas Ardian anak keluarga
terpandang. Nanti pada suatu hari, kalau dia menyesal, Tiwi yang susah dan
sengsara.”
“Ibu sudah menerangkannya panjang lebar. Tapi mereka
bersikukuh bahwa semuanya sudah dipikirkan. Pokoknya mereka ingin, kamu menjadi
menantu keluarga pak Luminto. Apa kamu tidak suka?”
“Bu, siapa sih yang tidak suka, menjadi istri dari anak
seorang kaya dan terpandang. Tapi apa benar, mas Ardian mencintai Tiwi dengan
sepenuh hati?”
“Kalau tidak, tak mungkin ibunya susah-susah datang
kemari untuk membujuk ibu.”
Pratiwi menghela napas. Susah untuk menjawabnya.
“Besok sore, mereka akan datang lagi, meminta jawaban
kamu. Mereka akan datang bersama pak Luminto juga.”
“Apa? Se serius itu?”
“Ibu menangis sejak tadi. Bahagia karena kamu akan
mendapat jodoh, tapi menyesal karena kamu hanya lah anak Kasnah, si buta yang
jadi tukang pijit,” kata yu Kasnah kembali terisak.
Pratiwi
berdiri, memeluk ibunya dan terisak di pundaknya.
“Ibu jangan begitu. Tiwi bangga menjadi anak Ibu, yang
penuh semangat dalam membesarkan Tiwi dan Nano. Ibu adalah ibu terbaik bagi
Pratiwi. Tak tergantikan. Jangan pernah ibu menyesali kehidupan yang kita
jalani ini, karena garis hidup seseorang sudah tertoreh dalam suratan. Kita harus
ikhlas, dan bersyukur menerima ini semua. Sungguh Bu, Tiwi bahagia dan bangga
menjadi anak Ibu.”
“Apa jawabmu kalau besok mereka datang?”
“Terserah apa yang tertulis dalam suratan. Kalau
memang mas Ardian ditakdirkan untuk menjadi jodoh saya, saya akan menjalaninya.
Ibu doakan agar Tiwi akan bahagia selamanya. Ya Bu?”
“Doa terbaik seorang ibu, hanya untuk anak-anaknya.”
“Ibu jangan lupa, Tiwi bangga punya ibu.”
Tiba-tiba sebuah ketukan terdengar.
“Siapa itu? Malam-malam begini?”
Pratiwi mengusap air matanya, dan berjalan keluar.
Tapi ketika sampai di luar, Pratiwi tak melihat
siapa-siapa. Pintu terbuka lebar, apakah si pengetuk pintu sudah masuk dengan
diam-diam? Jangan-jangan orang jahat. Tapi untuk apa, orang jahat mendatangi
rumah keluarga miskin seperti keluarganya? Apa yang diinginkannya?
Pratiwi membalikkan tubuhnya, tapi dia terkejut.
Seseorang muncul dari balik pintu.
“Mas Ardiian?” pekik Pratiwi.
“Pratiwi, terimalah ini, setangkai bunga untuk kamu,”
lalu laki-laki tampan itu mengulurkan setangkai mawar merah kepadanya.
Gemetar tangan Pratiwi menerimanya, tapi belum sempat Pratiwi mengucapkan sesuatu, Ardian membalikkan tubuhnya, menghilang di kegelapan malam.
***
Besok lagi ya.
π·πΉπ·πΉπ·πΉπ·πΉ
ReplyDeleteAlhamdulillah SB_45 sudah tayang......
Matur nuwun bu Tien....
Jadi nich pa Luminto besanan dgn yu Kasnah...
Pratiwi membalikkan tubuhnya, tapi dia terkejut. Seseorang muncul dari balik pintu.
“Mas Ardiian?” pekik Pratiwi.
“Pratiwi, terimalah ini, setangkai bunga untuk kamu,” lalu laki-laki tampan itu mengulurkan setangkai mawar merah kepadanya.
Gemetar tangan Pratiwi menerimanya, tapi belum sempat Pratiwi mengucapkan sesuatu, Ardian membalikkan tubuhnya, menghilang di kegelapan malam.
***
Besok lagi ya.
πΉπ·πΉπ·πΉπ·πΉπ·
Kakek Juara 1....jaga gawang
DeleteWah para penyemangat bersirak gembira..... Ardian berhasil merayu Pratiwi..... Kita hadir yuk besuk di acara lamaran..... Pa Luminto mau kerumah yu Kasnah.... Ceunah...
DeleteSekuntum mawar meraaaah...aaaa....
DeleteYang kau berikan padaku...πΌπ΅πΆ jreng jreng jreeeng....
Ooh ini to...setangkai bunganya buat Pratiwo....ihhhiiir..maturnuwun mbak Tien sayangkuu
Maturnuwun Bu Tien...
ReplyDeleteππ
Alhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 45 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhsmdulillah .... trimakasih bu Tien n sehat selalu
ReplyDeleteHooreee......alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah, mtr nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien . .
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku, Tiwi sudah hadir.
ReplyDeleteSuwun bu Tien....SB 45 sudah tayang
ReplyDeleteTerima kasih.... makiin pnasaraaaan dan asyiiik trs.... terima kasih Mbu Tien.. sehat trs bersama keluarga
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien...sehat selalu.πππ
ReplyDeleteπ¦π»π¦π»π¦π»π¦π»π¦
ReplyDeleteAlhamdulillah SB 45 telah
tayang.Matur nuwun Bu Tien.
Semoga tetap sehat dan
smangat. Salam Aduhai...
π¦π»π¦π»π¦π»π¦π»π¦
Alhamdulillah bisa lebih awal membacanya....,,,
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien
Salam sehat selalu...
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Salam sehat selalu
Alhamdulillah SB - 45 sdh hadir
ReplyDeleteArdian k
Alhamdulillah SB-45 sdh hadir
ReplyDeleteArdian kemana ya, kok menghilang?
semakin penasaran ceritanya
Terima kasih Bunda Tien, semoga bunda sehat dan bahagia selalu
Aamiin
ReplyDeleteAlhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~45 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien π
Alhamdulilah, terima kasih bu tien ...salam sehat bu tien
ReplyDeleteAlhamdullilah..terima ksih bunda SB nya..slmt mlm dan slm istrhat..slm sehat sllπππΉ❤️
ReplyDeleteNah .. tinggal penutup saya kira. Tiga pasangan sudah oke.
ReplyDeleteSemua cerbung mbak Tien selalu memuat kebaikan mengalahkan keburukan. Cuma bagi kaum muda mungkin kurang 'hot' ya...
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Pak Latief.. siap" diundang jd saksi utk 3 pasangan tsb yaa.. πππ
DeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 n senantiasa dalam lindungan Allah SWT ... Aamiin yra
Alhamdulillah.... Terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien
Semoga sehat selalu.
Terimakasih bunda Tien.. Pratiwi dan Ardian sdh tayang
ReplyDeleteBu Ratna dan bu Sasmi juga sdh merasa legaaa.. jika Pratiwi jd menantunya..
Suatu ungkapan kebaikan yg menyejukan hati..
Semoga bunda selalu sehat dan berbahagia..
Aamiin.. ππ
Tetap semangat dan Aduhaaii... πΉπΉπ₯°❤️
Suwun Bu Tien, semoga tetap sehat dalam lindungan Alloh SWT.
ReplyDeletealhamdulillah. maturnuwun
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien, semoga mbak Tien sehat dan bahagia. Amin
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien, salam sehat dan bahagia.
ReplyDeleteAlhamdulillah tayang
ReplyDeleteSepertinya sebentar lagi akan tamat dengan sekuntum bungaku
ADUHAI
ReplyDeleteIndahnya kejutan yang diberikan pada Pratiwi, dalam keheningan malam ada yang mengetuk hati yang belum juga ada jawaban yang pasti, jelas ada rasa syukur yang teramat terasa bahwa, benar benar Ardian suka pada Pratiwi dan keluarga Luminto sudah menyatakan nya;
Bagian dari keluarga.
Susana bingung, maunya Bondan di dekatkan sama Pratiwi tapi rupanya Ardian benar benar serius menginginkannya.
Nggak ada alasan lagi, untuk mengelak.
Adakah keinginan Bondan disambut dilingkungan keluarga Yuwono dengan segenap hati, bukan kah Susana punya ketrampilan administrasi perusahaan yang bisa dikerjakan untuk lebih memberdayakan usaha keluarga Yuwono.
Susana sudah merasa punya keluarga yang perhatian; ya keluarganya you Kasnah, itu keluarganya.
Disana dia mendapatkan tuntunan hidup sederhana dengan penuh rasa syukur pada Nya.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Setangkai bungaku yang ke empat puluh lima sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
π
Alhamdulillah ..bu Tien lg gasik tayangnya π€π€π€πtrima kasih
ReplyDeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteTerimakasih cerbungnya bunda Tien
Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat wal'afiat aamiin
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSemakin seru.
Salam hangat selalu. Aduhai
Trims Bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien..π·π·π·π·π·
Alhamdulillah, mtr nwn bu Tien, salam sehat dan aduhai dari mBantul
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...ππ
ReplyDeleteSehat Selalu njih bun....
Banget banget wajar sih... Kalau orang tua berasa gimana...gitu... Secara pangeran pangeran mereka udah mirip menemukan cinderella aja... Entah gimana bu Tien mengolahnya supaya jangan kan 'orang tua' mereka, yang baca juga bisa lapang dada apalagi mengambil seseorang dari latar belakang gelap pasti gak mudah. Salut buat bu Tien... Sehat selalu ya...
ReplyDeleteTerima kasih jeng dokter, selalu menjadi penyemangat saya, terima kasih juga untuk saudara2 saya yang lain.
DeleteSalam ADUHAI
Alhamdulillah bu Tien sehat. Semangat menulisnya hebat..bisa ditularkan ke pembaca
ReplyDeleteSalam sehat dari Rewwin....πΏ
ReplyDelete