Thursday, March 16, 2023

SETANGKAI BUNGAKU 45

 

SETANGKAI BUNGAKU 45

(Tien Kumalasari)

 

Yu Kasnah heran, itu suara yang dikenalnya. Tapi bukankah ini sudah malam? Mau belanja apa, bu Sasmi malam-malam begini?”

“Bu Sasmi ya?” tanya yu Kasnah meyakinkan dirinya.

“Sama aku Yu.”

“Lhoh, ini bu Ratna, bukan? Bu Sasmi sama bu Ratna datang ke rumah saya?

“Iya Yu,” jawab Sasmi dan Ratna hampir bersamaan.

“Pratiwi tidak jualan, karena temannya sakit, dan dia menemaninya, pagi sore.”

“Aku tidak mau beli sayur Yu.”

“Oh, saya kira butuh bumbu masakan atau apa.”

“Boleh kami duduk Yu?”

“Iya Bu, tentu saja, silakan duduk. Maaf, saya tidak bisa menyambut semestinya,” kata yu Kasnah tersipu.

“Sendirian Yu?” tanya Ratna.

“Iya, seperti saya katakan tadi, Pratiwi menemani temannya. Nak Susana kan dirawat di rumah sakit. Kasihan, dia tidak punya keluarga di sini.”

“Nano mana?”

“Nano sedang belajar di kamarnya. Akan saya panggil, supaya membuatkan minum untuk ibu-ibu ini.”

“Tidak usah Yu, jangan repot-repot. Kami tidak lama kok. Hanya ingin berbincang sama yu Kasnah,” kata Ratna.

“Iya Yu, kok seperti tamu saja.”

Yu Kasnah agak heran, mau apa sebenarnya kedua istri keluarga Luminto ini, datang seperti tamu tapi tidak mau dijamu.

“Sebenarnya ada apa Bu, apa anak saya melakukan kesalahan? Apa bu Sasmi berpesan sama Tiwi tapi tidak disampaikan ke saya? Kalau mau dipijit, sekarang juga saya akan berangkat, biar Nano mengantarkan.”

“Tidak Yu, kami ke sini bukan karena Pratiwi membuat kesalahan. Besok-besok saja, yu Kasnah ke rumah, karena Sasmi sudah lama kangen dipijit,” kata Ratna.

“Oh, iya Bu, baiklah. Kalau untuk keluarga pak Luminto, saya pasti bersedia melakukan apa saja.”

“Terima kasih Yu. Begini, kami datang kemari, karena ingin melamar Pratiwi,” kata Ratna lagi.

Yu Kasnah tertegun. Melamar itu artinya apa, yu Kasnah tidak segera menangkapnya. Karenanya dia diam, dan tak bisa menjawab apa-apa.

“Yu, Yu Kasnah mendengar apa yang dikatakan mbak Ratna, bukan?”

“Ya Bu … ya … tapi … saya tidak begitu paham … apa … maksudnya,” jawab yu Kasnah bingung.

“Yu Kasnah tidak mengerti, kami ini datang, ingin mengatakan pada yu Kasnah, bahwa kami ingin melamar Pratiwi,” terang Sasmi.

“Melamar, bagaimana maksudnya Bu?” yu Kasnah masih kebingungan.

“Yu, Ardian suka sama Pratiwi, dan ingin mengambilnya sebagai istri,” sambung Ratna.

Yu Kasnah benar-benar terkejut. Seperti mimpi rasanya, ketika mendengar kata-kata yang diucapkan kedua tamunya.

“Is … istri …? Mas Ardian … Pratiwi … “ gagap yu Kasnah menjawabnya.

“Iya yu, kami datang, untuk melamar Pratiwi, untuk kami jadikan istri bagi Ardian. Kok bingung sih Yu?” tanya Ratna sambil tertawa.

“Ini .. ini … seperti mimpi … masa sih .. masa iya ?”

“Yu, boleh tidak, Pratiwi kami minta supaya menjadi menantu kami?” tanya Sasmi.

“Buk … bukan begitu Bu … jangan membuat yu Kasnah bingung. Pratiwi dijadikan menantu keluarga Luminto?”

“Iya, begitulah Yu. Boleh tidak?” sambung Ratna.

“Jangan begitu Bu, Tiwi itu hanya anak saya, wanita buta, tukang pijit, tidak punya apa-apa, mana mungkin menjadi menantu keluarga Luminto yang terpandang. Lebih baik jangan Bu, nanti kasihan Pratiwi nya, dia tidak pantas Bu.”

“Yu Kasnah ini bagaimana? Yang minta itu kami. Jadi kami sudah mengerti bagaimana keadaan keluarga Yu Kasnah.”

“Tapi Bu .. aduh, saya bingung Bu, ini tidak mungkin bukan?”

“Gimana sih Yu, kalau Yu Kasnah mengijinkan, berarti mungkin dong.”

“Mas Ardian mana mau ….”

“Ini yang minta Ardian Yu, dia cinta sama Pratiwi,” terang Ratna.

“Tapi … aduh … bagaimana dengan Pratiwi?”

“Ini tergantung Yu Kasnah, kalau Yu Kasnah mengijinkan, Yu Kasnah yang harus mengatakan pada Pratiwi.”

“Nanti kalau mas Ardian menyesal di kemudian hari, bagaimana?”

“Ardian cinta mati sama Pratiwi. Kalau Yu Kasnah tidak mengijinkan, dia akan patah hati, sedih, menangis terus,” kata Ratna melebih-lebihkan.

“Ya Allah … “ yu Kasnah terisak-isak.

“Jangan menangis Yu, kami akan menerima Yu Kasnah menjadi keluarga kami. Tak ada bedanya yang kaya atau yang miskin. Kita akan menjadi keluarga,” sambung Sasmi.

“Nanti … saya akan bicara sama Pratiwi,” yu Kasnah masih terisak.

“Yang penting, Yu Kasnah tidak menolak. Yang penting, Yu Kasnah mengijinkan Pratiwi menjadi menantu kami,” kata Ratna.

“Besok kami akan kembali ke mari, barangkali bersama bapaknya Ardian juga, untuk menerima jawaban dari Yu Kasnah,” sambung Sasmi.

Yu Kasnah tak mampu berkata-kata, sibuk mengusap air matanya.

***

Pratiwi urung masuk ke ruang rawat Susana, karena melihat Bondan sedang bicara serius dengan Susana. Ada beberapa patah kata yang didengar, dan itu adalah cinta. Pratiwi mundur dan kembali keluar dari ruangan.

“Aku seperti mendengar ada yang masuk,” kata Susana.

“Tidak ada, hanya kita berdua, dan aku butuh jawaban kamu.”

“Mas Bondan, mengapa Mas Bondan cinta sama aku? Aku ini bukan gadis baik-baik, aku ini kotor, tak pantas menerima cinta Mas Bondan. Jadi lebih baik lupakan saja aku.”

“Apakah aku tidak pantas mencintai kamu?” tanya Bondan, sendu.

“Bukan Mas yang tak pantas, tapi aku yang tak pantas mendampingi Mas. Apa Mas tidak pernah mendengar, siapa saya? Bahkan saya pernah mengatakannya. Bagaimana mungkin sekarang Mas mengatakan bahwa Mas jatuh cinta sama saya?”

“Apa salah kalau aku mencintai seorang Susana?”

“Aku takut, Mas akan menyesal. Orang berumah tangga itu bukan hanya untuk sehari dua hari, dan hari-hari setelahnya, akan ada penyesalan. Dan Mas harus ingat, Mas punya keluarga, yang pastinya menginginkan gadis yang baik untuk pendamping Mas. Kalau dipaksakan juga, sesal itu akan sangat menyakitkan. Itu sebabnya aku tak ingin menerimanya.”

“Susana, kamu kejam.”

“Biarkan aku beristirahat Mas.”

“Baiklah, aku terlalu tergesa-gesa karena tak tahan memendam perasaanku. Aku akan kembali ke ruangan aku, tapi aku harap kamu mengerti, bahwa aku akan tetap mencintai kamu, dengan segala kelebihan dan kekurangan kamu,” kata Bondan yang kemudian memutar kursi rodanya, lalu keluar dari ruangan.

Betapa terkejutnya Bondan ketika melihat beberapa orang berdiri di luar pintu. Pratiwi, Ratih, dan Roy.

“Lhoh, habis ketemu gadis kecintaan kok wajahnya lesu begitu?” seloroh Ratih.

Bondan tersenyum, kecut.

“Cintaku ditolak,” katanya lirih, kemudian langsung mengayuh kursi rodanya menuju ke ruangannya sendiri. Ratih dan Roy mengikutinya, sementara Pratiwi langsung masuk kedalam.

“Apa yang terjadi? Kasihan melihat wajah mas Bondan kelihatan lesu begitu,” kata Pratiwi ketika sudah berada di sisi Susana.

Susana tersenyum tipis.

“Aku harus tahu diri dong Wi, aku ini kan bukan gadis impian. Kamu tidak lupa kan, bagaimana aku sebelum ini?”

“Mbak, manusia diciptakan tidak dengan segala kesempurnaan. Pasti ada cacat celanya. Pasti ada dosa yang pernah diperbuatnya. Tapi tidak berarti bahwa dosa adalah tetap dosa. Ketika kita bersujud dan memohon ampunanNya, maka Allah akan mengasihi kita, dan sujud kita akan menjadi pembasuh dosa-dosa itu.”

Susana mengusap air matanya. Ia merasa bersyukur bisa bertemu Pratiwi, yang banyak menuntunnya ke dalam banyak hal yang baik-baik. Kepada perilaku baik, dan rasanya semua kebaikan ada pada Pratiwi. Tapi untuk menerima cinta Bondan, rasanya berat. Bukan dia tak cinta. Bondan laki-laki baik, wajahnya tampan, sudah mapan, pasti ada rasa suka dihati Susana. Tapi Susana masih ragu tentang cinta itu. Baiklah, Bondan suka, tapi bagaimana dengan keluarganya? Ia masih mengingat wajah masam yang ditunjukkan ayah dan ibu Bondan, walau Ratih sudah bersikap sangat baik dengan menemaninya semalam.

“Mbak Susan, mas Bondan sangat baik. Mbak juga jangan takut, keluarganya sudah menunjukkan rasa simpati terhadap Mbak. Ayah mas Bondan rela mendonorkan darahnya  untuk Mbak. Ratih bersikap sangat baik. Apa yang Mbak takutkan?”

***

 Malam hari itu ketika Pratiwi sampai di rumahnya, dilihatnya ibunya masih duduk di teras, sendirian. Ia merasa kasihan sebenarnya, tapi ia juga memikirkan Susana, yang tak punya siapa-siapa di tempat ini.

“Tiwi?” sapa yu Kasnah ketika mendengar langkah-langkah kaki.

“Iya Bu. Ibu belum tidur?”

“Menunggu kamu.”

“Ibu sudah makan?”

“Menunggu kamu.”

“Kok semua menunggu Tiwi, kan sudah Tiwi siapkan semuanya?”

“Nano sudah makan, tapi aku ingin makan ditemani kamu.”

“Ya ampun, Ibu nih. Ya sudah, Tiwi ganti baju dulu, Ibu menunggu di ruang makan, yuk,” kata Pratiwi sambil menggandeng ibunya masuk ke dalam rumah.

“Bagaimana keadaan nak Susana?”

“Sudah bisa bicara banyak, dan lebih segar. Tinggal menyembuhkan luka dipinggangnya, semoga tidak akan lama.”

“Syukurlah,” kata yu Kasnah sambil duduk di kursi makan, sementara Pratiwi membersihkan diri dan berganti baju.

Yu Kasnah merasa tak tahan lagi, ingin segera menceritakan kedatangan Ratna dan Sasmi sore harinya.

“Kamu pasti lelah,” kata yu Kasnah ketika mereka sudah duduk dan makan berdua.

“Enggak, di sana juga cuma duduk-duduk saja. Tapi besok, Tiwi sudah akan mulai berjualan lagi. Ke rumah sakit setelah selesai berjualan.”

“Iya, benar. Kasihan pelanggan kamu.”

“Maka dari itu Bu, tapi mbak Susana bisa mengerti, kalau Tiwi datang menemani agak siang sedikit.”

“Tadi bu Ratna dan bu Sasmi datang kemari,” kata yu Kasnah kemudian.

“Belanja? Kasihan, Tiwi tidak sempat mengabari kalau tidak berjualan.”

“Datangnya sore tadi, setelah maghrib.”

“Ada apa? Pasti bu Sasmi ingin pinta pijit.”

“Tidak. Bu Ratna melamar kamu.”

Pratiwi tertegun. Hampir saja dia tersedak karena masih mengunyah makanan, sedangkan dia sangat terkejut mendengar penuturan ibunya.

“Melamar … bagaimana maksudnya?”

“Mas Ardian mencintai kamu, dan bu Ratna serta bu Sasmi mengijinkannya menjadikan kamu sebagai istri mas Ardian.”

Pratiwi menarik gelas minumnya, dan meneguknya habis.

“Ibu jawab apa?”

“Aku jawab, terserah kamu. Kalau kamu tidak mau, bu Ratna minta agar ibu membujuk kamu.”

“Ya Tuhan …”

“Apa kamu ingin menolaknya?”

“Tiwi sudah menolaknya ketika mas Ardian mengatakannya. Mana berani Tiwi menerimanya Bu, mas Ardian anak keluarga terpandang. Nanti pada suatu hari, kalau dia menyesal, Tiwi yang susah dan sengsara.”

“Ibu sudah menerangkannya panjang lebar. Tapi mereka bersikukuh bahwa semuanya sudah dipikirkan. Pokoknya mereka ingin, kamu menjadi menantu keluarga pak Luminto. Apa kamu tidak suka?”

“Bu, siapa sih yang tidak suka, menjadi istri dari anak seorang kaya dan terpandang. Tapi apa benar, mas Ardian mencintai Tiwi dengan sepenuh hati?”

“Kalau tidak, tak mungkin ibunya susah-susah datang kemari untuk membujuk ibu.”

Pratiwi menghela napas. Susah untuk menjawabnya.

“Besok sore, mereka akan datang lagi, meminta jawaban kamu. Mereka akan datang bersama pak Luminto juga.”

“Apa? Se serius itu?”

“Ibu menangis sejak tadi. Bahagia karena kamu akan mendapat jodoh, tapi menyesal karena kamu hanya lah anak Kasnah, si buta yang jadi tukang pijit,” kata yu Kasnah kembali terisak.

 Pratiwi berdiri, memeluk ibunya dan terisak di pundaknya.

“Ibu jangan begitu. Tiwi bangga menjadi anak Ibu, yang penuh semangat dalam membesarkan Tiwi dan Nano. Ibu adalah ibu terbaik bagi Pratiwi. Tak tergantikan. Jangan pernah ibu menyesali kehidupan yang kita jalani ini, karena garis hidup seseorang sudah tertoreh dalam suratan. Kita harus ikhlas, dan bersyukur menerima ini semua. Sungguh Bu, Tiwi bahagia dan bangga menjadi anak Ibu.”

“Apa jawabmu kalau besok mereka datang?”

“Terserah apa yang tertulis dalam suratan. Kalau memang mas Ardian ditakdirkan untuk menjadi jodoh saya, saya akan menjalaninya. Ibu doakan agar Tiwi akan bahagia selamanya. Ya Bu?”

“Doa terbaik seorang ibu, hanya untuk anak-anaknya.”

“Ibu jangan lupa, Tiwi bangga punya ibu.”

Tiba-tiba sebuah ketukan terdengar.

“Siapa itu? Malam-malam begini?”

Pratiwi mengusap air matanya, dan berjalan keluar.

Tapi ketika sampai di luar, Pratiwi tak melihat siapa-siapa. Pintu terbuka lebar, apakah si pengetuk pintu sudah masuk dengan diam-diam? Jangan-jangan orang jahat. Tapi untuk apa, orang jahat mendatangi rumah keluarga miskin seperti keluarganya? Apa yang diinginkannya?

Pratiwi membalikkan tubuhnya, tapi dia terkejut. Seseorang muncul dari balik pintu.

“Mas Ardiian?” pekik Pratiwi.

“Pratiwi, terimalah ini, setangkai bunga untuk kamu,” lalu laki-laki tampan itu mengulurkan setangkai mawar merah kepadanya.

Gemetar tangan Pratiwi menerimanya, tapi belum sempat Pratiwi mengucapkan sesuatu,  Ardian membalikkan tubuhnya, menghilang di kegelapan malam.

***

Besok lagi ya.

 

 

49 comments:

  1. 🌷🌹🌷🌹🌷🌹🌷🌹

    Alhamdulillah SB_45 sudah tayang......
    Matur nuwun bu Tien....

    Jadi nich pa Luminto besanan dgn yu Kasnah...

    Pratiwi membalikkan tubuhnya, tapi dia terkejut. Seseorang muncul dari balik pintu.

    “Mas Ardiian?” pekik Pratiwi.

    “Pratiwi, terimalah ini, setangkai bunga untuk kamu,” lalu laki-laki tampan itu mengulurkan setangkai mawar merah kepadanya.

    Gemetar tangan Pratiwi menerimanya, tapi belum sempat Pratiwi mengucapkan sesuatu, Ardian membalikkan tubuhnya, menghilang di kegelapan malam.

    ***

    Besok lagi ya.

    🌹🌷🌹🌷🌹🌷🌹🌷

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah para penyemangat bersirak gembira..... Ardian berhasil merayu Pratiwi..... Kita hadir yuk besuk di acara lamaran..... Pa Luminto mau kerumah yu Kasnah.... Ceunah...

      Delete
    2. Sekuntum mawar meraaaah...aaaa....
      Yang kau berikan padaku...🎼🎡🎢 jreng jreng jreeeng....

      Ooh ini to...setangkai bunganya buat Pratiwo....ihhhiiir..maturnuwun mbak Tien sayangkuu

      Delete
  2. Maturnuwun Bu Tien...
    πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 45 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu.  Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  4. Alhsmdulillah .... trimakasih bu Tien n sehat selalu

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah, mtr nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien . .

    ReplyDelete
  6. Matur nuwun mbak Tien-ku, Tiwi sudah hadir.

    ReplyDelete
  7. Suwun bu Tien....SB 45 sudah tayang

    ReplyDelete
  8. Terima kasih.... makiin pnasaraaaan dan asyiiik trs.... terima kasih Mbu Tien.. sehat trs bersama keluarga

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun, bu Tien...sehat selalu.πŸ™πŸ˜˜πŸ˜˜

    ReplyDelete
  10. πŸ¦‹πŸŒ»πŸ¦‹πŸŒ»πŸ¦‹πŸŒ»πŸ¦‹πŸŒ»πŸ¦‹
    Alhamdulillah SB 45 telah
    tayang.Matur nuwun Bu Tien.
    Semoga tetap sehat dan
    smangat. Salam Aduhai...
    πŸ¦‹πŸŒ»πŸ¦‹πŸŒ»πŸ¦‹πŸŒ»πŸ¦‹πŸŒ»πŸ¦‹

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah bisa lebih awal membacanya....,,,

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah...
    Maturnuwun bu Tien
    Salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah
    Terima kasih Bu Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah SB - 45 sdh hadir
    Ardian k

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah SB-45 sdh hadir
    Ardian kemana ya, kok menghilang?
    semakin penasaran ceritanya
    Terima kasih Bunda Tien, semoga bunda sehat dan bahagia selalu
    Aamiin

    ReplyDelete

  16. Alhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~45 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien πŸ™

    ReplyDelete
  17. Alhamdulilah, terima kasih bu tien ...salam sehat bu tien

    ReplyDelete
  18. Alhamdullilah..terima ksih bunda SB nya..slmt mlm dan slm istrhat..slm sehat sllπŸ™πŸ˜˜πŸŒΉ❤️

    ReplyDelete
  19. Nah .. tinggal penutup saya kira. Tiga pasangan sudah oke.
    Semua cerbung mbak Tien selalu memuat kebaikan mengalahkan keburukan. Cuma bagi kaum muda mungkin kurang 'hot' ya...
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pak Latief.. siap" diundang jd saksi utk 3 pasangan tsb yaa.. πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ‘

      Delete
  20. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 n senantiasa dalam lindungan Allah SWT ... Aamiin yra

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah.... Terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah....
    Matur nuwun Bu Tien
    Semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  23. Terimakasih bunda Tien.. Pratiwi dan Ardian sdh tayang
    Bu Ratna dan bu Sasmi juga sdh merasa legaaa.. jika Pratiwi jd menantunya..
    Suatu ungkapan kebaikan yg menyejukan hati..
    Semoga bunda selalu sehat dan berbahagia..
    Aamiin.. πŸ™πŸ™
    Tetap semangat dan Aduhaaii... 🌹🌹πŸ₯°❤️

    ReplyDelete
  24. Suwun Bu Tien, semoga tetap sehat dalam lindungan Alloh SWT.

    ReplyDelete
  25. Terima kasih mbak Tien, semoga mbak Tien sehat dan bahagia. Amin

    ReplyDelete
  26. Terima kasih mbak Tien, salam sehat dan bahagia.

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah tayang
    Sepertinya sebentar lagi akan tamat dengan sekuntum bungaku

    ReplyDelete
  28. ADUHAI
    Indahnya kejutan yang diberikan pada Pratiwi, dalam keheningan malam ada yang mengetuk hati yang belum juga ada jawaban yang pasti, jelas ada rasa syukur yang teramat terasa bahwa, benar benar Ardian suka pada Pratiwi dan keluarga Luminto sudah menyatakan nya;
    Bagian dari keluarga.
    Susana bingung, maunya Bondan di dekatkan sama Pratiwi tapi rupanya Ardian benar benar serius menginginkannya.
    Nggak ada alasan lagi, untuk mengelak.
    Adakah keinginan Bondan disambut dilingkungan keluarga Yuwono dengan segenap hati, bukan kah Susana punya ketrampilan administrasi perusahaan yang bisa dikerjakan untuk lebih memberdayakan usaha keluarga Yuwono.
    Susana sudah merasa punya keluarga yang perhatian; ya keluarganya you Kasnah, itu keluarganya.
    Disana dia mendapatkan tuntunan hidup sederhana dengan penuh rasa syukur pada Nya.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Setangkai bungaku yang ke empat puluh lima sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    πŸ™

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah ..bu Tien lg gasik tayangnya πŸ€­πŸ€­πŸ€­πŸ™trima kasih

    ReplyDelete
  30. Alhamdulilah
    Terimakasih cerbungnya bunda Tien
    Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat wal'afiat aamiin

    ReplyDelete
  31. Makasih mba Tien.
    Semakin seru.
    Salam hangat selalu. Aduhai

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien..🌷🌷🌷🌷🌷

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillah, mtr nwn bu Tien, salam sehat dan aduhai dari mBantul

    ReplyDelete
  34. Matur nuwun bunda Tien...πŸ™πŸ™

    Sehat Selalu njih bun....

    ReplyDelete
  35. Banget banget wajar sih... Kalau orang tua berasa gimana...gitu... Secara pangeran pangeran mereka udah mirip menemukan cinderella aja... Entah gimana bu Tien mengolahnya supaya jangan kan 'orang tua' mereka, yang baca juga bisa lapang dada apalagi mengambil seseorang dari latar belakang gelap pasti gak mudah. Salut buat bu Tien... Sehat selalu ya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih jeng dokter, selalu menjadi penyemangat saya, terima kasih juga untuk saudara2 saya yang lain.
      Salam ADUHAI

      Delete
  36. Alhamdulillah bu Tien sehat. Semangat menulisnya hebat..bisa ditularkan ke pembaca

    ReplyDelete
  37. Salam sehat dari Rewwin....🌿

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 43

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  43 (Tien Kumalasari)   Arum terdiam. Ia tidak lupa pada waktu yang dijanjikan Listyo, tapi sungguh dia bel...