SETANGKAI BUNGAKU
32
(Tien Kumalasari)
Bondan yang tiba-tiba runtuh rasa belas kasihannya
terhadap Susana, menghentikan mobilnya di sebuah rumah makan. Ia membukakan
pintu untuk Susana, dan mengajaknya masuk. Ia melihat, Susana tampak tak bersemangat.
Ia memilih tempat agak di sudut, agar tidak terganggu
oleh pengunjung lain.
Susana duduk, lalu tiba-tiba ia merasa sangat lapar.
Ia ingat, sejak kemarin siang saat masih di Jakarta, dia belum makan sesuap
nasi pun.
“Mau makan, atau hanya mau pesan minum?” tanya Bondan
sambil menatap Susana lekat-lekat.
“Saya lapar,” katanya malu-malu. Bondan tersenyum
lucu.
“Kalau begitu pesan nasi saja, pilih yang mana. Ini
daftar menunya,” kata Bondan sambil mengangsurkan daftar menu ke hadapan
Susana.
“Aku tidak usah memilih. Sembarang saja, terserah mas
Bondan,” katanya sambil mengembalikan daftar menu itu. Saat ini, yang penting baginya
adalah perutnya terisi.
“Kalau aku yang memilih, terus nggak cocok, bagaimana?”
“Cocok lah, aku sudah kelaparan,” katanya terus
terang.
“Bagaimana kalau nasi rawon?”
“Ya. Mau.”
“Es jeruk? Lemon tea?”
“Ya.”
“Ya, yang mana? Lemon tea?”
“Ya.”
Blondan segera memesan kepada pelayan yang menunggu
dengan sabar, lalu kembali menatap Susana dengan iba.
“Iba? Mengapa aku harus iba? Aku belum lama mengenal dia, kenapa tiba-tiba aku merasa iba melihat sinar matanya yang kuyu dan tampak letih. Seakan menunjukkan ada duka yang sangat menyiksanya," kata batin Bondan.
Bondan terus menatapnya,
dan Susana kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tatapan Bondan
terasa aneh, dan ia belum pernah merasakannya, Sony pun belum pernah menatapnya
seperti itu.
“Mengapa menatap saya seperti itu? Apa Mas Bondan
merasa kasihan melihat saya kelaparan?” akhirnya Susana membuka suara.
Bondan tertawa lirih.
Mbak Susana benar-benar kelaparan?”
“Saya tidak makan sejak kemarin siang.”
“Wauw, pantas mbak merasa lemas. Tapi pasti bukan itu
saja penyebabnya. Benarkah?”
“Saya kan sudah cerita banyak, dalam perjalanan
kemari?”
“Saya mulai mengerti.”
Susana melongok ke arah belakang rumah makan. Ia
merasa, pelayan itu terlalu lama menyajikan pesanannya. Bondan melambai ke arah
pelayan yang lain, yang kemudian mendatanginya.
“Ya Pak?”
“Pesanan saya, belum ya? Suruh cepat,” perintahnya.
Pelayan itu bergegas ke belakang, dan tak lama
kemudian pesanan itu datang.
Begitu diletakkan di meja, Susana segera menariknya.
Ia menyendok begitu saja nasi di atas piring yang belum lama diletakkan, tapi
kemudian ia merasa kepanasan,
“Masih panas,” kata Bondan yang segera mengambil sapu
tangan dari saku bajunya, dipergunakan untuk mengipasinya.
Susana meneguk lemon tea yang tadi dipesannya, lalu
tak lama kemudian dia mulai menyendok lagi. Masih agak panas, tapi lama
kelamaan Susana bisa makan dengan nikmat. Bondan menemaninya makan, sambil sebentar-sebentar
menatap ke arah Susana yang melahap makanannya seperti benar-benar orang
kelaparan.
Memang benar, saat hati gundah, saat hati susah, perut
lapar tak akan dirasakan, tapi ketika hati mulai meleleh, rasa gundah mulai mengendap, maka lapar itu tiba-tiba terasa sangat menggigit. Ada rasa lega di
hati Bondan. Ia tahu, dengan rasa lapar itu, berarti segala perasaan yang mengganggu,
mulai bisa diendapkan. Lalu Bondan pun menyantap makanannya dengan nikmat pula.
Ia melihat Susana sudah menghabiskan semangkuk nasi
rawon, lalu menghirup lemon tea nya.
“Mau nambah? Nambah saja, kalau memang masih merasa
lapar,” Bondan menawarkan.
“Tidak. Itu cukup. Perutku sudah tidak meronta lagi.”
“Benar?”
“Benar. Aku memalukan ya? Kenapa begitu duduk di sini,
kemudian aku merasa lapar.”
“Pasti kamu sudah merasa lebih tenang,” kata Bondan.
Keduanya tidak menyadari, bahwa pertemuan yang baru
pertama kali itu membuatnya merasa sudah sangat akrab, sehingga keduanya
berbicara dengan ber ‘aku’ dan ber ‘kamu’ seperti seorang teman lama.
Susana menghela napas.
“Maaf, aku telah membebani Mas dengan masalah aku.”
“Tidak, aku sediakan bahu ini untuk bersandar,” kata
Bondan sambil menepuk bahunya.
Susana tersenyum. Ia ingat sebuah lagu, dan ingin
menyanyikannya, tapi tidak. Sangat memalukan kalau tiba-tiba dia mengalunkan
sebuah lagu, walau hanya sebait saja.
“Kita baru berkenalan, mengapa Mas begitu baik?”
“Karena kamu juga baik kepada Pratiwi, maka aku juga
harus baik kepada kamu.”
“Oh?” tiba-tiba ada yang hilang dari hatinya. Kebaikan
Bondan, adalah karena dia juga baik kepada Pratiwi. Apa laki-laki ganteng di
depannya ini pacar Pratiwi? Tapi tidak, Pratiwi pernah menolak ketika dia
menyebut bahwa Bondan adalah pacarnya. Jadi, apa? Bondan lah yang suka pada
Pratiwi.
“Karena Pratiwi gadis yang baik, maka aku juga baik
sama dia,” Susana membalas kata-kata Bondan dengan kalimat yang hampir sama.
Bondan tertawa. Ia senang melihat ada senyuman di
bibir Susana, walau bibir itu tampak pucat.
“Pratiwi pantas dikasihani, itu sebabnya aku tak rela
Sony melukainya,” sambung Susana.
“Kamu mencintai Sony?” tanya Bondan, walau ia pernah mendengarnya, dari kata-kata Susana yang tersirat.
“Pernah mencintai. Tapi sekarang cinta itu tak ada
lagi.”
“Menyedihkan,” gumam Bondan.
“Aku tidak sedih karena kehilangan dia, aku sedih
karena kebodohan dan kebutaanku,” Susana mengulang lagi kata-kata yang pernah
diucapkannya.
“Jangan lagi sedih. Tadi sudah bisa merasakan lapar,
berarti tidak sedih lagi kan?”
“Jauh berkurang, setelah bertemu mas Bondan,” kata
Susana sambil kembali mengulaskan senyum.
“Senang mendengarnya. Kalau kamu merasa sedih lagi,
panggil aku, agar bisa membuat kesedihan kamu hilang.”
“Bolehkah?”
“Boleh dong.”
Lalu tanpa sadar keduanya sudah bertukar nomor ponsel.
***
Setelah mengantarkan Susana ke rumahnya, Bondan pulang
dengan perasaan aneh. Sungguh dia tidak mengerti, mengapa harus peduli kepada perasaan
hati Susana. Ia bahkan merasa senang ketika Susana mengatakan bahwa
kesedihannya berkurang banyak setelah bertemu dirinya.
Bondan tersenyum-senyum, bahkan ketika memasuki rumah
dan bertemu Ratih yang akan berangkat kuliah.
“Mau kuliah sesiang ini?”
“Memang iya. Apa kabar mbak Pratiwi? Sudah jadi
resign?”
“Pastinya, aku belum bicara banyak.”
“Kan sudah sejak pagi ketemu, lalu ini sudah siang
baru pulang, kok belum bicara banyak? Memangnya Mas ngapain saja?”
“Aku ketemu Pratiwi hanya sebentar. Aku membantu
menambalkan ban sepeda nya yang gembos, lalu dia pulang naik sepedanya itu juga.”
“Lalu, Mas pergi kemana sampai sesiang ini?”
“Aku menemani Susana, dan mengantarkannya pulang.”
“Apa? Susana yang menyelamatkan mbak Pratiwi?”
“Iya. Kasihan gadis itu.”
“Mengapa?”
“Pokoknya kasihan, kamu nanti aku ceritain, sekarang berangkat
kuliah sana, nanti terlambat.”
“Anterin,” katanya sambil bergayut di lengan kakaknya.
“Lhoh, tadi sudah mau berangkat sendiri, kok tiba-tiba
minta dianterin?”
“Memangnya Mas pulang mau ngapain saja, kalau tidak
menemani aku?”
“Cari pacar dong.”
“Baiklah, sekarang anterin aku dulu, sambil cerita
tentang semua yang terjadi."
“Trus aku nanti juga harus menjemput kamu?”
“Tidak, aku akan kerumah mbak Pratiwi, sepulang
kuliah.”
“Kalau begitu aku jemput saja kamu,” kata Bondan
sambil tersenyum lucu. Ratih mencibir.
“Huh, kalau ada maunya, cepet banget reaksinya.”
“Ayo, jadi minta diantar nggak?” tanya Bondan
mengancam.
“Jadi dong, jadi dong,” kata Ratih sambil menarik
tangan kakaknya.
***
Pratiwi sampai di rumah, disambut ibunya dengan suka
cita. Yu Kasnah benar benar tak suka kalau Pratiwi bekerja sampai malam.
“Akhirnya kamu tidak lagi bekerja kan? Tadi sudah
pamit kalau tidak akan masuk lagi?”
“Iya Bu. Besok Pratiwi mau jualan sayur lagi.”
“Itu lebih baik, supaya hati ibumu ini tidak was-was
setiap kali kamu pulang terlambat.”
“Besok pagi Pratiwi mau ke pasar lagi, membeli barang-barang
untuk dijual lagi. Tapi ya sedikit dulu saja, soalnya lama tidak jualan, pasti
langganan Tiwi sudah pada pergi.”
“Tidak usah takut ketika kamu ingin mengais rejeki,
Wi, karena sesungguhnya Allah itu selalu mencukupi dan memberikan apa yang kita
butuhkan. Apapun yang terjadi, hadapi dengan penuh syukur dan ikhlas.”
“Iya Bu. Tiwi akan menjalani semuanya dengan ikhlas
dan rasa syukur. Sekarang Tiwi mau memasak. Tadi mampir ke pasar untuk membeli
sayur.”
“Baiklah, kamu ganti baju dulu, nanti ibu bantuin
memetik sayurnya. Kamu mau masak apa?”
“Bikin sayur bening saja, sama menggoreng ikan ya Bu.”
“Apapun, ibu suka,” kata yu Kasnah sambil berdiri dan
melangkah ke arah dapur, dengan dituntun Pratiwi.
***
“Apakah dia cantik?”
“Cantik lah. Perempuan masa ganteng?”
“Bercanda deh. Maksudnya wajahnya cantik? Pasti cantik
dong, soalnya kakakku tiba-tiba tertarik sama dia.”
“Ngaco deh, siapa yang tertarik ?”
“Lha itu, menghiburnya, mengajaknya makan,
mengantarkan pulang.”
“Wajar dong, laki-laki menolong perempuan. Kamu
menilainya yang bukan-bukan saja,” kata Bondan kesal.
“Ya sudah kalau enggak. Aku ingatkan Mas ya, kalau dia
itu bekas kekasih mas Sony, berarti dia bukan gadis baik-baik.”
“Mengapa?”
“Mas seperti tidak tahu saja, mas Sony itu seperti
apa. Nggak mungkin dong, dia masih perawan.”
“Haisssh !! Kamu kok begitu?”
“Aku bicara yang sesungguhnya. Jangan sampai kakak aku
jatuh cinta sama bekas mas Sony,” kata Ratih serius.
Bondan terkejut. Ternyata adiknya berpikir tentang
larangan mencintai wanita ‘bekas’ kekasih orang lain yang bernama Sony. Lalu
ada peperangan di dalam hatinya, apakah dia jatuh cinta? Dan apakah terlarang
mencintai wanita yang tidak perawan?
“Hei, berhenti. Kita sudah sampai,” teriak Ratih
karena Bondan masih menjalankan mobilnya walaupun sudah sampai di gerbang
kampus Ratih.
Bondan buru-buru mengerem mobilnya dan memundurkannya
lagi, sambil tersenyum.
“Itulah, kalau menyetir sambil melamun."
***
Susana sudah mandi, sudah berganti baju rumahan, dan
bersiap untuk tidur. Ia merasa letih dan tentu saja mengantuk. Sejak semalam
dia hampir tidak bisa memejamkan matanya. Tapi sampai lama ia tak juga bisa
tertidur. Mengantuk, tapi tak bisa tidur, pasti itu membuatnya pusing. Susana
bangkit, ia berjalan keluar kamar, dan duduk di ruang tengah. Ada cemilan yang
selalu disediakan di meja ruang itu, karena ia selalu duduk sendirian saat
malam, menikmati acara televisi sambil menikmati cemilan.
Ia menyalakan televisi, lalu mengambil keripik kentang
dari dalam toples. Tiba-tiba ia teringat ketika merasa kelaparan, dan tanpa
malu mengatakan derita gejolak lapar itu pada laki-laki yang belum lama dikenalnya,
lalu makan dengan lahap, tanpa menunggu makanannya menjadi berkurang panasnya.
Pandangan penuh perhatian dari Bondan, terasa menusuk
jantungnya. Ia belum pernah mendapatkan perhatian semanis itu. Ada debar aneh
dirasakannya. Ini juga belum pernah dirasakannya, bahkan ketika ia sedang
berdua dengan Sony.
“Apakah kali ini benar-benar aku merasakan getaran
yang bernama cinta? Cinta yang murni, bukan cinta karena nafsu, bukan cinta
yang memicu perbuatan nista yang sebenarnya tak pantas aku melakukannya.”
“Kalau ini cinta, mengapa begitu tiba-tiba? Baru saja
bertemu, lalu jatuh cinta? Ya Tuhan, siapakah aku ini. Walau wajahku cantik,
walau aku masih bisa menarik seribu laki-laki untuk mencintai aku, tapi masih
pantaskah aku menerima cinta itu? Aku ini kotor. Ibarat kembang, aku sudah
layu. Tak ada aroma wangi yang pantas dinikmati.”
Lalu air mata Susana kembali menitik. Lalu tiba-tiba
ia merasa sendiri. Lalu tiba-tiba dunianya menjadi kembali sepi.
“Pratiwi. Ya, dia, barangkali dengan berbincang, aku
bisa merasa lebih tenang. Ia sangat baik dan pasti akan membuatku terhibur,”
gumam Susana sambil meraih ponselnya.
“Ya, Bu Susan?” jawab Pratiwi dari seberang setelah Susana
menelponnya.
“Pratiwi, kamu lagi ngapain?”
“Saya baru memasak, bu Susan. Ada apa?”
“Aku mau ke rumah kamu. Aku bantu kamu memasak.”
“Apa? Saya hanya memasak sayur bening dan sambal.”
“Itu pasti enak. Tungguin, aku ke situ ya,” kata
Susana tanpa menunggu persetujuan dari Pratiwi.
Susana
mengganti pakaiannya, lalu memanggil taksi.
***
Yu Kasnah sangat senang, Pratiwi memiliki teman yang
baik-baik. Bukan hanya dari keluarga Luminto, dari Ratih dan kakaknya, tapi
juga Susana yang katanya bekas teman sekantornya. Ia meninggalkan dapur, ketika
Susana memaksa membantu memasak di dapur Pratiwi yang sederhana.
“Bu Susana itu gimana. Biasanya pasti dapurnya bagus,
bersih, sedangkan di sini, kotor dan peralatannya juga sederhana,” kata Pratiwi
memprotes.
Tapi Susana mengacuhkannya. Ia membantu menggoreng
ikan, dan menatanya di meja.
“Ibu, mari kita makan, sebelum Susan habiskan nasinya,”
kata Susana ketika menghampiri yu Kasnah dan mengajaknya makan.
Yu Kasnah berdiri dan tersenyum senang. Tapi sebelum
mereka melangkah ke ruang makan, tiba-tiba terdengar mobil berhenti di halaman.
***
Besok lagi ya,
Alhamdulillah yg di tunggu2
ReplyDeleteSETANGKAI BUNGA KU
Episode 32
Yuuuk mojok
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Ttp semangat bunda menghibur kita2 smw
Alhamdulillah si kecil mungil lari cepat menjemput Susana uang "kasmaran" dengan Bondan.
DeleteUdah ngantuk kok bgtu buka blog trnyt pas tayang
DeleteMelek deh lgsg mojok
Mtrnwn
ReplyDeleteAlhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 32 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
🍂🍃🍂🍃🦋🍃🍂🍃🍂
ReplyDeleteAlhamdulillah SB 31 telah
hadir. Matur nuwun Bunda
Tien. Salam sehat, bahagia
dan tetap Aduhai...🌹
🍂🍃🍂🍃🦋🍃🍂🍃🍂
#SB 32🙏
DeleteAlhmdllh... terima kasih
ReplyDelete
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien
Suwun bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah .....
ReplyDeleteYang ditunggu tunggu sdh datang
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat .....
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien..
Semoga sehat selalu..
Matur nuwun mbak Tien-ku, Tiwi sudah hadir.
ReplyDeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien...
Matur nuwun
ReplyDeleteBu Tien memang piawai "memelintir" alur cerita...susah tertebak akhirnya ya...salut! Sukses selalu, bu...salam sehat.🙏😀
ReplyDeleteSuwun
ReplyDeleteTrimskasih bu Tien.... Semoga bu Tien sehat selalu
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien. Salam seroja.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien
Bondan berfikir dua kali setelah diingatkan Barang Bekas oleh adiknya. Mungkin akan ketemu Susana lagi bersama Pratiwi?
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
ALhamdulillah, maturnuwun, sehat dan bahagia selalu Bunda Tien..
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteTerimakasih cerbungnya bunda Tien
Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat wal'afiat aamiin
Alhamdulillah sdh tayang. Trm ksh bu Tien, smg selalu sehat dan semangat
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~32 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Pesta dirumah Pratiwi, Ratih jadi tahu tuh dia yang namanya Susana.
ReplyDeleteYang beralasan lapar jadi ingat Bondan, larinya kerumah Pratiwi.
Ratih penuh selidik lihat Susana cantik seeh tapi exs katanya, wuih kaya karisidenan saja semua jadi exs, lha iya yang laku kodya sama kabupaten, ganti nama donk, iya.
Jadi pembantu.
Sayur asem tahu bacem peyek teri, biar ada bunyinya pakai krupuk, kelihatan yang lahap malah Ratih.
Nano malah agak telat asyik mainan laptop.
Tapi jadi menjelaskan kalau Susana yang bawa oleh-oleh buah buahan sewaktu habis operasi dulu.
Ha ha arep apel malah kumpul semuanya disini.
Belum tahu kalau Ratih ada dirumah Pratiwi, Roy pasti ikutan nggabung.
Kaya syukuran aja.
Jangan jangan sikap Ratih pada Susana kelihatan nggak senang, kalau kakaknya jadian sama Susana.
Ngomong nya juga sengak kaya waktu numis sampai bersin bersin.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Setangkai bungaku yang ke tiga puluh dua sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Terima kasih Bu Tien...
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah SB- 32 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan sukses selalu.
Aamiin
Pasti Bondan sama Ratih yg datang.
ReplyDeleteMakasih mbak Tien
Turnuwun.cerita hebat tidak bisa ditebak.
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteterima ksih bunda SB nya .slmseroja sll dri skbmi..sht sll y bunda🙏🥰🌹❤️
ReplyDeleteTrmksh mb Tien SB sdh menghibur kita2 para pctk dg crt cinta segi brp ini? 3 atau 4 kah?
ReplyDeleteAndrian-Pratiwi-Bondan-Sony
Bondan-Susana-Sony
Ratih-Roy
Ikut mb Tien sjlah...slm seroja selalu utk mb Tien dan kita semua para pctk🤗
Terima kasih bu tien... nunggu sampai ketiduran .salam sehat bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSehat wal'afiat semua 🤗🥰
Duh senangnya Tiwi ,,ada yg bantuin
Bondan dtg Susana senang sekali
Aduhaiiii 🤣🤭
Trims Bu Tien
ReplyDelete