Tuesday, February 28, 2023

SETANGKAI BUNGAKU 31

 

SETANGKAI BUNGAKU  31

(Tien Kumalasari)                

 

“Mau kamu bawa ke mana sepeda itu Mas?” sapa Ardian.

“Aku bawa ke tukang tambal lah, kan bocor dari semalam?” jawab Bondan dengan perasaan kurang senang.

“Biar aku saja yang membawanya,” kata Ardian.

“Nggak apa-apa, biar aku saja,” kata Bondan sambil terus membawa sepeda itu, keluar dari halaman.

Ardian menatapnya kesal. Ia merasa, Bondan selalu mengikutinya, dan terang-terangan menjadikannya pesaing. Lalu ia memilih kembali ke mobil, dan membiarkannya. Haruskah berantem untuk mengikuti kekesalan hati? Ardian sadar, dia bukan lagi anak kecil. Dia begitu penyabar, dan memilih mengalah saja. Itu sebabnya, kemudian ia menjalankan mobilnya, meninggalkan area kantor dimana tadinya dia bermaksud menunggu kembalinya Pratiwi.

Ia menengok jam di tangannya, lalu sadar bahwa sudah seharusnya dia berada di kantornya sendiri. Ia memacu mobilnya, berusaha melupakan kekesalan hatinya. Ada sesal ketika dia melupakan sepeda gembos yang ditinggalkan Pratiwi di ruang satpam. Dan karena itu Bondan berhasil mendahuluinya, yang pasti akan membuat Pratiwi berterima kasih padanya.

Sementara itu Pratiwi sedang berada di ruangan Susana. Susana baru saja datang, dengan wajah kuyu dan mata sembab. Barangkali semalaman dia menangis.

“Apa kabar, bu Susana?”

“Baik,” jawabnya singkat, sambil membenahi barang-barangnya.

“Bu Susana mau ke mana?”

“Aku mau pergi dari sini. Apa sekarang yang akan kamu lakukan? Apa kamu akan tetap berada di sini setelah kejadian semalam?”

“Tidak. Saya menemui bu Susan, justru karena saya ingin berhenti saja. Tapi saya memikirkan uang ganti rugi karena saya akan membatalkan kontrak kerja itu.”

Pratiwi kemudian diam. Menata hatinya, karena belum menemukan jalan untuk mendapatkan uang pengganti. Semalam Ardian sudah menghiburnya, yang katanya dengan terjadinya peristiwa semalam, mungkin perjanjian kontrak itu akan tak lagi berlaku. Tapi Pratiwi belum yakin benar.

“Apa yang kamu pikirkan?”

“Saya sudah mengatakannya. Uang pengganti kalau saya membatalkan kontrak. Apakah saya bisa diberikan waktu untuk mengembalikan uang itu? Barangkali saya akan mencari jalan, agar bisa terlepas dari kesulitan saya. Tapi entahlah, saya baru memikirkannya.”

“Pratiwi, kamu tidak usah memikirkannya. Sony sudah merusak sendiri perjanjian kontrak itu.”

“Apa maksud Ibu?”

“Ketika Sony menanda tanganinya, ada terselip sebuah kalimat, yang mungkin dia tidak menyadarinya.”

Pratiwi menatap Susana tak mengerti.

“Ada kalimat begini ‘  perjanjian kontrak ini batal apabila pihak kedua yaitu kamu, merasa tertekan atau teraniaya karena kelakuan pihak pertama, dan pihak kedua tidak lagi berkewajiban mengembalikan uang yang sudah dia terima.’

Pratiwi mengangkat wajahnya. Ia melihat Susana mengambil sebuah berkas, yang dulu pernah ditanda tanganinya. Lalu Susana memberikan berkas itu, dan meminta agar Pratiwi membacanya lagi.

Memang benar, kalimat itu ada. Dulu dia tak sempat membaca dan memahaminya, karena yang dipikirkannya hanya uang untuk biaya operasi Nano.

“Apa kamu dulu tidak membacanya?”

Pratiwi menggeleng.

“Apakah dengan peristiwa semalam, berarti saya tidak harus mengembalikan uang itu?” kata Pratiwi dengan suara bergetar karena haru. Haru karena ternyata Susana sudah sejak lama memperhatikannya, menaruh belas kasihan kepadanya, dan menjaganya dari semua perbuatan buruk Sony.

“Tentu saja Pratiwi. Sekarang Sony sudah menjadi tahanan polisi, walau dia harus dirawat. Proses akan tetap berlangsung, dan kamu punya pegangan surat ini, seandainya Sony akan menuntut.”

“Saya akan ikut serta dalam kasus ini?”

“Tentu saja Pratiwi, kamu adalah korban. Tapi kamu tidak usah takut, aku akan selalu mendampingi kamu.”

Pratiwi merosot dari tempat duduknya, dan bersimpuh di hadapan Susana, lalu menangis di pangkuannya.

“Pratiwi, apa yang kamu lakukan? Berdirilah.”

“Saya tidak menyadari, bahwa sejak awal bu Susana sudah menaruh belas kasihan pada saya. Menjaga saya dengan segala perjuangan. Bukan hanya dengan membuat surat itu, tapi juga dengan apa yang ibu lakukan semalam, sehingga saya luput dari perbuatan biadab itu,” isak Pratiwi.

“Kamu gadis yang baik. Sejak awal aku sudah merasa kasihan melihat kamu, mendengar kisah kamu, menyaksikan pengorbanan kamu demi adik kamu. Karena itulah aku melakukannya.”

“Mengapa bu Susana melakukannya untuk saya, sementara sebenarnya bu Susana sangat dekat dengan pak Sony?”

Susana menghela napas berat. Ia menarik tubuh Pratiwi, dimintanya duduk kembali di atas sofa.

“Sesungguhnya aku sangat mencintai Sony. Tapi Sony hanya mempergunakan aku sebagai pelampias kesenangannya. Tapi cinta aku itu buta, karena aku biarkan dia bersenang-senang dengan siapapun wanita yang dipilihnya. Hanya saja terhadapmu, aku tidak rela, karena kamu gadis yang berbeda. Sony mengira aku cemburu, tapi tidak. Cinta yang aku miliki itu cinta yang tak pernah merasa cemburu. Aku biarkan dia, asalkan dia senang. Tapi kamu berbeda. Kamu gadis yang pantas dikasihani, karena kamu baik dan tulus dalam menjalani kehidupan ini.”

Susana diam, lalu mengusap air matanya.

“Bu Susana menunggui pak Sony semalaman,  di rumah sakit?”

“Tadinya iya. Tapi tengah malam itu dia mengusir aku, memecat aku.”

“Jadi ….”

“Aku tidak peduli. Aku pendam cinta itu, menggantikannya dengan kebencian. Aku merasa telah salah langkah. Aku merasa bahwa cinta itu sesungguhnya adalah sesuatu yang agung, dan tidak kotor. Tapi baiklah, semua sudah terlambat. Aku akan memulai hidup aku dengan cara yang berbeda. Mengais rejeki dengan cara yang berbeda pula.”

Mereka terdiam untuk beberapa saat lamanya. Tenggelam dalam pikiran masing-masing.

“Apa yang akan kamu lakukan setelah ini, Pratiwi?” akhirnya Susana memecahkan suasana hening itu.

“Saya adalah penjual sayur, jadi akan kembali menjadi penjual sayur,” jawab Pratiwi mantap.

“Bagus, aku akan mendukung kamu.”

“Lalu apa yang akan Ibu lakukan?”

“Mungkin berdagang, atau apa. Aku punya sedikit tabungan, tapi belum tahu akan berdagang apa. Sekarang ayo kita benahi barang-barang kita, lalu pergi dari tempat ini.”

“Baiklah.”

“Kita akan melanjutkan pembicaraan kita, lain kali.”

“Baik, Bu.”

“Aku juga akan datang ke rumah kamu. Bagaimana keadaan Nano?”

“Ibu sudah mengenal Nano?”

“Tentu saja, aku pernah membezoeknya di rumah sakit, sesaat setelah dia dioperasi.”

“Ah, ya. Saya sudah menduganya. Nano mengatakan ada teman saya yang sangat cantik dan baik, membawakan buah-buahan enak untuk dia. Pasti Bu Susana.”

Keduanya tertawa, dan masing-masing bersiap untuk meninggalkan perusahaan yang didirikan hanya karena ambisi Sony untuk menundukkan Pratiwi.

***

“Aku akan mencari taksi, kita bisa bersama-sama. Ya kan?” kata Susana setelah sampai di halaman luar kantor.

“Saya akan naik sepeda. Oh ya, itu sepeda saya bukan? Pak Satpam sudah menambalkan ban saya yang gembos semalam,” kata Pratiwi ketika melihat sepedanya bersandar di luar ruangan satpam.

“Oh, ya Pratiwi, sayang sekali ya. Kamu pasti tak akan mau meninggalkan sepeda kamu lagi di sini, kan?”

“Jangan Bu, nanti saya harus balik lagi ke sini untuk mengambilnya dong,” kata Pratiwi sambil tersenyum. Keduanya melangkah sampai di ruang satpam. Susana ingin mencari taksi sambil duduk di situ juga. Tapi tiba-tiba Pratiwi terkejut, melihat Bondan duduk di dalam ruangan satpam.

“Mas Bondan?” pekiknya kaget.

“Bu Pratiwi, pak Bondan ini yang menambalkan sepeda Ibu. Baru saja selesai,” kata satpam jaga pagi itu.

Bondan tertawa. Tapi kemudian dia terpaku pada wanita cantik yang berjalan di samping Pratiwi. Ia ingat wanita itu, yang menangisi dan meratapi Sony yang terkapar tak berdaya.

“Pratiwi, sepeda kamu sudah siap rupanya. Apa dia pacar kamu? Dia yang menolong kamu juga kan?” bisik Susana di telinga Pratiwi, membuat Pratiwi tertawa.

“Bukaaaan,” Pratiwi berteriak.

“Ini kan, Mbak Susana, yang semalam itu kan?” sapa Bondan.

“Iya, saya ingat. Semalam Mas dan siapa tuh yang satunya, juga ikut melawan Sony dan pembantunya.”

“Mas Ardian.”

“Oh ya, maaf, semalam tidak sempat berbicara banyak. Situasinya tidak memungkinkan. Tapi sekarang saya pamit dulu, mau mencari taksi,” kata Susana.

“Mbak Susana mau ke mana?”

“Mau pulang. Sama dengan Pratiwi, saya juga resign dari kantor ini.”

“Kalau begitu saya antar saja, bersama dengan Pratiwi juga,” kata Bondan.

“Lho, Mas, aku kan bawa sepeda. Jadi aku pulang naik sepeda saja, Mas Bondan mengantar bu Susana.”

“Kamu mau naik sepeda?” tanya Bondan.

“Iya dong Mas, setiap hari aku naik sepeda. Tapi ini hari terakhir saya datang kemari, jadi saya tidak bisa meninggalkan sepeda saya.”

“Tapi nggak enak juga kalau saya merepotkan, biar saya memanggil taksi,” kata Susana sungkan.

“Tidak Mbak Susana, sekalian saya juga mau pulang. Nanti sore saja saya ke rumah Pratiwi.”

“Sungguh, tidak merepotkan?”

“Tidak. Tentu saja.”

“Ya sudah, saya duluan ya Bu, Mas Bondan,” kata Pratiwi sambil menaiki sepedanya dan berlalu. Susana menatapnya iba.

“Anak itu, selalu membuat aku iba,” bisiknya pelan.

“Semoga dia segera mendapatkan kehidupan yang lebih baik, sambung Bondan.”

“Aamiin.”

Ada kesan baik yang dirasakan Bondan, melihat sikap Susana yang sangat perhatian kepada Pratiwi, sama dengan dirinya.

“Ayuk, kita pergi, Mbak,” ajak Bondan kemudian.

Susana tak mampu menolaknya. Dengan rasa sungkan dia masuk ke mobil Bondan, ketika Bondan sudah membukakan pintu depan untuknya.

***

Ketika sampai di kantor, dilihatnya Roy di dalam ruangannya, sedang sibuk menyiapkan laptop di mejanya.

“Kok sudah datang? Hanya mengantarkan saja?” tanya Roy, karena tadi Ardian pamit menjemput Pratiwi dan mengantarkannya ke kantor.

“Ya, harusnya aku menunggu sampai selesai urusannya di kantor, tapi nggak jadi.”

“Kenapa?”

“Ada Bondan di sana, yang dengan baik hati kemudian menambalkan ban sepedanya, dengan senyum-senyum gitu. Aku jadi kesal, lalu aku tinggalkan dia,” kata Ardian sambil duduk di sofa ruangan kantor Roy.

“Kenapa? Kamu jangan mau kalah dong. Tetap tungguin, lalu biarkan Pratiwi memilih, mau diantar siapa, gitu.”

“Nggak ah. Kalau Pratiwi memilih Bondan, malu dong aku.”

“Lalu kamu benar-benar mau mengalah?”

“Lebih baik begitu.”

“Aduh, nanti ke sana sama aku. Kalau Bondan masih nekat nyamperin Pratiwi, biar aku yang selesaiin.”

“Kamu itu, sukanya main kasar. Aku nggak mau.”

“Jadi, bagaimana? Mengalah?”

“Itu lebih baik kan?”

“Mulutnya bicara begitu, tapi hati kamu kesal kan? Nanti biar aku hadapi dia.”

“Jangan. Aku nggak suka cara kamu.”

“Jadi, cara kamu bagaimana?”

“Ya sudah, diamkan saja. Memalukan berebut perempuan.”

“Yaah, cinta itu harus diperjuangkan. Jangan berhenti hanya karena merasa kalah bersaing. Aku akan dukung kamu,” kata Roy bersemangat.

“Aku tidak mau. Jodoh itu kan bukan kita yang menentukan.”

“Aduh, jadi laki-laki jangan lembek dong. Kejar tuh cinta, jangan lepaskan.”

Tapi Ardian hanya tertawa pelan, ia berdiri dan meninggalkan ruangan Roy, dengan perasaan kesal yang menggayuti hatinya.

“Sesungguhnya aku tidak takut. Aku hanya ingin bermain cantik dan berebut. Roy tidak mengerti. Maunya main keras saja,” gumamnya ketika kemudian memasuki ruangannya, dan bersiap mengerjakan semua tugasnya.

***

Dalam perjalanan pulang diantar Bondan itu, Susana hanya diam. Kecuali merasa sungkan telah merepotkan Bondan, ia juga masih merasa sedih, karena harus melupakan laki-laki yang sangat dicintainya, tapi juga kemudian teramat dibencinya.

Tak terasa air matanya berlinang. Bukan menangisi rasa kehilangan itu, tapi menangisi kebodohannya dan rasa sesalnya.

Bondan terkejut. Sejak tadi dia melihat, wajah wanita cantik itu sembab, dan dia sekarang melihat wanita itu menangis. Bondan mengira, Susana menangisi sakitnya Sony, karena sejak semalam dia tampak meratapinya.

“Apa keadaannya berat? Kritis?” tanya Bondan sambil menyerahkan kotak tissue.

Susana dengan cepat mengusap air matanya dengan tissue yang diulurkan Bondan.

“Siapa?”

“Sony. Luka parah kah dia?”

“Oh, dia. Sepertinya tidak. Tapi saya tidak sedang menangisi dia.”

“Maaf, saya kira ….”

“Saya menangisi kebodohan saya.”

“Maksudnya ….”

“Saya mencintai orang yang salah. Saya menyesal.”

Diam-diam Bondan merasa trenyuh. Ia melihat, Susana seperti sangat menderita.

“Bagaimana kalau kita berhenti dulu, makan atau minum di sebuah restoran, agar hati Mbak merasa lebih tenang?”

“Susana memang sedang sangat sedih. Di rumah dia sendirian, dan sesungguhnya dia butuh teman. Karena itu dia tidak menolak ajakan Bondan.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

38 comments:

  1. Replies
    1. Wilujeng juara 1 uti Nani Sragentina..
      Matur nuwun bu Tien, sugeng dalu, sehat selalu tetap ADUHAI.

      Delete
  2. Alhamdulilah
    Terimakasih cerbungnya bunda Tien

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu Bunda Tien . .

    ReplyDelete
  4. Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
    2. Yuk, ikutan Jumpa Fans 4 di Kinasih Resort Tapos Depok Jum'at 9 Juni'23 lanjut city tour Sabtu, 10 Juni'23, bermalam di seputaran Sarinah/Jl. Subang. Minggu pagi Car Free Day di Thamrin.

      Delete

      Delete

  5. Alhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~31 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  6. Alhamdullilah sdh tayang SB nya..mksih y bunda..slm seroja dan tetap aduhai dri skbmi🙏🥰🌹❤️

    ReplyDelete
  7. Makin asyiiik.... terima kasih Mbu Tien...sht sllu brsma keluarga

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah
    Sudah datang
    Matur nuwun bu

    ReplyDelete
  9. 💞🌷🌿🌷🦋🌷🌿🌷💞
    Alhamdulillah SB 31 telah
    hadir. Matur nuwun Bunda
    Tien. Salam sehat, bahagia
    dan tetap Aduhai...
    💞🌷🌿🌷🦋🌷🌿🌷💞

    ReplyDelete
  10. Moga Bondan jadian sama Susana aj deh
    Jadi Ardian sama Tiwi yg pntg aman smw

    Itu sih mauku,kl bunda Tien monggo aj deh
    Kita ikutin lanjutannya bgmn
    Sehat selalu doaku bunda dan ttp ADUHAI

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah , Terima kasih bunda Tien

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah, mtr nuwun bu Tien, Salam sehat

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah yg ditunggu tayang gasik mksh Bu Tien salam sehat selalu

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah SB 31 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  15. Matur nuwun mbak Tien-ku, Tiwi sudah tayang.

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah...
    Maturnuwun bu Tien, salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  17. Akhirnya Bondan dekat dengan Susana ,bakalan jadian nih,jd Pratiwi bisa akan bersama Ardian.
    Salam seroja mbak Tien dari Neni Tegal

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah
    Terima kasih Bu Tien
    Semoga bu Tien sehat selalu

    ReplyDelete
  19. Tampaknya Bondan mendekati Susana, jadi Ardian dengan Tiwi, Roy dengan Ratih, padahal baru 31 episode. Kalau semua 'baik baik saja' maka akan terlalu singkat ceritanya.
    Mungkin masih akan ada sesuatu yang menarik bakal terjadi.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  20. Semoga Bondan berjodoh sama Susana dan biar Pratiwi sama Ardian.....trims Bu tien

    ReplyDelete
  21. Tertawa lepas karena ditebak Susana, pacar, sebuah tawa melepaskan melupakan kemelut semalam, juga harus di singkirkan. sebuah catatan yang diselipkan di kontrak kerja, ide Susana menyadarkan Pratiwi kalau benar-benar Susana perhatian dan ingin menjaga nya.
    Bondan itu bukan pacarnya, malah baru dapat pacar temon bonus nambal ban sepeda Pratiwi.
    Nganterin Susana pulang ke rumah nya, sedikit selidik mengisi libur cutinya.
    Ardian jian sabar tenan, walau di suport Roy, tetep aja santai, tidak peka aja kali padahal ada tanda; keadaan 'genting' Pratiwi minta tolong hanya sama Ardian, bukan pada Roy yang pasti bila tahu orang nggak baik dihabisi tanpa ampun.
    Bukankah itu suatu tanda.
    Bisa jadi kalau suatu ketika diajak Bondan kerumah; Susana lah yang direkomendasikan ortunya, bukan Pratiwi si tukang sayur itu.
    Apalagi Susana terbiasa kerja di perusahaan besar.
    Tuh Pratiwi jadi tahu lebih, gara gara Ardian seolah cemburu pada Bondan, sewaktu Pratiwi menjelaskan masalah perjanjian kerja nya.
    Keren deh anak Bu Rina.

    Terimakasih Bu Tien
    Setangkai bungaku yang ke tiga puluh satu sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  22. Makasih mba Tien.
    Sehat selalu dan tetap semangat.
    Aduhai

    ReplyDelete
  23. Wah, sdh mulai nampak 'jodoh'nya nih ya...Bondan & Susana...mesti seru nantinya...terima kasih, bu Tien. Sehat selalu ya...🙏😘😘

    ReplyDelete
  24. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti, Yustina Maria Nunuk Sulastri,

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 n senantiasa dalam lindungan Allah SWT .... Aamiin yra

    ReplyDelete
  26. Alhamdulilah..
    Tks bunda Tien..
    Tambah penasaran siapa yg berjodoh dg Pratiwi?
    Bondan semangat berjuang utk mendptkan hati Tiwi.
    Andrian walaupun tersalip ambil sepeda Tiwi msh berharap mendptkan hati Tiwi..

    Semoga bunda sehat dan bahagia selalu.. Aamiin 🙏🙏🌹❤️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kelihatannya Bondan kasihan sama Susana, lama2...
      Gak tahu...
      Yerserah bu Tien

      Delete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...