Thursday, March 2, 2023

SETANGKAI BUNGAKU 33

 

SETANGKAI BUNGAKU  33

(Tien Kumalasari)

 

Susana melihat seorang gadis turun dari mobil. Entah siapa, Susana tak mengenalnya. Tapi ketika seorang lagi turun, Susana terkejut. Ada Bondan. Mengapa Bondan datang kemari dengan seorang gadis? Pacarnya kah?

Ratih masuk ke rumah setengah berlari, langsung menuju ke arah yu Kasnah, kemudian merangkulnya.

“Apa kabar ibu?”

“Ini nak Ratih kan?”

“Iya, Ibu pintar sekali.”

“Walaupun ibu tidak bisa melihat, ibu tahu dari suaranya, dan juga wanginya."

Ratih terkekeh. Lalu dia menoleh ke arah samping, di mana tadi dia melihat seorang wanita cantik, tapi dia tak melihatnya lagi. Rupanya wanita itu sudah pergi ke arah depan, dan berbicara akrab dengan kakaknya.

“Bu, siapa gadis itu tadi?”

“O, gadis tadi … itu teman kantornya Pratiwi, namanya Susana. Mana dia, tadi ada di sini, mengajak ibu makan.”

“O, dia yang bernama Susana? Memang sangat cantik,” gumam Ratih pelan. Ia ingat apa yang diceritakan kakaknya tadi, lalu tiba-tiba timbullah rasa tidak senangnya. Mereka berbincang akrab sekali, dan terkadang terdengar tawa sang kakak yang renyah, seakan dia sangat bergembira.

“Bu, mbak Pratiwi mana?”

“Masih ada di dapur, sepertinya. Tadi memasak dengan nak Susana. Mereka bercanda riuh sekali. Tapi rupanya sudah selesai,” terang yu Kasnah.

Ratih melangkah ke belakang.

“Mbak, lagi ngapain?”

“Ratih? Kok tiba-tiba ada di sini?”

“Iya, aku pulang kuliah, langsung datang kemari. Tapi aku tidak sendiri. Ada mas Bondan di depan.”

“O, sama mas Bondan juga?”

“Tadi mas Bondan mengantarkan aku ke kampus, lalu menjemput juga. Ya sudah, aku ajak ke sini sekalian.”

“Oh, begitu? Ya sudah, ayo ke depan dulu. Nanti makan bersama-sama ya?”

“Aku mau dong, makan. Pakai pecel?”

“Tidak, aku hanya masak sayur bening, sama ikan, sama sambal. Pasti kamu tidak suka.”

“Suka kok, kebetulan aku sedang lapar nih Mbak,” kata Ratih, riang,

“Mana mas Bondan?”

“Di depan, dia akrab banget sama … siapa tuh … mbak Susan.”

“O, iya. Tadi pagi mas Bondan mengantarkannya pulang.”

“Bagaimana menurut MBak, gadis bernama Susana itu?” tanya Ratih pelan.

“Bu Susan gadis baik. Dia penyelamat aku. Dia melindungi aku sejak aku melangkahkan kakiku untuk pertama kalinya di perusahaan itu.”

“Tapi dia pacar mas Sony bukan?”

“Dari mana kamu tahu?”

“Mas Bondan yang cerita. Rupanya gadis itu sudah bercerita banyak tentang hubungannya dengan mas Sony.”

“Dia sudah bercerita juga tentang kejadian semalam?”

“Cerita. Aku bersyukur Mbak Tiwi selamat dari perbuatan jahat mas Sony.”

“Bu Susan yang pertama kali menolong aku. Dia tiba-tiba sudah masuk ke kamar itu, sehingga pak Sony gagal melakukan kejahatannya. Bu Susan juga memaki-maki dia. Tampaknya hubungan mereka sudah putus.”

“Karena kejadian malam tadi?”

“Pak Sony marah sekali, demikian juga bu Susan. Bu Susan sangat menyesal telah mencintai laki-laki bejad itu. Dia juga sudah resign dari pekerjaannya.”

“Aku tidak mengira, Mbak Tiwi ketika itu akhirnya juga bekerja di perusahaan mas Sony. Aku menyesal pernah mengatakannya. Dan aku juga mengingatkan bahwa lebih baik Mbak Tiwi tidak menjalaninya bukan? Hanya saja tampaknya waktu itu semuanya sudah terlambat,” sesal Ratih.

“Aku terpaksa melakukannya, Ratih. Aku butuh uang, untuk operasi kaki Nano, dan perusahaan itu mau membayar tiga bulan gajiku di muka.”

“Ya. Aku bisa mengerti.”

“Semuanya sudah berlalu. Semoga semuanya baik-baik saja.”

“Lalu Mbak Tiwi akan bekerja apa?”

“Aku tukang sayur, jadi akan kembali lagi menjadi tukang sayur.”

“Jualan sayur lagi?”

“Mau apa lagi. Ini pekerjaan terbaik aku. Dengan berjualan di dekat rumah, aku bisa selalu menjaga ibuku.”

“Mas Bondan sebetulnya mengusahakan juga pekerjaan untuk Mbak Tiwi.”

“Tidak, aku tidak mau. Bagi aku, yang terpenting adalah ketenangan hati ibu.”

“Mengapa ngobrol di sini? Berbisik-bisik pula. Lagi ngomongin apa?” tiba-tiba yu Kasnah masuk ke dapur.

“Ini Bu, Ratih pengin bantuin bersih-bersih dapur, tapi mbak Tiwi nggak mengijinkan,” jawab Ratih sekenanya.

“Di depan ada tamu, tidak kamu buatkan minum?”

“Iya Bu, nanti Tiwi buatkan. Ini sedang mau menyelesaikan menata makan siang, barangkali pada mau makan dengan lauk seadanya.”

“Masak nasi yang banyak. Tamunya juga banyak,” kata yu Kasnah.

“Kebetulan tadi Tiwi memasak nasi lagi. Semoga saja cukup.”

“Kalau begitu ajak tamu-tamu makan dengan sayur seadanya. Kalau mau sih, ini makanan orang kampung,” kata yu Kasnah lagi.

“Nanti Tiwi tawarkan. Tapi cukup nggak ya, ikannya cuma sedikit,” keluh Pratiwi.

“Ratih mau kok Bu, suka makan masakan Mbak Tiwi. Sedikit juga tidak apa-apa, yang penting ada sambalnya,” kata Ratih.

“Aku kenalkan dulu sama Bu Susan yuk, dia baik kok. Sebentar, sambil mengeluarkan minuman ini ya. Nggak apa-apa kan, air putih saja?”

“Nggak apa-apa, ayo aku bantuin Mbak,” jawab Ratih yang kemudian membantu menyiapkan gelas, sementara Pratiwi mengambil teko berisi air putih. Semuanya di bawa ke depan.

Ketika di depan itu, didengarnya Bondan sedang bercanda dengan Susana.

“Wah, mas Bondan asyik bener nih, ketemu lagi sama bu Susan.”

“Nggak tahu nih, nggak janjian, kok bisa ketemu di sini. Jodoh ‘kali ya,” canda Bondan, tapi kemudian Ratih menatap kakaknya tak senang.

“Bu Susan, ini namanya Ratih, adiknya mas Bondan,” kata Pratiwi mengenalkan Ratih pada Susan.

“Eh, iya? Selamat bertemu, Ratih. Senang bisa ketemu di sini. Namaku Susana.”

“Saya Ratih,” kata Ratih sambil menerima uluran tangan Susana, dan mengulaskan senyuman tipis.

“Kok bisa ya, tidak janjian, kita ketemu di sini.”

“Kan aku sudah bilang, ini namanya_”

“Ini Mas, mbak Pratiwi sudah menyiapkan minuman, dan juga makan siang,” potong Ratih sebelum Bondan kembali melontarkan candaan.

“Wah, makan siang? Aku baru saja punya ide, akan mengajak kalian makan siang di luar,” kata Bondan sambil menuang air putih ke dalam gelas, lalu meneguknya dengan nikmat.

“Tidak Mas, Mbak Tiwi masak-masak, nanti dia kecewa kalau kita tidak menghabiskannya,” kata Ratih.

“Benar. Aku dan bu Susan masak sayur bening dan menggoreng ikan,” kata Pratiwi.

“Dan sambal,” sambung Susana.

“Wouw, itu enak sekali. Baiklah, tidak usah makan di luar kalau begitu.”

Tiba-tiba seorang driver ojol datang sambil membawa bungkusan besar.

“Lho, siapa yang pesan ojol?” tanya Pratiwi heran.

“Aku pesan lauk untuk tambahan makan siang kita, setelah ada tamu datang,” kata Susana sambil berdiri dan menerima bungkusan yang dibawa tukang ojol tersebut.

“Ya ampun, bu Susan.”

“Ayo kita makan, pasti rame makan bersama-sama,” kata Susan yang tiba-tiba juga merasa akrab dengan ibu Pratiwi.

“Ayo Ibu, kita makan sama-sama,” kata Susana sambil memberikan bungkusan lauk kepada Pratiwi, sedangkan dia sendiri kemudian nyamperin yu Kasnah, diajaknya ke belakang.

Bondan ditarik Ratih, yang terus menatapnya seperti sedang kesal.

“Kenapa kamu?” bisiknya di telinga adiknya.

“Awas ya Mas,” jawab Ratih lirih. Tapi kemudian dia menjerit karena Bondan menjewer kupingnya.

“Auuuwww!”

“Ada apa ?” tanya yu Kasnah yang mendengar teriakan Ratih.

“Ini Bu, mas Bondan menjewer Ratih keras sekali,” Ratih mengadu.

“Memangnya kenapa nak, adiknya dijewer?”

“Ini Bu, mengingatkan, dia kalau makan banyak sekali. Malu kan?” kata Bondan seenaknya.

“Apa?” Ratih kembali berteriak.

Tapi kemudian Bondan menjauh, dan lebih dulu memasuki ruang makan, lalu membantu Pratiwi menata ikan tambahan yang dibeli Susana, ke sebuah piring.

***

 

Siang hari itu ada kegembiraan di rumah yu Kasnah, membuat yu Kasnah merasa sangat bahagia. Bahagia karena anaknya berteman dengan orang-orang baik, yang tidak merasa risih bergaul dengan orang miskin seperti keluarganya. Padahal mereka bukan orang sembarangan. Mereka semua orang berada, punya mobil, punya harta, tentu saja, sedangkan dirinya? Hanya seorang janda tuna netra, dengan dua anak yang bisanya hanya bergantung kepada anak perempuannya demi tercukupi semua kebutuhannya. Anak perempuan nya itu, hanya punya sepeda butut yang sama sekali tak ada kilapnya.

“Tapi rasa syukur yang aku miliki, adalah bahagia yang tak ternilai. Bukankah bahagia itu sederhana? Tak harus harta melimpah. Tak harus ada yang gemerlap menyilaukan. Tapi kalau ada rasa syukur di dalam hati, maka bahagia itu ada,” kata batin yu Kasnah saat mendengar celoteh tamu-tamunya.

“Ibu kok melamun di sini?” tiba-tiba Nano mengejutkannya. Ia baru pulang dari sekolah, dan melihat ada tamu di depan rumah, sedangkan ketika masuk, dilihatnya sang ibu duduk sendirian sambil melamun.

“Kamu itu mengejutkan ibu saja.”

“Karena Ibu sedang melamun, jadinya Ibu terkejut.”

“Ngawur kamu. Ibu sedang mendengarkan tamu-tamu bergurau di depan sana. Bukannya melamun.”

"Aku melihat dia, wanita cantik yang dulu membawakan buah-buahan enak di rumah sakit,” kata Nano ketika melongok keluar melalui pintu yang sedikit terbuka.

“O, itu bu Susan, begitu kakakmu memanggilnya. Dia teman sekantor kakakmu, waktu dia bekerja.”

“Memangnya mbak Tiwi sekarang nggak kerja di kantor?”

“Nggak. Mulai hari ini, tidak.”

“Lalu apa?”

“Kakakmu mau kembali jualan sayur saja. Mulai besok.”

“Nah, itu bagus. Nano juga senang. Ketika bekerja di kantor, setiap pulang selalu kelihatan letih.”

“Iya. Katanya kantornya jauh, dan kakakmu kan hanya naik sepeda. Pasti capek mengayuh sepeda ke tempat yang lumayan jauh. Ya sudah, kamu apa sudah ganti baju?”

“Sudah Bu, sudah cuci kaki, cuci tangan. Apa Ibu masih mencium bau asem di tubuh Nano?”

“Tidak. Ya sudah, makanlah.”

“Nano sudah menengok ke meja makan, kok ada ikan banyak?”

“Itu, bu Susana yang beli, tadi mereka makan di sini. Ya sudah, sekarang kamu makan saja dulu.”

“Wah, enak bener hari ini,” kata Nano dengan riang.

Sementara itu rupanya Ratih dan Bondan akan berpamit. Mereka mendekati yu Kasnah, dan seperti biasa, Ratih selalu memeluknya.

“Bu, Ratih pulang dulu ya.”

“Semuanya mau pulang?” tanya yu Kasnah.

“Saya sama mas Bondan,” kata Ratih.

“Baiklah, hati-hati di jalan,” kata yu Kasnah ketika Bondan menyalaminya.

“Susana, benar nih, nggak mau bareng kami?” tanya Bondan ketika Susana menolak untuk pulang bersama.

“Nggak usah Mas, tadi datangnya juga nggak bareng, jadi pulangnya nggak boleh bareng,” kata Susana bercanda.

Bagaimanapun Ratih harus mengakui, bahwa Susana sepertinya gadis yang baik. Tutur katanya manis, lembut, tapi seperti juga kakaknya, Susana suka bercanda. Hanya saja ada yang membuatnya takut, ketika ia melihat Bondan tampak sangat perhatian padanya. Entah itu apa. Barangkali Ratih menilai, bahwa sebagai wanita, Susana memiliki cacat cela yang mungkin susah untuk bisa diterimanya.

***

Roy merasa kesal, melihat kakaknya tampak tak bersemangat. Ia memasuki kamarnya sore itu, dan melihat Ardian sedang duduk di sofa sambil mengutak atik ponselnya.

“Lagi ngapain Ar?”

“Nggak ngapa-ngapain. Lagi santai saja.”

“Nggak mau ke rumah Pratiwi?”

“Apa itu penting?”

“Kamu ini bagaimana sih? Benar-benar mau mundur, dan merasa kalah bersaing?”

“Bukan. Hanya merasa tak ada gunanya aku nekad. Perseteruan yang terjadi karena wanita, sangat memalukan.”

“Apa kamu merasa bahwa kalian telah bersetaru? Ingat, cinta harus diperjuangkan. Jangan kalah sebelum bertempur.”

“Ungkapan kamu terlalu tajam.”

“Tajam lah, ini sebuah peperangan. Aku ada di belakang kamu. Kalau kamu suka, rebut dia. Jangan mau kalah.”

“Ini bukan masalah menang atau kalah. Cinta itu bukan untuk diperebutkan. Dia bisa datang dan pergi, tanpa kita mengaturnya. Kalah dan menangnya dalam berebut cinta, ditentukan oleh perasaan orang yang kita cintai, bukan karena kekuatan orang yang memperebutkannya.”

“Kamu terlalu banyak teori. Ayo ke rumah Pratiwi, aku antarkan kamu.”

“Memangnya aku anak kecil, harus diantar segala.”

“Buktinya kamu takut? Ya kan? Apa yang kamu takutkan? Jatuh cinta itu resikonya hanya ada dua. Diterima dan itu berarti bahagia, ditolak dan itu berarti  patah hati. Takut ya?”

Ardian merasa bahwa adiknya sedang memanas-manasi hatinya. Takut? Siapa takut? Ardian hanya tak mau saling melukai. Tapi mendengar kata ‘takut’ tadi, hatinya tergelitik untuk mencobanya. Roy benar, ia harus tahu, sebenarnya siapa yang lebih mendapat perhatian, diantara dirinya dan Bondan.

Karenanya ia segera berganti pakaian, bersiap untuk pergi. Tapi tiba-tiba ponsel Ardian berdering. Dari kantor polisi? Ardian segera mengangkatnya, dan dia terkejut.

Sony kabur dari rumah sakit.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

 

 

 

35 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Tiwi sudah hadir

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah .....
    Yang ditunggu tunggu sdh datang
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat .....

    ReplyDelete
  3. 🌷🌿🌷🌿🦋🌿🌷🌿🌷
    Alhamdulillah SB 33 telah
    hadir. Matur nuwun Bunda
    Tien. Salam sehat, bahagia
    dan tetap Aduhai...
    🌷🌿🌷🌿🦋🌿🌷🌿🌷

    ReplyDelete
  4. Alhamdulilah ...yg ditunggu sdh hadir...suwun bunda Tien

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah
    Terimakasih bu Tien
    Salam sehat dan aduhai selalu

    ReplyDelete
  6. Persaingan dimulai, siapa yang berhasil mendapatkan simpati Pratiwi.
    Nah... cerita masih panjang kan, Sony kabur. Mungkin akan balas dendam kepada Susana.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waaah Sony kabur...
      Knp kabur? jawabannya bsk lg..
      Apkh Sony menyesal dan sadar atas kekeliruannya??
      Sabaaar..menunggu bsk..

      Delete
  7. mksih SB nya sdh tayang bunda..slmt mlm dan slmt istrhat..slm seroja dri skbmi🙏😘🌹❤️

    ReplyDelete
  8. Alhamdulilah
    Terimakasih cerbungnya bunda Tien
    Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat wal'afiat aamiin

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah tayang juga makasih bunda

    ReplyDelete
  10. Alhamdulilsh terima kasih bu tien ....wah gawat sony kabur...

    ReplyDelete
  11. Alhamdulilah..
    Tks bunda Tien.., Pratiwi sdh tayang
    Semoga bunda sehat dan bahagia selalu
    Salam Aduhai dari Sukabumi
    🙏🙏🙏🥰🌹

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 33 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu.  Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete

  13. Alhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~33 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah SB-33 sdh hadir
    waah Sony kabur, polisinya kemana? kan dijaga..
    Terima kasih Bunda Tien, srmoga bunda sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  15. Aduh ada yang kabur dari rumah sakit, paling kerumah Pratiwi selidik kira kira bisa diculik nggak, kokean polah.
    Jelas kerumah Susana kosong, karena Susana kerasan dirumah Pratiwi; merasa punya temen,
    tuh kan Ratih yang nggak suka Bondan deket sama Susana.
    Ini bikin semangat si Roy denger kalau Sony kabur, jiwa pahlawan nya membara karena sudah dapat cerita dari Ardian, yang barusan di beri tahu polisi.
    Melarikan diri barengan dengan marsam?
    Ya berarti rombongan, nggak sendiri, walau cuma berdua.
    Sony kan diarea ini kan cuma se sekali nggak selalu, paling ya kabur ke kantor pusat lah.
    Biar jauh sekalian; itu kalau punya malu, kalau tetep kekeh cita citanya ya paling luntap luntup, injan injen deket rumah Pratiwi.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Setangkai bungaku yang ke tiga puluh tiga sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  16. Waah...nambah konflik nih...pasti masih panjang ceritanya, berliku2...asyiikk....terima kasih, bu Tien. Salam sehat selalu ya...🙏😘😘😀

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah terima kasih bu Tien....
    Sony kabur.....wah saingan Ardian lagi nih, karena sepertinya Bondan sudah mulai suka dengan Susana.
    Salam sehat selalu bu Tien.

    ReplyDelete
  18. Terima kasih Bu Tien...
    Setangkai bungaku ceritanya selalu bikin penasaran dan keren, semangat juga untuk segera pengen tahu kelanjutannya ...
    Sehat selalu buat ibu, salam Aduhai...
    Berkah Dalem Gusti 🙏😇🛐

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Sehat wal'afiat selalu ya 🤗🥰

    Mantab makin seru nih ,,,Sony kabur bahaya buat Tiwi nih ,,

    ReplyDelete
  20. Bahaya juga ini, jangan sampai Sony berbuat jahat lagi sama Pratiwi. Ardian harus siaga .
    Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu . Aduhai

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 29

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  29 (Tien Kumalasari)   Arum menyelesaikan administrasi dengan segera. Peringatan bahwa dia harus beristira...