CINTAKU BUKAN EMPEDU
03
(Tien Kumalasari)
Aliyah menoleh, melihat pak RT berdiri di dekat pagar.
Aliyah merasa aneh, karena pak RT tidak mau mendekat. Lalu Aliyah menoleh ke arah Pinto yang
sudah dipersilakannya duduk di kursi.
“Sebentar ya Mas, itu pak RT,” katanya sambil
melangkah cepat mendekati pak RT.
“Ya Pak RT?”
“Itu siapa?”
“Itu teman saya, tadi membantu beli bohlam, karena lampu
serambi semalam mati,” terang Aliyah.
“O, teman?”
“Iya. Apakah pak RT sudah mendapatkan pekerjaan untuk
saya?” Aliyah mencoba menebak dengan harap-harap cemas.
Tapi pak RT menggeleng.
“Aku mau minta tolong sama kamu.”
“Oh iya Pak, apa yang harus saya bantu?”
“Datanglah ke rumah, istriku sedang pergi.”
“Bu RT ke mana?”
“Biasa, mengurus arisan, aku sedang tidak enak badan, aku
tunggu ya,” kata pak RT sambil berlalu.
“Tapi … saya sedang ada tamu Pak. Nanti bisa kan?”
“Tolonglah Yah,” kata pak RT sambil terus berlalu.
“Ya ampuun, sakit sekali kah? Kenapa buru-buru? Lalu
aku harus melakukan apa di sana?” gumamnya pelan..
Aliyah tidak mengerti, mana yang harus dia lakukan.
Membantu pak RT dengan meninggalkan Pinto? Masa dia harus mengusir Pinto?
“Semoga tidak banyak yang harus aku lakukan, biar saja
aku meninggalkan mas Pinto sebentar,” gumam Aliyah pelan. Lalu ia bergegas
mendekati Pinto.
“Mas, aku tinggal sebentar ya."
“Mau ke mana?”
“Pak RT minta tolong sebentar, katanya. Aku segera
kembali,” kata Aliyah sambil membalikkan badan, bergegas menuju ke rumah pak
RT.
Aliyah memasuki rumah yang tampak sepi, tapi pintunya
terbuka. Ragu-ragu Aliyah berdiri di depan pintu.
“Pak …”
“Masuklah Yah,” suara pak RT dari dalam.
Aliyah masuk. Ia belum pernah masuk ke rumah itu.
Walaupun tidak besar, tapi ia tidak tahu, dari arah mana pak RT memanggilnya.
Ia masuk perlahan, dan mencari-cari. Ia sampai di
ruang makan, tapi tak tampak pak RT di setiap ruang.
“Yah,” terdengar pak RT memanggil.
“Bapak di mana?”
“Di kamar, depan ruang tamu itu, pintunya terbuka
sedikit.”
Aliyah membalikkan badannya menuju ke arah depan.
Memang ada kamar setengah terbuka di sana, tapi Aliyah ragu-ragu untuk
memasukinya.
“Yah, masuklah.”
Aliyah termangu. Masa dia harus masuk kamar pak RT,
sementara istrinya tidak ada di rumah? Aliyah memang masih gadis lugu, tapi ia
tahu, mana yang pantas dilakukan, dan mana yang tidak.
“Yah, tolong masuklah, aku tak tahan lagi,” kata pak
RT lagi dari dalam.
Aliyah mendorong pintu pelan. Tampaknya pak RT
benar-benar butuh pertolongan. Yang dia heran, kalau sakit, mengapa memanggil
dirinya, dan bukan dokter? Walau begitu Aliyah mendorong pintunya lebih lebar.
Lalu dia melihat pak RT sedang terbaring.
“Ada apa Pak?”
“Tolong kerikin aku ya.”
“Apa?” Aliyah terkejut. Dia bukan tukang kerik. Lagi
pula dia seorang gadis, dan pak RT itu laki-laki. Memang sudah setengah tua,
tapi Aliyah merasa tidak pantas, karenanya dia masih berdiri termangu di depan
pintu.
“Tolong Yah.”
“Kenapa tidak menunggu bu RT saja?”
“Aku sudah tidak tahan, Yah. Kalau rasanya begini,
tidak bisa mereda kalau tidak di kerik,” kata pak RT setengah memaksa.
“Tap … pi … saya tidak bisa mengerik.”
“Yah, bagaimana ini,” kata pak RT setengah mengeluh.
“Maaf, sungguh saya tidak bisa.”
“Kalau begitu gosok saja dengan minyak. Itu, sudah aku
siapkan di atas meja kecil.”
Aliyah menatap ke arah meja kecil yang ditunjuk, dan
melihat ada minyak gosok terletak di sana. Aliyah bingung. Ia enggan menyentuh tubuh
pak RT yang bukan mahram nya. Tapi ada rasa kasihan, melihat pak RT tampak
kesakitan.
Ia segera mengambil botol minyak itu, dan membukanya,
lalu mendekat ke arah tempat tidur.
“Sini, agak dekat, tolong gosokkan di punggung, agak keras ya. Nanti aku beri
kamu uang.”
“Tidak Pak, saya tidak minta uang,” kata Aliyah
sedikit kesal, tapi juga kasihan, mendengar suara pak RT tampak kesakitan.
“Ya sudah, cepat gosok Yah,” kata pak Rt yang sudah
membuka baju bagian atasnya, lalu tidur tengkurap.
Tangan Aliyah gemetar.
“Ya Tuhan, aku melakukannya karena kasihan, dia sakit.”
“Agak keras Yah, tanganmu halus sekali.”
Aliyah menumpahkan minyak agak banyak dipunggung
kehitaman itu, lalu menggosoknya merata. Kemudian dia mundur sambil menutup botol
minyak itu, meletakkannya kembali di meja.
“Kok sudah Yah?”
“Sudah merata Pak, maaf, saya ditunggu tamu saya.”
“Dia masih menunggu? Apa dia pacar kamu?”
“Bukan Pak, hanya teman baik.”
“Tanganmu halus sekali Yah. Oh ya, ini uang untuk
kamu,” kata pak RT, sementara Aliyah sudah melangkah ke arah pintu.
“Tidak usah Pak, terima kasih.”
“Kamu kan butuh uang, untuk kebutuhan kamu
sehari-hari, sementara kamu belum punya pekerjaan.”
“Uang yang kemarin Bapak berikan masih ada. Maaf Pak,
saya pamit dulu,” kata Aliyah memaksa, lalu keluar sambil menutupkan kembali
pintunya.
Ia bergegas pulang, dan melihat Pinto masih duduk di
serambi rumahnya.
“Maaf ya Mas, kelamaan kah?”
“Tidak? Kok bau minyak angin?”
“Iya, aku cuci tangan dulu ya,” kata Aliyah langsung
beranjak ke belakang untuk mencuci tangannya dengan sabun. Bau minyak masih
sedikit tercium ketika dia kembali keluar menemui Pinto.
“Minyaknya keras sekali.”
“Pak RT masuk angin, aku disuruh ngerik, tapi aku
tidak bisa, jadi hanya menggosoknya saja.”
“Oh, apa dia tidak punya istri?”
“Istrinya sedang pergi, dia tak tahan rasa sakitnya,
entahlah, sebenarnya aku enggan, tapi dia tampak kesakitan, jadi ya aku
lakukan. Masih bau ya?”
“Sedikit, tapi tidak apa. Aku heran, pak RT menyuruh
kamu menggosok tubuhnya.”
“Dia sudah setengah tua, aku hanya membantu. Tapi lain
kali aku tak akan mau. Tadi seperti dipaksa.”
“Kamu dipaksa?”
“Dipaksa oleh keadaan. Dia tampak kesakitan begitu.”
“Lain kali kamu harus hati-hati,” cetus Pinto
tiba-tiba.
“Memangnya kenapa?”
“Dia, walaupun sudah tua, tapi tetap laki-laki,
sementara tidak ada orang lain di situ. Bukan menuduh dia akan melakukan hal
yang tidak pantas, tapi hal itu bisa saja terjadi.”
“Begitu kah?”
“Kamu gadis yang masih polos. Laki-laki itu punya
setan yang selalu mengipasinya untuk melakukan hal-hal yang tidak pantas.”
“Apa? Apa Mas juga punya setan?”
“Tergantung orangnya. Gampang terkena bujukan setan,
atau tidak. Ada yang suka digoda setan, karena dosa itu nikmat. Tapi orang
beriman akan bisa menahan apapun agar tak terjerumus ke dalam dosa.
Aliyah melongo. Jadi bisa saja tadi pak RT melakukan
hal yang tidak pantas? Tapi dia sakit kok, aku kasihan, walau sebenarnya nggak
suka melakukannya,” kata batin Aliyah.
“Kemarin, waktu di kamar Mas, aku juga takut, kalau ….”
“Kalau aku terbujuk oleh setan itu?”
Aliyah tersenyum. Nyatanya Pinto laki-laki baik, yang
tetap menjaga diri dari godaan setan itu.
“Terima kasih, Mas telah menjaga aku.”
“Baiklah, ini sudah hampir maghrib, aku harus pulang,”
kata Pinto sambil berdiri.
“Aku belum membuatkan minum untuk Mas,” sesal Aliyah.
“Tidak apa-apa, tempat kost ku kan dekat, seperti tamu
saja. Oh ya, nanti kalau ada pekerjaan untuk kamu, aku akan segera mengabari
kemari.”
“Terima kasih banyak, Mas.”
Aliyah mengantarkan Pinto sampai ke depan rumah, lalu
masuk ke dalam karena mendengar Adzan mulai mengalun.
***
Bu RT pulang dari arisan atau entah apa, ketika Maghrib
telah berlalu. Ia melihat suaminya duduk di ruang tamu, menyaksikan acara
televisi.
“Kok bau minyak angin sih pak? Bapak sakit?”
“Agak kurang enak badan.”
“Mau di kerik ?”
“Tidak usah, sudah aku gosok sama minyak, agak
mendingan.”
“Bapak gosok sendiri?”
“Iya, kamu tidak pulang-pulang,” kata pak RT
berbohong. Kenapa ya, pak RT harus berbohong?
“Sekarang sudah baikan?”
“Sudah. Kamu bawa apa?”
“Beli sate lontong, untuk makan malam kita nanti, kan
siang tadi aku tidak sempat memasak, karena harus membelikan snack untuk
keperluan arisan.”
“Kalau begitu kamu butuh pembantu.”
“Tidak terlalu butuh Pak, ngirit dong, bayar pembantu
itu tidak murah,” kata bu RT sambil melangkah ke belakang, meletakkan bungkusan
lontong di meja makan, kemudian kembali menemani suaminya, duduk.
“Benar, ngirit, tapi kalau kebutuhan rumah tangga
terbengkalai, gara-gara kamu sibuk mengurusi organisasi di luar sana,
bagaimana?”
“Cuma sesekali saja kok Bapak bilang terbengkalai,
sih.”
“Aku itu kan sebenarnya memikirkan kamu sih Bu,
silakan saja kalau kamu mau aktif diluaran, kasihan juga kalau di rumah terus,
melayani aku, pasti membosankan, ya kan?”
“Eh, Bapak kok ada-ada saja, masa istri bosan sama
suami?”
“Maksudku, supaya kamu juga bisa bergaul dengan
teman-teman kamu di luar. Kamu kan ibu RT, sering diajak ke sana, kemari.”
“Lha terus maksud Bapak itu apa? Karena itu, lalu tugas
aku di rumah jadi terbengkalai, begitu?”
“Ibu itu kok terus seperti kesal begitu, aku itu hanya
memikirkan Ibu. Maksudku, supaya tidak kecapekan, dan rumah juga terurus, ada
baiknya Ibu meminta Aliyah untuk membantu, gitu lhoh.”
“O, itu. Memang sih, selama Aliyah belum mendapat
pekerjaan, biar saja, sewaktu-waktu ibu meminta tolong untuk membantu. Lalu
memberikan uang ala kadarnya, dan makan, pastinya.”
“Na, itu maksudku Bu, supaya Ibu tidak terlalu capek,
kecuali itu sekaligus bisa membantu orang yang membutuhkan. Ya kan?”
“Iya, aku mengerti Pak. Gampang, nanti kalau memang
dia belum mendapat pekerjaan, biar aku suruh bantu-bantu.”
“Besok ibu kasih tahu dia saja.”
“Bapak apa belum ketemu sama siapa itu, Rusdi atau
siapa, yang mau Bapak titipin Aliyah untuk ikut bekerja di restoran?”
“Belum ada keterangan, aku sudah bilang sama dia.”
“Semoga segera mendapat pekerjaan. Kalau bantu-bantu
di rumah kita, uangnya kan hanya ala kadarnya. Sementara ini dia masih punya
uang, tapi nanti kalau habis kan kasihan.”
“Nanti aku tanyakan lagi.”
***
Pagi hari itu, ketika bu RT menyajikan minuman hangat
untuk suaminya, dilihatnya sang suami sedang bertelpon, entah dengan siapa. Bu
RT hanya mendengar akhir dari percakapan itu.
“Iya, aku tahu, nanti aku sampaikan. Terima kasih
banyak ya.” Lalu pak RT menutup pembicaraan itu.
“Hm, Aliyah akan mendapat pekerjaan, baru saja aku mendapat
kabar kalau ada lowongan di rumah makan itu. Tapi kalau Aliyah bekerja, aku
jadi jarang bertemu dong. Memang aku ini gila. Sejak melihat Aliyah setelah
neneknya meninggal, aku merasa bahwa ternyata Aliyah itu sangat cantik. Hanya
saja terlihat kumuh, karena tidak terawat. Kalau saja dia berdandan dengan baju
ersih, pakai bedak, sedikit lipstik, istriku pasti kalah. Aduh, aku ini kenapa,
tiba-tiba punya pikiran yang begini terhadap Aliyah. Kemarin itu, waktu dia aku
suruh mengerik punggungku, sebenarnya aku ingin mengutarakan, bagaimana kalau
dia menjadi istri muda aku saja. Yah, pasti ibunya anak-anak akan marah, tapi
aku bisa melakukannya dengan diam-diam, siapa tahu, Aliyah yang masih lugu itu mau
menerima aku. Bukankah yang penting adalah bahwa dia bisa hidup cukup. Tak
apa-apa kalau aku menyisihkan sedikit uang untuk dia, supaya_”
“Pak, habis menerima telpon dari siapa? Kok terus
melamun begitu?” tanya bu RT sambil meletakkan gelas-gelas berisi kopi untuk
sang suami.
“Eh, apa?” pak RT tentu saja terkejut.”
“Bapak itu lho, habis menerima telpon dari siapa, kok
terus melamun begitu?”
“Eh, itu Bu, agak sedih aku.”
“Kenapa sedih?”
Pekerjaan untuk Aliyah ternyata belum ada.”
“Itu tadi mengabari tentang lowongan pekerjaan?”
“Iya, dia bilang belum ada lowongan untuk Aliyah.”
“Ya sudah, mengapa Bapak harus sedih? Memang belum ada
pekerjaan kan janjinya akan di suruh membantu-bantu di rumah kita, kalau
kebetulan aku sedang ada perlu, ya kan?”
“Ya sudah, itu lebih baik. Wah, ini kopinya kok kurang
manis Bu,” kata pak RT setelah menyeruput kopinya.
“Apa iya? Sebenarnya ukuran gulanya sudah sama tuh.
Mana, biar ibu tambah lagi.”
***
Aliyah sedang bersih-bersih rumah, hari-hari terakhir
ini ia selalu menghitung-hitung sisa uangnya. Uang duka saat neneknya meninggal
yang diberikan pak RT. Masih cukup sih, kalau hanya untuk hidup sendiri selama
sebulan lagi. Tapi bagaimana kalau uangnya habis dan dia belum mendapat pekerjaan?
Pagi hari itu Pinto mau mengunjungi Aliyah, karena
kebetulan dia dinas sore. Ia membawa bungkusan berisi nasi dan
lauknya barangkali Aliyah belum sarapan. Tapi sebelum ia masuk ke halaman rumah
Aliyah, seseorang mencegatnya.
“Mas, berhenti dulu Mas,” katanya.
Pinto berhenti, menatap laki-laki setengah tua yang
sepertinya pernah dilihatnya beberapa hari yang lalu.
“Mas mau ke mana?”
“Mau ketemu Aliyah Pak. Bapak kan pak RT ya?”
“Nah, bagus kalau Aliyah sudah memberi tahu. Tapi
sayangnya Aliyah sedang tidak ada di rumah.”
“Oh, kemana dia?”
“Saya tidak tahu, pokoknya rumahnya kosong. Mungkin
dia mencari pekerjaan, jadi sebaiknya Mas pulang saja.”
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah.......
ReplyDeleteWow kakek plg tarawih lgsg jaga gawang
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien🌷🌷🌷🌷🌷
Maturnuwun Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
🪷🌿🪷🌿🦋🌿🪷🌿🪷
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 03 telah
hadir.Matur nuwun Bu Tien.
Semoga sehat selalu &
tetap smangaats.
Salam Aduhai...
🪷🌿🪷🌿🦋🌿🪷🌿🪷
Matur nuwun bu Tien....
ReplyDeleteSalam SEROJA dan tetap ADUHAI.
Alhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun, salam sehat selalu...
Matur nuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 03 sdh tayang
ReplyDeleteTrimakasih bu Tien
Moga sehat sll
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteHoree...Aliyah tayang awal. Matur nuwun, ibu Tien. Salam sehat selalu. 🙏😘
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...🙏
ReplyDeleteDalam Sehat Selalu...
Alhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu bunda Tien . .
ReplyDeleteAlhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~03 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏
ReplyDeleteSugeng ambal dinten kelairan panjenengan. Mugi tansah sehat, tetep semangat, sukses dan bahagia selalu. Aamiin
ReplyDeleteAamiin, matur nuwun mas Djoko
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTrimakasih bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah plg tarawih makmal tyt CBE03 sdh tayang...trmksh mb Tien. Slm seroja sll utk mb Tien d para pctk dmnpun berada.🤗
ReplyDeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteAlhamdulillah tayang sugeng ndalu bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeletePulang taraweh Cintaku sdh ada
Matur nuwun buTien
alhamdulillah maturnuwun
ReplyDeleteWah seru nih,baru episode 3 pak RT yang sudah beristri jatuh hati sama Aliyah yg masih muda belia ,Salam Aduhai buat mbak Tien dari Neni Tegal
ReplyDeleteAlhamdulillah..sdh tayang.. mulai bkin gregetan... trma kasihMbu tien....
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun mbak Tien cerbung CBE Eps. 03 sudah tayang gasik.
ReplyDeleteSalam sehat dan salam hangat untuk keluarga.
Terimakasih Bunda
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku, CBE sudah tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteTerima kasih Bunda , salam sehat dan penuh semangat menjalankan Ibadah puasa
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE-03 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasihvBunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selslu.
Aamiin
Oalah pak RT...mbok ya nyebut, satu istri saja tidak habis mau nambah??
ReplyDelete... tiba-tiba Aliyah muncul dan menyapa Pinto yang sudah balik kanan...
... dan pak RT dipanggil istrinya...
begitulah harapanku.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Trm ksh bu Tien. Salam Seroja..
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien.... salam sehat selalu.....
ReplyDeleteBaru2 udah dibikin kesal sama pak RT, kasihan Pinto...
Alhamdulillah
ReplyDeleteCintaku sdh ada
Matur nuwun buTien
Hah,...pak RT Ndak ada akhlak .
ReplyDeleteJangan sampai Aliyah terjebak .
Makasih mba Tien.
Sebenarnya Pinto mau percaya apa yang dikatakan oleh oknum RT itu, tapi karena Iyah kemaren cerita yang terjadi sampai bau balsem menyeruak, disitulah ketidak percayaan Pinto pada oknum RT yang jelas tingkahnya nggak bener, mencari celah agar bisa sekedar merasakan halusnya tangan perawan kencur yang sudah sebatangkara, nah kan bener ini oknum RT yang harusnya melindungi warganya; malah ingin meraih sesuatu yang sangat tidak terpuji.
ReplyDeletePanggilan dari rumah itu yang membuat mentheleng mata Pinto dengan sedikit mencibir melangkah kerumah Iyah.
Kala itu Pinto mengingatkan agar hati hati, mengisyaratkan yang dinamakan setan sudah rajin mengawal dan pernah berhasil dapat merasakan sentuhan lembut tangan perawan kencur itu; dari situ, mulai mencari-cari celah; agar dapat ulangan, mau cari nilai kelulusan ngkali ya.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Cintaku bukan empedu yang ke tiga sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
b
Assalamualaikum wr wb..slnt pgii bundaqu..terima ksih CBE nya..slm seroja dan tetap Aduhaai driskbmi🙏😘🌹
ReplyDeleteMemanas
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDelete