CINTAKU BUKAN
EMPEDU 01
(Tien Kumalasari)
Disebuah area pemakaman, seorang gadis dengan pakaian
lusuh terisak menangis disamping gundukan tanah yang masih basah. Bunga
yang tertabur, memang tak seberapa banyak. Tapi aroma wanginya membuat si gadis masih terus
mengingat kepergian neneknya.
Aliyah, nama gadis itu, adalah gadis sebatang kara. Ia
tak lagi memiliki orang tua, sejak masih kanak-kanak, karena kedua orang tuanya
meninggal dalam sebuah bencana banjir yang terjadi di kampungnya. Ia hanya
dirawat sang nenek, yang menjadi pembantu di sebuah rumah tangga,
membesarkannya dan menyekolahkannya, hanya sampai lulus SMP. Tapi sang nenek
sudah tua, dan sakit-sakitan. Yang akhirnya meninggal saat Aliyah menginjak
dewasa.
Aliyah benar-benar tak memiliki siapa-siapa lagi.Hari sudah menjelang sore, tapi air matanya tak
henti mengalir. Aliyah tak hendak meninggalkan tempat dimana neneknya
dikuburkan.
“Nenek, aku hanya punya Nenek, tapi Nenek akhirnya
juga meninggalkan aku. Lalu aku harus hidup bersama siapa Nek? Bawalah aku
bersamamu, Nek. Bawalah aku,” isaknya terus menerus.
Beberapa pelayat telah meninggalkan tanah pemakaman
itu sejak sang nenek dikuburkan. Ia tak peduli panas menyengat tubuhnya, ia
terus saja menangis dan meremas-remas tanah gundukan itu. Tanpa terasa hari
mulai remang, seseorang menyentuh bahu Aliyah.
“Nak, hari mulai gelap. Pulanglah.”
Aliyah mengusap air matanya dengan lengan bajunya.
Ditatapnya laki-laki setengah tua yang berdiri di sampingnya. Ia adalah penjaga
makam.
“Pulanglah Nak, yang sudah pergi, akan tetap pergi,
karena Allah telah memanggilnya. Kamu harus ikhlas. Doakan dia agar mendapat
pengampunanNya, dan agar Allah menempatkannya di sorgaNya yang mulia.”
“Saya harus menemani nenek. Setiap hari saya menemani
nenek. Saat dia sehat, ketika dia sakit,” jawab Aliyah pilu.
“Benar. Tapi sekarang dia tidak butuh kamu temani. Dia
butuh keikhlasan dan doa. Sampai air matamu kering, nenek kamu tidak akan
kembali kan? Senangkan hati nenek, dengan doa dan selalu berdoa untuknya.”
Kata-kata penunggu makam itu sangat lembut dan
membuatnya teringat kembali pada sang nenek, membuatnya kembali menangis.
“Hentikan tangismu Nak. Tangis itu hanya akan membuat
langkah nenekmu tersendat. Kasihan dia.”
Aliyah kembali mengusap air matanya. Benarkah perjalanan
neneknya akan tersendat kalau dia menangisinya?
“Pulanglah, di mana rumahmu?”
“Tapi nenek sendirian di sini,” isaknya lagi.
“Nak, tidak ada gunanya kamu terus menemaninya di
sini. Berdoa, itu akan mengiringi kepergiannya. Ikhlaslah Nak.”
Hari semakin gelap. Aliyah menatap ke sekeliling,
semuanya tampak remang. Batu-batu nisan menghitam, pohon-pohon menghitam.
Daun-daunnya juga menghitam. Seperti hati Aliyan yang gelap hitam. Tapi
kemudian dia mencoba berdiri.
“Apa rumahmu jauh?”
Aliyah menggelengkan kepalanya. Ia kemudian melangkah
pergi, meninggalkan sang penunggu makam, yang menatapnya iba.
Laki-laki tua itu selalu melihat kesedihan di setiap
acara pemakaman. Selalu ada tangis. Selalu ada penyesalan. Tapi hal biasa itu
tidak pernah mengusik kehidupannya. Ia menjalaninya, seperti apa yang
dikatakannya pada Aliyah, ikhlas. Dan itu membuatnya tenang.
***
Aliyah memasuki rumah butut peninggalan neneknya.
Sunyi dan lengang mencekam jiwanya. Tak ada teriakan memanggil. Yah, ambilkan
aku minum, Yah, tidurlah, hari sudah malam. Yah, makanmu sudah nenek sediakan.
Yah, perut nenek sakit sekali, adakah minyak gosok?
Aliyah kembali mengucurkan air mata. Duka masih
menyelimutinya. Rasa kesendirian membuatnya terus meratapi nasibnya.
Ia melihat ke sekeliling ruangan. Kursi dan
gelas-gelas yang tadi disediakan oleh ketua RT dan para tetangga, sudah
dibersihkan.
Malam telah datang. Aliyah duduk di serambi sambil
menatap langit yang penuh bertabur bintang. Sepotong rembulan tampak
mengambang, lalu Aliyah melihat wajah neneknya di sana, sedang tersenyum ke
arahnya.
“Yah, hapus air matamu, nenek tidak suka melihat
kesedihanmu,” ada bisikan yang entah dari mana datangnya, menggelitik
telinganya. Suara nenek? Entahlah, yang jelas adalah suara hatinya yang paling
dalam, yang berusaha mengendapkan gejolak duka yang merayapinya.
“Nenek, alangkah indahnya langit bertabur bintang.
Apakah nenek juga merasakan keindahan itu?"
"Iyah tahu, Nenek sayang sama Iyah, tapi Allah telah
memanggil Nenek. Pasti Nenek sudah lelah menemani Iyah, merawat Iyah. Baiklah
Nek, istirahatlah dengan tenang. Iyah tak akan menangis lagi. Iyah akan
melanjutkan hidup Iyah, entah bagaimana caranya. Masihkah Nenek bisa berdoa
untuk Iyah? Kalau masih, doakan Iyah ya Nek. Tapi selalu seperti pesan Nenek
sebelum Iyah tidur, Iyah akan selalu mendekatkan diri pada Tuhan. Meminta
apapun pada Tuhan. Ya kan Nek? Iyah pasti melakukannya."
“Aliyah,” sebuah panggilan mengejutkan Aliyah.
“Pak RT sama ibu?” sapa Aliyah sambil mengusap air
matanya.
“Sudah Yah, nenek sudah tenang di sana, jangan
ditangisi terus. Kami juga ikut sedih kehilangan nenek kamu,” kata bu RT sambil
menepuk bahu Iyah.
Mereka duduk di serambi rumah, Aliyah menemui kedua
tamunya sambil menundukkan wajahnya.
“Iyah, aku ke sini untuk menyerahkan ini,” kata pak RT
sambil menyerahkan sejumlah uang.
“Ini … apa, pak RT?”
“Ini uang duka dari para pelayat, terimalah.
Barangkali kamu memerlukannya.”
Aliyah menerima uang dengan tangan gemetar.
“Yah, untuk sementara kamu bisa makan dan mencukupi
kebutuhanmu dengan uang yang tak seberapa ini. Pakailah, anggap saja ini
peninggalan nenek kamu,” sambung bu RT.
“Terima kasih …”
“Kalau kamu butuh sesuatu, datanglah pada kami,” kata
pak RT.
“Saya ingin bekerja, bisa kah?”
“Kamu lulusan apa?”
“Hanya SMP,” jawab Aliyah lirih.
“Kalau bekerja di rumah makan mau?”
“Apapun saya mau Pak, untuk melanjutkan hidup saya.”
“Tapi karena pendidikan kamu, mungkin kamu hanya bisa
bantu-bantu, atau jadi pelayan, begitu.”
“Iya Pak. Apapun.”
“Nanti aku akan bilang pada salah seorang kenalan yang
menjadi pegawai di sebuah restoran. Restorannya besar, tapi aku tidak tahu,
butuh pembantu atau tidak.”
“Saya akan menunggu.”
“Ya sudah Iyah, ini sudah malam, kamu istirahatlah ya,
kamu pasti juga sudah lelah,” sambung bu RT lagi.
“Iya, segera tidur, udara diluar saat malam, kurang
baik untuk kesehatan kamu,” kata pak RT sambil berdiri.
Aliyah hanya mengangguk, menatap pak RT dan istrinya
sampai menghilang dibalik pagar.
Aliyah masuk ke dalam rumah, mengunci pintunya dan
masuk ke dalam kamarnya yang sempit. Aroma kembang masih tercium, menyadarkan
Aliyah bahwa dia telah sendiri.
***
Aliyah bangun saat pagi merekah, karena ia nyaris tak
bisa memejamkan mata. Ia melangkah ke arah dapur, meraih cerek untuk diisinya
air, seperti biasa kalau dia akan membuat minuman hangat untuk sang nenek. Tapi
cerek itu diletakkannya kembali, saat tak ada lagi yang harus dibuatkan kopi
pahit seperti biasanya.
Aliyah menahan derai air matanya, lalu berwudhu dan
bersujud. Isaknya sangat menyayat. Bagaimana mungkin bisa menghilangkan duka kehilangan
orang yang dicintai dalam sehari saja?
Aliyah minum seteguk air putih. Ada sisa roti yang
ditinggalkan tetangga kampung, yang kemudian dilahapnya perlahan. Aliyah sangat
lapar, tapi selera makan hilang tersaput duka. Ia merasa, sepotong roti itu
cukup untuk mengisi perut. Kemudian Aliyah pergi mandi.
“Aku tak bisa menunggu pak RT mencarikan pekerjaan.
Aku juga harus berusaha. Tapi ke mana? Entahlah, daripada kalau di rumah aku
selalu sedih, aku akan keluar mencari pekerjaan."
Aliyah sudah mandi, lalu berganti pakaian dengan
pakaian terbaik yang dimilikinya, lalu berjalan keluar rumah, entah kemana,
Aliyah membiarkan semau kakinya melangkah.
***
Aliyah sudah berjalan cukup lama, tapi tak tahu harus
meminta pekerjaan pada siapa. Ia menyadari tak berpendidikan tinggi, dan
seperti kata pak RT, pantasnya hanya jadi pembantu. Baiklah, apapun itu, ia
akan menjalaninya. Tapi dia tak tahu, bagaimana harus memulai mengatakan kepada
salah seorang majikan, atau pemilik toko, atau pemilik rumah makan, bahwa dia
membutuhkan pekerjaan? Aliyah masih sangat belia, dan tidak tahu harus bicara
apa. Pasti sulit mengatakan sesuatu pada orang yang baru dikenalnya.
Hari sudah siang, Aliyah duduk di sebuah bangku di
pinggir taman. Kepalanya terasa pusing, tubuhnya lemas. Baru sepotong roti
memasuki perutnya, tadi pagi.
Aliyah berdiri, agak terhuyung, ia tak tahu harus
melakukan apa, lalu memutuskan untuk pulang.
Dia menyusuri trotoar yang tak begitu lebar, melangkah pelan karena
tubuhnya terasa berat. Di depan sebuah bank, ia menoleh ke dalam. Melihat
beberapa orang keluar masuk, lalu ada gadis berseragam rapi, melintas di depan
pintu yang terbuat dari kaca. Alangkah senangnya, bekerja dengan seragam apik,
sepatu berhak tinggi, kelihatan anggun dan berwibawa. Lalu apakah aku ini?
Pakaian lusuh, wajah kusut, pendidikan tak punya arti, tapi kalau boleh jadi
pelayan di situ, aku juga mau. Bolehkah?
Aliyah menggelengkan kepalanya, lalu kembali
melangkah. Ada sebuah restoran besar, mobil-mobil berderet di depannya. Ia
teringat janji pak RT, yang akan mencarikan pekerjaan sebagai pelayan di
restoran. Ia melihat orang-orang duduk sambil makan, dan pelayan melayani
dengan seragam rapi. Ah, aku pasti juga tak pantas bekerja di situ.
Aliyah terhuyung, perutnya terasa melilit. Barangkali
dia memang harus makan. Ia meraba sakunya, ada beberapa lembar uang yang dia
bawa. Ia harus makan.
“Itu, ada warung makan di depan,” bisiknya pelan,
sambil terus melangkah.
Tapi tiba-tiba semua terasa gelap, Hari sudah siang,
menjelang sore. Aliyah meraih sebatang pohon sebelum tubuhnya limbung, lalu dia
tak ingat apa-apa.
***
Pak RT heran, ketika tak melihat Aliyah di rumahnya.
Ia ingin mengatakan, bahwa ada yang mau menerimanya, tapi sebagai pembantu
rumah tangga. Lalu dia pulang dengan kecewa.
“Mana Aliyah Pak?” tanya istrinya.
“Nggak ada, rumahnya kosong, dikunci. Pastinya Aliyah
pergi.”
“Waduh, padahal bu Waskita ingin segera mendapat
jawaban,” sahut bu RT.
“Ya sudah, kita tunggu saja sebentar, barangkali dia
sedang pergi untuk beli sesuatu, atau makanan.”
“Dia kelihatan sedih.”
“Ya pastilah Bu, selama ini dia hanya hidup bersama
neneknya. Lalu neneknya meninggal. Kasihan sebenarnya.”
“Kalau saja aku punya uang cukup, mau juga
menjadikannya sebagai pembantu. Tapi sebenarnya nggak butuh juga sih, kita hidup
hanya berdua, anak-anak sudah tidak bersama kita. Cari pembantu untuk apa, coba.”
“Ya bukan untuk kita Bu, kan saat ini ada yang butuh.”
“Iya, semoga Aliyah mau. Dia itu sebenarnya cantik ya
Pak, kalau didandanin sedikit saja, pasti kelihatan cantiknya. Coba kalau dia
sekolah agak tinggi sedikit, misalnya SMA, gitu, pasti pelayan toko juga mau
menerima dia. Kalau sekolahnya hanya SMP, pelayan pun juga hanya yang bagian
bersih-bersih, cuci piring, ngepel lantai.”
“Neneknya juga hanya pembantu rumah tangga, mana mampu
menyekolahkan cucunya. Sampai SMP saja sudah lumayan.”
“Itu pun sudah lama lulusnya. Aliyah itu umurnya kan
sudah sekitar delapan belas-an tahun, sama anak bungsu kita jauh di bawahnya.”
“Aku mau istirahat dulu Bu, coba sebentar lagi, ibu
saja yang nyamperin ke rumahnya.”
***
Hari sudah sore, Aliyah membuka matanya, dan merasa
heran karena dia berada di sebuah kamar yang asing. Ia mengingat-ingat, apa
yang tadi dilakukannya. Jalan-jalan, istirahat di taman, lalu jalan lagi,
melihat-lihat perkantoran dan rumah makan, lalu dia merasa pusing, lemas, lalu limbung, lalu tak ingat
apa-apa lagi.
“Di mana aku ini? Ini jelas bukan rumahku. Ini kamar yang
walaupun kecil, tapi bersih. Kamar siapa? Dan siapa yang membawaku kemari?”
gumamnya lirih.
Aliyah mencoba bangun, kepalanya terasa berdenyut. Ia
melihat segelas air di nakas, sebelah dia tidur.
“Itu minuman siapa? Bolehkah aku meminumnya?”
Tak tahan kerongkongannya kering, Aliyah meraih gelas
berisi air putih itu, dan meneguk hampir setengahnya.
“Ya ampun, entah milik siapa minuman itu. Aku merasa
lebih segar,” gumamnya lagi.
Aliyah bangkit, melihat ke sekeliling kamar. Ada kaca
kecil di meja, ada sisir. Jelas meja itu untuk bersisir. Tak ada bedak, atau
peralatan lainnya yang biasanya dipakai wanita.
“Ya Tuhan, ini kamar laki-laki,” Aliyah memekik.
Lalu tiba-tiba pintu kamar itu terbuka. Seorang
laki-laki tegap muncul di depan pintu. Aliyah mundur sampai menyentuh tempat
tidur, dimana tadi dia terbaring.
Laki-laki itu tersenyum, tapi Aliyah terkejut, ketika
dia mendekatinya.
“Jangan,” pekik Aliyah yang tanpa sadar justru
melompat ke atas tempat tidur.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah tayang perdana... Marhaban Yaa Ramadhan bunda Tien, mhn maaf lahir n batin
ReplyDeleteSami2, ibu Wiwik
DeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien
Yang ku nanti akhirnya hadir
Sugeng dalu, mugiya ibu tansah pinaringan kasarasan...
Aamiin Yaa Mujibassailiin
Aamiin Allahumma Aamiin.
DeleteMatur nuwun , pak Suprawoto
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku, Cintaku Bukan Empedu tayang perdana.
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteAamiin..
ReplyDeleteMatur nuwun pak Arif
Aamiin..
ReplyDeleteMatur nuwun pak Arif
Mtrnwn mbak cerbung barunya
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteCintaku Bukan Empedu menyambut Ramadhan.
Alhamdulillah, CBE tayang perdana, matur nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteSemoga bunda selalu sehat dan bahagia bersama keluarga.
Marhaban Yaa Ramadhan bunda Tien, mhn maaf lahir n batin.
Alhamdulilah..
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien cerbung baru sdh tayang..
Marhaban yaa Ramadhan..
Mohon maaf lahir bathin.. 🙏🙏
Alhamdulillah seri baru
ReplyDeleteAlhamdulillah, sudah tayang CERBUNG baru. Terimakasih bu Tien.
ReplyDeleteSalam seroja.
Barokallahu fii umrik barokallahu fii rizqi barokallahu fii afiat barokallahu fii dunyaa wal akhiroh yaumil milad bu Tien Kumalasari tetap sehat tambah sukses dimudahkan segala urusan bahagia bersama keluarga aamiin³ ya rabbal allamiin
ReplyDeleteHoree...cerbung baru sudah tayang, istimewa sekali...bertepatan dengan hari raya Nyepi, persiapan puasa Ramadhan, dan syukuran ultah ibu Tien. Terima kasih, bu...semoga sehat selalu ya...tetap berkarya dan jadi berkat bagi banyak orang, semoga dikaruniai umur panjang yang berkah. Aamiin...🙏🙏🙏😘😘🌹🎉🎉🎉
ReplyDeleteAlhamdulillah cerbung baru dah tayang, makadih bunda Tien,.
ReplyDeleteSugeng ambal warso bunda ,mugi dipun paringi sisa yuswo ingkang barokhah.
Alhamdulillah cerbung Cintaku Bukan Empedu Episode 01 sudah tayang..
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien Kumalasari.
Mohon maaf lahir batin atas semua khilaf dan kesalahan, serta selamat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan 1444 H, semoga lancar sampai Idul Fitri 1444 H.
Semoga mbak Tien sekeluarga tetap sehat dan selalu dlm lindungan Allah SWT. Aamiin YRA.
Yesss, cerita baruuu. 👍
ReplyDeleteAliyah... kasihan dia, maukah kamu bekerja di rumahku?
ReplyDeleteMudah mudahan pria baik yang akan menolongmu .
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Waduh... Udah bikin kaget belum belum..
ReplyDeleteAlhamdulilah terima kasih bu Tien... selamat datang Aliyah semoga kamu kuat ...salam sehat bu tien
ReplyDeleteSelamat menunaikan ibadah puasa bu tien mohon maaf lahir batin
DeleteAlhamdulillah CINTAKU BUKAN EMPEDU~1 sudah hadir, terimakasih semoga tetap sehat bu Tien..🙏
ReplyDeleteAkhirnya yg ditunggu datang juga, terima kasih Bunda Tien Kumalasari
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...CINTAKU BUKAN EMPEDU telah tayang perdana...🙏
ReplyDeleteSelamat menjalankan ibadah puasa Ramadhan 1444H ..
Marhaban Ya Ramadhan bunda Tien..mohon maaf lahir batin.
Sugeng ambal warsa ugi, sehat2 selalu kagem bunda...
Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien.
ReplyDeleteTerima kasih mbak Titin cerbung baru sdh nongol lagi Selamat Ulang Tahun mbak Tien semoga sehat2 dan bahagia selalu juga selamat menunaikan ibadah puasa.Dari Neni Tegal.
ReplyDeleteTerima kasih ibu Neni.
DeleteSalam hangat dari Solo
Alhamdulillah . Selamat datang Ramadhan & Selamat CBE sudah tayang .Maturnuwun Bunda salam SEROJA
ReplyDeleteAlhamdulillah Cerbung baru tayang menjelang Ramadhan.... Matur Nuwun mbak Tien
ReplyDeleteSelamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan.... Semoga amal ibadah kita diterima Allah SWT 🙏😘😍❤️👍
Alhamdulillah...
ReplyDeleteCerBung baru bersamaan dg 1 Romadhon ... Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Alhamdulillah CBE - 01 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien
Barakallahu fii umrik Bunda, semoga diberi usia yg barokah, sehat wal'afiat dan bahagia bersama keluarga tercinta.
Aamiin Yaa Allah
Selamat menunaikan ibadah puasa ramadhan 1444 H
Marhaban Yaa Ramadhan
Mohon maaf lahir dan batin🙏
Trimakasih bu Tien cerbung baru sdh tayang.
ReplyDeleteSaya kira baru tayang bsk bu Tien sibuk pastinya krn bertepatan ultah.
Ternyata perkiraan saya kliru...
Karena kenyataannya sesibuk apapun bu Tien sll ingin menyenangkan hati penggemarnya.
Trimakasih bu Tien smg sll bahagia bersama keluarga tercinta
🌻🍃🌻🍃🦋🍃🌻🍃🌻
ReplyDeleteAlhamdulillah CBE 01 telah
hadir.Matur nuwun Bu Tien.
Slamat menjalankan ibadah
puasa Ramadhan 1444 H.
Semoga sehat selalu &
mendpt ridho Allah SWT.
Aamiin Allahumma Aamiin.
🌻🍃🌻🍃🦋🍃🌻🍃🌻
Alhamdulillah bund, sehat selalu, Marhaban yaa Ramadhan, sugeng siam, sedaya kalepatan nyuwun pangapunten 🙏🙏🙏
ReplyDelete(Barokallah fii umrik?) 👍🙏
Nyatanya kalau dirumah jadi ingat neneknya.
ReplyDeleteHiling saja cari suasana yang beda berusaha cari sesuatu yang dapat untuk menyambung hidupnya.
Awal perjalanan hidup sendiri tanpa sanak saudara, yå ora sråntå selak kepingin kêrja nggo nyambung urip, saking asyik jalan jalan lali mangan, ora gêlêm sråntå malah ketemu dèn bagusé ngarså, susah payah manggul di gletak ké nang ambèn kos kosané.
Siuman malah ketakutan dikamar cowok.
Lho itu orang baek baek, sudah nolongin biar bisa istirahat, ditaruh ambèn, dari pada tidur di trotoar, ditungguin sampai siuman, walau nggak demo dibawakan nasi bungkus lagi. Jangan takut nggak ngigit. Mau nanya kelihatan berat banget beban yang dipikul sampai pingsan gitu, ada apa, itupun kalau boleh tahu, kalau enggak mau cerita juga nggak apa-apa.
Kalau perlu pulang dianter biar tahu rumah mu. Lho baek ta.
Waduh tiwas ditunggu jawabannya sama Bu Waskita malah ngilang, terpaksa besok lagi mendatangi rumah Iyah.
Mudah mudahan sudah dirumah.
Kemana perginya ya.
Wau indekos, biar memang begitu; indekos, nanti kan kalau sudah dapat yang cocok kan indekis biasanya.
Terimakasih Bu Tien
Perdana cerita baru cintaku bukan empedu sudah tayang,
Selamat ulang tahun, selamat menjalankan ibadah puasa, Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Semoga Bu Tien sehat selalu
Alhamdulillah .. terimakasih Bu Tien ... Selamat menjalankan puasa Ramadhan dan Sugeng ambal warsa Mugi sehat selalu
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien. Selamat menjalankan ibadah puasa Ramadhan, semoga Allah senantiasa memberi kesehatan, kekuatan, dan barakah, aamiin.
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeletePerdana CBE di malam bulan Ramadhan
Baarakallaahu fiik 🤗🥰
Terima kasih pada para saudaraku, atas perhatian dan doa, atas cinta yang tak ada putusnya. Semoga cinta dan persahabatan akan terjalin selamanya. Guyup rukun sak lawase. Moto indah PCTK.
ReplyDeleteSemoga ibadah kita di bulan suci Ramadhan lancar, penuh berkah dan barokah.
Salam sehat hangat jabat erat buat semuanya.
Mohon maaf lahir batin dari saya dan keluarga.
Alhamdulillah cerbung baru sudah tayang. Selamat menjalankan ibadah puasa bu Tien dan keluarga. Juga utk kelg lain yg menjalankan. Smg kita srmua selalu diberikan kesehatan. Aamiin..
ReplyDeleteAlhamdullilah cerbung baru CBE perdana sdh hadir..trima ksih bunda..mohon maaf lahir batin..Marhaban y Ramadhan🙏Selamat ulang tahun jg bunda..smg panjg umur diberi keshtan yg prima dan lancar rezekinya..bahagia dunia akherat..Aamiin yra🤲🤝😘😘🌹🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah.. jumpa lagi dengan cerbung baru karya bunda Tien , terimakasih bunda, selamat menjalankan ibadah puasa, semoga lancar dan sehat sekalu dalam beribadah di bukan Ramadhan sampai Hari Raya Idul Fitri...Aamiin Yaa Rabbal Alaamiin 🤲🤗😍
ReplyDeleteAlhamdulillah, akhirnya yg ditunggu sudah muncul, terimakasih bu Tien, salam sehat
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDelete