Thursday, February 2, 2023

SETANGKAI BUNGAKU 09

 

SETANGKAI BUNGAKU  09

(Tien Kumalasari)

 

“Pak, apa maksud Bapak? Saya buk … kan tukang pijat.”

“Bagaiman ini, saya yang akan memijat. Jangan mengganggu anak saya," kata yu Kasnah.

“Mana mungkin bu Minar memberikan seorang tukang pijat tua, buta pula? Ayo ikut aku dulu, ayo. Jangan membuat majikan aku  marah.”

“Tidak. Kalau begitu kami pulang saja. Tolong lepaskan tangan saya,” kata Pratiwi dengan nada tinggi, sambil menepis tangan laki-laki itu.

“Hei, kami sudah membayar bu Minar atas jasanya, mana mungkin kalian mau pergi begitu saja? Tidak, majikanku butuh tukang pijat, kamu harus melakukannya.”

“Tapi aku yang akan memijit majikan kamu, bukan dia. Jadi biarkan dia pulang, biarkan aku yang melakukannya,” kata yu Kasnah marah.

“Jangan Bu, lebih baik kita pulang saja. Tidak usah memijit siapapun. Ayo Bu,” kata Pratiwi sambil berdiri.

“Eiit! Enak saja. Mana mungkin begitu? Majikanku bisa marah. Dia butuh tukang pijit, tapi mana mungkin dia dipijit oleh wanita buta seperti ibu kamu ini.”

“Kalau tidak mau ya sudah, biarkan kami pergi,” kata Pratiwi, tandas.

“Eh, perempuan galak. Kamu tidak bisa sembarangan terhadap majikan aku. Dia orang berpengaruh dan bisa berbuat apa saja.”

“Terserah majikan kamu itu dewa dari langit sekalipun, aku tidak takut.”

“Apa katamu?”

“Aku tidak merasa mengingkari perjanjian apapun. Bu Minar minta agar ibu saya memijit, saya hanya mengantar. Tapi melihat sikap Anda, tampaknya lebih baik kami pulang saja,” kali ini Pratiwi sudah berdiri dan menarik tangan ibunya.

“Tidak bisa begitu,  kalau kamu nekad pergi, kamu harus mengganti uang yang sudah aku berikan pada bu Minar. Lima juta.”

“Apa?”

Pratiwi terbelalak. Yu Kasnah juga terkejut. Kalau bayaran untuk bu Minar saja lima juta, berapa bayaran untuk tukang pijitnya? Pratiwi bertambah curiga. Ini bukan pekerjaan memijit yang biasa. Lebih baik ia membawa ibunya kabur. Lalu dia menarik tangan ibunya, dan diajaknya melangkah keluar. Tapi laki-laki yang tampak garang itu sudah menghadang di depannya.

“Kalian tidak boleh pergi,” hardiknya.

“Mengapa Anda memaksa kami? Kami tidak mau, jadi biarkan kami pergi,” kali ini suara bu Kasnah bergetar karena takut.

“Kalau aku tidak membawa perempuan muda ini ke dalam kamar majikan, aku akan mendapat hukuman.”

“Itu bukan urusan saya.” Pratiwi melangkah sambil menghindari laki-laki yang menghadang di depannya. Tapi laki-laki itu melompaat kesamping dan tiba-tiba saja sudah berada di depan Pratiwi lagi.

“Kalau saya berteriak, Anda akan dikeroyok orang beramai-ramai,” ancam Pratiwi. Tapi laki-laki itu tertawa mengejek, keras sekali.

“Kamu kira aku ini anak kecil yang bisa kamu takut-takuti? Tak akan ada yang berani menghalangi aku. Kamu lihat di sekeliling kamu, apakah ada orang?” kata si garang sambil masih tersenyum mengejek. Dan Pratiwi heran, karena tiba-tiba saja tak ada orang disekeliling tempat itu. Bahkan di loket resepsionis juga tak ada siapa-siapa.

“Tolooong,” Pratiwi nekat berteriak.

Tapi tiba-tiba seseorang muncul dari dalam. Laki-laki muda yang gagah dan tampan. Wajahnya bersih, matanya bersinar tajam.

“Apa yang kamu lakukan Sam?” tegur laki-laki tampan itu.

“Mereka mau pergi, Tuan, saya menghalanginya.”

“Mengapa pergi? Bukankah ini tukang pijit yang aku dapat dari bu Minar?”

“Benar Tuan, tapi yang memijit bukan gadis itu.”

“Mana tukang pijitnya?” tanya laki-laki itu sambil menatap Pratiwi dan ibunya, bergantian.

“Tukang pijitnya saya, tuan. Tapi pembantu tuan memaksa anak saya. Dia hanya mengantarkan saya saja.”

Tanpa dinyana, laki-laki muda itu tersenyum ramah.

“Dasar pembantu bodoh. Aku hanya ingin dipijit karena lelah. Mengapa kamu berpikir yang bukan-bukan?”

“Tapi tuan_”

“Mari Bu, ke kamar saya. Dan kamu boleh menunggui saja. Aku sangat lelah,” kata laki-laki itu dengan ramah.

Yu Kasnah menggenggam lengan Pratiwi dan mengangguk. Dengan perasaan masih terasa tidak enak, Pratiwi menuntun ibunya mengikuti langkah laki-laki muda itu, masuk ke dalam lift yang membawanya ke atas, entah lantai berapa, tapi kemudian Pratiwi tahu, yang dituju adalah lantai dua puluh.

Mereka keluar setelah pintu lift terbuka, lalu mereka memasuki sebuah kamar besar yang sangat mewah dan berbau harum.

Pratiwi mengamati kamar besar itu, pertama-tama yang dilihatnya adalah sebuah ruang dengan sofa besar, ditata seperti kamar tamu. Hiasan-hiasan apik memenuhi ruangan itu, sehingga terkesan mewah. Agak ke dalam, barulah sebuah kamar tidur yang besar dengan tempat tidur yang mewah pula.

Laki-laki itu kemudian mendekati tempat tidurnya, dan meminta agar ibunya duduk di sana.

“Bu, namamu siapa?”

“Saya Kasnah, Pak.”

‘Oh, bu Kasnah. Sudah biasa memijit ya?”

“Itu pekerjaan saya Pak.”

“Bagus. Oh ya, nama saya Sony. Saya berada di sini karena sebuah tugas bisnis, mewakili ayah saya yang tinggal di luar negri.”

Pratiwi masih berdiri mematung di dekat ibunya.

“Eh, siapa nama anak ibu itu? Dia anak bu Kasnah bukan?”

“Pratiwi, Pak.”

“Nama yang bagus.”

“Kapan saya mulai memijit?” tanya bu Kasnah karena merasa bahwa laki-laki bernama Sony ini terlalu banyak bicara.

“Oh, baiklah. Tentu saja sekarang. Apa yang ibu butuhkan? Minyak gosok, atau apa? Mengapa ya tadi aku tidak memesan si Marsam?”

“Saya sudah membawanya, Pak.”

“Oh, ya sudah, ayo kita mulai. Saya harus membuka baju bukan?” tanya Sony sambil memegangi kancing bajunya. Pratiwi membuang muka, membuat Sony tersenyum.

“Pratiwi, kamu boleh menunggu di sofa, melihat acara di televisi, atau membaca banyak bacaan di meja.”

Pratiwi mengangguk, lalu meninggalkan ruangan itu, lalu duduk di sofa empuk, yang ketika dia duduk, ia merasa seakan sofa itu akan melemparkannya ke atas.

Pratiwi menenangkan batinnya. Dalam hati dia menjerit. Ia merasa bahwa ibunya tak pantas melakukan pekerjaan itu. Meskipun sudah tua dan tidak bisa melihat, sebenarnya tidak pantas dia menyentuh tubuh laki-laki asing yang bukan siapa-siapanya.

“Lalu apa yang harus aku lakukan? Setelah ini aku akan melarang ibu melakukan pekerjaan ini. Aku harus bisa mendapatkan uang lebih untuk menambah penghasilan, bukan dengan bergantung pada ibu yang pasti juga sangat berat melakukannya.

Tak terasa, air mata Pratiwi menitik. Sesungguhnya dia sudah melarang ibunya memenuhi ajakan bu Minar untuk memijit, tapi kedatangan bu Margono membuatnya berubah pikiran. Lalu Pratiwi menyesali keputusan ibunya. Pekerjaan ini terkadang menakutkan. Seperti tadi ketika laki-laki bernama Marsam yang mengira dia tukang pijitnya, dan memaksanya melakukan pekerjaan memijit itu, karena mengira dialah tukang pijitnya.

“Aku berjanji, ini yang terakhir. Entah bagaimana caranya, ini yang terakhir,” janji Pratiwi dalam hati, sambil mengusap lagi air matanya.

Sementara itu yu Kasnah mulai merasa nyaman, karena Sony mengajaknya bicara dengan santai. Bercerita tentang banyak hal, dan juga bertanya pada dirinya tentang banyak hal pula.

“Ayah saya seorang kaya, yang memiliki banyak perusahaan besar. Dan saya anak tunggal. Saya sering berkeliling dari kota ke kota untuk mengembangkan bisnis ayah saya. Kali ini saya akan berada di sini selama beberapa hari,” antara lain cerita Sony yang sebenarnya tidak begitu dimengerti oleh yu Kasnah.

“Berapa anak bu Kasnah?”

“Dua,” jawab bu Kasnah singkat.

“Oh, Pratiwi yang tua, apa yang muda?”

“Yang tua, adiknya laki-laki, masih sekolah SD.”

“Pratiwi sudah tidak sekolah?”

“Tidak. Mana saya mampu menyekolahkannya.”

“Sayang sekali. Dia sekolah sampai SMA?”

“Ya.”

“Kalau bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, pasti bisa mendapat pekerjaan yang lebih bagus.”

Bu Kasnah diam. Ia merasa tidak perlu menjawabnya, karena apa yang dikatakan Sony sudah sangat dimengertinya.

“Masih ada teman saya yang ingin dipijit,” tiba-tiba kata Sony.

“Tidak Pak, cukup untuk kali ini.”

“Kenapa? Bayarannya tinggi lhoh.”

“Saya sudah tua, tidak kuat lagi,” kata yu Kasnah yang ingin segera menyudahi pekerjaannya.

“Baiklah, kalau begitu besok lagi ya.”

“Entahlah, tenaga seorang tua kan terbatas. Sekarang cukup ya Pak, saya hanya bisa dua jam saja.”

“Baiklah, badan saya sudah terasa lebih enak,” kata Sony yang kemudian bangkit, dan mengenakan lagi bajunya.

Bu Kasnah turun, Sony menggenggamkan uang ke telapak tangan yu Kasnah.

“Ini berapa, kok banyak sekali.”

“Saya selalu membayar mahal kepada setiap pemijit yang memuaskan saya. Saya masih muda, tapi sangat suka pijit. Ini menurun dari ibu saya,” kata Sony sambil menuntun yu Kasnah keluar dari kamarnya. Bu Kasnah memasukkan uang yang entah berapa banyaknya itu, ke dalam saku bajunya.

Melihat ibunya keluar, Pratiwi berdiri.

“Sudah selesai, biar Marsam mengantarkan kalian,” kata Sony.

“Tidak Pak, biar saya naik taksi saja,” kata Pratiwi, tegas.

Sony mengangguk.

“Baiklah, aku tidak akan memaksa kamu. Sekarang kalian boleh pulang. Aku antarkan sampai lift, setelah sampai di bawah, carilah taksi sendiri.”

Pratiwi mengangguk. Ia merasa nyaman karena sikap Sony memang tidak menakutkan. Ia begitu santun dan menghormati ibunya.

Ketika melewati lobi, ia melihat Marsam sedang tidur mengorok di sofa.

***

Pratiwi bersyukur akhirnya sampai di rumah. Ia mengantarkan ibunya langsung ke kamar mandi dan berganti pakaian, kemudian mengajaknya beristirahat. Ketika itulah yu Kasnah baru memberikan uang yang sedari tadi berada di dalam saku bajunya.

“Ini uangnya tadi, sepertinya kok banyak sekali ya Wi.”

“Ini ? Memang banyak sih Bu. Satu … dua … tiga … empat … “

Pratiwi menghitung dan terkejut ketika menghitung uangnya.

“Tiga juta? Ini uang beneran atau bukan?” kata Pratiwi yang kembali menghitung.

“Tiga juta? Tadi pak Sony bilang selalu membayar mahal kepada tukang pijit yang membuatnya puas. Tapi aku tak mengira sebanyak itu.”

“Ini banyak sekali, tapi apakah harus dikembalikan?”

“Tidak usah. Dia sudah mengatakannya kalau memang memberikan bayarannya sebanyak dia suka.”

“Apakah Ibu janji akan kembali?”

“Dia minta, tapi ibu tidak berjanji. Ternyata memang melelahkan, dan pengalaman sebelumnya tadi, membuat ibu takut.”

“Ibu, mulai sekarang Ibu tidak usah memijit. Benar, apa yang tadi terjadi, membuat Tiwi juga takut, Sudahlah, sedikit penghasilan dari berjualan sayur, harus kita terima dengan penuh rasa syukur.”

“Tapi kita butuh untuk Nano juga kan?”

“Kita akan berusaha, tanpa harus mengorbankan Ibu yang sudah cukup tua. Kalau ibu memijit bu Ratna atau bu Sasmi, tidak apa-apa. Kan tidak terlalu lama.”

“Iya, bu Sasmi juga kalau dipijit tidak mau terlalu kenceng, tidak memerlukan banyak tenaga.”

“Besok Pratiwi akan membayar sewa rumah untuk satu setengah tahun, dengan uang ini masih cukup.”

“Syukurlah.”

Tapi diam-diam yu Kasnah merasa kasihan pada anaknya, yang masih sangat muda tapi harus menanggung beban hidup yang pastinya terasa sangat berat. Tak terasa air matanya menitik, yang kemudian diusapnya. Untunglah saat itu Pratiwi sedang pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, sebelum beristirahat malam itu.

***

Siang hari itu setelah pulang sekolah, Nano mendekati kakaknya.

“Mbak, apa Mbak masih punya uang?”

“Uang? Uang untuk apa? Kalau uang untuk bayar sekolah kamu, dan untuk daftar ulang minggu depan, sudah mbak siapkan.”

“Ada buku yang harus dibeli. Ini bukunya, Nano pinjam dari teman.”

“Oh, ini? Bagaimana kalau difoto copy saja? Jadi tidak begitu mahal.

“Ya nggak apa-apa Mbak, yang penting isinya sama.”

“Ya sama dong No, kan difoto copy.”

“Baiklah, tidak apa-apa Mbak.”

“Mana bukunya, nanti mbak foto copy kan didekat pasar, sekalian mbak mau nyicil belanja, kalau begitu.”

“Nano boleh ikut ?”

“Boleh dong, nanti mbak boncengin. Ganti bajumu sana, mbak tunggu di depan.”

***

Nano senang, walaupun hanya difoto copy, tapi dia mendapatkan bukunya. Dia membawa buku hasil foto copy itu, dan menunggu didekat sepedanya, ketika Pratiwi sedang belanja.

Tiba-tiba sebuah mobil berhenti, dan seorang gadis turun.

“Itu kan mbak Ratih?” seru Nano.

Pada saat itu Pratiwi sudah keluar dari toko sambil membawa belanjaannya. Ia terkejut mendengar Nano berteriak. Ia memandang ke arah Nano menudingkan tangannya.

“Itu kan mbak Ratih?” seru Nano lagi.

Pratiwi hampir berteriak memanggilnya, tapi diurungkannya, ketika melihat seseorang turun dari mobil, mengikuti langkah Ratih yang sedang menuju ke arah toko.

Laki-laki itu Sony.

***

Besok lagi ya.

38 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku sb9 tayang

    ReplyDelete
  2. Matur nuwun bu, sg ndalu, jaga kesehatan ya bu Tien, salam kejora dan seroja selalu.

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah, maturnuwun, sehat dan bahagia selalu Bunda Tien..

    ReplyDelete

  4. Alhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~09 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah...
    SBk 09 udah tayang...
    Terimakasih bu Tien...
    Sugeng nDalu, salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien 🌷🌷🌷🌷🌷

    ReplyDelete
  7. Ternyata si Bos orang baik hati. Tapi kenapa Minar mendapat uang yang sangat banyak ya...
    Apa Sony pacar Ratih, apa saudara, jawabnya besok lagi ya..
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah sudah tayang
    Terima kasih Bu Tien

    ReplyDelete
  9. Alhamsulilah sb sdh tayang, terima kasih bu tien....wah untunglsh pratiwi selamat... makin seru aja .. salam sehat bu tien

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah
    Sdh datang
    Matur nuwun bu

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah, nuwun bunda Tien, Salam sehat

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah cerbung Setangkai Bungalu Episode 09 sudah tayang. Matur nuwun mbak Tien.
    Salam sehat dan salam hangat selalu.

    ReplyDelete
  13. Seruuu ..
    Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillsah dah tayang makasih bunda

    ReplyDelete
  15. Biasalah mau cari muka didepan juragan, nggak aneh lah, biar kelihatan sangar gitu, carané waung njegog yå bèn kétok galak.
    Rupanya pacarnya Ratih tå, åpå nak ndulur, biasané di gathuk gathuké sama-sama anak juragan kira kira gitulah.
    Asyik nggak susah susah sudah jalan usahanya, nggak pake ngerintis lagi tinggal ikuti sistem yang ada, syukur ada sedikit strategis biar naik omset, sudah gitu aja udah siip.
    Ratih lagi pedekaté sama saudaré Sony.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Setangkai bungaku yang ke sembilan sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta🙏

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah... mksh bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhai

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 09 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah SB 09 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  19. Trims Bu Tien semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  20. Si bpk ini ngacok Tiwi gak mijat yg mijat bu kasnah ...yg ada salah faham nih ...Pria hidung belang nih

    ReplyDelete
  21. Trimakasih Bu Tien ... Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah
    Matur nuwun bu Tien
    Sehat wal'afiat selalu bu Tien

    Ternyata Sony pacar nya Ratih ya ,,,Aduhaaaii 🤣🤭 kira2

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien SETANGKAI BUNGANYA
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 25

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  25 (Tien Kumalasari)   Saraswati menatap abdi setianya dengan pandangan aneh. Tangannya yang masih memegan...