Thursday, January 26, 2023

SETANGKAI BUNGAKU 03

 

SETANGKAI BUNGAKU  03

(Tien Kumalasari)

 

Roy mengeluh, ia mengulurkan ponselnya ke arah Ardian, yang diterima Ardian dengan bingung.

“Apa nih?”

“Dari Aira, tolong diterima dong.”

“Kenapa kamu ini? Terima saja, kan kamu yang ditelpon,” sergah Ardian sambil mengembalikan ponsel ke tangan Roy.

“Ya ampun Mas, tolong dong.”

“Yah, kalau ada maunya saja baru panggil ‘mas’.

“Bener nih, aku lagi segan bicara dengan gadis kolokan seperti Aira. Aku turuti sekali, lama-lama nglunjak dia.”

“Hallo,” sapa Ardian pada akhirnya.

“Ini Roy?” suara dari seberang, agak cedal. Ardian mengira, Aira pasti sedang mabuk.

“Bukan, aku Ardian. Kenapa?”

“Mana Roy? Aku mau Roy.”

Ardian menatap Roy, tapi Roy menggoyang-goyangkan tangannya.

Ardian melotot kesal.

“Aira, Roy sudah tidur.”

“Mengapa tidur, masih sore, aku tungguin tadi.”

“Dia … agak nggak enak badan.”

“Aku ke rumah ya?”

“Apa?” jawab Ardian terkejut. Kalau benar Aira datang, apalagi dalam keadaan mabuk, maka ayah mereka akan murka.

“Aku mau Roy …” rengek Aira.

“Maaf Aira, keluarga kami sudah pada tidur. Kami tidak bisa keluar.”

“Aku mau datang.”

“Tidak bisa, maaf. Ayahku melarang seorang gadis mendatangi laki-laki. Jadi tolong besok saja biar Roy menemui kamu, ya.”

“Aku mau Roy,” Aira merintih. Merinding bulu kuduk Ardian. Aira benar-benar mabuk, dan itu mengerikan baginya.

“Jangaaan.” Jawab Ardian langsung menutup ponselnya.

“Kenapa dia?”

“Mau nekat datang kemari.”

“Gadis gila.  Apa gerbang sudah ditutup?”

“Aku nggak tahu,” kata Ardian sambil mengangkat bahu.

Roy segera keluar dari kamar, memeriksa gerbang rumah mereka, dan merasa lega karena rupanya gerbang itu sudah terkunci.

Roy kembali ke kamarnya, membersihkan diri, lalu berusaha tidur. Tiba-tiba dia muak dengan pergaulan bersama teman-temannya. Tadinya hanya ingin bersenang-senang bersama mereka, tapi ternyata semakin tenggelam ke dalamnya, bentuk pergaulan itu semakin tampak membosankan. Roy dan Ardian tidak muda lagi. Benar kata ayahnya, mereka sudah pantas memilih seorang gadis untuk dijadikan istri. Lalu tiba-tiba wajah Pratiwi yang sederhana melintas.

“Apa aku sudah gila? Mengapa membayangkan Pratiwi? Mengapa tiba-tiba dia muncul saat aku sedang kesal terhadap Aira yang kolokan dan menyebalkan?” gumamnya.

Ia menutupi wajahnya dengan bantal, berusaha menghilangkan bayangan gadis sederhana tapi cantik, dan memiliki mata seindah bintang.

Tapi Pratiwi hanyalah anak yu Kasnah, wanita buta yang bekerja sebagai tukang pijit. Pantaskan dia memujanya? Ah, tidak. Itu hanya rasa penasaran karena gadis itu begitu ketus dan tak mau sedikitpun berpaling ke arahnya.

Roy terus bertanya-tanya sampai kantuk menerbangkannya ke alam mimpi.

***

Keluarga Luminto makan pagi sebelum berangkat ke kantor. Pak Luminto memuji-muji kedua anaknya yang semalam tidak begadang sampai larut.

“Itu bagus. Kalian bukan anak-anak muda yang masih suka berhura-hura. Semuanya sudah berakhir, dan saatnya kalian memikirkan masa depan,” kata ayahnya sambil menikmati nasi opor masakan kedua ibunya.

Keduanya diam saja, hanya tersenyum-senyum mendengar ucapan ayahnya.

“Apa Bapak nanti malam mau pijit?” tiba-tiba Ardian nyeletuk.

“Kok kamu tahu?”

“Ardian mendengar dari yu Kasnah.”

“Oh, iya. Semalam kedua ibu kamu sudah dipijit yu Kasnah, nanti giliran bapak.”

“Aku juga mau,” tiba-tiba Ardian dan Roy berteriak hampir bersamaan.

“Apa sih kalian ini? Masih muda suka pijit. Nggak pantas, tau,” kata Ratna.

“Kok nggak pantas sih Bu, kami juga kadang-kadang kan capek,” kata Ardian.

“Betul,” sergah Roy.

“Ya sudah, nanti setelah bapak, kalian boleh pijit. Tapi bayar sendiri ya,” canda pak Luminto.

“Beres,” kata Ardian dan Roy bersama sama.

“Ini kok tumben kompak amat sih?” sela Sasmi

“Harus kompak dong Bu, kalau kami bertengkar, nanti ibu marah.”

“Nggak boleh, sama saudara sendiri bertengkar. Salah satu harus mengalah,” sambung Sasmi.

“Bagaimana kalau … itu … tentang … seorang gadis?”

“Maksudnya, kalian berdua menyukai seorang gadis yang sama?” tanya Ratna.

“Itu kan hanya misalnya Bu, serius amat,” kata Roy.

“Kalau benar begitu, tetap saja salah satu harus mengalah,” kata Sasmi.

“Jangan sampai kalian memperebutkan seorang gadis. Dunia begini luas, kenapa harus berebut?”

“Nggak Pak, kami hanya bercanda.”

“Nanti yu Kasnah biar aku saja yang menjemput,” kata Ardian tiba-tiba.

“Kenapa harus dijemput? Nanti ibu telpon Pratiwi, pasti dia sudah mengantarkan ibunya ke sini.”

Tiba-tiba ponsel Roy berdering, tapi Roy membiarkannya. Ada temannya yang menelpon, pasti hanya akan memarahinya karena tidak datang di pesta itu.

“Angkat dong Roy, siapa tahu penting,” kata pak Luminto.

Roy berdiri dan menerima telponnya di luar ruang makan, takut merusak suasana makan yang hangat itu.

“Ya, ada apa?” katanya menyambut panggilan itu.

“Aira meninggal,” suara dari seberang.

“Apa??” Roy berteriak. Adrian sampai melongok ke arah dimana Roy menerima telpon.

“Semalam menelpon aku, tapi yang menerima Ardian.”

“Dia pulang dalam keadaan mabuk, mobilnya masuk ke kali, dia luka parah, tak tertolong.”

“Ya Tuhan, anak itu.”

“Sekarang masih di rumah sakit, kamu tidak ingin melihatnya?”

“Aku ke kantor dulu, nanti aku ijin sebentar untuk melihatnya,” kata Roy sambil menutup ponselnya.

Ardian menatap Roy ketika adiknya itu sudah kembali duduk.

“Ada apa? Mengapa kamu berteriak?”

“Aira meninggal.”

“Apa?” sekarang Ardian yang berteriak.

“Semalam pulang dalam keadaan mabuk, mobilnya masuk ke sungai. Sekarang masih di rumah sakit,” kata Roy yang kemudian mengakhiri makan paginya. Selera makannya lenyap tiba-tiba.

“Semalam ingin bertemu kamu. Tapi suaranya waktu itu sudah seperti orang mabuk berat.”

“Siapa Aira itu? Gadis bukan? Mabuk? Bagaimana seorang gadis bisa mabuk-mabukan? Teman kalian? Pacar siapa? Roy atau Ardian?”

“Bukan pacar siapa-siapa Pak, hanya teman. Tapi Aira itu suka sama Roy. Semalam menelpon, Roy tidak mau menerimanya.”

“Kalian selama ini bergaul dengan gadis-gadis semacam itu? Dan lihat apa akibatnya. Mabuk, mengendarai mobil, lalu kecelakaan dan kehilangan nyawa,” omel pak Luminto.

“Semalam kami sudah memutuskan untuk tidak bergaul dengan mereka lagi Pak, itu sebabnya kami sudah pulang walau belum jam sembilan malam,” kata Ardian.

“Bagus. Kalian harus ingat bahwa kalian bukan anak muda lagi. Kalian sudah dewasa, dan harus bisa berpikir mana jalan terbaik yang harus kalian lalui.”

Ardian dan Roy tampak mengangguk-angguk. Tapi keduanya masih diliputi rasa duka akibat meninggalnya Aira. Bagaimanapun Aira adalah teman, seburuk apapun, mereka tak ingin Aira celaka, dan itu sudah terjadi.

“Nanti kami minta ijin sebentar, mau melihat ke rumah sakit,” kata Roy.

“Nggak apa-apa. Kehilangan teman adalah duka. Tapi ingat, bahwa yang terjadi adalah pelajaran bagi kalian.”

“Sangat mengerikan kejadiannya, meninggal karena mabuk, gadis pula. Betapa sedih orang tuanya,” gumam Ratna.

“Orang tuanya juga patut di salahkan. Melepas anak gadisnya dalam pergaulan yang tidak sehat. Tapi mau bagaimana lagi, semuanya sudah terlanjur. Semoga bisa menjadi pelajaran untuk langkah selanjutnya.

***

Ardian dan Roy sampai di rumah sakit, setelah minta ijin pada ayahnya. Disana dilihatnya sudah banyak teman-teman yang datang.

“Roy, semalam hanya kamu yang dicarinya,” kata Albert dengan wajah sedih.

“Aku minta maaf. Tapi aku menyesal dia melakukannya. Sejak kapan dia suka mabuk-mabukan?”

“Sudah lama sih, tadi malam itu dia juga yang membawa minuman untuk dibagikan kepada teman-temannya. Entah bagaimana dia mendapatkannya. Begitu datang dia mencari kamu, dan kecewa karena kamu tidak datang.”

“Aku dan Ardian memang tidak akan datang ke pesta itu. Lama-lama capek, kan kami harus bekerja.”

“Iya sih, kalian kan bos muda.”

“Bukan, kami merasa sudah cukup tua saja.”

Ardian mendekati Roy, mengajak melihat jenazah Aira sebelum petinya ditutup.

“Ke sana lah, kami sudah melihatnya, tadi.”

Roy merasa trenyuh melihat luka-luka pada wajah Aira. Walau sudah disamarkan, tapi tetap saja menampakkan pemandangan yang membuat ngeri bagi yang melihatnya. Di sudut sana, ayah dan ibu Aira tampak duduk dengan wajah sembab. Roy menatap sekali lagi ke arah wajah Aira, yang sama sekali tak menampakkan kecantikannya, kemudian ia mengajak Ardian untuk menyalami orang tuanya.

“Saya ikut berduka cita, Om, Tante,” kata Ardian dan Roy bergantian.

“Terima kasih. Apa kamu yang bernama Roy?” tanya ibu Aira.

“Saya Ardian, ini adik saya Roy,” jawab Ardian karena mengira dia lah yang bernama Roy.

“Oh, kamu? Aira sering bercerita tentang kamu. Dia sangat mengagumi kamu,” kata sang ibu, yang kemudian meneteskan lagi air matanya.

“Kami berteman sejak lama.”

“Apa kalian pacaran?” tiba-tiba ayah Aira menyela.

“Tidak. Hanya berteman.”

Lalu karena tak ingin orang tua Aira banyak bertanya, keduanya pergi menjauh, berbaur bersama teman-temannya.

Wajah-wajah duka, menyelimuti aura mereka. Kehilangan selalu menyedihkan. Aira yang cantik dan lincah, Aira yang terkadang manja, tak ada lagi diantara mereka. Barangkali kematian itu akan mengubah segalanya. Menghilangkan kesukaan untuk bersenang-senang dan berpesta. Semoga ada hikmah dibalik itu semua.

Tak lama kemudian, peti itu ditutup, dan saatnya mengangkat jenazah ke peraduannya yang terakhir. Ketika beberapa orang mengangkat peti, seorang gadis tampak menangis, mengiringinya. Wajahnya mirip Aira. Kata teman-temannya, ia adalah Ratih, adik Aira.

***

Sepanjang perjalanan pulang, Roy tampak terdiam. Ia menyesal semalam tak mau menerima telponnya. Menyesal selalu mengumpatnya, bahkan menyesal telah berteman dengannya. Tapi bukankah sebenarnya Aira itu baik? Gadis itu terlalu dimanja oleh orang tuanya, lalu lepas kendali, dan itulah yang terjadi.

“Kasihan. Semalam dia berteriak-teriak hanya ingin bertemu sama kamu. Ia bahkan mau datang ke rumah kita. Nekat sekali dia.”

“Sudah lama dia mengejar-ngejar aku, aku tak mempedulikannya.”

“Apa sekarang kamu menyesal?”

“Menyesal bagaimana maksudmu?”

“Menyesal telah menolaknya.”

“Tidak, aku tidak pernah suka gadis manja. Kami hanya berteman. Aku menyesal dia melakukan hal buruk yang kemudian mencelakai dirinya sendiri. Kalau saja aku sempat mengingatkannya,” keluh Roy.

“Ya sudah, bukankah perjalanan hidup seseorang itu sudah tersirat dalam suratan setiap manusia? Hendaklah yang terjadi bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. Kita sudah bukan anak muda lagi. Betul kata bapak, bahwa kita sudah harus bisa memilah, mana yang baik dan mana yang buruk.”

“Lama-lama kamu seperti bapak.”

“Kan aku anaknya?”

“Apa aku bukan?”

Ardian tertawa, Roy pun tertawa. Kedua remaja tampan yang selalu hidup rukun, walau berbeda wanita yang melahirkannya. Karena kerukunan dan saling mengasihi selalu ditanamkan dalam keluarga itu.

***

Hari itu Ratna memesan beberapa sayuran kepada Pratiwi, dan minta agar diantarkannya ke rumah. Karena itulah, setelah sepi, dia segera membawakan pesanan itu ke rumah keluarga Luminto.

“Ini Bu, pesanan Ibu, mohon dilihat, apa ada yang kurang,” kata Pratiwi sambil meletakkan beberapa macam sayuran di meja dapur.

Ratna dan Sasmi sudah siap di dapur, takutnya tiba-tiba sang suami pulang untuk makan siang di rumah.

“Tidak ada yang kurang Wi, terima kasih. Apa uang yang aku berikan kurang?”

“Tidak Bu, ini masih ada kembaliannya,” kata Pratiwi sambil mengulurkan sejumlah uang kembalian.

“Tidak usah Wi, ambil saja semuanya,” kata Ratna.

“Ibu kalau belanja pasti tidak mau diberikan sisanya.”

“Tidak apa-apa Wi, kan tidak seberapa,” sambung Sasmi.

“Kamu dulu sekolah sampai SMA ya Wi?” tanya Ratna.

“Iya Bu. Alhamdulillah bisa selesai, jadi ibu saya juga senang, anaknya bisa sekolah.”

“Apa kamu tidak ingin melanjutkan kuliah?” tanya Sasmi.

“Wah, mana mungkin melanjutkan kuliah Bu, lulus SMA saja sudah saya syukuri, karena dengan bersekolah, sedikit banyak saya punya ilmu, tidak bodoh-bodoh amat.”

“Apa kamu mau, kami membiayai kamu ke sekolah yang lebih tinggi?” tanya Ratna.

Pratiwi terkejut.

“Tidak Bu, saya tidak berani.”

“Mengapa tidak berani?”

“Janganlah mencapai sesuatu dengan membebani orang lain. Itu selalu yang ibu saya tanamkan untuk saya.”

“Kami menawarkan, berarti tidak terbebani. Mau ya?” desak Ratna.

“Tidak Bu, sungguh. Dan terima kasih sudah memborong sayuran saya, sekarang saya permisi,” kata Pratiwi sambil berdiri.

Tiba-tiba ponsel Pratiwi berbunyi. Pratiwi mengangkatnya. Tapi kemudian wajahnya berubah ketika seseorang mengatakan sesuatu.

“Apa? Meninggal? Kecelakaan di mana? Baiklah, aku akan ke sana,” kata Pratiwi sambil menutup ponselnya.

“Bu saya permisi dulu, ada teman saya yang meninggal, karena kecelakaan semalam,” kata Pratiwi sambil bergegas pergi.

***

Besok lagi ya.

 

48 comments:

  1. Replies
    1. Alhamdulillah SBKu_03 sudah tayang.
      Maturnuwun bu Tien

      *DAFTAR PEMESAN NOVEL AYNA*
      (Harga 125.000 blm ongkir. Jika transfer *Rp. 150.000,-* InshaaAllah sampai alamat)

      1. Salamah dari Purworejo;
      2. SBK Diah Harmani,
      Surabaya;
      3. Isti Priyono Klaten; 💰
      4, Iyeng Santoso, Semarang;
      5. Dewi Hr Basuki, Surabaya; 💰
      6. Debora Ratna H. Jakarta Pusat ;💰
      7. Marheni, Jakarta; 💰
      8. Etty Inggaris Palembang; 💰
      9. Yuliarsih Ully D, Semarang;
      10. Lasmi Pipink, Jogja;
      11. Hardjoni Harun Jkt;
      12. Ermi Suhasti Jogya;
      13. Linda Bahar, Bandung;
      14. Marjuli Pekalongan;
      15. Sri Endaryati - Bogor;
      16. Arsi - Solo;
      17. Tugirah - Kartosuro;
      18. Endang Pur - Solo;
      19. Pudji Rahayu - Jogya;
      20. Anny Christianty, Semarang; 💥
      21. Mien Djoefri, Jakarta;
      22. Prof. Mintarti, Malang;
      23. Wiwik Suharti, Bojonegoro;
      24. Dhimas Mustofa Solo;
      25. Rose Winardi, Surabaya;
      26. Moedjiati, Ciputat;
      27. Fransisca Paquita, 💥 Surabaya;
      28. Sri Windarti, Purwodadi Grobogan;
      29. Apong Teti - Ciamis;
      30. Atin - Solo;
      31. Sri D.J. - Jakarta;
      32. Sisriffah - Jakarta;
      33. Ninok - Semarang;
      34. Ariyani - Jakarta ; 💥
      35. Noor SDK Devi, Pondok Indah;
      36. Rusman S Abrus Jaktim;
      37. Nuk Darmayudha - Cimanggis;
      38. Lies Sutantyo - Jakarta;
      39. Diana Evi - Palembang;
      40. Indah Suwarni - Bojonegoro;
      41. Paramita, Bandung;
      42. Irawati, Semarang;
      43. Yetty Mustakim, Depok;
      44. Ibu Sukardi, Pacitan;
      45. Ibu Jalmi Rupindah, Situbondo;
      46. Andaka, Semarang 💥
      47. Anik Ichwan Sumadi, Madiun;
      48. Nurrochmah Rozak, Solo;
      49. Endang Ediati, Semarang; 💥

      Siapa menyusul????

      Delete
    2. Pak .. saya mau pesan juga yaa..gmn caranya?

      Delete
  2. 🌻🌿🌻🦋 🦋🌻🌿🌻
    Alhamdulillah SB 03 telah
    hadir. Matur nuwun Bunda
    Tien. Semoga sehat selalu
    dan tetap smangaaats...
    Salam Aduhai...
    🌻🌿🌻🦋🦋🌻🌿🌻

    ReplyDelete
  3. Maturnuwun mbakyuku tersayang...siap membaca dengan senang hati

    ReplyDelete
  4. Alhamdulilah
    Terimakasih cerbungnya bunda Tien
    Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat wal'afiat aamiin

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah Setangkai Bungaku Episode 03 sudah tayang. Matur nuwun mbak Tien dan salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  6. Matur nuwun mbak Tien-ku, SB3 telah tayang.

    ReplyDelete

  7. Alhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~03 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat & bahagia selalu Bunda Tien . .

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 03 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  10. Alhamdulilah sdh tayang ... jangan2 aira teman pratiwi ... salam sehat bu tien

    ReplyDelete
  11. Seorang pemabuk dimatikan, itu juga teman Pratiwi. Nanti ketika melayat akan bertemu dengan Ardian dan Roy, terus diantar pulang. ...
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Sepertinya Tiwi kenal Aira ,,wah ketemu Roy n adrian jd aduhaiiii

    Sehat wal'afiat bu Tien 🤗🥰

    ReplyDelete
  13. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin, Suprawoto, Beny Irwanto, Wirosobokemislegi, Trie Cahyo Wibowo,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih atas sapaan dan cerbungnya mba Tien..
      Semoga selalu sehat dan semangat berkarya..
      Salam dari Bandung.
      Kang Idih

      Delete
  14. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti,

    ReplyDelete
  15. Aira itu temanan dengan Pratiwi?
    Terima kasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  16. Terima kasih Bu Tien
    Semoga bu Tien sekeluarga sehat selalu. Aamiin

    ReplyDelete
  17. Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu aduhai

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah
    Terima kasih bu tien
    Semoga bu tien selalu sehat2 & senantiasa dalam lindungan Allah SWT .... aamiin yra

    ReplyDelete
  19. Terima kasih atas sapaan dan cerbungnya mba Tien..
    Semoga selalu sehat dan semangat berkarya..
    Salam dari Bandung.
    Kang Idih

    ReplyDelete
  20. Lho Pratiwi sama Aira alumni dari almamater yang sama; pantesan selalu menghindar Roy walau bagaimanapun kan biasa kalau ketemu selalu yang di cerita kan anak Bu Luminto pelanggannya.
    Jaga jarak rupanya, kan Pratiwi yang selalu jadi tentor Aira kalau ada pelajaran yang sulit dipahami.
    Tapi biasalah kalau di acuhin malah penasaran
    Kan di dunia lain kan gitu, jadi pakai yang lain lain ya.
    Asal nggak ada kelainan aja.
    Wow dapat tawaran bea siswa tuh sama ibunya Adrian, padahal Roy yang penasaran.
    Adrian kan yang ngrayu mau nganter pulang yang bikin grogi Pratiwi, kan takut kalau terlalu berharap; jauh kastanya kata orang.
    Hey itu kan kepekaan seorang ibu pada anak-anak nya.
    Siapa tahu menjadikan lancar.
    Yah tinggal ditunggu acara pijat memijat saja, kan biasanya you Kasnah sambil ngedongeng, siapa tahu anak-anak pak Luminto ini, ada yang mau cari tahu kesukaan Pratiwi, apa yang dia nggak suka.
    Pedekate kata orang, selidik siapa tahu sudah punya pacar.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Setangkai bungaku yang ketiga sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  21. Tks bunda Tien..
    Semoga sehat" dan berbahagia selalu
    Aamiin.. 🙏🙏❤️

    ReplyDelete
  22. Mohon Maaf......
    Malam ini Setangkai Bungaku Tidak Tayang,Karena bu Tien ada tamu

    ReplyDelete
  23. Pengumuman.....
    Malam ini bu Tien mohon maaf, tidak dapat menghadirkan Setangkai Bungaku, karena ada tamu teman sekolah dari luar kota.
    Harap maklum.
    Insya Allah diganti Minggu malam 29 Jan 2023

    ReplyDelete
  24. Trmksh pemberitahuannya kakek Habi klu bu Tien tdk hadir mlm ini krn ada tamu teman sekolah dr luar kota artinya reuni kecil🤗

    ReplyDelete
  25. Terima kasih infonya, semoga pertemuan ibu Tien malam ini dengan sobatnya dr luar kota berjalan dgn baik dan bahagia selalu, Aamiin YRQ.

    ReplyDelete
  26. Terima kasih selalu disapa Bu Tien. Sehat selalu, nggih Bu 🙏

    Terima kasih infonya, Kakek Habi 🙏

    ReplyDelete

BULAN HANYA SEPARUH

BULAN HANYA SEPARUH (Tien Kumalasari) Awan tipis menyelimuti langit Lalu semua jadi kelabu Aku tengadah mencari-cari Dimana bulan penyinar a...