SETANGKAI BUNGAKU
02
(Tien Kumalasari)
Ratna dan Sasmi pun memburu turun.
“Roy, kamu berdua kok ngebantuin
Pratiwi, ini yu Kasnah bagaimana?” tegur Ratna ketika kedua anaknya membantu
Pratiwi dan membiarkan yu Kasnah yang sudah duduk, tapi susah untuk bangkit.
Sasmi membantunya, lalu Ardian
melepaskan Pratiwi kemudian membantu yu Kasnah berdiri.
“Yu, ada yang luka?” tanya Ratna.
“Tidak Bu, ini … tersandung apa, kok
bisa jatuh.”
“Sendal ibu lepas talinya, sehingga jatuh,”
kata Pratiwi yang tersipu karena Roy masih saja memegangi tangannya.
“O, iya Yu, sandalnya lepas talinya.
Sudah Wi, dibuang saja, nanti aku ganti. Aku punya sandal yang belum pernah
dipakai, barangkali cukup untuk yu Kasnah,” kata Sasmi yang kemudian menuntun
yu Kasnah ke arah rumah.
“Ada yang luka yu? Kamu juga Tiwi?”
tanya Ratna.
“Tidak ada, nggak apa-apa kok Bu. Maaf,
jadi merepotkan,” kata Pratiwi sambil memegangi sebelah lengan ibunya.
“Naik Yu, awas, tangganya agak tinggi,”
kata Ratna mengingatkan.
“Duduk dulu di sini, supaya lebih
tenang, nanti nggak bisa memijit kalau belum tenang,” kata Sasmi.
Yu Kasnah dan Pratiwi duduk di kursi
teras. Yu Kasnah tampak menepuk-nepuk lututnya.
“Sakit yu?” tanya Ratna.
“Tidak kok Bu, biasa, orang sudah
tua, tinggal tulang, diadu sama tanah keras,” kata yu Kasnah tersipu.
“Aku ambilkan minum dulu,” kata Ratna
sambil beranjak ke belakang.
“Sudah Bu, ini ibu mau saya tinggal
di sini, nanti saya jemput kalau sudah selesai,” kata Pratiwi sambil berdiri.
“Baiklah, nggak apa-apa kan Yu, ditinggal
Pratiwi? Aku kan punya nomor kontak Pratiwi jadi gampang.
“Iya, dia punya pekerjaan di rumah,
menyiapkan yang akan dibeli besok,” kata yu Kasnah.
“Pratiwi mau pulang?” tiba-tiba suara
Roy mengejutkan. Sasmi menoleh, ternyata kedua anaknya masih berdiri dibawah.
“Kamu belum pergi?” tegur Sasmi
heran.
“Kami khawatir, barangkali ada yang
harus dibawa ke rumah sakit,” jawab Roy seenaknya.
“Ngawur kamu, nggak apa-apa semuanya,
sudah kalau mau pergi, sana. Jangan malam-malam pulangnya,” pesan Sasmi.
“Tiwi mau pulang? Sekalian kami antar,”
kata Ardian sambil mengikuti langkah Pratiwi.
“Hei, kok aku ditinggal,” protes Roy.
“Ambil mobilnya, gimana sih, kan kamu
yang bawa kuncinya,” kesal Ardian.
“Tidak usah diantar Mas, rumah saya
kan dekat,” Pratiwi menolak halus.
“Tapi kan kelewatan, kami juga mau
lewat gang di depan rumah kamu kok,” Ardian memaksa.
“Biar saya jalan saja. Terima kasih,
kata Pratiwi sambil melangkah lebih cepat, meninggalkan Ardian yang tentu saja
kecewa.
Roy yang membawa mobil sudah
menjalankannya di samping Pratiwi.
“Hei, ayo naik, aku antar.”
“Tidak Mas, sungguh, rumah saya dekat,”
kata Pratiwi yang terus mempercepat langkahnya.
Ardian melompat ke dalam mobil, di
samping adiknya.
Roy menjalankannya pelan, mengikuti
langkah Pratiwi.
“Ih, nekat banget sih, anaknya pak Luminto
ini. Sudah dibilang nggak mau,” keluh Pratiwi yang merasa risih, karena Roy
terus menjalankan mobilnya mengiringi langkah Pratiwi.
Ketika gang yang akan masuk ke rumah
Pratiwi sudah kelihatan, Pratiwi mempercepat langkahnya, lalu masuk ke dalam
gang, dan berlari menuju rumahnya.
***
“Itu gadis yang baik, tidak tertarik
pada cowok-cowok ganteng, pakai mobil pula,” omel Roy ketika menjalankan
mobilnya.
“Berbeda dengan gadis-gadis teman
kamu itu. Begitu melihat kita, lalu berebut brgayut di lengan kita.”
“Lama-lama aku bosan kumpul-kumpul di
club teman-teman kita. Ayo kita cari bakso saja, makan berdua saja.”
“Bukannya ini ulang tahun Nana? Nanti
kamu kecewa.”
“Nggak usah, biarin saja, Paling ya
cuma nyanyi-nyanyi, dansa-dansa nggak jelas. Ayo cari bakso dan ngobrol di sana,”
kata Roy sambil berbelok arah dari niatnya semula.
***
“Ini Yu, lututmu itu digosok dulu,”
kata Ratna, ketika yu Kasnah sudah siap memijit Sasmi.
“Jadi merepotkan, hanya nyeri sedikit
saja.”
“Tidak apa-apa, ini obat gosok manjur
lho Yu, untuk nyeri-nyeri cepat sekali hilangnya. Cobain dulu, nanti pas Yu Kasnah
pulang pasti nyerinya sudah hilang,” sambung Sasmi.
“Baiklah kalau begitu.”
Lalu yu Kasnah menggosok lututnya
dengan minyak yang diberikan Ratna.
“Nanti Yu Kasnah mau cerita apa ya?”
tanya Sasmi. Ratna yang semula menunggui, kemudian berbaring di sisi Sasmi,
melihat ketika yu Kasnah mulai memijit madu nya.
“Cerita apa ya? Bu Sasmi ini seperti
anak kecil saja, setiap kali dipijit, yu Kasnah disuruh mendongeng.”
“Tuh, aku bilang apa, Sasmi memang
begitu Yu, nanti Yu Kasnah selesai, dia sudah ngorok,” kata Ratna yang disambut
tawa Sasmi.
“Iya lah, habis yu Kasnah mijitnya
enak. Mbak Ratna jarang pijit sih.”
“Aku tuh nggak begitu suka di pijit.
Tapi mau deh, nanti setelah bu Sasmi, aku ya Yu.”
“Ya Bu. Siap.”
“Cerita dong.”
“Cerita apa lagi nih.”
“Sembarang. Oh ya, cerita waktu yu
Kasnah masih muda, terus ketemu suami, siapa namanya tuh, terus saling jatuh
cinta.”
Yu Kasnah terkekeh geli.
“Bu Sasmi ada-ada saja, masa yu
Kasnah disuruh mengingat-ingat saat jatuh cinta. Sudah lupa lah Bu, puluhan
tahuh berlalu.”
“Mosok cinta bisa dilupakan ?”
“Ya lupa Bu, lagi pula malu,
nyeritain yang begituan,” kata yu Kasnah tersipu.
Sasmi dan Ratna tertawa geli melihat
tingkah yu Kasnah.
“Kok bisa malu sih Yu, cinta itu kan
tidak memalukan?”
“Dulu yu Kasnah tidak menikah karena
cinta sama calon suami. Yu Kasnah itu dijodohkan. Melihat wajahnya ya baru
ketika mau ijab.”
“Oh ya? Kaget ya Yu. Apa yang
terpikir oleh Yu Kasnah ketika ketemu calon suami?” tanya Ratna.
“Deg-degan ya Yu?” sambung Sasmi.
“Bukan deg-degan sih Bu, takut.”
“Ternyata Yu Kasnah bisa langsung
suka sama dia?”
Yu Kasnah tersipu, kaki Sasmi dicubit-cubit.
“Lhoh Yu, kok aku dicubitin sih?”
“Iya, malu saya Bu, ternyata suami yu
Kasnah itu ganteng lhoh.”
“Alhamdulillah,” celetuk Sasmi.
“Tapi ya .. yu Kasnah diam saja.
Menunduk, malu-malu, begitu.”
“Karena seneng kan Yu?” Ratna ikutan
meledek yu Kasnah.
“Tapi yu Kasnah baru mau didekati
setelah setahun.”
“Lama banget.”
“Iya Bu, rasanya malu-malu bagaimana,
gitu lhoh. Dan setelah setahun akhirnya yu Kasnah menyerah. Kemudian
yu Kasnah mengandung Pratiwi itu.”
“Wah, tok cer ya Yu.”
“Kata orang tua, anak itu kan
anugerah. Lalu selang tujuh tahun, baru punya anak lagi, Nano.”
“Oh, lama ya jaraknya, jadi Pratiwi
sudah bisa membantu momong adiknya.
“Tapi saat Nano masih berumur dua
tahun, suami yu Kasnah meninggal, nggak tahu sakit apa, kata dokter karena dia
kebanyakan merokok,” kata yu Kasnah sedih.
“Suaminya dulu bekerja apa Yu?”
“Hanya membantu jadi kuli bangunan
Bu. Tapi waktu itu kami hidup senang, bahagia, walau tidak memiliki harta
berlimpah. Saya membantu berjualan sayur ketika itu.”
“O, dulu yang jualan sayur Yu Kasnah
ya?”
“Iya Bu, untuk menambah penghasilan.
Itu setelah anak saya yang nomor dua lahir. Tidak lama kemudian suami
meninggal, ya sudah, yu Kasnah sendirian merawat dua orang anak dengan
berjualan itu. Dan syukur juga, yu Kasnah bisa menyekolahkan Pratiwi. Waktu itu
Tiwi masih SMP, hampir ujian, saya mengalami kecelakaan. Entah bagaimana, kata
dokter kedua mata saya rusak karena terkena pecahan kaca.”
Yu Kasnah mengusap air matanya.
“Yu Kasnah jangan sedih ya, semua
yang kita alami ini adalah perjalanan hidup yang digariskan oleh Allah Yang
Maha Kuasa. Kita harus menerimanya dengan ikhlas, ya Yu,” kata Ratna sambil
ikut mengusap air matanya karena trenyuh. Sasmi tidak berkomentar, sambil
tertelungkup saat dipijit, ia juga meneteskan air matanya di bantal.
“Iya benar, Bu. Saya juga bersyukur,
akhirnya Pratiwi bisa lulus sampai SMA. Ia mengambil sekolah sore, karena
paginya berjualan sayur menggantikan pekerjaan saya.”
“Sekarang Nano kelas berapa?” tanya
Ratna.
“Sudah klas lima Bu. Saya tetap berusaha
agar Nano bisa melanjutkan sekolah, paling tidak lulus SMA seperti kakaknya.”
“Hebat Yu Kasnah ini. Biarpun punya
kekurangan, tapi punya semangat tinggi dan cita-cita luhur.”
“Hanya itu yang bisa saya lakukan Bu.”
Ketika kemudian gantian Ratna yang
dipijit, Sasmi ternyata tak bisa tertidur seperti ledekan madunya, karena
cerita yu Kasnah sangat mengharukan.
“Sasmi, kalau aku sudah selesai,
kabari Pratiwi supaya menjemput ibunya.”
“Ya, aku ganti pakaian dulu Mbak.”
“Ada apa ini, kok di dalam kamar ada
kasak kusuk, aku dibiarkan sendirian,” tiba-tiba pak Luminto melongok ke dalam
kamar.
“Ini, lagi menikmati pijitan yu
Kasnah.”
“Kok bapak nggak disuruh ikutan sih?”
“Kalau Bapak ingin pijit, besok saja.
Yu Kasnah capek, sudah memijit dua orang nih.”
“Baiklah. Jangan lupa besok gantian
aku ya Yu,” kata pak Luminto sambil berlalu.
***
Ketika Pratiwi menuntun ibunya untuk
pulang, tiba-tiba sebuah mobil berhenti.
“Baru pulang, Pratiwi?”
Pratiwi terkejut, ia berhenti karena
langkah ibunya juga terhenti.
“Siapa itu?”
“Saya Yu, Roy sama Ardian.”
“Itu kan nama putra-putranya pak Luminto?”
“Iya Bu, ayo kita jalan lagi,” kata
Pratiwi yang menarik ibunya untuk jalan.
“Yu, aku antar sampai ke rumah Yu,”
kata Ardian yang kemudian turun dan menggandeng tangan yu Kasnah. Ia lebih
mendekati yu Kasnah karena jelas-jelas Pratiwi menolak diantar, sore tadi.
“Lho, rumah yu Kasnah itu di mana,
kan dekat sih Mas.”
“Biarpun dekat, ini sudah malam.
Lebih baik diantar, nanti kalau diculik orang bagaimana?” rayu Ardian sedikit
melucu.
“Ayo Bu,” Pratiwi menarik tangan
ibunya.
“Ya sudah Wi, bukannya karena ibu
kesenengan naik mobil, tapi kasihan anak-anak baik ini, bermaksud baik kok
ditolak,” kata yu Kasnah.
“Tuh, ibumu mengerti,” kata Ardian
kepada Pratiwi yang melirik sedikitpun kepadanya, tidak.
Tapi ia mengikuti ketika ibunya
dibantu naik ke atas mobil, lalu dia duduk di sampingnya, diam membisu karena
kesal dipaksa-paksa.
“Rumah hanya dekat saja kok diantar
mobil,” gumam yu Kasnah.
“Yu, lain kali kalau ibu atau bapak
pengin pijit, aku yang jemput,” kata Roy.
“Aku juga pengin dipijit,” sambung
Ardian.
Ada hal aneh yang terjadi pada kedua
anak muda itu. Begitu melihat Pratiwi lalu mengurungkan niatnya bersenang-senang, lalu
bersemangat untuk mengantar. Siapa sebenarnya Pratiwi? Hanya gadis sederhana
yang tak peduli pada penampilan mereka, dan itu membuat mereka penasaran.
***
“Bagus, jam segini sudah pulang, Hal
baik harus menjadi kebiasaan,” kata pak Luminto begitu keduanya memasuki rumah.
“Kami kan anak-anak yang patuh, jadi
apa yang dikatakan orang tua, pasti kami jalani,” kata Roy yang kemudian
mengaduh karena bahunya ditepuk keras oleh kakaknya.
“Aduh, Adrian tuh, kebiasaan deh,”
keluh Roy yang tak mau menyebut kakak setelah tahu dirinya sepantaran. Tapi
seberapapun selisihnya, Roy tetap lebih muda dari Adrian.
Begitu masuk ke kamarnya, ponsel Roy
berdering. Sambil menghentakkan pantatnya di sofa kamar, dia mengangkatnya.
“Hei, kamu pingsan di mana? Kenapa
nggak muncul?” teriak salah seorang temannya dari seberang.
“Aku lagi males, nih sudah mau tidur.”
“Gila bener, udah mau tidur? Apa kamu
kerasukan?”
“Kamu tuh, kalau ada orang baik malah
dikira kerasukan. Nggak usah ngomong lagi, aku benar-benar ngantuk nih.”
“Benar nih, nggak mau datang? Tuh Aira
menangis gara-gara nggak ada kamu.”
“Urus saja dia, dan bilang, kalau
menangis hilang cantiknya, gitu.”
Suara tawa temannya, dan riuh suara
musik menghentak-hentak terdengar, tapi Roy sama sekali tak tertarik. Bahkan
Aira yang biasanya selalu nempel dan diladeninya, tak lagi digubrisnya.
“Ya sudah, aku mau tidur, Yuuk,”
katanya lalu menguap keras, kemudian ia menutup ponselnya begitu saja. Ketika
dia bangkit dan bermaksud masuk ke kamar mandi, Adrian masuk.
“Kamu ditelpon Albert?”
“Sudah, aku bilang, aku ngantuk.”
“Katanya Aira menunggu kamu.”
“Ah, gadis itu terlalu manja,
cengeng, pokoknya nggak ada bagus-bagusnya, kecuali bahwa dia cantik. Tapi itu
membosankan.”
“Ya sudah, dia menelpon aku, mengira
kamu pingsan,” lalu keduanya terbahak.
“Aku mau pinjam charger mu, punyaku
entah di mana, ketinggalan di kantor kayaknya.”
“Kebiasaan deh kamu. Kalau tuh kuping
nggak menempel di situ, pasti juga sudah ilang dari kemarin-kemarin,” kata Roy
sambil mengulurkan charger nya.
“Kalau dipinjemin tuh yang ikhlas,
jangan sambil ngomel,” gerutu Adrian.
Tapi sebelum dia beranjak keluar,
ponsel Roy berdering lagi.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah SBK 2 udah tayang
ReplyDeleteYuuuk mojok msh damai klrg ganda moga ttp abadi
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Ttp semangat bunda menghibur kita2 smw
Alhamdulillah jeng Iin wis disiki
DeleteSelamat ya.......
Matur nuwun mbakyu
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien 🙏🙏
Suwun
ReplyDelete🌸🍃🌸 🦋🌸🍃🌸
ReplyDeleteAlhamdulillah SB 02 telah
hadir. Matur nuwun Bunda
Tien. Semoga sehat selalu
dan tetap smangaaats...
Salam Aduhai...
🌸🍃🌸🦋🌸🍃🌸
ReplyDeleteAlhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~02 sudah hadir.. maturnuwun bu Tien 🙏
Alhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 02 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Matur nuwun mbak Tien-ku, Setangkai Bungaku telah tayang.
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMatunuwun bu Tien...
Met malam, salam sehat selalu...
Alhamdulilah
ReplyDeleteTerimakasih cerbungnya bunda Tien
Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat wal'afiat aamiin
Alhamdulillah, matur nuwun mbak Tien cerbung Setangkai Bungaku Eps. 02 sudah tayang.
ReplyDeleteSalam sehat dan salam hangat ..
Alhamdulillah..
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Salam sehat..
Alhamdulillah
ReplyDeleteTampaknya benar, Pratiwi akan menjadi 'lakon' sebagai orang baik.
ReplyDeleteApakah Adrian dan Roy akan bersaing untuk mendapatkan dia..
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu
Alhamdulilah, terima kasih bu tien. Salam sehat ...
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien ... 🌹🌹🌹🌹🌹
Alhamdulillah
ReplyDeleteSalut, ibu Tien...sekarang merambah topik2 yg lebih membumi...yg lalu perceraian, dan sekarang poligami. Memang banyak kisahnya di kehidupan nyata di sekitar kita yg bisa diangkat.👍😅
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Tien...
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti,
Alhamdulillah ..trim bu Tien ,salam aduhai
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteMatur Suwun bunda..slmsehat sll dan Aduhai unk bunda🙏🥰🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSdh yg ke 2 cepat sekali,,
Sehat wal'afiat semua ya bu Tien 🤗🥰
Alhamdulilah trims Bu tien
ReplyDeleteMakasih mba Tien
ReplyDeleteMenanti...
ReplyDeleteTerima kasih
ReplyDelete