Wednesday, January 25, 2023

SETANGKAI BUNGAKU 02

 

SETANGKAI BUNGAKU  02

(Tien Kumalasari)                    

 

Ratna dan Sasmi pun memburu turun.

“Roy, kamu berdua kok ngebantuin Pratiwi, ini yu Kasnah bagaimana?” tegur Ratna ketika kedua anaknya membantu Pratiwi dan membiarkan yu Kasnah yang sudah duduk, tapi susah untuk bangkit.

Sasmi membantunya, lalu Ardian melepaskan Pratiwi kemudian membantu yu Kasnah berdiri.

“Yu, ada yang luka?” tanya Ratna.

“Tidak Bu, ini … tersandung apa, kok bisa jatuh.”

“Sendal ibu lepas talinya, sehingga jatuh,” kata Pratiwi yang tersipu karena Roy masih saja memegangi tangannya.

“O, iya Yu, sandalnya lepas talinya. Sudah Wi, dibuang saja, nanti aku ganti. Aku punya sandal yang belum pernah dipakai, barangkali cukup untuk yu Kasnah,” kata Sasmi yang kemudian menuntun yu Kasnah ke arah rumah.

“Ada yang luka yu? Kamu juga Tiwi?” tanya Ratna.

“Tidak ada, nggak apa-apa kok Bu. Maaf, jadi merepotkan,” kata Pratiwi sambil memegangi sebelah lengan ibunya.

“Naik Yu, awas, tangganya agak tinggi,” kata Ratna mengingatkan.

“Duduk dulu di sini, supaya lebih tenang, nanti nggak bisa memijit kalau belum tenang,” kata Sasmi.

Yu Kasnah dan Pratiwi duduk di kursi teras. Yu Kasnah tampak menepuk-nepuk lututnya.

“Sakit yu?” tanya Ratna.

“Tidak kok Bu, biasa, orang sudah tua, tinggal  tulang, diadu sama tanah keras,” kata yu Kasnah tersipu.

“Aku ambilkan minum dulu,” kata Ratna sambil beranjak ke belakang.

“Sudah Bu, ini ibu mau saya tinggal di sini, nanti saya jemput kalau sudah selesai,” kata Pratiwi sambil berdiri.

“Baiklah, nggak apa-apa kan Yu, ditinggal Pratiwi? Aku kan punya nomor kontak Pratiwi  jadi gampang.

“Iya, dia punya pekerjaan di rumah, menyiapkan yang akan dibeli besok,” kata yu Kasnah.

“Pratiwi mau pulang?” tiba-tiba suara Roy mengejutkan. Sasmi menoleh, ternyata kedua anaknya masih berdiri dibawah.

“Kamu belum pergi?” tegur Sasmi heran.

“Kami khawatir, barangkali ada yang harus dibawa ke rumah sakit,” jawab Roy seenaknya.

“Ngawur kamu, nggak apa-apa semuanya, sudah kalau mau pergi, sana. Jangan malam-malam pulangnya,” pesan Sasmi.

“Tiwi mau pulang? Sekalian kami antar,” kata Ardian sambil mengikuti langkah Pratiwi.

“Hei, kok aku ditinggal,” protes Roy.

“Ambil mobilnya, gimana sih, kan kamu yang bawa kuncinya,” kesal Ardian.

“Tidak usah diantar Mas, rumah saya kan dekat,” Pratiwi menolak halus.

“Tapi kan kelewatan, kami juga mau lewat gang di depan rumah kamu kok,” Ardian memaksa.

“Biar saya jalan saja. Terima kasih, kata Pratiwi sambil melangkah lebih cepat, meninggalkan Ardian yang tentu saja kecewa.

Roy yang membawa mobil sudah menjalankannya di samping Pratiwi.

“Hei, ayo naik, aku antar.”

“Tidak Mas, sungguh, rumah saya dekat,” kata Pratiwi yang terus mempercepat langkahnya.

Ardian melompat ke dalam mobil, di samping adiknya.

Roy menjalankannya pelan, mengikuti langkah Pratiwi.

“Ih, nekat banget sih, anaknya pak Luminto ini. Sudah dibilang nggak mau,” keluh Pratiwi yang merasa risih, karena Roy terus menjalankan mobilnya mengiringi langkah Pratiwi.

Ketika gang yang akan masuk ke rumah Pratiwi sudah kelihatan, Pratiwi mempercepat langkahnya, lalu masuk ke dalam gang, dan berlari menuju rumahnya.

***

“Itu gadis yang baik, tidak tertarik pada cowok-cowok ganteng, pakai mobil pula,” omel Roy ketika menjalankan mobilnya.

“Berbeda dengan gadis-gadis teman kamu itu. Begitu melihat kita, lalu berebut brgayut di lengan kita.”

“Lama-lama aku bosan kumpul-kumpul di club teman-teman kita. Ayo kita cari bakso saja, makan berdua saja.”

“Bukannya ini ulang tahun Nana? Nanti kamu kecewa.”

“Nggak usah, biarin saja, Paling ya cuma nyanyi-nyanyi, dansa-dansa nggak jelas. Ayo cari bakso dan ngobrol di sana,” kata Roy sambil berbelok arah dari niatnya semula.

***

“Ini Yu, lututmu itu digosok dulu,” kata Ratna, ketika yu Kasnah sudah siap memijit Sasmi.

“Jadi merepotkan, hanya nyeri sedikit saja.”

“Tidak apa-apa, ini obat gosok manjur lho Yu, untuk nyeri-nyeri cepat sekali hilangnya. Cobain dulu, nanti pas Yu Kasnah pulang pasti nyerinya sudah hilang,” sambung Sasmi.

“Baiklah kalau begitu.”

Lalu yu Kasnah menggosok lututnya dengan minyak yang diberikan Ratna.

“Nanti Yu Kasnah mau cerita apa ya?” tanya Sasmi. Ratna yang semula menunggui, kemudian berbaring di sisi Sasmi, melihat ketika yu Kasnah mulai memijit madu nya.

“Cerita apa ya? Bu Sasmi ini seperti anak kecil saja, setiap kali dipijit, yu Kasnah disuruh mendongeng.”

“Tuh, aku bilang apa, Sasmi memang begitu Yu, nanti Yu Kasnah selesai, dia sudah ngorok,” kata Ratna yang disambut tawa Sasmi.

“Iya lah, habis yu Kasnah mijitnya enak. Mbak Ratna jarang pijit sih.”

“Aku tuh nggak begitu suka di pijit. Tapi mau deh, nanti setelah bu Sasmi, aku ya Yu.”

“Ya Bu. Siap.”

“Cerita dong.”

“Cerita apa lagi nih.”

“Sembarang. Oh ya, cerita waktu yu Kasnah masih muda, terus ketemu suami, siapa namanya tuh, terus saling jatuh cinta.”

Yu Kasnah terkekeh geli.

“Bu Sasmi ada-ada saja, masa yu Kasnah disuruh mengingat-ingat saat jatuh cinta. Sudah lupa lah Bu, puluhan tahuh berlalu.”

“Mosok cinta bisa dilupakan ?”

“Ya lupa Bu, lagi pula malu, nyeritain yang begituan,” kata yu Kasnah tersipu.

Sasmi dan Ratna tertawa geli melihat tingkah yu Kasnah.

“Kok bisa malu sih Yu, cinta itu kan tidak memalukan?”

“Dulu yu Kasnah tidak menikah karena cinta sama calon suami. Yu Kasnah itu dijodohkan. Melihat wajahnya ya baru ketika mau ijab.”

“Oh ya? Kaget ya Yu. Apa yang terpikir oleh Yu Kasnah ketika ketemu calon suami?” tanya Ratna.

“Deg-degan ya Yu?” sambung Sasmi.

“Bukan deg-degan sih Bu, takut.”

“Ternyata Yu Kasnah bisa langsung suka sama dia?”

Yu Kasnah tersipu, kaki Sasmi dicubit-cubit.

“Lhoh Yu, kok aku dicubitin sih?”

“Iya, malu saya Bu, ternyata suami yu Kasnah itu ganteng lhoh.”

“Alhamdulillah,” celetuk Sasmi.

“Tapi ya ..  yu Kasnah diam saja. Menunduk, malu-malu, begitu.”

“Karena seneng kan Yu?” Ratna ikutan meledek yu Kasnah.

“Tapi yu Kasnah baru mau didekati setelah setahun.”

“Lama banget.”

“Iya Bu, rasanya malu-malu bagaimana, gitu lhoh. Dan setelah setahun akhirnya yu Kasnah menyerah. Kemudian yu Kasnah mengandung Pratiwi itu.”

“Wah, tok cer ya Yu.”

“Kata orang tua, anak itu kan anugerah. Lalu selang tujuh tahun, baru punya anak lagi, Nano.”

“Oh, lama ya jaraknya, jadi Pratiwi sudah bisa membantu momong adiknya.

“Tapi saat Nano masih berumur dua tahun, suami yu Kasnah meninggal, nggak tahu sakit apa, kata dokter karena dia kebanyakan merokok,” kata yu Kasnah sedih.

“Suaminya dulu bekerja apa Yu?”

“Hanya membantu jadi kuli bangunan Bu. Tapi waktu itu kami hidup senang, bahagia, walau tidak memiliki harta berlimpah. Saya membantu berjualan sayur ketika itu.”

“O, dulu yang jualan sayur Yu Kasnah ya?”

“Iya Bu, untuk menambah penghasilan. Itu setelah anak saya yang nomor dua lahir. Tidak lama kemudian suami meninggal, ya sudah, yu Kasnah sendirian merawat dua orang anak dengan berjualan itu. Dan syukur juga, yu Kasnah bisa menyekolahkan Pratiwi. Waktu itu Tiwi masih SMP, hampir ujian, saya mengalami kecelakaan. Entah bagaimana, kata dokter kedua mata saya rusak karena terkena pecahan kaca.”

Yu Kasnah mengusap air matanya.

“Yu Kasnah jangan sedih ya, semua yang kita alami ini adalah perjalanan hidup yang digariskan oleh Allah Yang Maha Kuasa. Kita harus menerimanya dengan ikhlas, ya Yu,” kata Ratna sambil ikut mengusap air matanya karena trenyuh. Sasmi tidak berkomentar, sambil tertelungkup saat dipijit, ia juga meneteskan air matanya di bantal.

“Iya benar, Bu. Saya juga bersyukur, akhirnya Pratiwi bisa lulus sampai SMA. Ia mengambil sekolah sore, karena paginya berjualan sayur menggantikan pekerjaan saya.”

“Sekarang Nano kelas berapa?” tanya Ratna.

“Sudah klas lima Bu. Saya tetap berusaha agar Nano bisa melanjutkan sekolah, paling tidak lulus SMA seperti kakaknya.”

“Hebat Yu Kasnah ini. Biarpun punya kekurangan, tapi punya semangat tinggi dan cita-cita luhur.”

“Hanya itu yang bisa saya lakukan Bu.”

Ketika kemudian gantian Ratna yang dipijit, Sasmi ternyata tak bisa tertidur seperti ledekan madunya, karena cerita yu Kasnah sangat mengharukan.

“Sasmi, kalau aku sudah selesai, kabari Pratiwi supaya menjemput ibunya.”

“Ya, aku ganti pakaian dulu Mbak.”

“Ada apa ini, kok di dalam kamar ada kasak kusuk, aku dibiarkan sendirian,” tiba-tiba pak Luminto melongok ke dalam kamar.

“Ini, lagi menikmati pijitan yu Kasnah.”

“Kok bapak nggak disuruh ikutan sih?”

“Kalau Bapak ingin pijit, besok saja. Yu Kasnah capek, sudah memijit dua orang nih.”

“Baiklah. Jangan lupa besok gantian aku ya Yu,” kata pak Luminto sambil berlalu.

***

Ketika Pratiwi menuntun ibunya untuk pulang, tiba-tiba sebuah mobil berhenti.

“Baru pulang, Pratiwi?”

Pratiwi terkejut, ia berhenti karena langkah ibunya juga terhenti.

“Siapa itu?”

“Saya Yu, Roy sama Ardian.”

“Itu kan nama putra-putranya pak Luminto?”

“Iya Bu, ayo kita jalan lagi,” kata Pratiwi yang menarik ibunya untuk jalan.

“Yu, aku antar sampai ke rumah Yu,” kata Ardian yang kemudian turun dan menggandeng tangan yu Kasnah. Ia lebih mendekati yu Kasnah karena jelas-jelas Pratiwi menolak diantar, sore tadi.

“Lho, rumah yu Kasnah itu di mana, kan dekat sih Mas.”

“Biarpun dekat, ini sudah malam. Lebih baik diantar, nanti kalau diculik orang bagaimana?” rayu Ardian sedikit melucu.

“Ayo Bu,” Pratiwi menarik tangan ibunya.

“Ya sudah Wi, bukannya karena ibu kesenengan naik mobil, tapi kasihan anak-anak baik ini, bermaksud baik kok ditolak,” kata yu Kasnah.

“Tuh, ibumu mengerti,” kata Ardian kepada Pratiwi yang melirik sedikitpun kepadanya, tidak.

Tapi ia mengikuti ketika ibunya dibantu naik ke atas mobil, lalu dia duduk di sampingnya, diam membisu karena kesal dipaksa-paksa.

“Rumah hanya dekat saja kok diantar mobil,” gumam yu Kasnah.

“Yu, lain kali kalau ibu atau bapak pengin pijit, aku yang jemput,” kata Roy.

“Aku juga pengin dipijit,” sambung Ardian.

Ada hal aneh yang terjadi pada kedua anak muda itu. Begitu melihat Pratiwi lalu mengurungkan niatnya bersenang-senang, lalu bersemangat untuk mengantar. Siapa sebenarnya Pratiwi? Hanya gadis sederhana yang tak peduli pada penampilan mereka, dan itu membuat mereka penasaran.

***

“Bagus, jam segini sudah pulang, Hal baik harus menjadi kebiasaan,” kata pak Luminto begitu keduanya memasuki rumah.

“Kami kan anak-anak yang patuh, jadi apa yang dikatakan orang tua, pasti kami jalani,” kata Roy yang kemudian mengaduh karena bahunya ditepuk keras oleh kakaknya.

“Aduh, Adrian tuh, kebiasaan deh,” keluh Roy yang tak mau menyebut kakak setelah tahu dirinya sepantaran. Tapi seberapapun selisihnya, Roy tetap lebih muda dari Adrian.

Begitu masuk ke kamarnya, ponsel Roy berdering. Sambil menghentakkan pantatnya di sofa kamar, dia mengangkatnya.

“Hei, kamu pingsan di mana? Kenapa nggak muncul?” teriak salah seorang temannya dari seberang.

“Aku lagi males, nih sudah mau tidur.”

“Gila bener, udah mau tidur? Apa kamu kerasukan?”

“Kamu tuh, kalau ada orang baik malah dikira kerasukan. Nggak usah ngomong lagi, aku benar-benar ngantuk nih.”

“Benar nih, nggak mau datang? Tuh Aira menangis gara-gara nggak ada kamu.”

“Urus saja dia, dan bilang, kalau menangis hilang cantiknya, gitu.”

Suara tawa temannya, dan riuh suara musik menghentak-hentak terdengar, tapi Roy sama sekali tak tertarik. Bahkan Aira yang biasanya selalu nempel dan diladeninya, tak lagi digubrisnya.

“Ya sudah, aku mau tidur, Yuuk,” katanya lalu menguap keras, kemudian ia menutup ponselnya begitu saja. Ketika dia bangkit dan bermaksud masuk ke kamar mandi, Adrian masuk.

“Kamu ditelpon Albert?”

“Sudah, aku bilang, aku ngantuk.”

“Katanya Aira menunggu kamu.”

“Ah, gadis itu terlalu manja, cengeng, pokoknya nggak ada bagus-bagusnya, kecuali bahwa dia cantik. Tapi itu membosankan.”

“Ya sudah, dia menelpon aku, mengira kamu pingsan,” lalu keduanya terbahak.

“Aku mau pinjam charger mu, punyaku entah di mana, ketinggalan di kantor kayaknya.”

“Kebiasaan deh kamu. Kalau tuh kuping nggak menempel di situ, pasti juga sudah ilang dari kemarin-kemarin,” kata Roy sambil mengulurkan charger nya.

“Kalau dipinjemin tuh yang ikhlas, jangan sambil ngomel,” gerutu Adrian.

Tapi sebelum dia beranjak keluar, ponsel Roy berdering lagi.

***

Besok lagi ya.

33 comments:

  1. Alhamdulillah SBK 2 udah tayang

    Yuuuk mojok msh damai klrg ganda moga ttp abadi

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Ttp semangat bunda menghibur kita2 smw

    ReplyDelete
  2. 🌸🍃🌸 🦋🌸🍃🌸
    Alhamdulillah SB 02 telah
    hadir. Matur nuwun Bunda
    Tien. Semoga sehat selalu
    dan tetap smangaaats...
    Salam Aduhai...
    🌸🍃🌸🦋🌸🍃🌸

    ReplyDelete

  3. Alhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~02 sudah hadir.. maturnuwun bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah, SETANGKAI BUNGAKU (SB) 02 telah tayang ,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun mbak Tien-ku, Setangkai Bungaku telah tayang.

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah...
    Matunuwun bu Tien...
    Met malam, salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  7. Alhamdulilah
    Terimakasih cerbungnya bunda Tien
    Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat wal'afiat aamiin

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah, matur nuwun mbak Tien cerbung Setangkai Bungaku Eps. 02 sudah tayang.
    Salam sehat dan salam hangat ..

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah..
    Terima kasih Bu Tien
    Salam sehat..

    ReplyDelete
  10. Tampaknya benar, Pratiwi akan menjadi 'lakon' sebagai orang baik.
    Apakah Adrian dan Roy akan bersaing untuk mendapatkan dia..
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  11. Alhamdulilah, terima kasih bu tien. Salam sehat ...

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien ... 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  13. Salut, ibu Tien...sekarang merambah topik2 yg lebih membumi...yg lalu perceraian, dan sekarang poligami. Memang banyak kisahnya di kehidupan nyata di sekitar kita yg bisa diangkat.👍😅

    ReplyDelete
  14. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti,

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah ..trim bu Tien ,salam aduhai

    ReplyDelete
  16. Matur Suwun bunda..slmsehat sll dan Aduhai unk bunda🙏🥰🌹

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Sdh yg ke 2 cepat sekali,,
    Sehat wal'afiat semua ya bu Tien 🤗🥰

    ReplyDelete

BULAN HANYA SEPARUH

BULAN HANYA SEPARUH (Tien Kumalasari) Awan tipis menyelimuti langit Lalu semua jadi kelabu Aku tengadah mencari-cari Dimana bulan penyinar a...