KANTUNG BERWARNA EMAS
39
(Tien Kumalasari)
Rian merasa gemetar, dan aneh akan apa yang terjadi pada dirinya. Nurani begitu memesona, ia tak peduli pintu yang tiba-tiba tertutup. Ia menyentuh anak rambut yang berjurai di dahi Nurani. Nurani menggeliat, merasa ada yang menyentuhnya.
“Mas Rian?” matanya tampak berbinar melihat Rian
didekatnya.
Namun tiba-tiba sesosok mahluk melompat keatas
ranjang, menelungkup di dada Nurani. Sorot matanya tajam menusuk. Rian merasa
lemas ketika sepasang sorot mata garang menatapnya. Dia adalah Pusy. Ada suara
menggeram dari mulutnya.
Rian mundur selangkah, ketika kemudian melihat Nurani
bangkit.
“Maaf,” hanya itu yang diucapkan Rian, kemudian dia
bergegas keluar dari kamar. Lupa memungut guling yang terjatuh, yang semula
membuatnya mendekati ranjang Nurani.
Nurani duduk dengan bingung, dengan Pusy di
pangkuannya.
“Pusy, apa yang terjadi pada diriku?”
Pusy menggereng pelan. Ini tidak biasa. Mata Pusy
tampak garang.
“Apa kamu marah?” tanyanya. Namun matanya menatap ke
arah pintu, dimana tadi Rian menghilang.
Ada rasa aneh ketika ditinggalkan, setelah senang
melihat kehadirannya.
Gerengan Pusy kemudian membuatnya mengelus kepalanya.
“Kamu marah, Pusy?”
Pusy tak beranjak dari pangkuannya, seakan melarang
ketika Nurani beranjak turun.
“Aku mau keluar, mencari mas Rian.”
Pusy menggereng dan kali ini lebih keras. Ia bahkan
menampakkan gigi dan taringnya. Nurani merasa ngeri melihat sikapnya. Kemudian
dia membaringkan tubuhnya kembali, memeluk bantal dan mencari-cari gulingnya.
“Oh, gulingku terjatuh rupanya,” katanya sambil
tangannya meraih guling, kemudian di dekapnya. Pusy masih menempel di tubuhnya,
seperti tak ingin melepaskannya.
Tiba-tiba Nurani menangis. Ia merasa seperti
kehilangan sesuatu. Sambil tangannya masih memeluk guling, matanya menatap ke
arah pintu yang sedikit terbuka, berharap seseorang memasuki kamarnya.
Tapi kemudian kamar itu benar-benar terbuka lebar. Pak
Candra muncul di tengah pintu, menatap Nurani yang sudah membuka matanya.
“Nur, sudah bangun?”
Melihat wajah dan senyum ayahnya, Nurani merasa segala
kegundahan yang dirasakannya, perlahan lenyap. Ia bangkit, Pusy membiarkannya.
Nurani turun, mendekati sang ayah.
“Kamu tidur nyenyak sekali. Kamu tampak lelah, ayo
minum, ibumu sudah menyiapkan minuman hangat untuk kita.”
Nurani mengangguk, keluar dari kamar sambil memeluk
pinggang ayahnya. Entah kenapa dia merasa nyaman dengan rengkuhan ayahnya di
sore itu.
Ia duduk di samping ayahnya, lalu menghirup minuman
kesukaan keluarga itu dengan nikmat. Tapi ia tak melihat Rian.
Sementara itu Rian sedang gelisah di kamarnya. Ia
merasa aneh, karena ada sesuatu yang tiba-tiba menghentak-hentak dadanya.
Bayangan Nurani yang sedang terlelap, dengan bibir setengah terbuka, dan anak
rambut terburai di dahi, selalu terbayang olehnya.
Ada kesadaran tentang sesuatu yang aneh sedang
melandanya, tapi terkalahkan oleh hentakan-hentakan yang menyakitkan, diiringi
bayangan saudara tirinya yang tak hendak enyah dari benaknya.
“Rian mana?” teriakan ayahnya dari ruang tengah
terdengar, karena pintu kamarnya setengah terbuka. Rian melompat dari ranjang,
“Riaaan!” teriak ayahnya terdengar lagi.
Rian melangkah keluar kamar, dan dadanya terasa lebih
longgar. Ia menuju ke ruang tengah, dimana pak Candra dan Nurani sedang duduk
sambil menikmati minuman sore hari.
“Kamu juga tidur, sepulang dari kantor tadi?”
“Ti … tidak Pak, hanya tiduran.”
“Teryata bekerja itu capek bukan?”
Rian tersenyum, meraih gelas coklat susu yang masih
hangat, dan meneguknya habis. Ditatapnya Nurani yang sama sekali tak melihat ke
arahnya.
“Capek sekali kah?” tanya pak Candra lagi.
“Tidak Pak, biasa saja,” jawab Rian.
“Seperti Nurani, kalian tampak lesu, tak bersemangat.”
Rian mencoba tersenyum.
“Masa sih Pak. Mungkin karena belum mandi. Kalau
begitu Rian mandi dulu saja ya?”
“Ya sudah, mandi sana, supaya lebih segar.”
Rian berdiri, dan memasuki kamarnya, bermaksud mandi.
Barangkali dengan mandi dia akan merasa lebih segar, baik tubuhnya maupun
perasaan batinnya.
Tapi begitu memasuki kamar, Rian mengernyitkan
hidungnya. Ada bau nggak enak terendus hidungnya. Ia menuju ke kamar mandi, mengira belum
menyiramnya dengan bersih. Tapi kamar mandi itu berbau wangi.
“Bau apa sih ini? Seperti bau pesing.”
Kemudian Rian tak peduli. Diambilnya handuk dan ia
masuk ke kamar mandi.
Sementara itu di dapur, bu Candra sedang menyiapkan
lauk untuk makan malam. Ia mendengar celetukan suaminya bahwa wajah Rian dan
Nurani tampak kusut tak seperti biasanya. Bu Candra juga melihat ketika Rian
memasuki kamar Nurani.
“Malam belum datang, tapi reaksi jampi-jampi itu
tampaknya sudah mengenai sasarannya. Aku yakin malam ini akan berhasil. Aku
akan melihat keduanya berada dalam satu kamar, lalu memanggil suami aku, agar
melihat perbuatan mereka, dan memaksanya menikahkannya. Ternyata begitu mudah,”
kata bu Candra dalam hati, sambil tersenyum-senyum sendiri.
Nurani sudah menghabiskan minumnya, ia beranjak dari
tempat duduknya.
“Nur juga mau mandi ya Pak.”
“Baik, mandilah supaya kamu merasa segar.”
Nurani masuk ke dalam kamarnya, dan seperti juga Rian,
ia memencet hidungnya, karena merasa ada bau pesing memenuhi kamarnya.
“Apa ini? Pusy kencing di kamar? Rasanya tak mungkin.
Dia tidak jorok seperti kucing lainnya,” katanya sambil memeriksa kasur, tapi
tak ada tanda-tanda kasur atau bantal maupun guling yang basah. Ia bahkan
mengendus endus sekitar ranjang, tapi tak ada yang berbau pesing, semuanya
wangi. Ia mengamati lantai, tapi setetespun tak ada tanda lantai itu basah.
Nurani heran. Pusy juga tiba-tiba menghilang entah
kemana.
Kemudian dia mengambil handuk dan menuju ke arah kamar
mandi.
“Kamar mandi ini juga wangi, tak ada bau pesing. Heran
aku.”
***
Rian dan Nurani sama sekali tak sadar. Rasa yang
semula menggayutinya, rasa aneh yang membuat mereka heran, sudah lenyap. Ketika
mereka keluar dari kamar, wajah-wajah mereka tampak bugar dan bersinar.
“Nur, aku lupa, tadi membawa kacang kesukaan kamu
ketika pulang dari kantor,” kata Rian sambil memberikan bungkusan kacang rebus
yang dibelinya dipinggir jalan.
“Wah, enak nih, kok mas Rian masih ingat kesukaanku
sih,” kata Nurani yang kemudian membawa kacangnya ke atas meja, kemudian
menikmatinya berdua sambil bersenda gurau seperti biasa. Keakraban yang biasa,
tapi bu Candra memandangnya seakan sebuah proses sedang berlangsung. Ia ingin
bertepuk tangan, tapi ditahannya. Besok pagi semuanya akan berubah menjadi
indah. Harapan dan mimpinya akan menjadi nyata.
Pak Candra yang sudah mandi, ikut bergabung bersama
mereka.
“Ini pesta kacang yang luar biasa,” kata pak Candra
yang ikut menikmati kacang yang dibawa Rian.
Karena asyik pesta kacang itu, kemudian mereka lupa
bercerita tentang bau pesing yang memenuhi kamar mereka.
***
Malam itu setelah makan malam, mereka berbincang
sejenak di ruang tengah. Nurani tidak membantu di dapur. Sejak ia kesal sama
ibunya setelah ibunya memukul Pusy, Nurani memang tidak begitu bersemangat
untuk membantu di dapur, hanya ala kadarnya saja. Itu sebabnya dia memilih
berbincang bersama Rian dan ayahnya di depan televisi.
Bu Candra melakukan semua tugas itu dengan senang hati,
karena hatinya memang sedang senang. Ia berharap mereka segera lelah berbincang
lalu masuk ke dalam kamar masing-masing, lalu semua keinginannya akan terjadi.
***
Andre sedang memikirkan laki-laki bernama Biso yang
bertemu dengan bu Candra pagi tadi. Ia tak sabar agar segera bertemu dengan pak
Candra, dan menceritakan semuanya.
“Mas Leo itu kok aneh ya Ndre,” tiba-tiba ibunya
membuyarkan lamunannya.
“Ada apa Bu?”
“Itu, masa punya keinginan menjodohkan kamu sama Sari.
Itu kan aneh.”
“Sari sudah cerita sama Andre, tadi pagi.”
“Kamu sudah bilang bahwa kamu sudah punya calon istri?”
“Sudah.”
“Apa Sari marah?”
“Tidak. Dia bersikap biasa saja. Tapi dia bilang terus
terang kalau sebenarnya suka sama Andre.”
“Anak itu, sudah terbawa pergaulan di luar negri.
Bersikap seenaknya. Aku kurang suka, mas Leo terlalu memanjakannya.”
“Iya, benar.”
“Tapi sebenarnya dia baik. Dikasih tahu sekali saja
lalu bisa menerima. Ibu kira dia marah karena penolakan ibu.”
“Tampaknya tidak. Tadi ketika Andre mengantarnya ke
bandara, sikapnya baik-baik saja.”
“Syukurlah. Nah sekarang aku mau tanya sama kamu. Ibu
tuh sering komunikasi sama pak Candra, tapi kamu belum pernah mengajaknya
menemui ibu.”
“Iya Bu, sebentar. Nurani itu agak susah didekati.
Nanti pelan-pelan pasti dia juga akan saya ajak menemui Ibu.”
“Tapi dia mau kan?”
“Kelihatannya tidak menolak.”
“Syukurlah. Kamu itu sudah berumur lho, teman-teman
kamu sudah punya anak dua. Ibu juga sudah pengin menimang cucu.”
“Iya, Ibu sabar ya. Kan Ibu sudah pernah Andre
beritahu fotonya?”
“Kok fotonya, ya orangnya dong.”
“Kalau orangnya, Ibu harus sabar. Nanti juga pasti
Andre ajak kemari.”
“Jangan lama-lama, supaya kami segera bisa dekat. Aku
nggak bisa melupakan pesan ibu Nurani sebelum meninggal. Kami bersahabat
dekat.”
“Iya, Andre tahu.”
***
“Sudah malam, mengapa belum pada tidur?” tanya bu
Candra yang tak sabar menunggu.
“Belum ngantuk Bu, soalnya tadi sore sempat ketiduran,”
jawab Nurani yang masih asyik berkicau dengan ayahnya dan Rian.
“Kenapa kamu ribut? Mereka bukan anak kecil, pasti
sudah tahu kapan mereka mau tidur,” kata pak Candra.
“Soalnya ini sudah malam, besok bangun kesiangan,
bagaimana?”
“Ya enggak Bu, Nurani sudah biasa bangun pagi.”
“Kalau Ibu mengantuk, Ibu tidur dulu saja sana,” kata
Rian.
Perasaan aneh yang menggayuti keduanya tak terasa
lagi, entah mengapa. Mereka bahkan tak ingat, bagaimana dan apa yang
dirasakannya setelah memasuki kamar-kamar mereka.
Bu Candra cemberut. Memang tak biasanya dia
mengingatkan semua orang agar segera tidur. Bu Candra hanya ingin segera melihat
reaksi keduanya setelah jampi-jampi itu mengena. Bukankah sore tadi sudah
kelihatan wajah mereka yang tak biasa?
Tapi bu Candra tak bisa memaksa. Ia pura-pura memasuki
kamar Karina, dimana dia tidur akhir-akhir ini, menunggu saat yang akan
membuatnya senang.
“Rian, kapan pacar kamu selesai kuliah?”
“Sebentar lagi Pak, dia masih mengerjakan skripsi,
semoga lancar.”
“Setelah lulus, beritahu bapak, kita segera melamar,
lalu begitu dia selesai wisuda, kalian harus menikah.”
“Ya Pak.”
“Kamu benar-benar menolak bapak belikan rumah?”
“Terima kasih Pak, Rian akan mengontrak dulu. Jangan
lagi membuat Bapak memikirkan Rian. Sudah lebih apa yang Rian terima dari
Bapak.”
“Kok kamu seperti lupa bahwa kamu juga anakku?”
“Bukan begitu juga Pak. Masa sih, Bapak tidak mau memberi
kesempatan pada Rian untuk berjuang?”
“Baiklah, aku beri kamu kesempatan untuk berjuang.
Berjuanglah, semoga berhasil.”
“Terima kasih Pak.”
“Aku bangga memiliki kamu,” kata pak Candra sambil
menepuk bahu Rian.
Nurani hanya diam. Setiap teringat bahwa Rian akan
segera pergi, ia selalu merasa tak akan punya teman di rumah ini. Tapi Nurani
segera menepisnya, karena mau tidak mau hal itu pasti akan terjadi.
“Ya sudah, bapak mau tidur, supaya besok bisa bangun
pagi,” kata pak Candra sambil bangkit, kemudian menuju ke kamarnya.
“Kamu belum ngantuk, Nur?”
“Aku mau tidur. Tapi ya ampun, aku lupa bilang,
kamarku kok bau pesing ya?”
“Nah, kok sama. Kamarku juga. Apa mungkin Pusy kencing
di kamar? Tapi aku tak melihat ada tanda-tanda itu.”
“Aneh, aku juga sudah mencari asal bau itu, tapi tidak
ketemu. Kalau Pusy, rasanya tak mungkin. Dia itu bukan kucing jorok.”
“Tapi aku ngantuk sekali, lebih baik aku tidur pakai
masker supaya tidak mencium bau itu. Baru besok bersih-bersih kamar,” kata Rian
sambil berdiri.
“Iya benar, besok bersih-bersih kamar sebelum kuliah.”
Malam terlewat, dan aman-aman saja. Bu Candra bolak
balik keluar kamar, tapi tak melihat ada sesuatu terjadi, seperti yang
diharapkan. Dia mencoba membuka kamar Rian, tapi terkunci. Demikian juga kamar
Nurani. Tak ada suara di dalam sana.
“Kok aneh, mereka tenang-tenang saja.”
Bu Candra melongok ke arah jam dinding, hampir jam
tiga pagi.
“Kenapa tenang-tenang saja?”
Bu Candra tak tidur semalaman, karena bolak balik melihat
kamar kedua remaja itu. Ia menguap, lalu pergi ke dapur. Hari hampir pagi.
Beribu pertanyaan muncul di benaknya. Mengapa jampi-jampi itu tidak bereaksi?
Tak lama kemudian Nurani bangun, membantu membuat
minum.
“Kamu tidur semalaman Nur?”
“Iya Bu, semalam Nur tidur nyenyak sekali. Walaupun
ada bau nggak enak di dalam kamar.”
“Bau nggak enak?”
“Iya, mungkinkah Pusy pipis dikamar, nanti setelah
selesai membantu ibu, saya mau membersihkan kamar. Anehnya mas Rian juga bilang
bahwa kamarnya berbau nggak enak.”
“Apa?” Bu Candra mulai bertanya-tanya.
Ia melihat Nurani sedang sibuk membuat minuman,
diam-diam dia menyelinap ke kamar Nurani. Memang benar, ada bau pesing di kamar
itu. Bu Candra membungkuk, dan mengambil mangkuk berisi jampi-jampi.
“Haa, bau itu asalnya dari sini?” gumam bu Candra. Ia
membawa mangkuk itu keluar, lalu masuk ke kamar Rian karena melihat pintu kamar
itu sudah terbuka. Ia melongok kedalam, rupanya Rian baru mandi. Cepat-cepat bu
Candra masuk, lalu mengambil mangkuk yang sama, kemudian bergegas keluar,
sambil mengernyitkan hidung. Ia bermaksud membuang air jampi-jampi itu ke kamar
mandi belakang, tapi sebelum sampai, dia terpeleset dan jatuh. Celakanya, air
berbau pesing itu mengguyur tubuhnya.
***
Besok lagi ya.
Mtrnwn
ReplyDelete
DeleteMtnuwun mbk Tien 🙏🙏
Siapakah jeng Mimiet ?
DeleteSalam kenal. Aku penasaran lho.
Alhamdulilah KabeE eps 39 sudah tayang
Matur nuwun sanget bu Tien. Salam SEROJA
Dan tetap ADUHAI.
Wkwkwk knp kakek penasaran
DeleteKl aku lg happy trnyt air jampi2an kena Bu Chandra sndri
Rasain tuh jelas ketahuan Rian juga yg lain Krn buru2 jd kepleset
Makin seru deh bikin penasaran
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Ttp semangat bunda menghibur kita2
Hallo... apakah nomor kontak anda.......5628?
DeleteMaaf kalau salah.
Matur nuwun mbak Tien-ku Kantung Berwarna Emas sudah tayang
ReplyDelete💐☘️💐 Alhamdulillah KBE 39 telah hadir. Matur nuwun Bunda Tien. Semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...Salam Aduhai 🙏🦋💐
ReplyDeleteAsyik
ReplyDeleteAlhamdllh... yg dtunggu akhirnya tayang juga... trma kasih Mbu Tien
ReplyDeleteTks bunda Tien...
ReplyDeleteAlhamdulilah..
Semoga bunda sehat dan bahagia selalu..
Aamiin..🙏🙏🌹
Maturnuwun Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Semoga sehat selalu
Alhamdulillah Non Nurani sudah hadir,,,,,
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien....
Moga Bu Tien sekeluarga sehat selau...
Aamiin...
ReplyDeleteAlhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~39 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Alhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 39 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu
Alhamdullilah KBE sdh tayang..terima ksih bunda..salamt mlm dan slm istirahat..Dalam sehat sll dan Aduhaiiii..🙏🥰🌹❤️
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteAlhamdulilah dah tayang
ReplyDeleteSdh kenal kakek Habi/ pak Djoko 🤭🙏
ReplyDeleteAku penasaran sebab di Anggota WAG PCTK, tidak ada yang nama blogernya Mimiet. Yen bener sdh kenal aku tak tungu di nomor WA-ku
DeleteWaaah...air jampi"nya sdh dikencingi pusy..
ReplyDeletePeran pusy tdk bs diabaikan..
tentu air kencingnya sgt jitu membuang pengaruh jampi" itu jd cambal..
Tks pusy.. 👍👍
Hua ha ha ha ha ha... itulah senjata menyiram diri sendiri. Pasti baunya pesing sekali dan susah hilang.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Yang d tunggu tunggu dah bi baca makasih bunda
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti,
Halow juga mbakyu sayang..
DeleteAlhamdulillah, maturnuwun, sehat dan bahagia selalu Bunda Tien . .
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien, Alhamdulillah KBE Episode 39 sudah hadir. Salam sehat dan salam hangat dari Karang Tengah.
ReplyDeleteSyukurin yg jahat dibls dgn kepleset..penolong Nurani adalah pusy..alhamdullilah nurani n rian slamet dri perbuatan yg jht..mksih bunda Tien🙏🙏🌹🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah terima kasih Bu Tien...haha senjata makan tuan, rasakno Bu Candra
ReplyDeleteAlhamdulillah..pusy datang menolong Nurani...
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien..🙏🙏
Alhamdulilah kbe 39 adh tayang .... syukurlah pusy penyelamat nurani dan rian yg terkena hipnotis ... jadi pingin ketawa bayangin bu chandra bau pesing.... salam sehat bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah KBE 39 sudah hadir
ReplyDeleteBu Candra kena deh..
semakin seru ceritanya
Terima kasih Bu Tien semoga Ibu sehat selalu
Aamiin
Rasain lu bu Candra, kena getahnya...
ReplyDeleteMatur nwn bu Tien...
Salam sehat dan aduhai dari mBantul
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien salam sehat dan bahagia selalu,dan cerita nya selalu aduhai
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteApa ya yg akan terjadi setelah Bu Candra disiram kencing kucing ??
ReplyDeleteMakasih mba Tien
Senjata makan tuan..... 😆😆😆😆
ReplyDeleteKlo jadi film, bakalan bikin kita ngakak deh adegan Bu Candra jatuh tersiram air bau pesing.... 😂😂😂
Bu Tien emang juara bangettt bikin cerita hebaattt, sehat selalu ya Bu...
Ealah, bu Tien...bu Tien...kreatif banget to idenya...bu Chandra yang jahat disiram "parfum" istimewa, wkwk....🤭😀😀😀
ReplyDeleteKasihan sampai terpeleset, wala wala kuwatå kudu adus manèh ambuné uyuh kucing.
ReplyDeleteDapatnya dijalanan langsung masuk kamar terus tidur ya hawanya maunya tidur, padahal kalau bangun mendekati magrib biasanya dikira sudah pagi, bisa bingung sendiri.
Aneh aneh pakai magic jar segala; oh cita cita tak kesampaian lagi rupanya,
sudah ngehabisin uang belanja lagi, untung uang tinggal minta.
Ngebayangin lapor sama biso; biso biso pak biso bengong kok biso aromanya berubah, tapi namanya ada maunya, ya, malah membanggakan diri; itulah air tuah mustika aroma, wuah dengan menggebu-gebu menceritakan proses pembuatannya, ujung ujungnya minta tambahan doku, tingkat kemanjurannya naik level nich, takut ketahuan nggak jadi dèh, dananya nggak ada, ini aja sudah dapat bagian air magic mustika aroma; baunya nggak karu karuan, musti direndhem kaya cucian, nggak tau dibilas berapa kali tuh.
Udah gitu masih meninggalkan kesan aroma menyengat lagi.
Lha ketinggalan satu tetes di bulu hidung ya nggak ilang ilang, kakèhan rékå.
Sebuah rekayasa pemblithukan yang sukses, itulah kalau datang ketempat orang pintar; malah di pintêri.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Kantung berwarna emas yang ke tiga puluh sembilan sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Terima kasih Mbak Tien...
ReplyDeleteCeritanya semakin menarik.
Enak ya Bu Candra mandi air kencing hehehe syukurin.....trims Bu tien
ReplyDeleteEnak pasti gatal2 jahat juga bu Candra mau buat Nurani tidur ma Rian..Terima.kasih Bu Tien.
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteCeritanya tambah seru, matur nuwun Bu Tien. Semoga Ibu sekeluarga selalu sehat penuh barakah, aamiin...
ReplyDelete