Friday, January 20, 2023

KANTUNG BERWARNA EMAS 40

KANTUNG BERWARNA EMAS  40

(Tien Kumalasari)

 

Bu Candra menjerit, bukan karena punggungnya yang terasa sakit, tapi karena air dalam dua buah mangkuk yang berbau pesing menyengat itu telah mengguyur hampir seluruh tubuhnya.

Nurani terkejut, kemudian memburu ke arah belakang. Aroma menyengat seperti yang di kenalnya di dalam kamar, tercium lebih menyengat, tersebar keseluruh ruangan.

Nurani menutup hidungnya. Ia ingin membantu ibu tirinya untuk berdiri, tapi bu Candra sudah berdiri sambil memegangi bawah punggungnya.

“Ada apa Bu?”

“Sudah tahu aku terpeleset, masih ditanya lagi,” jawabnya kesal.

“Itu air apa?”

Bu Candra tak menjawab. Ia memungut dua buah mangkuk yang menggelinding, yang untunglah bukan terbuat dari kaca, lalu membuangnya ke tempat sampah. Ia mengambil pel, dan berusaha mengepel air yang menggenang.

"Sebenarnya itu air apa? Biar Nurani yang mengepel, baju ibu basah kuyup begitu."

“Sudah, pergi sana, jangan banyak bertanya,” hardiknya, karena tak tahu harus menjawab apa. Nurani meninggalkannya dengan benak penuh tanda tanya, tapi sebenaranya dia bersyukur, ibunya tak mau dibantu. Ia tak tahan bahunya. Bahkan bau pesing itu menebar memasuki dapur. Nurani menutup pintu ke arah ruang makan, supaya bau pesing itu tak sampai menerobos ke dalam.

Dengan menahan napas, Nurani melanjutkan membuat minum, dan segera membawanya ke ruang tengah, lalu menutupkan kembali pintunya.

Ketika meletakkan minuman di meja, Rian menghampirinya.

“Kenapa pintu ke arah dapur itu tertutup?”

“Bau.” Jawab Nurani singkat. Tapi kemudian dia duduk di sofa sambil menarik napas dalam-dalam.

“Bau apa? Tiba-tiba kamarku sudah tidak berbau,” kata Rian sambil ikut duduk dan meraih minuman yang baru saja diletakkan Nurani.

“Benar? Sudah tidak? Tadi kamarku masih berbau. Coba sekarang aku lihat lagi, mungkin aroma menyengat itu sudah menguar keluar dari jendela yang aku buka lebar-lebar. Aku mau membersihkannya nanti,” kata Nurani sambil berdiri dan menuju ke kamarnya.

Begitu kepalanya melongok, hidungnya mengendus endus, rasa lega memenuhi perasaannya. Memang benar, bau pesing itu tak ada lagi. Kembali wangi seperti sebelumnya.

Nurani kembali ke ruang tengah, duduk di depan Rian, sambil meraih cangkirnya dan menyeruputnya pelan.

“Masih panas,” katanya sambil meletakkannya lagi.

“Bagaimana kamar kamu?”

“Heran, bau wangi.”

“Tuh kan. Sama, kamarku juga bau wangi seperti sebelumnya.”

“Sekarang bau itu ada di belakang sana.”

“Apa maksudmu?”

“Nggak tahu aku, ibu terjatuh di depan kamar mandi, dan aroma pesing itu menguar di sana. Itu sebabnya aku menutup pintu ke arah ruang makan, karena dapur ikut berbau.”

“Bagaimana Ibu? Katamu jatuh?”

“Aku mau membantunya, malah ibu marah. Dia sedang mengepel air, entah air apa. Baunya sangat pesing. Lebih menyengat dari semalam.”

“Dari mana datangnya air pesing itu?”

“Nggak tahu aku Mas, ketika aku bertanya, ibu malah marah, aku diusir pergi, dan air tumpahan itu di bersihkan sendiri. Coba Mas tanya sana.”

Rian melangkah ke belakang. Dilihatnya ibunya masih mengepel, sedangkan bajunya kelihatan basah kuyup.

“Kenapa Bu? Apa yang tumpah?”

“Sudah, jangan banyak tanya. Tolong ambilkan baju ibu di kamarnya Karina, lalu letakkan di kamar mandi.”

“Kok baunya nggak enak begini? Semalam di kamar Rian dan Nurani juga begitu?”

“Paling-paling kucing sialan itu lagi.”

“Ibu jangan begitu. Kucing itu baik lho. Tak mungkin membuat kotor sembarangan.”

“Sudah, jangan banyak komentar, cepat ambilkan baju ibu, langsung taruh di kamar mandi belakang. Kamar mandi sini, bukan yang di kamar.”

“Ya … ya,” jawab Rian dengan perasaan tak mengerti. Tapi ia beranjak ke kamar untuk mengambilkan baju ibunya, diletakkannya di kamar mandi belakang, seperti perintah ibunya.

Ia heran, kenapa dengan aroma pesing itu. Apakah ada hubungannya dengan ibunya? Air apa yang tumpah dan bau apa sebenarnya ini?

Rian kembali ke ruang tengah. Nurani masih duduk termangu.

“Entah apa yang terjadi, aku bingung,” gumam Rian.

“Kamu sudah bertanya sama ibu?”

“Tidak dijawab tentang air itu. Sekarang baunya sudah berkurang, tapi masih belum hilang.”

“Ya sudah, aku mau memasak buat sarapan dulu. Keburu bapak bangun.”

“Ayo mau masak apa, biar aku bantuin,” kata Rian yang mengikuti Nurani ke dapur.

“Hmmhh… masih ada baunya … kenapa nggak ilang-ilang?” kata Nurani yang membuka kulkas untuk mengambil sayuran untuk di masak.

Acara mengepel di depan kamar mandi itu sudah selesai, tapi bau itu tak hendak hilang. Hanya berkurang sedikit, tapi masih ada.

“Bau apa sih sebenarnya?” kata Rian sambil mengambil seuntai sawi, siap dipotong-potongnya.

Nurani hanya memasak orak arik sayur dan telur dadar untuk sarapan. Bu Candra sibuk membersihkan diri, dan setelah Nurani selesai memasak, barulah dia keluar dari kamar mandi, langsung masuk ke kamarnya sendiri. Baik Nurani maupun Rian tak menanyakan apapun.

Pak Candra keluar dari kamar dan sudah rapi, lalu langsung masuk ke dapur karena melihat Nurani dan Rian sedang menata lauk.

“Bau apa nih?” celetuknya sambil mengernyitkan hidung. Bau pesing itu masih memenuhi ruangan dapur.

“Nggak tahu saya Pak,” kata Rian dan Nurani bersama-sama.

“Apa Pusy kencing sembarangan?”

“Biasanya tidak pernah. Semalam bau itu malah memenuhi kamar Rian dan juga kamar Nurani.

“Sudah dibersihkan?”

“Sedianya ini nanti Pak, tapi sudah nggak ada lagi baunya. Di kamar Nur, di kamar mas Rian, sudah wangi dengan sendirinya.”

“Aneh.”

“Tapi nyata,” sambung Rian.

“Ya sudah, apa sarapan sudah siap? Kenapa Rian tiba-tiba membantu di dapur?”

"Bangun kepagian gara-gara bau nggak enak itu Pak, trus mandi, trus cepat-cepat keluar. Ternyata baunya berpindah, tiba-tiba kamar sudah wangi setelah Rian mandi,” kata Rian.

“Ada apa kira-kira? Mana si Pusy?”

“Nggak tahu Pak, Pusy tuh datang dan pergi sesuka dia.”

“Ya sudah, ayo sarapan, bapak harus berangkat pagi.”

“Baik Pak, sudah siap semuanya.”

“Mana ibumu?”

“Baru selesai mandi, barangkali ada di kamarnya,” jawab Rian sambil membantu menata meja makan, sementara pak Candra sudah duduk di tempatnya.

***
Bu Candra keluar setelah pak Candra hampir berangkat. Ia tak ingin banyak pertanyaan tentang bau pesing yang juga membuatnya heran itu. Pak Candra tak mengucapkan apa-apa saat berangkat, di susul Rian yang pamit sambil mencium tangan ibunya.

“Kamu berangkat jam berapa Nur?”

“Sebentar lagi, ganti baju dulu.”

“Tahu begitu, tadi bareng.”

“Nggak usah. Arahnya berbeda, nanti kamu terlambat,” kata Nurani yang kemudian masuk ke dalam rumah, sedangkan Rian langsung menstarter sepeda motornya dan berlalu.

Bu Candra heran.

“Sikap mereka biasa-biasa saja.  Dasar dukun penipu. Dari mana Karina mendapatkan nomor dukun itu? Aku harus menemui Karina dan memarahinya.”

Nurani urung membersihkan kamar kecuali hanya bersih-bersih ala kadarnya, karena bau itu tak ada lagi, dan dia juga harus kuliah pagi. Karenanya dia segera bersiap, lalu langsung berangkat setelah berpamit pada ibu tirinya.

Bu Candra masih mengomel panjang pendek setelah di rumah hanya ada dirinya seorang. Ia bingung, harus mengomel pada sang dukun, atau ngomel pada Karina yang telah memberi nomor dukun yang dianggapnya palsu itu.

Akhirnya diputuskannya ia akan menemui Karina saja, karena hari ini juga pas hari bezoek yang diijinkan. Karenanya dia segera bersiap dan langsung pergi meninggalkan rumah.

***

“Selamat pagi pak Candra” sapa Andre begitu pak Candra masuk ke ruangannya.

“Pagi Andre. Aku merasa sudah berangkat pagi, ternyata kamu lebih pagi lagi,” jawab pak Candra yang kemudian tidak langsung duduk di kursi kerjanya, tapi di atas sofa.

Seorang office boy masuk membawa nampan berisi dua gelas teh panas.

“Silakan pak.”

“Terima kasih,” jawab Andre.

“Jam berapa meeting?”

“Masih nanti jam delapan. Masih ada waktu seperempat jam untuk bicara,” kata Andre.

“Kamu mau bicara apa? Cerita tentang kemarin ya, ketika mengantarkan saudara kamu?”

“Tidak, itu biasa saja. Tapi saat saya mengantarkannya makan pagi, saya ketemu sama bu Candra.”

“Oh ya? Di pasar? Biasanya kalau pagi dia belanja, karena Nurani sekarang kan kuliah.”

“Bukan di pasar. Dan bukan ketemunya saya dengan bu Candra.”

“Apa itu?”

“Saya melihat bu Candra sedang bicara dengan seseorang.”

“Ada yang aneh?”

“Seseorang itu adalah … seorang laki-laki, yang kebetulan saudara saya mengenal dia sebagai orang Jakarta, tinggal di daerah dia tinggal.”

Pak Candra menunggu, apa menurut Andre istrinya selingkuh? Kalau itu, biarkan saja, ada alasan kuat untuk menceraikannya, karena sudah lama hal itu diinginkannya, sejak diketahui bahwa dia dan Karina berbuat jahat kepada Nurani.

“Saya melihat bu Candra memberikan uang, lalu mereka pergi bersama, entah kemana.”

“Istriku memberikan uang? Apa laki-laki itu _”

“Menurut saudara saya, laki-laki itu seorang paranormal.”

“Paranormal? Orang pintar, begitu?”

“Iya. Katanya, dia bisa meramal, bahkan bisa menyanthet.”

“Ya Tuhan, apakah istriku akan menyanthet seseorang? Aku? Nurani?”

“Saya tidak tahu persis. Saya ingin segera bertemu Bapak untuk mengatakan hal ini. Supaya Bapak berhati-hati.”

Pak Candra terdiam. Apa yang akan dilakukan istrinya maka dia berhubungan dengan orang pintar?

“Kemarin, ya? Ah ya, kemarin dia mampir ke kantor, meminta uang untuk belanja, katanya dia kecopetan. Jangan-jangan dia bukan kecopetan, tapi uang belanja yang dibawanya, dipergunakan untuk membayar laki-laki itu.”

“Kata saudara saya, namanya pak Biso.”

“Dasar pembohong. Siapa yang akan disanthet?”

“Mungkin bukan menyanthet, tapi entahlah. Saya tidak berani mendekati waktu itu, dan terkejut mendengar ucapan saudara saya.”

Pak Candra teringat ada bau aneh di rumah, bau tak enak, seperti pesing, dan Nurani serta Rian mengatakan kalau bau itu semalam ada di kamar mereka. Apa ada hubungannya dengan cerita Andre? Apapun itu, pak Candra ingin segera menanyai istrinya. Semua harus jelas, apa yang dilakukannya juga harus jelas. Kali ini, kalau memang sang istri melakukan kesalahan lagi, maka kesabaran sudah ada di puncaknya.

“Meeting sekarang saja, aku mau segera pulang setelahnya,” perintah pak Candra dengan wajah keruh.

***

“Mengapa ibu marah-marah sama Karina? Itu nomor yang di berikan teman satu sel Karin. Dia sudah sering mempergunakan orang bernama pak Biso itu untuk mencapai segala keinginannya. Dia tak pernah meleset. Kalau tidak, mana mungkin dia selaris itu? Prakteknya berpindah-pindah, banyak kota disinggahi, dan kebetulan waktu ini dia ada di kota ini, itu sebabnya Karina suruh ibu menghubunginya.” Kata Karina panjang lebar.

“Nyatanya apa? Aku sudah melakukan apa yang disuruhnya. Malah aku celaka.”

“Celaka bagaimana sih?”
“Dia memberikan sebotol air, menyuruh ibu membagi dua, harus diletakkan di dalam mangkuk, lalu diletakkan dibawah tempat tidur Rian dan Nurani. Sore itu, aku melihat ada yang aneh pada keduanya, Rian juga sempat masuk ke dalam kamar Nurani, tapi tidak lama, lalu keluar lagi.”

“Itu sudah bereaksi.”

“Tidak, Malam harinya keduanya tidur nyenyak, aku yang tidak bisa tidur karena mengamati sampai pagi. Keduanya mengatakan bahwa malam itu kamarnya berbau pesing.”

“Pesing?”

“Iya, entahlah, pokoknya tidak ada kejadian apa-apa, mereka juga bersikap biasa saja. Ketika pagi-pagi aku mau membuang air itu, yang berbau sangat menyengat, di depan kamar mandi belakang aku terpeleset dan jatuh. Itu namanya aku yang dapat celaka kan? Sekarang aku mau menelpon dia, minta uangku kembali. Aku bayar tiga juta untuk kebohongan dia.”

“Jangan Bu. Nggak bisa begitu. Dia itu orang sakti, kalau ibu marah-marah, nanti ibu malah disanthet, bagaimana?”

Bu Candra surut. Kegagalannya adalah resiko yang ditanggungnya. Ia pulang dengan wajah keruh.

***

Ketika bu Candra memasuki halaman, dilihatnya mobil suaminya ada di depan rumah.

“Tumben pulang jam segini? Makan siang juga belum siap,” kata bu Candra saat masuk dan melihat suaminya duduk di ruang tengah.”

“Dari mana kamu?” dingin pak Candra bertanya.

“Dari belanja Pak, ini … lihat, aku bawa belanjaan, dan baru mau memasak.”

“Letakkan belanjaan itu, duduk di sini.”

Bu Candra berdebar mendengar nada suara suaminya yang sama sekali kaku, tak ada manis-manisnya. Tapi dia menuruti perintah sang suami, duduk di depannya.

“Dari mana kamu?”

“Kan aku sudah bilang, dari belanja.”

“Bukan menemui orang bernama Biso itu?”

Bu Candra terkejut. Darimana suaminya mengenal nama Biso? Apa yang terjadi? Tangannya mulai gemetar.

“Kenapa diam? Aku bertanya sama kamu,” nada suaranya semakin meninggi.

“Siapa Biso?”

“Jangan ingkar. Aku bisa memaksa kamu.”

***

Besok lagi ya.

 

42 comments:

  1. Replies
    1. Selamat jeng Susi Herawati, jeng Lina, Uti Nani
      Aku tut wuri handayani wae

      Delete
  2. Alhamdulillah..... KBE_40 sdh ditayangkan
    MANUSANG bu Tien.... Salam sehat selalu....
    dan tetap ADUHAI....

    ReplyDelete
  3. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti,

    ReplyDelete
  4. Wah, gasik bu...matur nuwun. Bayar penisirin.🙏😅

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah...
    Matunuwun bu Tien...
    Salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  6. Alhamdulilah...
    Tks bunda Tien.. Nurani sdh tayang gasik
    Semoga bunda sehat" dan berbahagia selalu.
    Salam aduhai dari Sukabumi.. 🙏🙏🌹🌹

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 40 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete

  8. Alhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~40 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah..
    Gasik....
    Matunuwun bu Tien...
    Salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah sudah muncul. Bu Candra jadi pesakitan nih . Jujur tidak ya? Tunggu besok

    ReplyDelete
  11. Matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang, salam aduhaai dari Cibubur

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu Bunda Tien . .

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah.
    Terimakasih bu Tien.

    ReplyDelete
  14. Matur nuwun mbak Tien-ku, Kantung Berwarna Emas sudah tayang

    ReplyDelete
  15. Pada episode 40 ini penjahat sudah tertangkap, jadi mungkin tinggal beberapa episode lagi.
    Selamat berbahagia Andre -Nurani, Rian -Siswati semoga sakinah mawadah dan rohmah.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  16. Terima kasih Bunda, semoga Bunda Tien Kumalasari sehat selalu, dan selalu menghibur kami

    ReplyDelete
  17. Alhamdullilah bunda Tien KBE 40 nya..waduuh psti hampir tamat y bunda..yg penting bahagia semua endingnya..Slm sehat dan tetap aduhai unk bunda🙏🥰💪🌹..

    ReplyDelete
  18. Nah kan di sidang sama Pak Candra.
    Kamu sih, jadi orang koq ngeyel tetap ambisi melakukan segala cara demi impian konyol. Namanya kejahatan pasti ada balasannya... Hadeuhh Bu Candra, jadilah orang yang pandai bersyukur buuu...

    ReplyDelete
  19. Terima kasih bu tien kbe 40 sdh tayang..... habislah riwayat bu chandra .... salam sehat bu tien

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah KBE 40 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  21. Sahabat-2 Penggemar Cerbung Tien Kumalasari, kami beritahukan:

    1. Novel AYNA sedang naik cetak, kepada saudara-2 yang berminat mengkoleksi novel tersebut dapat pesan ke saya (085101776038) atau ke bu Tien Kumalasari (082226322364) Harga Rp. 125.000,- belum termasuk ongkos kirim.

    2. Pada tanggal 9, 10, 11 JUNI 2023 (2 malam 3 hari) kami WAG PCTK akan mengadakan JUMPA FANS-4, mempertemukan para penggemar cerbung Tien Kumalasari dengan sang IDOLA TIEN KUMALASARI, dengan acara, sbb:
    > Tgl. 9 Juni 2023, malam kebersamaan di Resort KINASIH TAPOS DEPOK.
    > Tgl 10 Juni 2023, senam/olah raga pagi di seputar Resort kinasih, dilanjutkan CITY TOUR TMII, KOTA TUA BATAVIA, MONAS, malamnya KULINERAN di seputaran Jl. Sabang/Sarinah, bermalam di hotel seputaran Sarinah;
    > Tgl. 11 Juni 2023, Car Free Day MH Thamrin dan sekitarnya;
    Uang kontribusi peserta :
    > Anggota WAG PCTK Rp. 750.000,-
    > Peserta diluar Anggota WAG PCTK Rp. 1.000.000,-

    Bagi Anda yang berninat BERGABUNG DENGAN KAMI, silakan menghubungi Panitia JF-4 JAKARTA, sbb :
    1. Bpk. Hardjoni Harun HP. 0821 2236 6880
    2. Bpk. Hadi Sudjarwo HP. 0812 8499 184
    3. Ibu Ika Laksmi HP. 0812 8310 689

    ReplyDelete
  22. Wadhuh ambyar, langsung pada pokok pembicaraan; buat apa menemui biso.
    Mau mencelakai Nurani lagi.
    Dah rasané kaya ada gempa bumi, nggak tahu ngomong apa; buat membela diri, itu tadi pagi bau nggak enak biar orang yang ada dirumah nggak betah tinggal disini, gitu maunya.
    Nasib nasib gagalnya rekayasa genetika di satroni pussy, susah juga ya.
    Makanya kalau mau bikin acara itu yang bener, kalau dasarnya gabener ya gitu; uthuk uthuk ublug ublug.
    Maksudté di unthuk unthuk bèn mumbul malah dadiné di gubluk gubluké. Omong åpå kuwi waton crigis waé.
    Mumêt nggak, sudah pisah ranjang kini tinggal di cuthik saja.
    Bingung nggak; bakal kelangan kili, itu kemaren yang ngotot nggak boleh itu malah Nurani, ini malah nemen harus terlaksana, bikin jebakan segala.
    Tuh chandra jadi firaun mu, eksekutor.
    Biarpun kamu alasan kesambet; no way, yang nyambet itu siapa kan di radiasi sama pussy, tuh air mineral nggak seberapa, di jual tinggi. Lumayan dapat umr, kaya ular sekali makan melungker sebulan.
    mbrêbêt ora.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Kantung berwarna emas yang ke empat puluh sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien, semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  24. Segera pesan NOVEL AYNA, Pebruari 2023 terbit, jangan sampai TIDAK KEBAGIAN, segera daftar ke Kakek Habi 0851-0177-6038 atau langsung ke bu Tien 0822-2632-2364.

    *DAFTAR PEMESAN NOVEL AYNA*

    1. Salamah dari Purworejo
    2. SBK Diah Harmani,
    Surabaya
    3. Isti Priyono Klaten
    4, Iyeng Santoso
    5. Dewi Hr Basuki
    6. Debora Ratna H.
    7. Marheni, Jakarta
    8. Etty Inggaris Plg
    9. Yuliarsih Ully D
    10. Lasmi Pipink, Jogja.
    11. Hardjoni Harun Jkt
    12. Ermi Suhasti Jogya
    13. Linda Bahar,Bandung (non wag pctk)
    14. Marjuli. Pekalongan (non wag pctk)
    15. Sri Endaryati - Bogor
    16. Arsi - Solo
    17. Tugirah - Kartosuro
    18. Endang Pur - Solo
    19. Pudji Rahayu - Jogya
    20. Anny Christianty, Semarang. (blogger)
    21. Mien Djoefri
    22. Prof. Mintarti
    23. Wiwik Suharti
    24. Dimas Mustofa, Solo
    25.
    26.
    27.
    28.
    29.
    30.


    *Bagi sepuluh pendaftar pertama bebas ongkos kirim*

    _*Lanjutkan....*_

    ReplyDelete

BULAN HANYA SEPARUH

BULAN HANYA SEPARUH (Tien Kumalasari) Awan tipis menyelimuti langit Lalu semua jadi kelabu Aku tengadah mencari-cari Dimana bulan penyinar a...