KANTUNG BERWARNA EMAS
38
(Tien Kumalasari)
Sari agak kesal, Andre berkali-kali menoleh ke arah bu
Candra.
“Kamu tuh kenapa sih Ndre, nglihatin perempuan itu
terus? Rupanya kamu penggemar perempuan berumur ya?” ejek Sari.
“Ngawur kamu.”
“Eh, tunggu, laki-laki yang di ajak bicara itu,
bukankah orang Jakarta?” tiba-tiba Sari ikut memperhatikan.
“Kamu tahu?”
“Dia itu seorang paranormal,” katanya sambil menarik
Andre duduk di atas tikar, kemudian memesan jenang tumpang koyor seperti yang
diinginkan.
Tapi Andre tertarik dengan ucapan ‘paranormal’ itu.
“Apa katamu? Paranormal?”
“Iya, itu terkenal di daerah tempat tinggal aku,
namanya pak Biso.”
“Paranormal bagaimana maksudmu?”
“Paranormal itu orang yang suka nebak-nebak, atau apa
ya … pokoknya bisa nebak banyak hal, lalu terkadang dia bisa nyanthet orang
lho.”
“Apa?” Andre sangat terkejut.
“Iya. Kabarnya begitu. Tapi kenapa sih, kamu perhatian
amat sama dia?”
“Aku kenal perempuan itu.”
“Kamu kenal? Waduh, kalau orang berhubungan sama pak
Biso itu, bisa dipastikan dia punya kemauan yang tidak baik.”
Andre menoleh ke arah bu Candra dan laki-laki yang
semula berbicara di pinggir jalan, kemudian keduanya pergi menjauh, menaiki
mobil yang rupanya milik laki-laki itu.
“Hei, ini bubur untuk kamu,” kata Sari sambil
menyodorkan ‘pincuk berisi bubur tumpang.
Andre menerimanya, tapi pikirannya terus ke arah bu
Candra dan laki-laki yang kata Sari adalah paranormal itu.
“Ada apa bu Candra berhubungan dengan paranormal?
Kapan janjian, dan untuk apa? Jangan-jangan dia punya maksud yang tidak baik
kepada keluarga pak Candra. Terutama Nurani. Aduh, bukankah berkali-kali dia
ingin mencelakakan Nurani? Apa lagi yang akan dilakukannya?” kata batin Andre
dengan gelisah.
“Hei, ada apa kamu ini?” Sari menepuk lengan Andre
yang makan bubur seperti sambil melamun.
“Ah, ya … nggak apa-apa,” katanya sambil melahap
buburnya dengan cepat. Bukan karena kelaparan, ia ingin segera mengambil
ponselnya dan menelpon Nurani.
“Hallo, ada apa Mas?” tanya Nurani setelah tersambung.
“Kamu di mana?”
Di rumah, tapi sudah mau berangkat ke kampus. Kenapa
nih. Mas Andre di kantor kan?”
“Tidak, aku sedang cuti sehari ini.”
“Sakit?”
“Tidak, sedang mengantar saudara. Bu Candra ke mana?”
“Oh, sudah tadi ibu berangkat ke pasar. Kenapa sih?”
“Nggak apa-apa, baiklah. Kamu harus hati-hati.”
“Memangnya kenapa? Bukankah setiap hari kita memang
harus hati-hati?”
“Hubungannya dengan ibu tiri kamu.”
“Dia punya maksud buruk sama aku?”
“Entahlah, aku cuma bisa bilang hati-hati saja. Nanti
kalau ketemu aku ngomong. Ya sudah, berangkat saja ke kampus, nanti terlambat.”
“Baiklah.”
Andre menutup ponselnya, dan melihat Sari memesan lagi
satu porsi bubur.
“Siapa sih Ndre? Kamu tadi bilang mengenal wanita itu,
lalu kamu seperti gelisah begitu. Siapa yang kamu telpon?”
“Calon istri aku.”
“Haa? Kamu benar, sudah punya calon istri. Yang
dijodohkan oleh orang tua?”
“Tahu dari mana kamu?”
“Semalam ibu kamu cerita bahwa kamu sudah dijodohkan
sejak kecil. Heran saja, jaman sekarang masih ada jodoh menjodohkan. Berarti kalian
tidak saling cinta dong.”
“Kata siapa?”
“Kalau dijodohkan tuh berarti berjodoh bukan karena saling mencintai. Ya kan?” kata Sari sambil melanjutkan melahap buburnya.
“Eh, kamu mau nambah? Nambah aja. Aku yang traktir,”
sambung Sari.
“Nggak, sudah kenyang.”
“Kembali ke perjodohan tadi. Kamu mencintai jodoh kamu
itu?”
“Sangat.”
“Wouw … ini luar biasa. Pasti dia cantik.”
“Terlebih hatinya.”
“Aku iri sama dia. Sesungguhnya aku suka sama kamu,”
kata Sari terus terang. Memang Sari selalu ceplas ceplos begitu, apa yang ada
di dalam hatinya, tak ada yang disembunyikannya.
Tapi Andre heran mendengarnya.
“Kamu? Suka sama aku?”
“Semalam bapak sudah bicara sama tante. Tapi nggak
diterima, karena kita masih saudara dekat.
“Itu benar.”
“Seandainya aku bukan saudara misan kamu, apakah kamu
juga suka sama aku?” tanya Sari lagi.
“Nggak lah.”
“Iih, jahat. Apa aku kurang cantik?”
“Terlalu cantik.”
“Jadi, kenapa nggak suka?”
“Suka itu bukan karena wajah cantik atau ganteng. Suka
adalah rasa. Kalau rasa nggak nyambung, ya nggak bisa suka.”
“Ngomong apa tuh, aku nggak ngerti,” katanya sambil
menyuapkan bubur terakhirnya.”
Andre berdiri. Ketika ia ingin membayar, Sari
mendahului mengeluarkan uang seratus ribu kepada penjual buburnya.
“Kembaliannya, Non.”
“Nggak usah, ambil saja kembaliannya,” lalu Sari
menggandeng Andre ke mobilnya.
“Kemana lagi kita?”
“Mm … kemana ya, jalan saja dulu. Aku lebih suka
berbincang sama kamu entah dimanapun kita berada,” kata Sari seenaknya.
Maka Andre pun hanya mengajak Sari berputar-putar di
sekitar kota.
“Sari, kamu kenal sama yang namanya pak Biso tadi?”
“Apa? Kok kamu perhatian banget sama dia?”
“Hanya ingin tahu saja.”
“Kamu ingin di ramal? Atau, jangan-jangan ingin
menyanthet seseorang.”
“Ngaco ah.”
“Kenapa kamu tiba-tiba perhatian sama dia? Oh ya, kamu
tadi bilang bahwa kamu mengenal wanita yang sedang berbincang bersamanya tadi
ya? Siapa sebenarnya dia?”
“Dia ibu tirinya Nurani.”
“Ibu tiri Nurani. Siapa pula Nurani itu?”
“Calon istri aku.”
“Haaa, kalau begitu boleh aku tebak. Kamu bisa cinta
sama calon istri kamu itu, karena ibunya meminta jampi-jampi sama dia.”
“Kamu tuh kalau bicara suka ngaco ya. Dia hanya ibu
tirinya. Aku khawatir dia punya niat jahat sama Nurani.”
“Oo, begitu? Tapi kenapa ya dia begitu? Karena dia
anak tiri? Atau karena si ibu itu suka sama kamu, jadi_”
“Tidak. Aduh, semakin ngelantur nih anak.”
“Mengapa kamu tiba-tiba seperti curiga sama dia.”
“Pertanyaan aku tadi singkat, jawabnya juga sederhana.
Kamu tinggal bilang ya, atau tidak. Kok jadi ngelantur ke mana-mana.”
“Apa maksudmu? Tadi kamu bertanya apa sih?”
“Apa kamu kenal sama yang namanya pak Biso itu,
katanya dia tinggal di sekitar daerah kamu sana.”
“Aku kenal sama dia? Ya enggak. Memangnya aku ini suka
yang namanya klenik?”
“Jadi nggak kenal?”
“Enggak lah, tapi kalau kamu ingin ke sana, aku
antarkan. Aku tahu rumah dia. Tapi serem, banyak patung-patung kuna dan hiasan
yang aneh di depan rumahnya.”
“Nggak, cuma nanya saja. Kalau nggak kenal ya sudah.”
Lalu Andre diam, tapi dia terus memikirkan pertemuan
bu Candra sama pak Biso itu tadi. Untuk apa dia menemui, dan mengapa memberikan
uang juga.
***
Pak Candra terkejut, ketika di siang hari itu istrinya
muncul di kantor.
“Ada apa?” tanya pak Candra dengan wajah tak suka.
Bu Candra duduk di sofa dengan wajah kusut.
“Sejak kapan kamu diijinkan datang ke kantor untuk
menemui aku?”
“Maaf Pak. Aku terpaksa datang kemari. Tadi harusnya
aku berbelanja, tapi aku kecopetan, uang yang aku bawa habis semua,” kata bu
Candra dengan wajah sedih.
“Kamu kecopetan? Bagaimana bisa?”
“Ya nggak tahu, namanya kecopetan.”
“Sudah lapor polisi?”
“Nggak lapor, paling copetnya sudah kabur. Lebih baik
aku kemari saja,”
“Maksudmu minta uang? Bukankah dulu kamu aku beri uang
dan kamu menolak, lalu menyuruh aku agar memberikan uangnya pada Nurani?”
“Iya, tadi aku juga minta sama Nurani. Tapi kan Nurani
kuliah, kalau aku tidak punya uang, mana bisa belanja dan membeli segala
keperluan?”
Pak Candra tak mau kelamaan istrinya ada di kantornya.
Ia memberikan uang yang dimintanya, lalu menyuruhnya pergi.
***
Bu Candra sampai di rumah terlebih dulu. Ia membawa botol
berisi air putih. Lalu meletakkannya di meja dapur.
Ia memasak seperti biasanya, setelah berbelanja dengan
uang yang diberikan suaminya. Ia tadi menemui seseorang, yang memang benar
namanya pak Biso. Entah bagaimana, Karina bisa mendapatkan nomor kontak pak
Biso, yang katanya orang sakti. Ia meminta sejumlah uang, yang oleh bu Candra diberikannya semua uang yang tadi diberikan Nurani.
Pak Biso bukan orang Jakarta asli. Dia bisa berada di
mana-mana, Ada jadwal praktek di setiap kota yang disinggahi. Konon ia bisa
membuat orang jatuh cinta, dan meramal nasib seseorang. Tapi Bu Candra lebih
tertarik pada kebisaannya membuat orang jatuh cinta. Tadinya bu Candra mengira,
harus ada bunga-bunga atau apa, yang pastinya akan membuat seisi rumah mencium
aroma bunga, yang pastinya sangat aneh. Ternyata tidak. Pak Biso hanya
memberikan sebotol air putih yang konon sudah diberinya jampi-jampi.
Bu Candra menyebutkan nama Nurani dan Rian, yang
diharapkan bisa saling jatuh cinta, atau bahkan bisa melakukan sesuatu yang
bisa menyebabkan keduanya harus menikah. Semacam obat perangsang? Entahlah,
tapi air itu tidak untuk diminum. Bu Candra hanya membagi air dalam botol itu
menjadi dua, lalu diletakkannya di sebuah mangkuk, yang harus berada di bawah
tempat tidur masing-masing orang yang dimaksud.
Bu Candra mengambil dua buah mangkuk, membagi air
dalam mangkuk itu menjadi dua, lalu meletakkannya dibawah tempat tidur Nurani
dan Rian.
Bu Candra memasak dengan hati gembira. Malam nanti air
keramat itu akan bereaksi. Mungkin sesuatu yang luar biasa akan terjadi, dan bu
Candra akan menjebaknya, dan membuat mereka harus menikah. Hanya itu sebenarnya
yang diinginkan.
***
Setelah memasak, bu Candra duduk santai di ruang
tengah. Rumah sudah dibersihkan, memasak sudah selesai. Lalu tiba-tiba ia
merasa sangat lapar. Suami dan Rian
pulang agak sore, sedangkan Nurani belum tentu. Ia mengambil piring, diambilnya
nasi dan lauk, lalu bermaksud makan di depan televisi, di ruang tengah. Tapi
baru saja duduk, Nurani sudah pulang dari kuliah.
“Ibu kok makan di sini?” sapanya ketika melihat ibunya
makan tidak di ruang makan.
“Iya, habis nggak ada temannya, lapar sendiri,
sedangkan ibu tidak tahu kamu pulang jam berapa.”
“Iya, maaf, jam pulang Nurani tidak pasti.”
“Kalau begitu ayo makan saja sekalian bersama ibu,”
katanya ramah.
“Tidak Bu, ibu selesaikan saja makannya, Nurani mau
ganti baju segala. Nanti Nurani makan sendiri juga nggak apa-apa.”
“Baiklah. Terserah kamu saja.”
Nurani memasuki kamarnya, dan tiba-tiba dia merasa
sepi. Ia masuk ke kamar mandi, berganti baju, dan merasa seperti ada yang
kurang dalam hatinya.
“Kenapa ya aku? Pulang ke rumah, merasa tak ada
siapa-siapa yang membuat aku senang. Jam berapa mas Rian pulang? Kalau ada dia,
aku pasti senang. Bisa bercanda, berbincang apa saja,” gumamnya.
Ia keluar dari kamarnya, menuju ruang makan.
Dilihatnya ibu tirinya sudah tak ada di sana. Barangkali sudah masuk ke dalam
kamar. Nurani duduk di kursi makan, dan tiba-tiba merasa sedih.
“Kenapa mas Rian belum pulang juga?”
Nurani makan, dengan perasaan terus membayangkan Rian.
Nurani merasa aneh oleh rasa yang tiba-tiba di rasakannya.
Ketika ia selesai mencuci piring dan membersihkan meja
makan, ia langsung masuk ke dalam kamarnya, membuka-buka ponselnya, dan tanpa
sadar menuliskan pesan singkat pada Rian.
“Mas pulang jam berapa?”
Lama sekali tak ada jawaban. Barangkali Rian sedang
sibuk. Dan Nurani membaringkan tubuhnya dengan perasaan aneh. Hanya Rian yang
terbayang olehnya. Ia menutup wajahnya dengan bantal, tapi bayangan Rian tak
mau hilang.
Rasa itu terbawa sampai dia kemudian tertidur,
sehingga tak mendengar ketika Rian dan ayahnya pulang kantor.
“Kok bisa pulang bareng nih, kita?” kata pak Candra.
“Hanya kebetulan saja, biasanya saya pulang agak
sorean kan Pak.”
“Iya. Kok sepi? Mana Nurani?”
Pak Candra membuka pintu kamar Nurani dan melihatnya
tertidur pulas. Pak Candra tersenyum, lalu masuk ke kamarnya sendiri untuk
beristirahat.
Ketika Rian masuk ke kamarnya, tiba-tiba ia juga
teringat Nurani.
“Kenapa ya, tadi Nurani tidak kelihatan? Entah kenapa,
aku ingin sekali berbincang sama dia. Apa karena ketika pulang aku tidak
melihatnya ya?”
Rian keluar dari kamarnya setelah berganti baju
rumahan. Dilihatnya ibunya sedang membuat minuman di dapur. Rian kecewa, Nurani
tidak ada.
Lalu Rian menuju ke kamar Nurani. Melongok sedikit,
dan melihat Nurani tergolek pulas, sedangkan di lantai, tampak guling terjatuh.
Rian mendekat, menatap Nurani yang sedang pulas,
tiba-tiba ia merasa jantungnya berdetak lebih keras. Nurani sangat cantik
bahkan dalam tidur pulasnya. Tangan Rian sudah terangkat, tapi tiba-tiba
terdengar pintu tertutup, karena tadi dia hanya membuka tanpa menutupnya.
***
Besok lagi ya.
Suwun
ReplyDeleteHorreee....Juara 1 Jeng Lina
DeleteAlhamdulillah
DeleteSelamat yaa..mb Luna juaranya.. ๐๐๐ฅฐ
DeleteAlhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat semua ๐ค๐ฅฐ
Matur nuwun mbak Tien-ku Kantung Berwarna Emas sudah tayang
ReplyDeleteYess
ReplyDelete๐ท☘️๐ท Alhamdulillah KBE 38 telah hadir. Matur nuwun Bunda Tien. Semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...Salam Aduhai ๐๐ฆ๐ท
ReplyDelete
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien ๐๐
ReplyDeleteAlhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~38 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien ๐
Matur suwun bunda Tien
DeleteSalam Tahes Ulales bunda dan tak lupa selalu Aduhaiiii,๐๐
Duwun
ReplyDeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteTerimakasih cerbungnya bunda Tien
Suwun
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun
Maturnuwun Bu Tien...
ReplyDelete๐๐
Alhamdulillah tayang sugeng ndalu bu Tien matur nuwun
ReplyDeleteTerima kasih, Bu Tien cantiik... salam sehat penuh semangat, yaa...
ReplyDeleteAlhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 38 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah Nurani sudah tayang...
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien.....
Ditungguin ga muncul2, ditinggal sebentar sudah terlambat.๐
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien.๐๐
SAMA
DeleteHatur nuwun
ReplyDeletematurnuwun
ReplyDeleteMksh Bu Tien salam sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah KBE 38 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat selalu.
Aamiin
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu tien .... KABEE telah tayang
Semoga bu tien sehat2 selalu
Slmt mlm bunda..kirain g akan tayang bund..pas nglilir sdh muncul kbe nya..Terima ksih bunda..slm sehat sll dantetap Aduhai๐๐ฅฐ๐น❤️
ReplyDeleteTernyata benar, lari ke perdukunan. Yang saya tunggu aksi Kucing berwarna Emas bagaimana.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Alhamdulillah. Suwun bu Tien. Makin penasaran ga sabar menunggu..
ReplyDeleteWaduh mbah dukun bertindak...๐ช
ReplyDeletetolong Nurani dong kucing ajaib...
Matur nuwun Bunda Tien...๐
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti,
Waduuh jampi jampi apa lagi ini, Pusy kemana kok nggak numpahin air di mangkuk ya..
ReplyDeleteHehe..tambah penasaran saja ini.
Terimakasih Salam sehat bu Tien
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerim akasih bu Tien
Terima kasih Mbak Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAmirah ketemuan dengan Biso;
ReplyDeleteMengharap dengan ke biso an pak biso dapat biso tercapai target yang dicapai.
Nah kan dengan air putih dari pak biso berharap biso menebar, meradiasi gelombang napsu berpasangan diantara Rian dan Nurani, kelihatannya sudah ada reaksi tuh grenengan Amirah sambil menutup pintu, nggak rugi juga pakai uang belanja buat beli air mineral pak biso, tapi kan jadi nggak ketara pakai jampi jampi semacam aroma bunga dan kemenyan, ah bikin pusing bau bauan kaya gitu, lagian sudah bosen; setannya maunya aroma bunga bank, yang lebih menjanjikan kalau ada kebutuhan berpenampilan ngejrรจng.
Biarlah merasa berhasil dengan air mineral pak biso, tinggal bagaimana nanti masih adakah kesadaran tentang kewajaran sebuah anggapan bersaudara, iya kan anggapan; kakak dan adik, tapi ada titel tiri dibelakangnya masing-masing dan semua orang tahu itu. Nggak keliru dan biso biso aja, lagian itu lebih mudah meradiasi orang satu atap bagi pak biso, tapi waktunya yang nggak pas, kan mau makan bersama, nah di absen untuk kehadiran tiap anggota keluarga, namanya juga radiasi jalannya juga biso biso juga nggak biso cepet, kaya reaksi permentasi bertumbuh gitu ya, ngomongnya kaya orang laborat; itu lho kaya bikin tempe gitu lama lama kan ada diwut diwut putih menyelimuti gitu jadilah tempe.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Kantung berwarna emas yang ke tiga puluh delapan sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
๐
Sebentar lg pa Chandra manggil Nurani dan Rian utk makan barengan di meja makan..
Deletegagal lg deh ..ibu tiri lieur..
pengen Nurani jd menantunya..
dan berbesan dg pa Chandra suami sambungnya...
Makasih mba Tien
ReplyDeleteSalam hangat selalu aduhai
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatursuwun bu Tien, sehat selalu
Alhamdulilah..
ReplyDeleteTks bunda Tien.. Nurani sdh tayang
Semoga bunda sehat dan bahagia selalu
Salam aduhai...
Semoga Nurani aman ya bun...
Hadeeh udah mulai ngeselin nih kl udah ada main jampi2an alias guna2
ReplyDeleteBu Chandra jahat skli dan trnyt Karina meskipun msh muda mang di otaknya udah tertanam sifat yg jahat pula
Yg jelas makin seru,moga sewaktu pintu sengaja di tutup pak Chandra lewat
Sptnya yg nutup Bu Chandra tuh
Pusy ayo muncul dong,tolongin mereka berdua, selamatkan mereka
Wow mksh bunda Tien yg telah bikin kita terobsesi mulai ikut alur ceritanya
Moga sehat selalu doaku bunda Tien ttp semangat yah utk menghibur kita2 smw
ADUHAI.... ADUHAI.... ADUHAI
Kok ada pake orang pinter .... semoga gak berlanjut ada yg bisa bantu Nur sm Rian salam sehat bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat ๐ค๐ฅฐ
Waduh tambah aduhaiii ,,jd bingung
Kita tunggu selanjutnya aja deh ๐คญ
Semoga Pusy cepat bertindak, berakin saja air itu maka akan mengubah penampakan Nurani menjadi 'nggilani'...๐
ReplyDeletepasti pusy akan muncul dan ngobrak ngabrik rencana ibu tirinya..bundaaa bikin makin penasaran aja๐๐๐๐๐ฅฐ๐ฅฐ
ReplyDelete