KANTUNG BERWARNA EMAS
37
(Tien Kumalasari)
Malam itu setelah selesai makan, mereka berjalan-jalan
di sekitar keramaian kota, lalu memilih duduk-duduk di sebuah taman, menatap
keindahan kota dengan kerlip lampu yang berpendar memperindah suasana.
Nurani tak begitu kikuk lagi setelah digoda kakaknya
habis-habisan, karena pintarnya Andre mengimbangi godaan Rian dan kemudian
berbalik menggodanya.
Tapi yang jelas sudah ditekankan dalam pertemuan
sepasang remaja itu adalah, bahwa Rian akan siap melamar Siswati setelah lulus
nanti.
“Bukankah kamu bersedia hidup sederhana bersama aku
Sis? Memulai semuanya dari bawah?” tanya Rian yang dijawab Siswati dengan
anggukan yang mantap.
“Jawab dong, jangan hanya mengangguk.”
“Kok acara lamaran di sini sih?” kata Nurani.
“Ini pra lamaran,” kata Rian semaunya.
“Waduh, ada istilah baru rupanya,” sambung Andre.
“Aku tuh berbeda dengan mas Andre, yang pastinya sudah
sangat siap seandainya menikah sekarang pun. Aku baru saja bekerja, beda kan?”
“Tidak apa-apa, semua juga dari bawah. Sebelumnya aku
juga tidak punya apa-apa,” kata Andre lagi.
“Sekarang kamu harus memahami perasaan mas Andre, Nur.
Jangan biarkan dia menjadi perjaka tua, karena tidak segera menikah. Dan itu
semua tergantung kamu, ya kan Nur?”
“Kok aku sih Mas.”
“Ya kamu, karena mas Andre bersedia menunggu kesiapan
kamu. Jadi jangan biarkan dia karatan karena terlalu lama menunggu.”
“Tidak apa-apa aku menunggu, terserah Nurani mau sama
aku atau tidak. Karatan tidak apa-apa, nanti digosok pakai abu gosok sebentar,
kan sudah kembali berkilau,” jawab Andre.
“Ini apa-apaan sih, digosok pakai abu gosok segala?
Sendok, ‘kali?”
“Tapi ini peringatan juga buat kamu Nur, kalau
kelamaan juga, kamu nanti disebut perawan tua lhoh.”
“Apa sih? Aku kan ingin sekolah dulu. Kan bapak yang
ingin agar aku menyelesaikan kuliah aku?”
“Menikah sambil kuliah kan tidak apa-apa?”
“Rian, jangan memaksa dong, kasihan Nurani. Aku sabar
menunggu kok.”
Nurani terdiam. Ia percaya bahwa Andre adalah
laki-laki yang sabar dan penuh pengertian.
Ketika sedang asyik bercanda itu, tiba-tiba ponsel
Andre berdering.
“Dari ibuku,” kata Andre sambil mengangkat ponselnya.
“Ya Bu … masih bersama teman-teman Andre … oh ya?
Kapan? Baiklah, Andre segera pulang. Nggak lama, ini juga sudah malam. Baiklah.”
Andre menutup ponselnya sambil berdiri.
“Aku minta maaf, di rumah ada tamu.”
“Ya sudah, memang ini juga sudah malam, kita pulang
saja sekarang,” kata Rian.
“Aku harus mengantar Nurani dulu?”
“Tidak usah Mas, aku kan bawa mobil bapak, biar Nurani
bersama aku. Ya Nur, tidak apa-apa kan, kalau kamu bareng aku?” katanya
kemudian kepada Nurani.
“Tidak apa-apa lah, nanti mengantar mbak Siswati dulu
kan?”
“Baiklah, aku minta maaf,” kata Andre yang kemudian
bergegas menuju ke arah mobilnya.
***
“Bagaimana pestanya? Meriah?” tanya pak Candra yang
masih menunggu di ruang tamu.
“Kok Bapak belum tidur?” tanya Rian yang kemudian
duduk di depan ayahnya.
“Masih sore. Bapak tadi bertanya, bagaimana pestanya?”
“Yah begitulah Pak, hanya makan dan ngobrol. Lumayan
meriah.”
“Kamu sungguh-sungguh mau memperistri Siswati?”
“Kalau Bapak merestui.”
“Kamu sudah dewasa, bapak yakin kamu akan memilih yang
terbaik untuk hidup kamu. Kapan kamu siap melamar? Apa ayah Siswati masih
bekerja?”
“Ayahnya sudah meninggal, ibunya seorang janda. Mereka
dari keluarga sederhana.”
“Bukan masalah dia dari keluarga yang bagaimana, yang
penting dari keluarga baik-baik.”
“Ya Pak, Rian yakin mereka dari keluarga baik-baik.
Tapi Rian lah yang sebenarnya ragu, jangan-jangan keluarga Siswati kecewa
karena_”
“Kamu adalah anak bapak. Dan kamu anak baik yang
pintar, yang punya prestasi membanggakan, santun dan penuh cinta kasih.
Perempuan bodoh mana yang akan menolak kamu? Nanti bapak sendiri yang akan
melamar untuk kamu. Kapan dia siap?”
“Dia baru mengerjakan skripsi, setelahnya, kalau bapak
mengijinkan, Rian akan melamarnya. Dia bilang akan siap, dan bersedia hidup
sederhana bersama Rian.”
“Kalau kamu menikah nanti, bapak akan menghadiahkan
rumah untuk kamu.”
Rian terkejut.
“Rumah? Jangan Pak, biarkan Rian memulai hidup Rian
dengan apa yang Rian miliki. Rumah bisa mengontrak terlebih dulu, pelan-pelan
Rian akan membelinya kalau sudah siap.”
“Rian, kamu menolak pemberian ayah kamu?”
“Bapak sudah memberi cukup banyak untuk Rian. Jangan
lagi memanjakan Rian dengan pemberian yang berlebih. Ijinkan Rian menata hidup
Rian dari bawah. Tidak lagi bergantung pada Bapak.”
Pak Candra menatap Rian dengan terharu. Alangkah
berbeda Rian dengan adiknya, apalagi ibunya, yang memilih menikmati kesenangan
dengan kemudahan yang diberikannya. Makan cukup, pakaian lebih dari pantas,
bisa bersenang-senang dengan uang berlimpah. Lalu apa, terjerumus ke dalam
angan-angan yang kelewat batas. Ingin yang nomor satu, ingin tidak ada yang
melampaui, ambisi menjadi yang paling hebat, lalu melakukan hal yang tercela,
baik oleh hukum yang ada, dan oleh tata laku kehidupan yang jauh dari norma dan
kebaikan.
“Rian, ini kasih sayang seorang bapak,” pak Candra
masih mencoba merayu.
“Maaf Pak. Sudah terlalu banyak kasih sayang yang
Bapak berikan, dan tak akan terbalas oleh Rian. Bukan hanya kepada Rian, tapi
juga kepada ibu dan Karina. Semuanya sudah cukup, Rian akan menjunjung tinggi
semua kebaikan Bapak diatas segalanya, dengan segala rasa syukur dan terima
kasih yang tak terhingga,” kata Rian yang kemudian menjatuhkan diri, bersimpuh
di hadapan ayah sambungnya.
Pak Candra merengkuhnya dengan perasaan haru.
“Anak baik, semoga kamu berhasil menjadi ‘orang’.
***
Andre memasuki rumahnya, dan terkejut melihat ada pak
Leo, kakak sepupu ibunya, dan Sari, putri tunggalnya.
“Nah, ini yang ditunggu sudah datang,” pekik Sari
kegirangan, kemudian berdiri dan memeluk Andre erat-erat.
Andre mendorongnya perlahan. Karena sekolah di luar
negri, sikap Sari sudah mengikuti budaya dari negara tempat dia menuntut ilmu.
Main peluk semaunya.
Kemudian Andre mendekati om nya, mencium tangannya dengan
hangat.
“Kapan datang Om?”
“Baru sore tadi kami datang, makan dulu baru ke mari.
Tapi kami tidak menginap di sini.”
“Tapi Pak, Sari ingin menginap di sini saja.”
“Kalau tidak di sini, Om menginap di mana?”
“Di hotel.”
“Iya sih Mas, kenapa tidak menginap di sini saja.
Banyak kamar kosong di rumah ini.”
“Tidak, aku tidak ingin merepotkan. Sari tuh yang
ingin kemari, mau jalan-jalan diantar Andre, katanya.”
“Tapi kan Andre bekerja Om.”
“Bukankah besok hari Sabtu? Kamu tidak libur?”
“Tidak. Hari Sabtu aku tetap masuk.”
“Hiih, kejam amat perusahaan tempat kamu bekerja sih
Ndre?” sergah Sari.
“Itu perusahaan sahabat ayahnya Andre. Dia dipercaya
di sana. Kami berhubungan baik dengan keluarganya.”
“Tapi besok aku pengin jalan-jalan, tak bisa kah kamu
ijin untuk libur sehari saja? Hari Senin pagi aku dan bapak sudah harus kembali
ke Jakarta,” rayu Sari sambil menggelendot di lengan Andre.
“Ndre, coba lah kamu ijin sehari besok, kasihan Sari.
Sudah lama kalian tidak bertemu kan?”
“Baiklah, nanti saya minta ijin sama pak Candra.
Sekarang saya ke atas dulu, mau ganti pakaian,” kata Andre sambil beranjak ke
kamarnya yang ada di atas.
“Itulah Mas, Andre. Dia terlalu sibuk dengan
pekerjaannya, sehingga belum mau segera menikah,” kata bu Anton, ibunya Andre.
“Sebenarnya aku ingin menjodohkan Andre sama Sari,”
kata pak Leo mengejutkan bu Anton.
“Kok gitu sih Mas.”
“Sari bilang, sangat mencintai Andre.”
“Tidak bisa dong Mas, Sari dan Andre itu saudara
misan. Masih terhitung keluarga dekat, mana bisa mereka menikah?”
“Kamu masih berpegang pada tradisi itu sih?”
“Bukan sekedar tradisi, aku juga kurang sreg kalau
saudara dekat menikah. Akibatnya akan tidak baik.”
“Tante, apakah aku kurang pantas menjadi istri Andre?”
“Bukan masalah pantas dan tidaknya, kalian masih
terhitung saudara dekat. Lagi pula Andre sudah punya calon istri.”
“Apa? Sudah punya calon istri? Tante bilang Andre
belum memikirkan menikah karena sangat menekuni
pekerjaannya,” protes Sari.
“Memang sejak kecil mereka sudah dijodohkan.”
“O, dijodohkan? Bukan karena mereka saling jatuh
cinta?”
“Aku sudah setuju tentang perjodohan itu. Banyak
cerita mengharukan tentang ibunya anak itu. Yang akhirnya meninggal. Ada janji
diantara kami, sebelum dia meninggal, bahwa anak kami akan dijodohkan. Andre
sudah setuju.”
“Keterlaluan. Jaman sekarang masih ada perjodohan? Itu
kan jaman kuno?”
“Sari!” sentak ayahnya yang agak kesal karena Sari dianggap
sudah keterlaluan saat bicara dengan tante nya.
“Tapi aku suka sama Andre. Dia jauh lebih baik dari
pacar-pacar aku sebelumnya.”
“Jadi kamu sudah punya pacar?”
“Sudah Tante, tapi nggak ada yang cocok.”
“Suatu hari nanti kamu pasti akan menemukan yang
cocok,” kata bu Anton yang kurang suka atas sikap Sari.
***
“Semalam aku mendengar kamu bicara sama bapakmu,” kata
bu Candra yang pagi itu memasuki kamar Rian.
“Ya, bicara tentang apa ya Bu.”
“Bahwa bapak kamu akan memberikan rumah setelah kamu
menikah, tapi kamu menolaknya.”
“Oh, iya, memang.”
“Kenapa kamu begitu bodoh?”
“Apa maksud ibu?”
“Bodoh lah, diberi rumah kok menolak. Terima saja,
bapakmu punya banyak harta.”
“Kenapa ibu hanya memikirkan harta? Apa kurang yang
kita dapatkan di rumah ini?”
“Bukan kurang, tapi itu kan untuk masa depan kamu?
Kalau seperti katamu, bahwa kamu akan mengontrak saja, uangmu akan habis.”
“Tidak apa-apa Bu, yang namanya orang hidup kan harus
berjuang.”
“Dasar bodoh! Disuruh menikah sama Nurani nggak mau,
diberi rumah nggak mau,” omel bu Candra sambil beranjak keluar dari kamar
anaknya, kemudian menuju dapur.
Nurani sedang menyiapkan makan pagi, lalu bu Candra
membantunya.
“Nanti ibu mau belanja.”
“Oh ya Bu, nanti Nurani berikan uangnya.”
“Beri agak banyak, karena banyak barang kebutuhan
habis.”
“Ya, sebelum berangkat nanti saya berikan pada Ibu.”
“Kamu berangkat jam berapa?”
“Jam sembilan dari rumah.”
“Baiklah, ibu akan siap-siap juga, setelah bapak dan
Rian berangkat, aku juga mau berangkat, supaya tidak kesiangan.”
“Baik.”
Tak lama kemudian pak Candra memasuki ruang makan,
disusul Rian.
“Ada panggilan telpon dari sana tuh, ponsel siapa?”
Bu Candra bergegas ke arah kamar, karena yang
terdengar adalah ponselnya.
“Makan sekalian Nur,” ajak Rian.
“Iya Mas.”
Nurani segera duduk dan melayani ayahnya serta Rian untuk
sarapan.
“Kamu tahu Nur, besok kalau Rian menikah, lalu bapak
ingin memberi hadiah rumah, dia menolaknya mentah-mentah.
“Lho, mengapa Mas? Apa Mas lebih suka tinggal bersama
kami di rumah ini” Aku yang seneng dong.”
“Bukan di rumah ini, aku ingin mengontrak rumah saja.”
“Yaah, akhirnya Mas Rian juga akan meninggalkan rumah
ini,” gumam Nurani sedih.
Pak Candra dan Rian menatap Nurani, ketika mendengar
nada suara sedih Nurani.
“Kenapa Nur? Kakakmu sudah menikah, seharusnya dia memiliki
rumah sendiri, dan berpisah dengan orang tuanya. Mungkin kamu nanti juga akan
begitu,” kata ayahnya.
“Tapi aku belum siap.”
“Belum siap menikah? Mas Andre sabar menunggu kok,”
kata Rian.
“Belum siap ditinggalkan oleh kamu,” ucapnya masih
dengan nada sedih.
“Semalam kita berbincang tentang hal itu, kamu tidak
apa-apa kan. Kok sekarang jadi sedih begitu?” tanya Rian lagi.
“Semalam aku berpikir, bahwa tidak lama lagi mas Rian
akan pergi. Aku sedih dong, kakakku nggak ada lagi."
Ternyata Nurani masih takut kehilangan Rian. Terkadang
dia bisa mengikhlaskannya, tapi setelah ada pembicaraan serius, tiba-tiba dia
merasa sedih.
“Nur, kamu tidak bisa begitu, nanti kalau kamu
menikah, kamu juga akan meninggalkan bapak,” kata pak Candra.
“Nggak mau, kalaupun aku menikah, aku harus tetap
bersama Bapak,” rengeknya memelas.
“Ya sudah, mau makan kok jadi sedih begitu. Ayo
sarapan dulu.”
***
Pagi hari itu Andre terpaksa mengantarkan Sari
jalan-jalan. Hari masih pagi, ketika Sari mengajak makan di warung lesehan yang
tersebar di banyak tempat.
“Andre, aku kangen sama bubur tumpang. Ayo kita cari.”
“Baiklah, aku tahu di mana tempatnya,” kata Andre yang
ingin menyenangkan saudara misannya.
Ia kemudian memberhentikan mobilnya di tepi jalan, dimana
ada penjual bubur lesehan yang dikerumuni banyak pembeli.
Tiba-tiba mata Andre tertuju pada sosok wanita yang
sedang berbincang dengan seseorang, ditepi jalan.
“Itu kan bu Candra,” celetuk Andre.
Sari menariknya mendekat ke arah penjual bubur, tapi
mata Andre masih menangkap ketika bu Candra memberikan sejumlah uang kepada
orang itu. Andre ingin menegur, tapi diurungkannya.
***
Besok lagi ya.
Mtrnwn
ReplyDeleteSiapa ya yang bersembunyi dibalik nama blogger "Mimiet" ini yang akhir-2 ini sering menjuarai balapan menjemput kedatangan Kantung Berwarna Emas ?
DeleteSiapapun Anda, salam kenal dari kami para Penggemar Cerbung Tien Kumalasari.
Kami akan sangat berbahagia jika Anda bersedia bergabung di WAG PCTK. Hubungi ibu Nani Nur 'Aini WA 0821 1667 7789
Matur nuwun mbak Tien-ku Kantung Berwarna Emas sudah tayang
ReplyDelete⚘🍃⚘ Alhamdulillah KBE 37 telah hadir. Matur nuwun Bunda Tien. Semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...Salam Aduhai 🙏🦋⚘
ReplyDeleteAlhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 37 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah....semakin asyik baca cerbung KBE....Terimakasih Bunda Tien
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu
Alhamdulilah
ReplyDeleteTerimakasih cerbungnya bunda Tien
Alhamdulillah...
ReplyDeleteKBE 37 sudah hadir...
Terimakasih bu Tien, salam sehat selalu...
Alhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu Bunda Tien . .
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah Non Nurani sudah hadir....
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien.....
Moga butien sekeluarga sehat selalu...
Aamiin......
ReplyDeleteAlhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~37 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Matur nuwun mbak Tien, Alhamdulillah KBE Episode 37 sudah tayang. Semoga mbak Tien tetap sehat, bahagia sejahtera bersama keluarga, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiiin YRA.
ReplyDeleteAamiin, matur nuwun mas Dudut
DeleteSami-sami mbak Tien. Salam sehat dan salam hangat, juga kagem kangmas Tom Widayat.
DeleteSiapa lagi tu yg ditemui Bu.Candra...?
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...🙏
Mungkin disini diketahui rencana jahat bu Candra, berbincang dengan orang asing.
ReplyDeleteYang saya tunggu 'kiprah' si Kucing berwarna Emas, terus apa hubungannya dengan Kantung Berwarna Emas.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Sekali jd orang jahat tetep jahat...kok Bu Candra g ada kapok2nya....semoga rencana jahatnya tdk berhasil....trims Bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah... Sehat selalu. Mbakyu.. 🧕
ReplyDeleteWORO-WORO.
ReplyDeleteSegera terbit novel AYNA karya bu Tien Kumalasari.
Bagi para penggemar Cerbung Tien Kumalasari, segera pesan ke bu Tien harganya Rp. 125.000,00 sebelum ongkir.
Khusus anggota WAG PCTK, yang mendaftar 10 orang pertama bebas ongkir kepada Kakek Habi 085101776038
Terimakasih , mbak Tien .. salam dan doa sehat wal afiat berkah bahagia
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu tien .... KABEE telah tayang
Semoga bu tien sehat2 selalu
Semakin menarik ceritanya
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAaahhhh, datang ulat bulu deh nih, deketin mas Andre...
ReplyDeleteTerus jurus apalagi ya bakal dilakukan sama ibu tiri jahat ini..
Hhmmmm, konflik makin seru
💃💃💃💃
Alhamdulillah, nuwun bu Tien, salam sehat dan aduhai
ReplyDeleteWow ketemuan 'tukang sayur' ini paling yang diserang Siswati, orang upahan biasanya cari yang dianggap lemah, kalau Andre kan gampang, malah sudah tahu orang yang nerima segepok dhuwit sebagai tanda jadi, malah bisa cari tahu disuruh ngapain, ambyar karo itu dijalanin, sikucing? Mosok ngasih bonus; dia punya asal programnya selesai sudah maen lagi, kasihan banget kalau teror itu ditujukan Siswati, tapi Rian dan Nurani sudah tahu intinya tidak jauh dengan masalah harta.
ReplyDeleteNamanya usaha, ya di upayakan terus sebelum itu tercapai nggak bakalan berhenti. Rupanya bênêr bênêr dipraktekkan Amirah.
Terimakasih Bu Tien
Kantung berwarna emas yang ke tiga puluh tujuh sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Keeerenn
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti,
Waduh bu Candraaa.kok kasih uang ke org u apa nih wahhh ini ada apa lg
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
ReplyDeleteSemoga bu Tien sekeluarga sehat selalu. Aamiin 🤲
Alhamdulillah, matursuwun bu Tien
ReplyDeleteSemoga sehat selalu
Alhamdulillah KBE 37 sdh tayang
ReplyDeleteWaah ada bubur tumpang, yg bagaimana Bu? enak pastinya
Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
ReplyDeleteSiapa lagi yg mau dijahati Bu Candra. Kasi pelajaran buat Bu Candra biar kapok.
Makasih mba Tien
Sehat selalu dan tetap semangat.
Aduhai
Kakek Habi ,p Djoko, sy sdh msk grup PCTK, sdh hampir 2 thn,hanya kdg2 saja aktif di blog Kejora Pagi, wkt itu p Djoko sdh pernah tanya di grup, sy jawab jangan bingung pak, sy juga msk grup kecil PCTK sm p Djoko.
ReplyDeleteHayo...rak tambah bingung 😆🙏
Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat semua 🤗🥰
Andre hati - hati ,,malah nanti ke fitnah bu chandra ,....aduhaiii bu Tienku 🤗🥰
Terima ksiih bundaqu KBE nya..slmsht dan tetap aduhaidriskbmi🙏🥰🌹❤️
ReplyDeleteDAFTAR PEMESAN NOVEL AYNA.
ReplyDelete(Bagi peminat koleksi cerbung AYNA, silakan menghubungi bu Tien 082226322364, sertakan nama, alamat dan Nomor HP Anda.
1. Salamah dari Purworejo
2. SBK Diah Harmani,
Surabaya
3. Isti Priyono Klaten
4, Iyeng Santoso
5. Dewi Hr Basuki
6. Debora Ratna H.
7. Marheni, Jakarta
8. Etty Inggaris Plg
9. Yuliarsih Ully D
10. Lasmi Pipink, Jogja.
11. Hardjoni Harun Jkt
12. Ermi Suhasti Jogya
13. Linda Bahar, Bandung
14. Marjuli. Pekalongan
15. Sri Endaryati - Bogor
16. Arsi - Solo
17. Tugirah - Kartosuro
18. Endang Pur - Solo
19. Pudji Rahayu - Jogya
20.
21.
22.
23.
24.
25.
*Bagi sepuluh pendaftar pertama bebas ongkos kirim*
_*Lanjutkan....*_
Kq blm hadir ya
DeleteBerapa harganya?
DeleteTerima kasih Mbak Tien...
ReplyDelete