KANTUNG BERWARNA EMAS
36
(Tien Kumalasari)
Rian tersenyum mendengar jawaban Nurani. Ditepuknya
bahunya untuk menunjukkan rasa senangnya.
“Semangat Nur, mas Andre laki-laki yang baik. Bapak
sama ibu kamu tidak salah memilih,” kata Rian sambil meraih baki berisi
minuman, dibawanya ke depan, sementara Nurani masuk ke dalam kamar untuk
mengganti baju.
Ketika sampai di depan, dilihatnya ayahnya sudah
ngobrol dengan Andre.
“Rian, kalian memang mau pergi malam ini?”
“Iya. Siswati ulang tahun, saya mengajak mas Andre dan
Nurani untuk ikut merayakannya.
“Bawa saja mobil bapak, jadi nanti pulangnya tidak
merepotkan Andre.”
“Saya masih mau nyamperin Siswati, sementara mas Andre
dan Nurani akan mampir membeli sesuatu untuk yang berulang tahun,” kata Rian.
“Itulah, kamu bawa mobil bapak nyamperin Siswati, biar
Andre sama Nurani. Tinggal janjian saja, ketemunya nanti di mana, kan beres?”
“Benar Rian. Kalau kamu ikut mampir-mampir, Siswati
kelamaan nunggunya,” kata Andre.
“Baiklah, begitu juga tidak apa-apa.”
“Ini kunci mobilnya, sudah bapak siapkan. Pamit sama
ibu kamu, sana.”
“Tadi sudah bilang sama ibu. Sekarang tinggal pamit
sama Bapak,” kata Rian sambil menerima kunci mobil, kemudian mencium tangan
ayahnya.
“Hati-hati di jalan, dan jangan pulang terlalu larut.
Kamu membawa anak gadis orang,” pesan pak Candra.
“Iya Pak, Rian mengerti,” jawab Rian sambil tertawa,
lalu masuk ke dalam mobilnya.
“Duluan maas!” teriaknya kepada Andre.
Andre menjawabnya dengan lambaian tangan.
Nurani terkejut, ketika keluar, tak melihat Rian di
teras.
“Mana mas Rian?” tanyanya.
“Rian sudah berangkat, pakai mobil bapak,” kata pak
Candra.
“Jadi ….?”
“Jadi kamu berangkat sama Andre. Kok seperti bingung
begitu?”
“Bukan, tadi bilang mau mengantar beli kado untuk mbak
Sis.”
“Aku juga mau beli, jadi kita bisa belanja kado
sama-sama,” kata Andre sambil tertawa.
“Ya sudah, berangkatlah, jangan pulang terlalu malam.”
“Saya pergi dulu Pak,” kata Andre sambil mencium
tangan pak Candra, diikuti Nurani yang tak mengucapkan apapun, karena hatinya
berdebar-debar.
Ketika mereka berangkat, pak Candra masuk ke rumah
dengan membawa senyuman. Anak-anak sudah dewasa, sudah mendapat pasangan yang pas.
“Semoga pilihanku tidak salah.”
“Apa Bapak mau makan sekarang?” tiba-tiba bu Candra
muncul dari arah belakang.
“Nanti saja, aku masih kenyang,” jawab pak Candra
dingin.
Bu Candra merasa kesal, suaminya malah duduk di ruang
tengah, menyalakan televisi.
***
“Mana Nurani? Kenapa sendirian?” tanya Siswati ketika
sudah bersama Rian, didalam mobil.
“Nurani akan datang bersama mas Andre.”
“Oh, mas Andre yang itu … asisten ayah kamu itu kan?”
“Iya. “
“Aku ingin menanyakan sesuatu, kebetulan Nurani tidak
bersama kita sekarang.”
“Ada apa? Kenapa dengan Nurani?”
“Tidak ada apa-apa sih, cuma ada sedikit ganjalan saja.”
“Maksudnya?”
“Ketika aku datang ke rumah kamu bersama Nurani, aku
juga ketemu ibu kamu.”
“Oh ya? Ibu bilang apa?”
“Kata ibu, kamu sama Nurani itu sudah sangat dekat.
Kata-katanya tidak begitu jelas, dan aku agak lupa. Cuma intinya, ibu kamu
bilang bahwa bagusnya kamu berjodoh sama Nurani.”
“Apa? Ibu bilang begitu?”
“Iya, itu menjadi ganjalan buat aku. Jangan-jangan
Nurani tidak suka kalau aku dekat sama kamu.”
“Kenapa Nurani? Yang ngomong kan ibuku?”
“Benar, tapi aku khawatir, kalau aku dianggap merusak hubungan kalian.”
“Apa yang dikatakan ibu, kamu tidak usah memikirkan,
apa lagi merasakannya. Nurani juga sudah punya calon. Dan dia itu adik aku.
Sejak kecil kami sudah menjadi kakak adik.”
“Aku tuh, soalnya pernah juga mengajak Nurani bareng
pulang, tapi dia nggak mau. Wajahnya kelihatan aneh, sepertinya dia tidak suka
sama aku.”
“Itu kan perasaan kamu saja. Nurani sangat baik, dan
mendukung hubungan kita kok.”
“Benar?”
“Tentu saja benar. Sekarang ini mas Andre sedang
berusaha mendekati Nurani. Mereka sebenarnya sudah dijodohkan.”
“Oh ya?”
“Tapi tampaknya Nurani belum bisa menerimanya.”
“Bukankah mas Andre itu baik, ganteng dan sudah mapan?”
“Iya, aku tahu. Tapi tampaknya Nurani belum
memikirkan itu. Barangkali dia akan mengedepankan kuliahnya dulu.”
“Keburu tua dong mas Andre nya?”
“Iya sih. Sebenarnya kalau dulu tidak ada kendala, Nurani
pasti sudah bisa menyelesaikan kuliahnya. Tapi yah … ada kendala, dia harus
mogok sekolah selama empat tahunan.”
“Berarti kira-kira dia seumuran dong, sama aku?”
“Ya, begitulah.”
“Ya sudah kalau memang tidak ada apa-apa.”
“Memang tidak, kami hanya kakak beradik, tidak lebih.
Aku menyayangi dia sebagai adik, dan dia menyayangi aku sebagai kakak.”
“Syukurlah.”
“Aku harap kamu tidak usah mendengarkan apa kata ibu, seandainya
ketemu lagi.”
“Baiklah.”
***
Andre dan Nurani masih berada di toko, dan memilih
hadiah yang baik untuk hadiah ulang tahun Siswati. Andre sudah membelikan
boneka, tapi Nurani membelikannya sebuah buku.
“Mengapa memberi hadiah buku?”
“Mbak Siswati sedang mengerjakan skripsi, barangkali
buku ini berguna.”
Andre tersenyum, dan merasa salut atas pemikiran
Nurani.
“Dasar anak pintar, hadiah yang akan diberikan juga
yang berisi ilmu. Itu bagus. Aku yakin Siswati akan senang menerimanya.
“Aamiin.”
Nurani berjalan ke arah kasir, tapi Andre sudah
mendahului membayarnya.
“Kok dibayarin sih.”
“Tidak apa-apa, yang pantas membayar itu laki-laki,”
kata Andre.
“Kalau begitu yang memberi hadiah bukan aku dong,”
sergah Nurani.
Andre tertawa.
“Oh ya, maaf. Baiklah,” kata Andre yang kemudian mengambil
kembali uangnya. Ia tahu Nurani sangat keras hati. Kalau Andre memaksa, bisa-bisa
gagal upayanya untuk mendekati.
Nurani tersenyum manis.
“Aku yang minta maaf. Bukannya aku sombong, tapi ini kan
sebuah hadiah. Biarlah yang berulang tahun tahu, seberapa besar artinya sebuah
jerih payah untuk mewujudkan hadiah ini. Ini dari uang saku aku, karena aku
belum punya penghasilan,” kata Nurani panjang lebar.
Sikap Nurani membuat Andre semakin suka. Nurani gadis
yang unik. Dia cantik, baik hati, susah ditundukkan, dan dia keras hati untuk
sebuah kebaikan.
Andre mundur selangkah, sambil mengacungkan dua jempol
tangannya di hadapan Nurani, yang ditepis Nurani dengan senyuman yang sedari
tadi ditebarkannya untuk Andre, membuat Andre terpesona.
Tapi ketika Andre minta untuk membawakan bungkusan
hadiahnya, Nurani tidak menolaknya.
Kedatangan mereka ke sebuah restoran, ternyata kalah
dari Rian dan Siswati, karena keduanya lebih dulu datang.
“Maaf, terlambat.”
Siswati langsung berdiri, ketika Andre dan Nurani
memberikan salam dan ucapan selamat.
“Selamat milad, Siswati, semoga bahagia, dan sukses,
dan dipanjangkan usiamu dengan penuh berkah,” kata Andre, yang kemudian
memberikan boneka besar, hadiahnya.
“Terima kasih, mas Andre. Aduh, ini boneka beruang
yang lucu,” kata Siswati dengan wajah sumringah.
“Selamat ya Mbak, pokoknya doa terbaik untuk Mbak Sis,”
peluk Nurani hangat, lalu diberikannya hadiahnya.
“Terima kasih ya Nur. Doa terbaik adalah doa yang luar
biasa.
“Hadiah ini tak seberapa. Tapi semoga bermanfaat,”
sambung Nurani.
“Apapun itu, aku bahagia menerima semuanya, dan pasti
akan sangat bermanfaat. Aduh, tidak mengira ya, mas Rian bisa membuat gara-gara.
Padahal hanya makan malam rame-rame saja bagi aku sudah sangat membuat bahagia.”
“Tidak apa-apa Sis, namanya juga hari bahagia, apapun
bentuknya harus diterima dengan bahagia pula. Ya kan Nur?” kata Andre kemudian
pada Nurani.
“Benar.”
Lalu tiba-tiba Rian berdiri kemudian berlutut di depan
Siswati, lalu membuka sebuah kotak kecil yang ternyata berisi sebuah cincin.
“Eeh, apa-apaan ini, dilihat orang, tahu, berdiri lah,”
kata Siswati tersipu.
“Selamat ulang tahun, Sis, semoga bahagia dan panjang
usia. Terimalah hadiah ini, hanya sebentuk cincin, tidak ada berlian
menghiasinya, tapi ini aku beli dari sebagian gaji pertamaku. Terima ya,”
Kata Rian
sambil masih tetap berlutut.
Siswati menerima kotak perhiasan kecil itu, lalu
meminta Rian untuk berdiri.
“Berdirilah dulu, aku malu, tahu,” kata Siswati sambil
mendekap kotak kecil itu di dadanya,
Rian tersenyum, dan kemudian berdiri.
“Silakan duduk semuanya. Aku jadi malu nih.”
Semuanya duduk, tapi Nurani segera meminta agar
Siswati mengenakan hadiah yang diberikan Rian.
“Pakai dong … pakai … pakai …” kata Nurani serentak
bersama Andre dan Rian.
Siswati tersipu, tapi kemudian cincin itu dikenakannya.
“Pas sekali Mas, bagaimana kamu bisa mengira-ira
seberapa besar jariku?”
“Tiap ketemu aku melirik jarimu, dan aku hanya mengira-ira. Itu benar-benar cincin sederhana, dan jangan mencari berlian di sana.”
“Ya ampun Mas, kalaupun ini dari perunggu sekalipun,
aku akan menerimanya dengan sangat bahagia,” kata Siswati yang terus mengamati
cincin berhiaskan jantung hati dan ada tulisan ‘love’ yang sangat kecil tapi
tetap terbaca.
“Cincin itu artinya, sebagai pembuka hati, sebelum Rian
benar-benar melamar kamu,” kata Andre yang sekarang membuat Rian tersipu juga.”
“Benar, mas Rian sudah siap melamar. Kapan Mas?” tanya
Nurani kepada Rian.
“Kalau Siswati siap, sekarangpun akan aku lakukan,”
kata Rian sambil menatap mesra kekasihnya.
“Nah, bagaimana jawabmu Sis?” tanya Andre.
“Norak ah, masa lamaran di sini? Itu, pesanan sudah
datang, saatnya kita makan,” kata Siswati mengalihkan pembicaraan.
Pelayan menghidangkan beberapa macam makanan, yang rupanya
sudah dipesan Rian dan Siswati sebelum mereka datang.
“Mas Andre nggodain aku terus sih, sekarang aku ganti
nanya nih, kapan melamar Nurani?” goda Siswati sambil menata makanan yang dipesannya.
“Kalau Nurani siap, sekarangpun aku juga siap,” kata
Andre tanpa sungkan.
“Apa?” pekik Nurani yang wajahnya langsung bersemu merah,
tapi semuanya kemudian tertawa.
“Hiih, apaan sih,” kata Nurani yang kemudian
menyibukkan diri membantu Siswati menata makanan dan minuman yang dipesan.
“Baiklah, ternyata yang bersangkutan belum siap, jadi
sebagai saudara tua Nurani, saya persilakan melangkah lebih dulu,” kata Andre
yang merasa bersyukur bisa menggoda Nurani, yang semoga benar-benar bisa
mengena di hati.
“Itu tadi juga ucapan pembuka bagi mas Andre, agar
setiap saat bisa dilangsungkan karena sudah saling mengerti,” sambung Rian.
Nurani memelototi kakaknya, tapi yang dipelototin
justru tertawa terbahak.
Nurani meraih gelas minuman yang tersedia dengan
tangan agak gemetar, kemudian meneguknya perlahan untuk menenangkan hatinya.
Ucapan Andre, walau hanya sebuah gurauan, tapi membuat dadanya berdegup
kencang.
“Maaf ya Nur, kalau kamu anggap aku lancang,” tak
urung Andre ketakutan sendiri atas ucapannya.
Nurani mengangkat wajahnya, tapi Andre tak melihat sinar
kemarahan di sepasang mata cantik itu.
“Kamu marah?” sambungnya.
“Tidak. Ini hari bahagia, tidak boleh ada yang marah,”
kata Nurani yang mencoba melontarkan canda.
“Bagus, kalau begitu lamaran bisa diteruskan, Mas,” Rian
nekat, tapi kemudian Nurani mencubit lengannya, membuat Rian berteriak
kesakitan.
“Syukurin,” kata Andre sambil tertawa.
***
Di rumah, bu Candra sudah merasa ngantuk, tapi suaminya
belum juga beranjak dari tempat duduknya di ruang tengah.
“Pak, ini sudah jam sembilan, apakah Bapak belum juga
ingin makan?”
“Aku menunggu anak-anak. Kalau kamu lapar, makanlah
sendiri dulu.”
“Aku bukan hanya lapar, tapi juga mengantuk.”
“Ya sudah, makan saja dulu, aku menunggu anak-anak.”
“Mereka pasti sudah makan malam di luar, mengapa
ditunggu?”
“Setidaknya makan dengan adanya anak-anak, pasti
terasa lebih enak. Kamu makan dulu saja, kalau mau tidur ya tidur sana.”
Bu Candra melangkah ke arah kamar, karena mendengar
ponselnya berdering.
“Ya, mengapa menelpon malam-malam? Aku bilang besok ya
besok,” katanya sambil menutup ponselnya dengan kesal.
“Telpon dari siapa?” tanya pak Candra yang sedang
berjalan ke arah ruang makan untuk mengambil air dingin di kulkas.
“Oh, itu … dari … tukang sayur.”
“Apa? Mengapa tukang sayur menelpon kamu?”
“Menanyakan pesanan saja.”
“Pesanan apa?”
“Aku kan biasanya memesan sayuran untuk besok. Kesal
malam-malam dia menelpon.”
Pak Candra diam, melanjutkan langkahnya menuju kulkas.
***
Besok lagi ya.
Mtrnwn
ReplyDeleteMatur nuwun Mbak Tien sayang. Salam sehat selalu
DeleteMskasih
ReplyDeleteYes
ReplyDelete
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien ....
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~36 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Monggo lanjut
ReplyDelete🌻🌿🌻 Alhamdulillah KBE 36 telah hadir. Matur nuwun Bunda Tien. Semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...Salam Aduhai 🙏🦋🌻
ReplyDeleteAlhamdulilah..
ReplyDeleteTks bunda Tien.. Nurani sdh dtg
Alhamdulillah...
ReplyDeleteYang dinanti telah hadir...
Maturnuwun Bu Tien, salam sehat selalu...
Makasih mba Tienkumalasari.
ReplyDeleteSemakin seru.
Salam sehat selalu aduhai
Alhamdulillah sampun tayang.
ReplyDeleteMatur nembah nuwun Bu Tien, saking Jember kula sakeluarga namung saget dedonga: mugi2 panjenengan tansah pinaringan sehat wal afiat, tinebihna saking bala' musibah, bagya mulya sakeluarga.
Aamiin yaa robbal alamiin.
Aamiin Allahumma Aamiin.
DeleteMatur nuwun pak Sujoko
Alhamdulillah Nurani sudah tayang...
ReplyDeletematur nuwun bu Tien...
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Kantung Berwarna Emas sudah tayang.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah..
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Semoga sehat selalu..
alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 36 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Terima kasih Mbak Tien...
ReplyDeleteAlhamdulilah.... sdh tayang kbe 36. Salam sehat bu tien
ReplyDeleteWalah ini pasti firasat tidak baik Bu Candra pasti mau berulah lagi....trims Bu tien
ReplyDeleteBu Candra pasti akan mengulangi perbuatan jahatnya. Tunggu saja pembelaan si bulu keemasan.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Waduuh, ada rahasia apalagi dgn bu Candra, semoga tidak ingin mencelakai Nurani lagi.
ReplyDeleteMatur nwn bu Tien, salam seha dan aduhai dari mBantul
Alhamdulillah, matur nuwun mbak Tien Cerbung KBE Episode 36 sudah tayang..
ReplyDeleteSalam sehat dan salam hangar.
Alhamdulillah, terimaksih mbakyu 🧕
ReplyDeleteTerima kasih mbak tien, didoakan semoga mbak tien sehat selalu.
ReplyDeleteJadi ingin segera tahu, akal licik apa lagi yg sedang disiapkan oleh bu chandra.
ReplyDeleteAlhamdulillah, mtr nuwun, sehat dan bahagia selalu Bunda Tien . .
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti,
Alhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteTerima kasih .bu Tien..wes wes tambah rame
ReplyDeleteAlhamdulillah KBE 36 sudah hadir
ReplyDeleteBu Candra sepertinya mau jahat lagi, semoga kejahatannya berbalik ke dia sendiri.
Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Hmmmhm, Adhuhaaii. . . .
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat 🤗🥰
Mantab mereka berbahagi,,,
Siapa lagi tuh yg nelfon Bu Candra malam². Mencurigakan ini.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam sehat selalu aduhai
Chandra di sayurin Amirah, mana ada malam malam tukang sayur, tukang sayur rahasia rupanya.
ReplyDeleteDua pasangan saling ledek, keren Siswati lega dapat jawaban Rian, tapi dalam hati masih saja merasa unik keluarga Rian.
Untuk apa ibunya Rian mengatakan pada Siswati begitu.
Terimakasih Bu Tien
Kantung berwarna emas yang ke tiga puluh enam sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Alhamdulillah
ReplyDeleteDengan penuh kesabaran kita tunggu KBE 37 ya dulur2
ReplyDelete