Saturday, January 14, 2023

KANTUNG BERWARNA EMAS 35

 

KANTUNG BERWARNA EMAS  35

(Tien Kumalasari)

 

Nurani masuk ke dalam rumah dengan wajah muram. Ditegurnya ibunya karena sikapnya dianggap tak sopan. Nurani sekarang sudah berani menegur ibunya atas sikapnya yang tak pantas.

“Ibu, mengapa tadi bilang begitu?”

“Ada apa sih? Ibu salah apa lagi?” tanya bu Candra seolah tak mengerti. Padahal dia sengaja melakukannya.

“Cara Ibu bicara di depan mbak Sis tadi, Nurani pikir kurang pantas.”

“Bicara yang mana? Kan banyak yang dibicarakan, tadi.”

“Ibu bilang masakan tinggal sedikit, dan ibu melarang saya memaksa mbak Sis makan. Itu kan tidak pantas?”

“Kalau kenyataannya begitu, nanti dikira bohong dong.”

“Hal yang memalukan mana perlu diutarakan di depan tamu? Lihat saja, tadi mbak Siswati kelihatan nggak suka.”

“Kamu itu terlalu lugu, tapi ketika ibu mengatakan yang sesungguhnya, kamu marah.”

“Nurani bukan marah. Nurani ingin mengatakan, bahwa perkataan Ibu sangat tidak pantas.”

“Harusnya ibu bicara bagaimana? Berterus terang, salah. Bohong … apa lagi.”

“Kalau ada hal memalukan, sebaiknya tidak usah diutarakan dong. Seperti misalnya, sayurnya hanya sedikit, sementara saya sedang menawarkan makan. Tentu saja dia menolak, karena ucapan Ibu itu seperti menunjukkan bahwa Ibu menolak mengajaknya makan.”

“Sesungguhnya ibu ragu-ragu, benarkah Rian suka sama dia?”

“Mengapa Ibu ragu-ragu? Yang menjalani saja sudah merasa mantap.”

“Mantap bagaimana? Dia tak pernah mengenalkannya pada ibu.”

Karena kesal, Nurani meninggalkan ibunya masuk ke dalam kamar.

“Ayo kita makan dulu, cicipi timlo masakan ibu, lalu kamu kapan-kapan bisa mencobanya. Kan tadi tidak jadi memasak?”

“Tidak Bu, Nurani mau istirahat dulu,” katanya sambil menutup pintu kamarnya.

Wajah bu Candra mendadak gelap. Ia merasa, Nurani mulai membuatnya kesal.

“Lama-lama sebel juga sama Nurani, mentang-mentang diperhatikan oleh ayahnya. Apalagi Rian. Sama adiknya sendiri nggak perhatian, sama Nurani yang orang lain, sikapnya berlebihan. Semakin lama aku juga kesal sama Rian. Dia anak kandungku, tapi sama sekali tidak terlihat menghargai aku. Ya sudah, tidak mau makan ya nggak apa-apa, biar aku makan sendiri saja. Bukankah nanti Rian dan ayahnya akan pulang agak sore?” gumam bu Candra sambil menuju ke ruang makan, lalu menikmati makan siangnya, sendirian. Tapi kemudian dia dengan terburu-buru menyelesaikan makannya. Ini hari bezoek yang diijinkan untuk Karina, dan ia ingin membawa makanan ke sana. Tergesa-gesa dia menyiapkan makanan untuk dibawanya, karena sesungguhnya dia ingin berbincang tentang kekesalan hatinya.

***

Siswati baru saja sampai di rumah, membersihkan kaki tangan dan berganti pakaian, ketika ponselnya berdering.

“Mbak Sis,” sapa dari seberang yang ternyata adalah Nurani.

“Nur? Ada apa? Aku baru saja sampai di rumah.”

“Wah, pasti lapar dong, lalu aku mengganggu dengan menelpon.”

“Tidak, masih menunggu ibu, baru di belakang. Ada apa Nur?”

“Aku mau minta maaf.”

“Memangnya ada apa?”

“Atas sikap ibu tadi.”

“Sikap yang mana sih, menurutku tidak ada apa-apa kok.”

“Jangan menutupinya. Ibu memang begitu. Sering bicara seenaknya, tanpa mengingat perasaan orang yang diajak bicara.”

“Tidak apa-apa kok. Sungguh.”

“Seandainya aku yang sedang diajak bicara tadi, sudah pasti aku tersinggung.”

Siswati tertawa.

“Aku tidak memikirkannya kok. Aku sudah tahu bagaimana ibu kamu.”

“Bagaimana Mbak Sis tahu?”


“Mas Rian sudah sering membicarakan tentang adiknya, tentang ibu kandungnya. Ia hanya memuji-muji kamu, yang menurutnya adalah seorang wanita yang luar biasa.”

“Berlebihan deh. Aku juga merasa biasa saja.”

“Ya sudah, jangan dipikirkan.”

“Nanti aku ikut, boleh kan?”

“Ikut ke mana?”

“Tadi mas Rian mengajak makan di luar, untuk merayakan hari lahir mbak Sis.”

“Oh, itu. Kok nanya sama aku sih, kenapa tidak ke mas Rian saja?”

“Kan Mbak Sis yang ulang tahun.”

“Sis, ayo kita makan,”  terdengar suara berteriak dari luar kamar.

“Ya sudah Mbak, sepertinya ibu mengajak makan tuh.”

“Iya Nur, maaf ya, nanti disambung lagi saja.”

“Baik Mbak, sekali lagi aku minta maaf,” kata Nurani sebelum menutup ponselnya.

Siswati menghela napas panjang.

Memang suasana di rumah Nurani tadi agak terasa panas, kurang nyaman, gara-gara ucapan bu Candra yang mengesalkan. Tapi yang paling membuatnya terganggu, adalah ketika bu Candra mengatakan bahwa Nurani dan Rian pantas berjodoh.

Sebenarnya dia percaya pada ketulusan hati Nurani, tapi walau hanya sedikit, ucapan itu tetap saja mengganggu.

“Sebelum terlambat, aku akan bicara dengan mas Rian. Tapi kapan ya, nanti sore kami mau bepergian, tapi kan ada Nurani. Pasti tidak enak bicara masalah itu,” kata hati Siswati.

***

Jam bezoek tinggal sebentar lagi, tapi Bu Candra memohon agar diijinkan, dengan membuat alasan datang dari luar kota. Dan alasan-alasan lain yang masuk akal, karena ia ingin mencurahkan kekesalan hatinya pada Karina.

“Mengapa Ibu datang sesiang ini?”

“Ibu harus memasak. Baru sekarang bisa keluar. “

“Kasihan. Apakah Nurani sekarang begitu sombong dan tidak mau mengerjakan pekerjaan rumah? Dan Ibu yang harus melakukannya?”

“Tidak persis begitu. Nurani hanya bisa  membantu, karena dia sudah kuliah.”

“Pasti dia sombong dan membalas Ibu dengan perlakuan yang semena-mena.”

“Sebenarnya tidak begitu. Nurani juga baik sama ibu.”

“Hm, Ibu sudah berubah. Sekarang sering memuji-muji Nurani.”

“Aku memang ingin berubah, supaya bapakmu baik sama ibu. Lama sekali dia mendiamkan ibu karena kesalahan kita itu. Tapi sekarang sudah mau bicara.”

“Karina masih akan lama dipenjara.”

“Kamu harus bersabar. Ibu akan sering membawakan kamu makanan kesukaan kamu.”

“Ini enak, ada ayam goreng dan perkedel kesukaan Karina.”

“Sebenarnya ibu sedang kesal.”

“Katanya mereka sudah baik sama Ibu.”

“Ibu punya keinginan untuk menjodohkan Nurani dan Rian. Tapi tak ada yang mendukung keinginan ibu itu.”

“Ibu ini aneh, mengapa Ibu inginkan itu?”

“Kamu tidak bisa menangkap keinginan ibu ini ya? Kamu kan tahu, ayah kamu itu hartanya banyak. Usahanya besar. Kalau mereka menikah, maka harta keluarga Candra tidak akan ke mana-mana.”

"Bagus juga tuh.”

“Tapi tidak ada yang setuju. Bapakmu, Rian, bahkan Nuirani sendiri.”

“Lalu Ibu kesal?”

“Sangat kesal. Tapi mau bagaimana lagi? Ibu tak akan bisa melakukan apa-apa.”

Karina tertawa licik.

“Sebenarnya ada cara untuk memaksa mereka.”

“Memaksa bagaimana? Kalau ayahnya saja tidak setuju, yang menjalani juga tidak mau, bagaimana bisa memaksanya?”

Karina membisikkan sesuatu ke telinga ibunya. Bu Candra terkejut. Tapi kemudian dia mengangguk-angguk.

“Ibu bisa mengerti kan?”

“Tapi kalau ketahuan, ibu bisa celaka. Bahkan bisa menyusul kamu ke penjara sekalian.”

Karina membisikkan lagi sesuatu, kali ini agak lama. Lalu bu Candra tersenyum.

Tapi kemudian petugas mengusir bu Candra karena sudah terlalu lama melewati waktu bezoek.

Saat pulang, ada harapan memenuhi benaknya. Apa yang dikatakan Karina memang benar-benar bagus.

“Entah bagaimana Karina bisa sepintar itu. Apa dia belajar dari temannya yang ada di penjara ya? Yah, apapun, semoga ini berhasil. Aku harus memperjuangkan hidup aku, karena saat ini aku hanya menjadi pelengkap di keluarga itu, bahkan anakku tak peduli sama sekali padaku. Berbeda kalau Nurani menjadi menantuku.”

Ketika kemudian memasuki rumah, dilihatnya Nurani bersih-bersih rumah. Tapi sedikitpun Nurani tidak bertanya. Dirinya dari mana.

“Rupanya Nurani masih marah sama aku. Baiklah, besok kalau kamu sudah benar-benar menjadi menantuku, akan aku lihat apakah kamu masih bisa bersikap angkuh sama aku,” kata batin bu Candra.

***

Sore itu Nurani sudah selesai mandi dan membuatkan minuman kesukaan ayahnya, susu coklat. Duduk sebentar menemani ayah ibunya minum, kemudian Nurani keluar karena mendengar suara mobil.

Betapa terkejutnya Nurani, saat melihat siapa yang datang. Ia ingin masuk untuk memanggil ayahnya, tapi urung, karena yang turun dari mobil langsung menyapa namanya.

“Nurani,” sapanya lembut.

Nurani menatap laki-laki ganteng yang senyumnya menawan itu dengan perasaan gundah. Ia heran, kalau sedang berdua saja dengan Andre, hatinya pasti berdebar tak karuan. Selama ini ia belum bisa memaknai apa kata hatinya. Ia merasa tidak mencintai Andre, karena laki-laki terbaik menurutnya hanyalah Rian. Tapi perasaan terhadap Rian itu sebenarnya cinta yang bagaimana? Nurani tak bisa menjawabnya. Ia bisa merelakan Rian bersama gadis lain, dan rasa cemburu yang semula meracuninya sudah lenyap. Entah apa yang terjadi pada dirinya.

“Kok bengong? Lupa siapa aku ini?” goda Andre.

“Ti … tidak. Kaget saja.”

“Mulai sekarang aku akan sering mengagetkan kamu,” kata Andre lebih berani. Ia ingat kata pak Candra, bahwa Nurani itu ibarat gamelan. Ia tak akan berbunyi kalau tidak ada yang menabuhnya. Dia berjanji akan menabuhnya bertalu-talu, agar terdengar suara dan kidung-kidung indah dari hatinya. Aduhai.

Nurani tersenyum lucu. Ya, terkadang Andre suka melucu. Ia ingat pesan ibunya, bahwa Andre Ananda Pratama adalah jodohnya. Itulah yang membuatnya selalu berdebar. Apa yang mengecewakan pada diri Andre? Menurut ayahnya, dia adalah laki-laki yang sempurna untuk mendampingi hidupnya. Tapi sudahkah Nurani mulai mencintainya?

“Nur, bolehkah aku masuk ke dalam?” akhirnya kata Andre, membuat Nurani tersipu malu. Apakah dia terpesona pada laki-laki ganteng yang berdiri sangat dekat dengan dirinya, sehingga lupa mempersilakan masuk?

“Eh, ya … tentu … ayo masuk,” akhirnya kata Nurani.

“Di teras saja, udaranya lebih segar karena terbuka.

Nurani mengangguk.

“Aku panggil bapak dulu.”

“Aku tidak ingin menemui bapak kok.”

Nurani masih tegak berdiri.

“Tidak?”

“Aku datang untuk kamu, Nurani.”

Nurani bertambah gugup mendengar kata Andre.

“Duduklah, kenapa sih, kamu menyambut aku seperti orang ketakutan begitu? Aku seperti hantu ya?”

“Aku … hanya terkejut.”

“Baiklah, sekarang masih terkejut? Masa sih terkejut kok bisa lama sekali reaksinya? Bukankah kalau terkejut itu hanya sesaat? Kok ini ada lanjutannya? Ada ya, terkejut bersambung?”

Nurani duduk di depan Andre. Takutnya kalau terlalu lama Andre menggoda, dia bisa tiba-tiba jatuh pingsan. Bukan karena terkejut. Benar kata Andre, bahwa terkejut itu pastinya hanya sesaat, tidak berkelanjutan. Tapi ini kok berlanjut ya? Bodoh Nurani, kelanjutannya bukan lagi dinamakan terkejut, tapi gugup. Lalu Nurani merasa kesal, kenapa ayahnya tidak segera muncul sehingga dia bisa lari ke dalam. Tapi pak Candra yang sesungguhnya sudah tahu bahwa Andre ada di teras, memang sengaja tidak mau keluar terlebih dulu. Membiarkan Andre menabuh gamelan cantiknya.

Tapi yang keluar ternyata adalah Rian. Dia ke depan mencari Nurani karena ingin meminta agar Nurani segera bersiap.

“Haa, ada mas Andre?” kata Rian sambil menyalami Andre dengan hangat.

“Selamat sore, bapak insinyur,” sambut Andre tak kalah hangatnya.

“Angin apa yang tiba-tiba membawa mas Andre sampai ke mari?” tanya Rian sambil duduk. Dia mencari keberadaan Nurani yang ternyata sudah hilang entah kemana dan kapan pula menghilangnya.

“Aku mau mengajak Nurani jalan.”

“Bagus sekali Mas, kalau begitu kita bisa jalan bersama.”

“Sebenarnya kalian mau jalan?”

“Siswati ulang tahun hari ini. Aku mengajak Nurani untuk bersama-sama merayakannya. Sekarang ada mas Andre, jadi kebetulan sekali. Kita bisa berempat, jadi lebih meriah,” kata  Rian bersemangat.

“Senang sekali kalau begitu. Tapi nanti mampir beli kado dulu.”

“Baiklah, Nurani pasti juga ingin membeli sesuatu, tunggu sebentar, aku akan menyuruhnya bersiap,” kata Rian sambil berdiri.

Rian masuk ke dalam, langsung menemui Nurani yang ternyata sedang membuat minuman di dapur.

“Biar aku yang membawa minumnya ke depan, kamu bersiaplah,” kata Rian.

“Bersiap untuk apa?”

“Bukankah kita akan jalan bersama?”

“Apakah dia ikut?” tanya Nurani pelan.

“Tentu saja dia ikut.  Kita akan merayakannya dengan lebih meriah. Hei, mengapa kamu ini? Kamu lupa bahwa dia adalah calon suami kamu?”

“Tapi ,,, aku tidak cinta sama dia.”

“Apa? Kamu ini bodoh atau apa. Begitu sulitkah mencintai laki-laki seperti mas Andre? Ingat keinginan bapak sama ibu kamu yang sudah almarhumah.”

Nurani menghela napas panjang. Sulitkah mencintai laki-laki sebaik Andre?

“Nur,” kata Rian sambil mengambil baki yang di atasnya sudah berisi secangkir coklat susu, kesukaan keluarga Candra.

“Aku akan belajar mencintainya,” kata Nurani lirih, dengan wajah memerah.

***

Besok lagi ya.

38 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Kantung Berwarna Emas sudah tayang

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh datang...
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat .....

    ReplyDelete
  3. Replies
    1. Terima kasih, ibu Tien cantiiik... semoga swhat sekeluarga

      Delete
  4. Alhamdulilah
    Terimakasih cerbungnya bunda Tien

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah cerbung KBE Episode 35 sudah tayang. Mature nuwun sanget mbak Tien Kumalasari.
    Semoga mbak Tien tetap sehat, bahagia bersama keluarga, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA.

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Syukron nggih mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 35 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  8. ⚘🍃⚘ Alhamdulillah KBE 35 telah hadir. Matur nuwun Bunda Tien. Semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...Salam Aduhai 🙏🦋⚘

    ReplyDelete
  9. Ada rencana jahat lagi, mungkin main guna-guna??
    Tapi bisa masuk penjara bila ketahuan...
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  10. Yang d tunggu tunggu dah tayang
    Makasih bunda

    ReplyDelete
  11. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti,

    ReplyDelete

  12. Alhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~35 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah,mksh Bu Tien salam sehat selalu

    ReplyDelete
  14. Alhamdulilah kbe 35 sdh tayang ... makin seru , hati hati rencana busuk bu chandra terhadap nurani ... salam sehat bu tien

    ReplyDelete
  15. Asyik jadi juga mereka datang ke ultah Siswati.
    Wuah jangan jangan dimasukin apalagi tuh minuman yang buat Andre, kan waktu itu Karina memberi minuman keasinan, kini mulai meneror Andre, jangan jangan dikasih apa itu yang warnanya sama tapi bikin mules, kan yang bisa nyetir cuma Andre, kacau nich.
    Andre menemui mangsur mangsur; hus itu yang namanya diare wuah ngaco ni, pas ultahnya Siswati malah jadi kacau, mulai selidik penyebabnya apa, tapi kan yang dikasih minum cuma Andre yang buat Nurani yang ngasihkan memang Rian, ini rupanya hasil bisik bisik narapidana tadi rupanya.
    Ah nggak tahulah yang namanya diajarin neror; target langsung, kênå.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Kantung berwarna emas yang ke tiga puluh lima sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Salam sehat wal'afiat 🤗🥰

    Nur ,,,jgn kaget begitu ,,tuh bu Amirah mulai kambuh lg jahatnya krn bisikan karina ,,,aduhaiiii

    ReplyDelete
  17. Masih panjang ceritanya ya, bu...pasti masih banyak lika-liku perjalanan cinta Rian-Siswati dan Andre-Nurani...asyiikk...trmksh, bu Tien...semoga sehat selalu.🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah KBE 35 sudah tayang
    Terima kasih Bu Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  19. Maturnuwun Bu Tien...
    Sehat selalu buat ibu, salam Aduhai.
    Berkah Dalem Gusti 🙏🛐😇

    ReplyDelete
  20. Tu kan ada terkejut bersambung.
    mimpi juga ada yg bersambung.
    ( Dawuhnya bunda Tien 😍😍).
    halaaa...

    .Matur nuwun..matur nuwun bunda Tien 🙏🙏
    Salam sehat selalu dari kota Malang..

    ReplyDelete
  21. Terima ksih bunda KBEnya makin seruu dan mkin kesal lgi dgn emak tirinya nurani..slm sht dan aduhaai dri skbmi🙏🥰🌹

    ReplyDelete
  22. Terimakasih Bunda Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  23. Terimakasih Bubda Tien... Smg selalu sht & bhgia aamiin

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien, salam sehat selalu

    ReplyDelete
  25. Sambil nonton bola nunggu lanjutan KBE

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...