KANTUNG BERWARNA EMAS
35
(Tien Kumalasari)
Nurani masuk ke dalam rumah dengan wajah muram.
Ditegurnya ibunya karena sikapnya dianggap tak sopan. Nurani sekarang sudah berani
menegur ibunya atas sikapnya yang tak pantas.
“Ibu, mengapa tadi bilang begitu?”
“Ada apa sih? Ibu salah apa lagi?” tanya bu Candra
seolah tak mengerti. Padahal dia sengaja melakukannya.
“Cara Ibu bicara di depan mbak Sis tadi, Nurani pikir
kurang pantas.”
“Bicara yang mana? Kan banyak yang dibicarakan, tadi.”
“Ibu bilang masakan tinggal sedikit, dan ibu melarang
saya memaksa mbak Sis makan. Itu kan tidak pantas?”
“Kalau kenyataannya begitu, nanti dikira bohong dong.”
“Hal yang memalukan mana perlu diutarakan di depan
tamu? Lihat saja, tadi mbak Siswati kelihatan nggak suka.”
“Kamu itu terlalu lugu, tapi ketika ibu mengatakan
yang sesungguhnya, kamu marah.”
“Nurani bukan marah. Nurani ingin mengatakan, bahwa
perkataan Ibu sangat tidak pantas.”
“Harusnya ibu bicara bagaimana? Berterus terang,
salah. Bohong … apa lagi.”
“Kalau ada hal memalukan, sebaiknya tidak usah
diutarakan dong. Seperti misalnya, sayurnya hanya sedikit, sementara saya sedang
menawarkan makan. Tentu saja dia menolak, karena ucapan Ibu itu seperti
menunjukkan bahwa Ibu menolak mengajaknya makan.”
“Sesungguhnya ibu ragu-ragu, benarkah Rian suka sama
dia?”
“Mengapa Ibu ragu-ragu? Yang menjalani saja sudah
merasa mantap.”
“Mantap bagaimana? Dia tak pernah mengenalkannya pada
ibu.”
Karena kesal, Nurani meninggalkan ibunya masuk ke
dalam kamar.
“Ayo kita makan dulu, cicipi timlo masakan ibu, lalu
kamu kapan-kapan bisa mencobanya. Kan tadi tidak jadi memasak?”
“Tidak Bu, Nurani mau istirahat dulu,” katanya sambil
menutup pintu kamarnya.
Wajah bu Candra mendadak gelap. Ia merasa, Nurani
mulai membuatnya kesal.
“Lama-lama sebel juga sama Nurani, mentang-mentang
diperhatikan oleh ayahnya. Apalagi Rian. Sama adiknya sendiri nggak perhatian,
sama Nurani yang orang lain, sikapnya berlebihan. Semakin lama aku juga kesal
sama Rian. Dia anak kandungku, tapi sama sekali tidak terlihat menghargai aku.
Ya sudah, tidak mau makan ya nggak apa-apa, biar aku makan sendiri saja.
Bukankah nanti Rian dan ayahnya akan pulang agak sore?” gumam bu Candra sambil
menuju ke ruang makan, lalu menikmati makan siangnya, sendirian. Tapi kemudian
dia dengan terburu-buru menyelesaikan makannya. Ini hari bezoek yang diijinkan
untuk Karina, dan ia ingin membawa makanan ke sana. Tergesa-gesa dia menyiapkan
makanan untuk dibawanya, karena sesungguhnya dia ingin berbincang tentang
kekesalan hatinya.
***
Siswati baru saja sampai di rumah, membersihkan kaki
tangan dan berganti pakaian, ketika ponselnya berdering.
“Mbak Sis,” sapa dari seberang yang ternyata adalah
Nurani.
“Nur? Ada apa? Aku baru saja sampai di rumah.”
“Wah, pasti lapar dong, lalu aku mengganggu dengan
menelpon.”
“Tidak, masih menunggu ibu, baru di belakang. Ada apa
Nur?”
“Aku mau minta maaf.”
“Memangnya ada apa?”
“Atas sikap ibu tadi.”
“Sikap yang mana sih, menurutku tidak ada apa-apa kok.”
“Jangan menutupinya. Ibu memang begitu. Sering bicara
seenaknya, tanpa mengingat perasaan orang yang diajak bicara.”
“Tidak apa-apa kok. Sungguh.”
“Seandainya aku yang sedang diajak bicara tadi, sudah
pasti aku tersinggung.”
Siswati tertawa.
“Aku tidak memikirkannya kok. Aku sudah tahu bagaimana
ibu kamu.”
“Bagaimana Mbak Sis tahu?”
“Mas Rian sudah sering membicarakan tentang adiknya, tentang ibu kandungnya. Ia
hanya memuji-muji kamu, yang menurutnya adalah seorang wanita yang luar biasa.”
“Berlebihan deh. Aku juga merasa biasa saja.”
“Ya sudah, jangan dipikirkan.”
“Nanti aku ikut, boleh kan?”
“Ikut ke mana?”
“Tadi mas Rian mengajak makan di luar, untuk merayakan
hari lahir mbak Sis.”
“Oh, itu. Kok nanya sama aku sih, kenapa tidak ke mas
Rian saja?”
“Kan Mbak Sis yang ulang tahun.”
“Sis, ayo kita makan,” terdengar suara berteriak dari
luar kamar.
“Ya sudah Mbak, sepertinya ibu mengajak makan tuh.”
“Iya Nur, maaf ya, nanti disambung lagi saja.”
“Baik Mbak, sekali lagi aku minta maaf,” kata Nurani
sebelum menutup ponselnya.
Siswati menghela napas panjang.
Memang suasana di rumah Nurani tadi agak terasa
panas, kurang nyaman, gara-gara ucapan bu Candra yang mengesalkan. Tapi yang
paling membuatnya terganggu, adalah ketika bu Candra mengatakan bahwa Nurani
dan Rian pantas berjodoh.
Sebenarnya dia percaya pada ketulusan hati Nurani,
tapi walau hanya sedikit, ucapan itu tetap saja mengganggu.
“Sebelum terlambat, aku akan bicara dengan mas Rian.
Tapi kapan ya, nanti sore kami mau bepergian, tapi kan ada Nurani. Pasti tidak
enak bicara masalah itu,” kata hati Siswati.
***
Jam bezoek tinggal sebentar lagi, tapi Bu Candra memohon
agar diijinkan, dengan membuat alasan datang dari luar kota. Dan alasan-alasan
lain yang masuk akal, karena ia ingin mencurahkan kekesalan hatinya pada
Karina.
“Mengapa Ibu datang sesiang ini?”
“Ibu harus memasak. Baru sekarang bisa keluar. “
“Kasihan. Apakah Nurani sekarang begitu sombong dan
tidak mau mengerjakan pekerjaan rumah? Dan Ibu yang harus melakukannya?”
“Tidak persis begitu. Nurani hanya bisa membantu, karena dia sudah kuliah.”
“Pasti dia sombong dan membalas Ibu dengan perlakuan
yang semena-mena.”
“Sebenarnya tidak begitu. Nurani juga baik sama ibu.”
“Hm, Ibu sudah berubah. Sekarang sering memuji-muji
Nurani.”
“Aku memang ingin berubah, supaya bapakmu baik sama ibu.
Lama sekali dia mendiamkan ibu karena kesalahan kita itu. Tapi sekarang sudah
mau bicara.”
“Karina masih akan lama dipenjara.”
“Kamu harus bersabar. Ibu akan sering membawakan kamu
makanan kesukaan kamu.”
“Ini enak, ada ayam goreng dan perkedel kesukaan
Karina.”
“Sebenarnya ibu sedang kesal.”
“Katanya mereka sudah baik sama Ibu.”
“Ibu punya keinginan untuk menjodohkan Nurani dan
Rian. Tapi tak ada yang mendukung keinginan ibu itu.”
“Ibu ini aneh, mengapa Ibu inginkan itu?”
“Kamu tidak bisa menangkap keinginan ibu ini ya? Kamu
kan tahu, ayah kamu itu hartanya banyak. Usahanya besar. Kalau mereka menikah,
maka harta keluarga Candra tidak akan ke mana-mana.”
"Bagus juga tuh.”
“Tapi tidak ada yang setuju. Bapakmu, Rian, bahkan
Nuirani sendiri.”
“Lalu Ibu kesal?”
“Sangat kesal. Tapi mau bagaimana lagi? Ibu tak akan
bisa melakukan apa-apa.”
Karina tertawa licik.
“Sebenarnya ada cara untuk memaksa mereka.”
“Memaksa bagaimana? Kalau ayahnya saja tidak setuju,
yang menjalani juga tidak mau, bagaimana bisa memaksanya?”
Karina membisikkan sesuatu ke telinga ibunya. Bu
Candra terkejut. Tapi kemudian dia mengangguk-angguk.
“Ibu bisa mengerti kan?”
“Tapi kalau ketahuan, ibu bisa celaka. Bahkan bisa
menyusul kamu ke penjara sekalian.”
Karina membisikkan lagi sesuatu, kali ini agak lama.
Lalu bu Candra tersenyum.
Tapi kemudian petugas mengusir bu Candra karena sudah
terlalu lama melewati waktu bezoek.
Saat pulang, ada harapan memenuhi benaknya. Apa yang
dikatakan Karina memang benar-benar bagus.
“Entah bagaimana Karina bisa sepintar itu. Apa dia
belajar dari temannya yang ada di penjara ya? Yah, apapun, semoga ini berhasil.
Aku harus memperjuangkan hidup aku, karena saat ini aku hanya menjadi pelengkap
di keluarga itu, bahkan anakku tak peduli sama sekali padaku. Berbeda kalau
Nurani menjadi menantuku.”
Ketika kemudian memasuki rumah, dilihatnya Nurani bersih-bersih
rumah. Tapi sedikitpun Nurani tidak bertanya. Dirinya dari mana.
“Rupanya Nurani masih marah sama aku. Baiklah, besok
kalau kamu sudah benar-benar menjadi menantuku, akan aku lihat apakah kamu
masih bisa bersikap angkuh sama aku,” kata batin bu Candra.
***
Sore itu Nurani sudah selesai mandi dan membuatkan
minuman kesukaan ayahnya, susu coklat. Duduk sebentar menemani ayah ibunya
minum, kemudian Nurani keluar karena mendengar suara mobil.
Betapa terkejutnya Nurani, saat melihat siapa yang
datang. Ia ingin masuk untuk memanggil ayahnya, tapi urung, karena yang turun
dari mobil langsung menyapa namanya.
“Nurani,” sapanya lembut.
Nurani menatap laki-laki ganteng yang senyumnya
menawan itu dengan perasaan gundah. Ia heran, kalau sedang berdua saja dengan
Andre, hatinya pasti berdebar tak karuan. Selama ini ia belum bisa memaknai apa
kata hatinya. Ia merasa tidak mencintai Andre, karena laki-laki terbaik
menurutnya hanyalah Rian. Tapi perasaan terhadap Rian itu sebenarnya cinta yang
bagaimana? Nurani tak bisa menjawabnya. Ia bisa merelakan Rian bersama gadis
lain, dan rasa cemburu yang semula meracuninya sudah lenyap. Entah apa yang
terjadi pada dirinya.
“Kok bengong? Lupa siapa aku ini?” goda Andre.
“Ti … tidak. Kaget saja.”
“Mulai sekarang aku akan sering mengagetkan kamu,”
kata Andre lebih berani. Ia ingat kata pak Candra, bahwa Nurani itu ibarat
gamelan. Ia tak akan berbunyi kalau tidak ada yang menabuhnya. Dia berjanji
akan menabuhnya bertalu-talu, agar terdengar suara dan kidung-kidung indah dari
hatinya. Aduhai.
Nurani tersenyum lucu. Ya, terkadang Andre suka melucu.
Ia ingat pesan ibunya, bahwa Andre Ananda Pratama adalah jodohnya. Itulah yang
membuatnya selalu berdebar. Apa yang mengecewakan pada diri Andre? Menurut
ayahnya, dia adalah laki-laki yang sempurna untuk mendampingi hidupnya. Tapi
sudahkah Nurani mulai mencintainya?
“Nur, bolehkah aku masuk ke dalam?” akhirnya kata
Andre, membuat Nurani tersipu malu. Apakah dia terpesona pada laki-laki ganteng
yang berdiri sangat dekat dengan dirinya, sehingga lupa mempersilakan masuk?
“Eh, ya … tentu … ayo masuk,” akhirnya kata Nurani.
“Di teras saja, udaranya lebih segar karena terbuka.
Nurani mengangguk.
“Aku panggil bapak dulu.”
“Aku tidak ingin menemui bapak kok.”
Nurani masih tegak berdiri.
“Tidak?”
“Aku datang untuk kamu, Nurani.”
Nurani bertambah gugup mendengar kata Andre.
“Duduklah, kenapa sih, kamu menyambut aku seperti
orang ketakutan begitu? Aku seperti hantu ya?”
“Aku … hanya terkejut.”
“Baiklah, sekarang masih terkejut? Masa sih terkejut
kok bisa lama sekali reaksinya? Bukankah kalau terkejut itu hanya sesaat? Kok
ini ada lanjutannya? Ada ya, terkejut bersambung?”
Nurani duduk di depan Andre. Takutnya kalau terlalu
lama Andre menggoda, dia bisa tiba-tiba jatuh pingsan. Bukan karena terkejut.
Benar kata Andre, bahwa terkejut itu pastinya hanya sesaat, tidak berkelanjutan.
Tapi ini kok berlanjut ya? Bodoh Nurani, kelanjutannya bukan lagi dinamakan
terkejut, tapi gugup. Lalu Nurani merasa kesal, kenapa ayahnya tidak segera
muncul sehingga dia bisa lari ke dalam. Tapi pak Candra yang sesungguhnya sudah
tahu bahwa Andre ada di teras, memang sengaja tidak mau keluar terlebih dulu.
Membiarkan Andre menabuh gamelan cantiknya.
Tapi yang keluar ternyata adalah Rian. Dia ke depan
mencari Nurani karena ingin meminta agar Nurani segera bersiap.
“Haa, ada mas Andre?” kata Rian sambil menyalami Andre
dengan hangat.
“Selamat sore, bapak insinyur,” sambut Andre tak kalah
hangatnya.
“Angin apa yang tiba-tiba membawa mas Andre sampai ke
mari?” tanya Rian sambil duduk. Dia mencari keberadaan Nurani yang ternyata
sudah hilang entah kemana dan kapan pula menghilangnya.
“Aku mau mengajak Nurani jalan.”
“Bagus sekali Mas, kalau begitu kita bisa jalan
bersama.”
“Sebenarnya kalian mau jalan?”
“Siswati ulang tahun hari ini. Aku mengajak Nurani untuk
bersama-sama merayakannya. Sekarang ada mas Andre, jadi kebetulan sekali. Kita bisa
berempat, jadi lebih meriah,” kata Rian
bersemangat.
“Senang sekali kalau begitu. Tapi nanti mampir beli
kado dulu.”
“Baiklah, Nurani pasti juga ingin membeli sesuatu,
tunggu sebentar, aku akan menyuruhnya bersiap,” kata Rian sambil berdiri.
Rian masuk ke dalam, langsung menemui Nurani yang
ternyata sedang membuat minuman di dapur.
“Biar aku yang membawa minumnya ke depan, kamu
bersiaplah,” kata Rian.
“Bersiap untuk apa?”
“Bukankah kita akan jalan bersama?”
“Apakah dia ikut?” tanya Nurani pelan.
“Tentu saja dia ikut.
Kita akan merayakannya dengan lebih meriah. Hei, mengapa kamu ini? Kamu
lupa bahwa dia adalah calon suami kamu?”
“Tapi ,,, aku tidak cinta sama dia.”
“Apa? Kamu ini bodoh atau apa. Begitu sulitkah
mencintai laki-laki seperti mas Andre? Ingat keinginan bapak sama ibu kamu yang
sudah almarhumah.”
Nurani menghela napas panjang. Sulitkah mencintai laki-laki
sebaik Andre?
“Nur,” kata Rian sambil mengambil baki yang di atasnya
sudah berisi secangkir coklat susu, kesukaan keluarga Candra.
“Aku akan belajar mencintainya,” kata Nurani lirih,
dengan wajah memerah.
***
Besok lagi ya.
Mtrnwn
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Kantung Berwarna Emas sudah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh datang...
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat .....
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulilah, matur nuwun
ReplyDeleteTerimakasih
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien cantiiik... semoga swhat sekeluarga
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih Bunda
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Alhamdulilah
ReplyDeleteTerimakasih cerbungnya bunda Tien
Alhamdulillah cerbung KBE Episode 35 sudah tayang. Mature nuwun sanget mbak Tien Kumalasari.
ReplyDeleteSemoga mbak Tien tetap sehat, bahagia bersama keluarga, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA.
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹
Alhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 35 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
⚘🍃⚘ Alhamdulillah KBE 35 telah hadir. Matur nuwun Bunda Tien. Semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...Salam Aduhai 🙏🦋⚘
ReplyDeleteAda rencana jahat lagi, mungkin main guna-guna??
ReplyDeleteTapi bisa masuk penjara bila ketahuan...
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Yang d tunggu tunggu dah tayang
ReplyDeleteMakasih bunda
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti,
Seruu...
ReplyDeleteMakasi mba Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~35 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Alhamdulillah,mksh Bu Tien salam sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulilah kbe 35 sdh tayang ... makin seru , hati hati rencana busuk bu chandra terhadap nurani ... salam sehat bu tien
ReplyDeleteAsyik jadi juga mereka datang ke ultah Siswati.
ReplyDeleteWuah jangan jangan dimasukin apalagi tuh minuman yang buat Andre, kan waktu itu Karina memberi minuman keasinan, kini mulai meneror Andre, jangan jangan dikasih apa itu yang warnanya sama tapi bikin mules, kan yang bisa nyetir cuma Andre, kacau nich.
Andre menemui mangsur mangsur; hus itu yang namanya diare wuah ngaco ni, pas ultahnya Siswati malah jadi kacau, mulai selidik penyebabnya apa, tapi kan yang dikasih minum cuma Andre yang buat Nurani yang ngasihkan memang Rian, ini rupanya hasil bisik bisik narapidana tadi rupanya.
Ah nggak tahulah yang namanya diajarin neror; target langsung, kênå.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Kantung berwarna emas yang ke tiga puluh lima sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat 🤗🥰
Nur ,,,jgn kaget begitu ,,tuh bu Amirah mulai kambuh lg jahatnya krn bisikan karina ,,,aduhaiiii
Masih panjang ceritanya ya, bu...pasti masih banyak lika-liku perjalanan cinta Rian-Siswati dan Andre-Nurani...asyiikk...trmksh, bu Tien...semoga sehat selalu.🙏🙏🙏
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah KBE 35 sudah tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Terima kasih Mbak Tien...
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien...
ReplyDeleteSehat selalu buat ibu, salam Aduhai.
Berkah Dalem Gusti 🙏🛐😇
Tu kan ada terkejut bersambung.
ReplyDeletemimpi juga ada yg bersambung.
( Dawuhnya bunda Tien 😍😍).
halaaa...
.Matur nuwun..matur nuwun bunda Tien 🙏🙏
Salam sehat selalu dari kota Malang..
Terima ksih bunda KBEnya makin seruu dan mkin kesal lgi dgn emak tirinya nurani..slm sht dan aduhaai dri skbmi🙏🥰🌹
ReplyDeleteTerimakasih Bunda Tien
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Terimakasih Bubda Tien... Smg selalu sht & bhgia aamiin
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun bu Tien, salam sehat selalu
ReplyDeleteSambil nonton bola nunggu lanjutan KBE
ReplyDelete