KANTUNG BERWARNA EMAS
29
(Tien Kumalasari)
“Jangan dipukul Bu,” kata Nurani agak menyentak,
karena ibunya tega menyakiti Pusy.
Pusy masih menatap bu Candra dengan sorotan marah, dan
memperlihatkan giginya yang runcing. Nurani membungkuk, dan menggendong Pusy.
“Ya ampun, kamu terluka? Biar aku obati dulu ya,” kata
Nurani sambil menggendong Pusy masuk ke dekat almari obat. Bu Candra meletakkan pentungan,
bekas alat mengepel, dengan kasar.
“Aku gemas benar sama dia. Dia itu kucing yang tidak
mengenal tata krama. Aku sangat membencinya. Hampir saja tadi aku memukulnya lagi supaya dia hengkang dari rumah ini,” omelnya sambil menjauhi Nurani, yang sibuk
mengobati luka Pusy dengan obat merah.
“Meeaaauuuwww …”
Pusy tampak merintih.
“Bagaimana kamu bisa terluka?”
Tampaknya pukulan keras telah mengenai kaki si Pusy.
“Mengapa kamu tidak lari menjauh?”
Tentu saja Pusy tak bisa bercerita. Tadi dia sedang
tidur, tiba-tiba bu Candra memukulnya keras sekali. Pusy sangat marah, dia
menggereng dan berusaha menerjang si ibu yang begitu kejam menyakiti dirinya.
Bu Candra juga masih membawa senjata, yang siap dipukulkannya kembali, tapi Nurani
keburu datang.
Nurani melepaskan Pusy ketika sudah selesai mengobati.
Tapi rupanya Pusy tak bisa berjalan tegak, diacungkannya sebelah kakinya, yang
mungkin saja terasa sakit. Nurani menangkap kaki si Pusy, dan terkejut, rupanya
kaki Pusy patah.
“Ibu memukulnya sangat keras!” sentaknya.
"Duduk di sini, tampaknya kakimu patah, aku harus
membalutnya.”
Nurani mengambil kain bekas bajunya yang kekecilan, lalu
dipotongnya. Pusy mengeong keras ketika Nurani membebat kakinya.
“Sakit ya? Sabar ya, nanti kalau tulang kamu sudah
tersambung, kamu boleh lompat-lompat lagi,” kata Nurani lembut, kemudian
membawa Pusy ke dalam kamarnya.
"Kamu mau makan?”
Tapi Pusy menyembunyikan kepalanya di dada Nurani. Tampaknya itu sebuah penolakan. Nurani meletakkan Pusy di atas kasur di dalam kamarnya.
"Kamu
tidurlah, aku akan keluar untuk membelikan kamu vitamin, agar tulangmu cepat
tersambung,” kata Nurani sambil beranjak ke luar.
Diluar dia bertemu dengan ibunya yang duduk di ruang
tengah. Nurani kesal sekali.
“Ibu mengapa memukuli Pusy sampai terluka, dan sampai
kakinya patah? Kalau Nurani tidak datang pasti ibu sudah diserang oleh dia.”
“Mengapa kamu marah sama ibu? Dia hanya binatang.”
“Binatang juga punya hati.”
“Binatang tidak punya tata krama. Aku baru pulang dari
menemui Karina, sakit hati ibu melihat Karina sengsara, dan di sana dia tidak
menutupi wajahnya dengan cadar. Pilu mengingat siapa yang membuat semua itu.
Ibu sedang bersih-bersih, mau menyingkirkan barang-barang yang tak berguna ke gudang,
melihat dia meringkuk diatas tumpukan kopor yang tak terpakai, beralaskan kain
kuning. Kemarahan ibu memuncak. Ibu pukul dia sekuat tenaga, sebagai pembalasan
atas perlakuannya terhadap Karina. Karina ku sayang sangat menderita,” lalu bu
Candra terisak.
Nurani menatapnya, kali itu tanpa rasa iba. Ia sungguh
kesal mengingat Pusy terluka dan patah kakinya.
Ia beranjak keluar, menuju apotek.
Bu Candra memanggilnya, tapi Nurani terus saja keluar
rumah.
“Heran aku, itu kan hanya kucing, mengapa Nurani
sangat marah sama aku? Kucing yang sudah membuat Karina cacat selamanya. Kalau
Nurani baik, Nurani harus membenci kucing itu. Hm, benarkah dia tadi akan
menyerang aku? Ia menatapku penuh ancaman, aku nyaris memukulnya lagi, biar dia
kapok. Beruntung dia, Nurani segera datang.”
Bu Candra masih menyesali kegagalannya memukul kucing
itu, ketika Nurani datang dengan membawa bungkusan plastik. Ada label apotek
pada bungkusan itu.
“Kamu dari apotek? Beli obat untuk siapa?”
“Untuk Pusy,” jawabnya singkat sambil menuju ke arah
kamarnya.
Dilihatnya Pusy masih meringkuk diatas ranjang Nurani.
“Sakitkah rasanya?”
Pusy mengangkat kepalanya, yang kemudian
diusap-usapkannya ke tangan Nurani.
“Aku belikan kamu obat untuk luka kamu, dan vitamin
agar tulangmu yang patah segera pulih,” kata Nurani lembut.
***
Nurani keluar, dan melihat bahwa ibunya tak ada lagi
di ruang tengah. Ketika ke dapur, dilihatnya ibunya sedang memotong-motong
sayur.
“Dia hanya binatang. Mengapa kamu memperhatikan begitu
besarnya? Kamu bahkan marah sama ibu.” omel bu Candra tanpa menatap Nurani.
"Biarpun binatang, dia juga punya hati. Dia bisa
menyayangi, bisa juga membenci. Dia juga tahu, mana orang baik dan mana orang
jahat.”
“Bohong.”
“Itu benar. Percaya atau tidak, Pusy tidak akan
mengganggu, apalagi menyakiti orang yang berhati baik. Siapakah yang pernah
diganggu Pusy?”
Bu Candra terdiam. Memang benar, Pusy tidak pernah
menggangu suaminya, Rian, apa lagi Nurani. Apakah itu karena dia dan Karina
jahat?
Bu Candra mulai mengingat-ingat. Hari demi hari yang
telah dilaluinya.
“Apakah Pusy juga yang melukai aku di rumah sakit?”
Bu Candra ingat, waktu itu dia punya niat buruk
terhadap Nurani. Ia bahkan berniat menghabisinya dengan menutupkan bantal ke
wajah Nurani, agar tak bisa bernapas. Lalu kucing itu mencakarnya. Bagaimana
Pusy bisa berada di mana-mana?
“Bu, mulai sekarang, bersikaplah baik, meminta maaflah
pada Pusy,” kata Nurani sambil menyalakan kompor, siap menggoreng tahu yang
sudah dibumbuinya.
“Apa? Meminta maaf pada kucing?” kata bu Candra hampir
berteriak.
“Mengapa tidak? Ibu memukulnya disaat dia tidur. Apa
dia bersalah?”
“Bukan kesalahan saat ini, tapi_”
“Pusy tidak akan melakukan kejahatan. Barangkali dia
melihat hal buruk pada seseorang.”
Bu Candra kembali terdiam.
“Pusy itu ternyata kucing peliharaan almarhumah ibu
saya. Dia sangat menjaga ketenteraman di dalam rumah ini. Itu saya bisa
merasakannya. Ibu pasti tahu, Pusy tidak pernah mengganggu bapak, mas Rian,
ataupun saya. Mengapa? Saya yakin, karena Pusy tahu mana hati yang bersih dan
mana yang kotor.”
Entah dari mana datangnya keberanian itu, tapi Nurani mengatakan
apa yang ada di dalam hatinya. Ia bahkan ingat, ketika Andre mengatakan melihat
kucing sedang menjilati wajahnya ketika dia hampir tewas tercebur jurang.
Apakah itu juga Pusy?
Bu Candra diam. Apa yang dikatakan Nurani memang
benar. Mengapa hanya dia dan Karina yang diganggu kucing? Apakah kalau dia
berbaik hati pada kucing itu, maka dia akan bersikap baik kepada dirinya?”
“Maafkan saya Bu, saya mengatakan semua itu, karena
tiba-tiba saya punya pemikiran begitu. Tadinya saya juga tidak mengira bahwa
itu perbuatan Pusy. Maaf lagi Bu, ketika ibu memberi saya minum air putih itu,
Pusy juga yang menyelamatkan saya. Yang pertama, dia membuat saya menyentuh
gelas sehingga tumpah, ketika saya melihat sesuatu berkilat di atas meja itu.
Yang kedua, dia menyambar gelas ditangan saya, dan yang ke dua itu juga
membuat air itu tumpah. Hal aneh yang sebelumnya tidak saya pikirkan, sekarang
tiba-tiba saya bisa menjawabnya.”
Nurani sudah selesai menggoreng tahu. Bu Candra
membuat sayur, sambil mendengarkan apa yang dikatakan Nurani. Lalu yang
mengobrak abrik rumah sehingga dirinya dan Karina harus bekerja keras, apakah juga
kucing itu?”
“Bu, saya minta maaf kalau melukai hati Ibu. Terkadang
saya ingin diam saja, tapi ada keinginan lain dihati saya, yaitu mengingatkan
Ibu, akan sebuah kebenaran. Sungguh saya juga bukan manusia baik. Saya juga
banyak salah, tapi berusaha melakukan hal baik, itu juga sebuah kebaikan. Tidak
pantas sebenarnya saya mengatakan ini semua, karena saya adalah anak-anak, dan Ibu
adalah seorang ibu. Sekali lagi saya minta maaf.”
Bu Candra masih saja diam, tapi ia meresapi apa yang
dikatakan Nurani. Karena seekor kucing, ia menemukan lagi sebuah perilaku baik.
“Maukah Ibu mamaafkan saya?”
Bu Candra memeras santan yang akan dimasukkannya ke
dalam sayur. Ia masak sambal goreng ati siang itu, dan ca sayur.
“Kamu tidak bersalah, akulah yang harus meminta maaf.”
“Bukan kepada saya Bu, tapi kepada Allah Yang Maha Pengasih.
Ketika kita mengingat Nya, maka segala keburukan akan menjauh dari kita. Aduh,
saya minta maaf lagi, saya bukan menggurui Bu, saya mengatakan apa yang telah
saya lakukan.”
“Aku akan melakukan apa yang telah kamu lakukan, Nur.”
“Alhamdulillah.”
“Aku juga akan meminta maaf sama Pusy.”
“Syukurlah Bu,” kata Nurani dengan wajah berseri.
***
Bu Candra sudah mandi, sudah wangi. Ia memasuki kamar
Nurani dengan membuka pintunya perlahan. Dilihatnya Pusy meringkuk di ranjang
Nurani. Ia mengangkat kepalanya, dan menatap bu Candra dengan bengis.
Bergidik bulu kuduk bu Candra, tapi ia memberanikan
diri. Ia mendekat pelan, dan kucing itu bangkit dengan sigap.
“Pusy, aku datang untuk meminta maaf,” katanya lembut.
Lalu tiba-tiba mata Pusy meredup. Bu Candra semakin
mendekat, mengelus kepalanya, walau masih dengan rasa was-was. Ia duduk di tepi
pembaringan, melihat salah satu kaki Pusy dibalut dan ada luka diatas balutan
itu.
“Sakitkah? Maafkan aku,” katanya sambil mengelus kaki
Pusy yang sakit.
Pusy mengangkat sebelah kakinya, menyentuh tangan bu
Candra.
“Ternyata benar, binatang juga punya hati,” kata
batinnya.
Bu Candra mengangkat Pusy, meletakkannya di atas
pangkuannya.
“Kulitmu lembut, warnanya indah. Ternyata kamu cantik.”
Pusy meringkuk di pangkuan bu Candra. Bu Candra
tersenyum. Ternyata kedamaian itu menghangatkan jiwa. Pusy hanyalah seekor binatang,
tapi ternyata dia punya hati dan rasa. Tanpa diduga hari itu dia banyak belajar
tentang kasih sayang.
***
Siang hari itu Pak Candra meminta agar Nurani datang
ke kantor. Nurani sudah bersiap dan akan memanggil taksi, ketika sopir kantor
menjemputnya.
“Kok saya di jemput?”
“Iya Non, bapak yang menyuruh.”
“Oh, baiklah, saya pamit sama ibu dulu.”
Nurani kembali masuk ke dalam, berpamit kepada ibu
tirinya. Tapi saat dia keluar, Pusy mengikutinya sambil terpincang-pincang.
“Hei, masuklah kembali, aku mau ketemu bapak,” kata
Nurani.
“Meaaauuuwww ..”
Pusy tak beranjak, ia terus menggesek-gesek kepalanya
di kaki Nurani.
“Kamu mau ikut?”
“Meaauuuwww.”
Nurani mengangkat Pusy, dibawanya masuk ke dalam
mobil.
“Itu seperti piaraan almarhumah ibu Candra,” kata pak
Man, sopir kantor.
“Oh, pak Man masih ingat?”
“Masih dong Non, saya ikut bapak sudah duapuluh tahun
lebih.”
“Wah, pantes mengenal Pusy. Saya malah belum lama
ketemu dia, nggak tahu selama ini dia sembunyi di mana.”
Pusy menyandarkan kepalanya di tubuh Nurani.
“Saya pernah melihat, kucing itu turun dari bagasi
mobil bu Candra, ketika pak Candra dan Non ada di rumah sakit.”
“Benarkah?”
“Ya, saya tidak lupa wajah kucing itu. Nggak tahu
kenapa dia turun begitu saja dari mobil bu Candra, tapi tampaknya bu Candra
tidak memperhatikannya.”
“Oh ya? Waktu itu pak Man ada di rumah sakit juga?”
“Disuruh pak Andre mengantarkan obat untuk bapak, yang
katanya di rumah sakit kebetulan tidak ada. Jadi saya harus beli di apotek
luar.”
“Oh, waktu saya sama bapak baru masuk itu ya?”
“Iya Non.”
Ketika sampai di kantor, pak Man membukakan pintu untuk
Nurani, lalu Nurani menuju ke ruang kerja ayahnya, sambil menggendong Pusy.
Setelah mengetuk pintu, Nurani masuk ke dalam. Dan
tiba-tiba Andre berteriak.
“Kucing itu ?”
“Namanya Pusy.”
“Itu peliharaan almarhumah ibu Nurani, entah kemana
dia selama ini, baru-baru ini tiba-tiba muncul. Mengapa kamu seperti terkejut
Ndre?” tanya pak Candra
“Kucing itu, seperti yang saya lihat waktu saya
menemukan Nurani di tebing.”
“Benarkah ?” tanya Nurani.
“Kucing dengan bulu seperti itu jarang aku lihat.
Sungguh. Heeiii.. Pusy, kamu kah yang berada di tebing ketika aku menemukan
Nurani?” tanya Andre sambil mengelus kepala kucing dalam gendongan Nurani.
“Meaauuuwww….”
“Apakah itu berarti dia meng ‘iya’ kan?” tanya Andre.
“Nggak tahu aku, mana aku mengerti bahasa dia?”
“Ini aneh. Kamu kan?” Andre masih ngeyel.”
Kucing itu mengangkat kaki depannya, menyentuh tangan
Andre, sambil sekali lagi mengatakan ‘meaauuw’.
“Kakinya masih sakit?” tanya pak Candra yang tahunya si Pusy terluka karena terjepit pintu. Mana mau Nurani menjelekkan nama ibunya, sementara ibunya sudah menyadari kesalahannya?.
“Sudah lumayan, sudah mau berjalan-jalan. Mas Rian
mana?”
“Dia ke kampus sebentar, nanti akan kemari setelah
selesai urusannya. Andre, besok ikut ya, acara wisuda Rian?”
“Kalau Bapak yang menyuruh, saya siap.”
“Baiklah, sekarang mulailah berbincang dengan Nurani
tentang perusahaan ini. Aku akan menyelesaikan pekerjaan aku sendiri.”
“Kok sekarang sih Pak, Nurani kan masih harus kuliah.”
“Sekedar mengerti saja, kamu kan belum pernah tahu
tentang bisnis ayahmu ini.”
Nurani tersenyum dan mengangguk.
Tapi tiba-tiba ponsel pak Candra berdering.
“Ada apa Rian? Kamu segera ke kantor bukan? Apa? Ke
rumah sakit?”
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien 🙏🙏
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah dah ratang
ReplyDeleteAlhamdulillah.
ReplyDeleteMatur nuwun Bunda Tien
Dah tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien K, salam aduhai selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Semoga Ibu sehat selalu
Matur nuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien
🙏🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~29 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah, sehat selalu mbakyu Tien...
ReplyDelete🌹🍃🌹 Alhamdulillah KBE 29 telah hadir. Matur nuwun Bunda Tien. Semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...Salam Aduhai 🙏🦋🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteTerimakasih cerbungnya bunda Tien
Matur suwun bunda Tien
ReplyDeleteSalam Tahes Ulales bunda dan tak lupa selalu Aduhaiiii
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Semoga bu Tien sekeluarga sehat selalu
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu
Alhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 29 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulilah, matur nuwun
ReplyDeleteHatur nuhun bunda tsyangannya
ReplyDeleteAlhandulillah.
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌷🌷🌷🌷🌷
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun, sehat dan bahagia selalu Bunda Tien . .
Alhamdulilah kbe sdh tayang ..salam sehat bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah..trims bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah sudah tayang....
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien.....
Matur nuwun bu Tien, salam sehat
ReplyDeleteAlhamdulillah... terima kasih...
ReplyDeleteAlhamdulilah..
ReplyDeleteTks bunda Tien..
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin, Suprawoto, Beny Irwanto,
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch., Indrastuti,
Sakitnya tuh disini halah kaya ting ting.
ReplyDeleteTakut disamber orang gara gara Andre manas manasin, jadi mau balikan; susah juga nyarinya, eh begitu ketemu langsung menghindar lari jatuh deh, nganterin ke rumah sakit.
Baru deket deketan pakai nggak jelas alasannya maen putus, bukan apa-apa seeh tapi nggak jelasnya itu yang membuat nggak terima.
Nungguin deh; sekalian bilang gimana gitu biar nggak kaget kaya ketemu musuh, harus menghindar kaya pilem india kejar kejaran lari lari
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Kantung berwarna emas yang ke dua puluh sembilan sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Alhamdulillah, cerbungnya semakin asyik, terimakasih bunda Tien, salam sehat dan bahagia selalu, aduhai
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien...
Salam sehat....
Alhamdulillah KBE 29 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bshagia selalu.
Aamiin
Matur nuwun bunda Tien..🙏
ReplyDeleteSalam sehat selalu ( S3 )..🥰
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSiapakah yg sakit di RS? Rian atau Karina? Semoga memperlancar kembalinya hubungan baik Riyan dgn Siswanti...
ReplyDeleteMatur nuwun ibu Tien, bikin penasaran lanjutnya...
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien Kumalasari..salam Aduhai
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Kantung Berwarna Emas sudah tayang.
ReplyDeleteBu Candra sudah berdamai dengan pusy, meski sudah terlanjur menyakiti.
ReplyDeleteTinggal sekarang, siapa yang sakit dan harus dibawa ke RS. Mungkinkah bu Candra..
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Trims Bu Tien...sehat selalu
ReplyDeleteSiapa ya yg sakit?
ReplyDeleteMakasih mba Tien
Slmt pgii dan terima ksih bunda KBE nya..slm sht sllunk bunda🙏🥰🌹
ReplyDeleteSepertinya akan ada jalan untuk CLBK lagi nih antara Rian dan Siswati kita tunggu saja kelanjutannya besuk Senin...
ReplyDeleteSalam sehat selalu utk Bu Tien dan keluarga..
Hallo ibu2 dan bapak2 PCTK yang baik hati dan tidak sombong.........Malam ini saya iseng buka laptop baca KBE ke 29 eeh ternyata saya bisa komen,menyapa sahabat2 semua "SELAMAT PAGI, SELAMAT HARI MINGGU SELAMAT BERIBADAH kalau ada sdr2 yang akan beribadah di gereja hari ini! Semoga hari ini kita sehat bahagia! Pokoknya Selamat beraktifitas Tuhan YME menyertai dan memberkati kita! Terima kasih bunda Tien semoga sehat selalu! Semangat!!!!!
ReplyDeleteBersyukur dan bersyukur jeng Willa.
DeleteDi apain HP-nya, di lem biru apa dilem putih hitam ? disini kan tdk ada lem biru atau merah adanya putih (dolar)
Alhamdulillah
ReplyDeleteMenunggu KBE 30 😍
ReplyDeleteMenanti sebuah jawaban KBE 39....
ReplyDeletepenasaran
ReplyDeleteBlm juga tayang
ReplyDeleteKok belum yaa
ReplyDeleteAlhamdulillah KaBeE_30 durung tayang-tayang.......
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien, sugeng dalu, tetap sehat
Salam ADUHAI.....
Jago balap sudah kumpul
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTadi ada Gangguan gempa Pacitan, mempengaruhi pengetikan
ReplyDelete