KANTUNG BERWARNA EMAS
25
(Tien Kumalasari)
“Apa kamu bilang? Karina membeli obat dari dia, untuk
meracuni saudara tirinya?”
“Itu yang dikatakannya Pak. Dia tahu, Karina sangat
benci sama saudara tirinya, begitu. Dua kali Karina membelinya. Lalu dia juga
cerita bahwa ibunya pernah mencoba obat itu dan teler selama dua hari, soalnya
ibunya tidak percaya bahwa obat itu asli. Dan soalnya pula, katanya sudah dua
kali obat itu diberikan Nurani, tapi tidak mempan.”
Pak Candra terpana, benar-benar terpana. Dia sekarang
tahu mengapa istrinya waktu itu teler selama dua hari. Ia mencoba karena obat
yang diberikan Nurani tidak mempan? Ini aneh. Kalau istrinya saja teler selama
dua hari, mengapa Nurani tidak? Bagaimana caranya Karina memasukkan obat itu
agar diminum Nurani? Apa kemudian Nurani tidak meminumnya, dan itu sebabnya
Nurani tidak terpengaruh obat itu?
Pak Candra memijit keningnya yang tiba-tiba terasa
pusing. Begitu jahat istri dan anak tirinya, sampai berniat ingin membunuh
Nurani?
“Rupanya Allah melindungi Nurani sehingga dia
selamat,” gumam pak Candra.
Kemudian Andre datang, dan terkejut melihat rekannya
ada di ruangan itu.
“Andre, bicaralah sama dia, dan dengar apa yang
dikatakannya,” kata pak Candra sambil berdiri.
“Bapak mau ke mana? Tadi kebetulan saya sudah bicara
sama teman saya, tentang dokter bedah yang_”
“Tidak usah,” potong pak Candra.
“Maksud Bapak?” tanya Andre heran.
“Aku tidak jadi membawa Karina untuk berobat. Biar
saja begitu. Kalau kamu sudah janjian sama dokternya, batalkan saja.”
“Bapak mau ke mana?”
“Pulang sebentar.”
“Nanti makan siangnya?”
“Lakukan saja seperti perintahku. Kalian boleh makan
enak sepuasnya.”
“Saya jadi menjemput Nurani dan menelpon Rian?”
“Nurani akan datang bersama aku, telpon saja Rian,
tidak apa-apa. Kalau masih sempat aku akan makan bersama kalian,” kata pak
Candra sambil melangkah keluar dari ruangannya.
Andre terpaku di tempatnya berdiri, karena dia memang
masih berdiri sejak kedatangannya.
“Pak Andre, mari saya katakan, mengapa pak Candra
bersikap begitu.”
Andre duduk di hadapan tamunya dengan benak penuh
tanda tanya.
***
Sementara itu pak Candra langsung menuju gudang.
“Mana Karina?” tanyanya karena tidak melihat Karina di
meja kerjanya.
“Ada di gudang, sedang mengecek barang. Saya
panggilkan dulu Pak.”
Begitu Karina keluar, pak Candra langsung
memerintahkan Karina untuk mengikutinya.
“Ke mana Pak?”
“Kita pulang sekarang,” katanya singkat sambil keluar dari ruangan.
Karina mengambil tasnya, lalu mengejar ayahnya yang
sudah mendahului pergi ke arah depan.
“Pak, tunggu dong Pak.”
Pak Candra tidak menjawab. Karina hampir terjatuh
karena sepatu hak tinggi nya tidak bisa dibawa berlari. Salah sendiri, bekerja
dengan sepatu hak tinggi.
“Pak ….”
Karina terengah ketika sudah berhasil melangkah
sejajar dengan ayahnya.
“Apakah Bapak mau mengajak saya ke dokter sekarang?”
tanya Karina dengan wajah berbinar.
Pak Candra tidak menjawab. Kemarahannya sudah sampai
ke ubun-ubun. Kalau tidak mengingat bahwa mereka sedang berada di kantor, pasti
sudah di dampratnya Karina.
Karina ingin mengulang pertanyaannya, tapi melihat
wajah ayahnya gelap, lalu diurungkannya. Ia hanya mengikuti saja tanpa
bertanya-tanya.
***
Karina heran ketika ternyata sang ayah membawanya
pulang. Mereka langsung masuk ke rumah karena memang pintu tidak di kunci.
Nurani ada di rumah dan masih berkutat membersihkan dapur, sementara bu Candra
baru saja keluar dari kamar, dengan pakaian rapi. Tampaknya dia mau pergi.
“Kok Bapak pulang siang?”
“Kamu mau kemana? Jangan pergi, aku mau bicara.
Karina, duduk!” perintahnya kemudian kepada Karina.
“Ada apa ini Pak?” tanya bu Candra heran.
“Diam kamu, jangan bicara kecuali menjawab pertanyaan
aku,” kata pak Candra dengan mata menyemburkan api. Hati bu Candra dan Karina
ciut tiba-tiba.
“Jawab aku. Mengapa kamu dulu meminum obat yang dulu
dibeli Karina dari temannya?”
Bu Candra terperanjat. Ia tak bisa berkata-kata.
“Jawab! Saat kamu teler selama dua hari itu, bukankah
karena kamu meminum obat, yang juga ingin kalian berikan kepada Nurani, bukan?”
Sekarang kaki bu Candra dan Karina bergetar. Wajahnya
pucat pasi.
“Aapp … ppa … maksud Bap..pak?” terbata ketika bu
Candra ingin membantahnya.
“Jawab saja pertanyaan aku. Iya atau tidak?”
“Tti … tid … daaak…”
“Nanti kalian akan aku ajak menemui teman Karina yang
menjual obat itu. Sekarang dia ditahan polisi.”
“Aap …paa?” sekarang Karina yang berteriak.
“Aku sama sekali tidak mengira, wanita yang memohon
belas kasihan, janda dua anak yang kekurangan, kemudian aku angkat
derajatnya sehingga menjadi wanita terhormat, tidak kekurangan apapun, aku penuhi segala
kebutuhannya, keinginannya, ternyata memiliki hati iblis!!”
“Bu Candra merasa lemas. Karina apalagi.
“Segala kebaikan aku, kemuliaan hati putriku, kamu
balas dengan kekejaman yang tiada taranya. Bukan manusia kalian itu. Sungguh
bukan manusia.”
“Itu … itu … sebenarnya …”
“Kalian tidak akan bisa mengelak. Mana botol obat yang
dulu ditemukan jatuh di depan kamarmu. Masih ada bukan? Mana ? Atau aku ajak saja kamu menemui teman kamu yang ditahan polisi, supaya kamu juga ikut ditahan?"
“Ti .. tidak adaa lagi .. kkami sudah .. bertobat … “
“Bohong! Mana obat itu !! Mana botol obat yang katamu
kamu kembalikan kepada teman kamu itu. Manaa!!” hardik pak Candra keras, bagai
menggetarkan seluruh isi rumah. Bahkan bu Candra dan Karina khawatir jantungnya
sudah luruh karena bentakan itu.
“Cepaaatt!! Ambil !”
Karina berdiri dengan kaki gemetar.
“Cepaaattt!”
Karina melangkah perlahan ke kamarnya.
“Pak, kami memang salah. Mm … maaf … kan. Nyatanya kan
Nurani … masih … hidup? Kami tidak ingin membunuhnya, sungguh.”
“Nurani masih hidup karena Allah melindunginya. Aku
tidak tahu bahwa kamu telah meracuni dia. Katakan dengan cara apa kamu
melakukannya. Tidak mungkin kamu memberikan obat langsung kepada dia.”
“Saayya … campur .. air putih … dan … mungkin karena
itu .. racunnya … jadi tawar.”
“Berapa kali kamu melakukannya?” bentak pak Candra
lagi.
“Dua… hanya dua …”
“Jadi ibu memberi saya minum air putih itu bukan
karena kebaikan hati ibu?” tiba-tiba Nurani muncul. Ia mendengar semuanya, dan
kesabaran yang ditahan selama ini nyaris musnah. Jadi dua kali ibu tiri dan
adik tirinya bermaksud mencelakakan dia? Karena itulah dia tak tahan lagi,
dan keluar dari persembunyiannya di balik pintu.
“Ya, Nurani. Maafkan ibu. Nyatanya kamu tidak apa-apa
kan?”
“Itu karena dua kali saya nyaris meminumnya dan tumpah
oleh sesuatu yang tidak saya mengerti.”
“Tumpah?” pekik bu Candra.
Pak Candra menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Sekarang aku tahu kenapa istri dan anak tiriku menganggap
obatnya tidak manjur, lalu dia mencobanya sendiri, dan teler selama dua hari. Begitu
kan?”
Karina sudah keluar, dan menyerahkan botol obat yang
masih disimpannya. Ia tak berani lagi bohong menyaksikan ayahnya meledak-ledak.
“Kalau ada lagi kesempatan untuk kamu melakukannya,
kamu pasti melakukannya lagi bukan?”
“Tid ..tidak Pak, kami … sudah … tidak ingin
melakukannya lagi. Kami menyesal, dan menganggap Nurani saudara sendiri setelah
itu.”
“Apakah mendorong aku ke jurang juga wujud dari
persaudaraan kamu?” akhirnya Nurani tak tahan lagi. Dia juga manusia, yang
punya hati dan rasa. Punya batas kesabaran yang tak akan mampu lagi
disimpannya.
Pak Candra terbelalak.
“Apaaa??”
“Maafkan aku Karina, aku terpaksa mengatakannya,
karena ternyata sebelum itu kamu pernah ingin meracuni aku juga.”
“Kamu … salah sangka Nurani. Pertama, obat itu …
seandainya kamu minum, tidak akan bisa membunuh kamu. Paling hanya akan
membuatmu ngantuk dan tak bersemangat.”
“Apapun akibat dari obat itu, kamu telah melakukan
kejahatan. Lebih-lebih kamu kemudian berusaha membunuhnya dengan mendorongnya
ke jurang.”
“Itu tidak benar. Nurani terlalu ke pinggir, lalu_”
“Kamu yang meminta aku berdiri lebih ke pinggir,
kemudian kamu mendorong aku. Tapi tangan Allah terulur untuk menyelamatkan aku.
Sekali lagi maaf, aku tak bisa lagi menutupinya.
“Pergi kamu dari sini. Pergiii!!!” teriak pak Candra.
“Ampun Pak … ampuni saya …”
“Pergi tidak, atau aku laporkan saja kamu pada polisi
agar kamu dijebloskan ke dalam penjara?”
“Ampuun Pak.”
“Maafkan dia Pak,” bu Candra menangisi anaknya.
“Pergi … pergi …. Dan pergi !!” kata pak Candra sambil
mengacungkan jari telunjuknya ke arah pintu.
“Pak, jangan begitu Pak. Karina akan ikut siapa?”
“Kamu menunggu giliran. Sekarang biar Karina dulu yang
pergi. Cepaaattt!”
Karina melangkah gontai keluar pintu sambil menangis
terisak-isak. Pak Candra tak peduli. Nurani ingin menahannya, tapi pak Candra
memegangi lengannya.
“Apa yang akan kamu lakukan? Tetap ditempat kamu. Bapakmu
ini manusia biasa, punya hati, punya rasa. Ada cara untuk menolong sesama yang
teraniaya, tapi ada hukuman bagi seorang pendosa.”
Nurani menundukkan kepalanya. Ada sesal karena dia
telah mengatakan semuanya. Ia takut membantah, ayahnya begitu murka.
Tak lama kemudian pak Candra menelpon Rian. Ia meminta
Rian datang ke kantor.
“Kamu, jangan pernah beranjak dari tempat ini, selama
aku pergi. Hukuman untuk kamu belum aku jatuhkan,” kata pak Candra dengan mata
tajam kepada sang istri yang masih terisak menangisi putrinya.
***
Rian terkejut ketika sampai di kantor ayahnya, yang
ada hanyalah Andre.
“Mana Bapak, Mas?”
“Tadi pulang, mungkin menjemput Nurani.”
“Ada apa? Tumben sekali sikap bapak sangat aneh.
Ketika menelpon juga terdengar tandas dan tegas. Sepertinya ada sesuatu yang
serius sedang terjadi,” kata Rian.
TapI Andre menanggapinya dengan mengangkat bahu.
“Pasti ada sesuatu yang terjadi.”
“Kamu tunggu bapak dulu, nanti kamu akan mengerti. Aku
sendiri bingung.”
“Mudah-mudahan bukan sesuatu yang buruk.”
“Bagaimana rencana kamu setelah selesai kuliah kamu?”
tanya Andre untuk mengalihkan pembicaraan.
“Sudah ada yang mau menerima aku, tapi aku tunggu
wisuda saja dulu. Aku juga belum bicara sama bapak.”
“Syukurlah, senang aku mendengarnya. Semoga sukses,
pokoknya.”
“Terima kasih Mas, tapi seperti keinginan Bapak, aku
juga akan belajar di sini, sama mas Andre, soalnya nanti kalau Nurani siap, aku harus bisa
membimbingnya, di samping mas Andre, pastinya.”
“Ya, supaya jangan mengecewakan bapak."
Tidak lama Rian menunggu, pak Candra datang. Makan
bersama sudah usai, para karyawan puas, dan ikut mendoakan supaya Nurani akan
menjadi penerus yang membanggakan bagi pak Candra. Itu karena Andre mengatakan,
bahwa makan yang penuh nikmat itu adalah karena rasa syukur dari pak Candra,
atas kelulusan Rian dan Nurani.
“Bagaimana pestanya?”
“Lumayan meriah Pak, sayang Bapak tidak ada. Hanya
saja, dari bagian pantry sudah di siapkan untuk Bapak dan keluarga kalau
sewaktu-waktu Bapak datang. Mana Nurani Pak?”
“Tidak ikut. Baiklah, bawa saja makannya ke sini,
pasti Rian juga belum makan.”
“Baiklah, saya juga belum lho Pak.”
“Lho, Andre gimana sih, kenapa tidak makan bersama
mereka?”
“Saya menunggu Bapak dan Nurani, juga Rian,” jawab Andre
yang kemudian menguhubungi pantry agar makanan untuk pak Candra di bawa ke
ruangan.
“Sayang Nurani tidak ikut.”
“Dia baik-baik saja kan?” tanya Rian khawatir.
“Nanti setelah makan, bapak akan menceritakan
semuanya. Nurani baik-baik saja, kamu tidak perlu mengkhawatirkannya,” kata pak
Candra.
Tapi melihat wajah pak Candra yang keruh, Rian segera
tahu bahwa ada yang tidak baik-baik saja bagi pak Candra.
***
Nurani duduk di bangku dapur. Sedih sekali menyaksikan kakacauan yang terjadi hari ini. Ia menyesal karena telah berterus
terang tentang kelakuan Karina terhadapnya ketika mengajaknya ke bukit.
“Aku seperti tak bisa mengendalikan diri, setelah
mendengar bahwa bukan masalah di bukit itu saja yang membuatku hampir celaka,
tapi dua gelas air putih berturut-turut selama dua hari juga ternyata racun
yang akan menghancurkan hidupku, walau tidak sampai membunuhku. Itulah yang membuat
aku kehilangan kendali. Tentu saja aku sangat marah, dan kali ini aku tak bisa
menahannya lagi.”
“Sedang apa kamu di sini malam-malam?” tiba-tiba
ibunya mendekat.
Nurani mengangkat wajahnya, menatap tajam ibu tirinya.
“Tidak sedang melakukan apapun. Saya baru mengambil
minum.”
“Kamu puas kan, bisa menghancurkan hidup aku? Membuat
Karina harus pergi dari rumah?” kata bu Candra penuh amarah.
“Bukan saya yang membuat ini semua, tapi ulah Ibu dan
Karina,” kata Nurani dengan berani.
“Oh, begitu? Jadi kamu sekarang sudah berani menentang
aku?”
"Bertahun-tahun saya menahannya, bahkan menutupi semua
perilaku ibu yang semena-mena, tapi sekarang tidak lagi. Menyimpan sendiri
derita yang menghimpit hidup saya, semakin menyakiti diri saya. Barangkali
sudah saatnya semua akan berakhir.”
“Kamu ingin membalas dendam?”
“Bukan saya yang membalas dendam. Tapi sebuah tanaman
penuh kebusukan akan berbuah kebusukan pula. Saya hanyalah alat. Alat untuk
membuka mata semua orang tentang sebuah kebusukan yang rapat tersimpan.”
“Hm, aku tidak mengira kamu ternyata begitu sombong.
Merasa sebagai anak tunggal orang tua kamu ya?”
“Saya tidak merasa apa-apa. Tidak merasa menjadi
siapa. Kalau saya memiliki kesombongan, maka hal itu sudah akan saya
perlihatkan sejak ibu dan dua anak ibu menginjakkan kaki di rumah ini. Saya
anak tunggal, lebih berhak atas rumah dan segala isinya, dan saya bisa berbuat
apapun. Tapi apa yang saya lakukan? Saya menerima segala caci maki, penindasan
dan perlakuan semena-mena yang ibu dan Karina lakukan. Masih kah semua yang saya
lakukan ini tidak bisa membuka mata hati Ibu?” kata Nurani sambil berdiri, lalu
melangkah pergi, untuk memasuki kamarnya. Membiarkan bu Candra yang masih saja terpaku ditempatnya, yang heran
karena Nurani sekarang sudah berubah.
***
Malam sudah larut, Nurani berada di rumah hanya
bersama ibu tirinya. Entah kemana ayahnya pergi yang pastinya bersama Rian.
Tiba-tiba Nurani mendengar suara aneh dari luar rumah.
Nurani membuka kamarnya dan melangkah ke arah teras. Udara yang dingin membuat
darahnya seperti beku. Ia menatap ke sekeliling halaman, barangkali bisa
menemukan suara apa yang terdengar di malam buta itu.
***
Besok lagi ya.
Suwun
ReplyDeleteHoreeeee...Juara 1 Jeng Lina
DeleteAlhamdulillah.......
DeleteJeng Lina juara 1......... Selamat ya akhirnya berhasil juga Anoman Obongnya jadi juara.....
Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien 🌹
Delete👏👏👏👏.. mba Lina juaranya...
DeleteSelamat ya mbak... 🌹🌹🥰
Mtrnwn
ReplyDeleteYESS
ReplyDeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien 🙏🙏
Alhamdulillah manusang bu Tien
ReplyDeleteYang d tunggu" dah tayang makasih bunds
ReplyDeleteAlhamdulillah KBE25 sudah tayang
ReplyDeleteAlhamdulilah...
ReplyDeleteTks bunda Tien..
daku mojok dlu ah...
Alhamdulillah...
ReplyDeleteKBE 25 udah tayang...
Matunuwun Bu Tien...
Met malem, salam sehat selalu...
Matur nuwun
ReplyDeletealhamdulilah..
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Kantung Berwarna Emas sudah tayang
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Alhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 25 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Matur nuwun, bu Tien. Sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteTerimakasih cerbungnya bunda Tien
Alhamdulillah..
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien..
Semoga Ibu sehat selalu
Salam *ADUHAI*
Matur nuwun mbakyuku sayang, salam aduhaai dari Gn3, Tanggamus, Lampung
ReplyDeleteMantap nurani...kerreeen... suara apa ya... terima kasih mbu tien... sehat² sllu bersama keluarga trcnta
ReplyDeleteHoreee...kok bisa ya diriku juara satu...waah amazing...
ReplyDeleteMatur suwun bunda Tien KBE 25 sdh hadir
Terbongkar sudah keburukan Karina dan ibunya
Apa yang ditanam itu yang akan di tuai
Penasaran nich, tunggu lanjutannya ...
Salam Tahes Ulales bunda, dan tak lupa selalu Aduhaiiii
Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga tetap sehat penuh barakah, aamiin....
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun sehat selalu Bunda Tien . .
ReplyDeleteTks bu tien kbe 25 sdh tayang.... ya ampun ada apa suara diluar rumah yg membuat nurani keluar ... ya Allah semoga pak chandra tidak apa apa... makin seru dan menegangkan. Salam sehat bu tien
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulilah..
ReplyDeleteAkhirnya Nurani berani karena benar..
tidak merasa takut lg sm ibu tirinya yg kelakuannya terlalu jahat...
Semut juga klo terinjak pasti mengigit..
Bu Tien kerreeen bgt bs mengaduk perasaan pembacanya.. jd baper
Tks bunda Tien Kumalasari..
Semoga selalu sehat dan bahagia..
Aamiin..yra 🙏🙏🙏
Ternyata Nurani sudah berani membongkar kejahatan bu Candra bersama Karina. Terus bagaimana nasib mereka..
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang selalu ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
🌸🦋🌸 Alhamdulillah KBE 25 telah hadir. Matur nuwun Bunda Tien. Semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...Salam Aduhai 🙏🦋🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌷🌷🌷🌷🌷
Selamat ya bu Lina AO ... Akhirnya🙂
Alhamdulillah, menangi gasik, sebelum ngimpi 😴😴😴😴
ReplyDeleteAlhamdulillah..... Puncak konflik sudah terlewati, akan berakhir seperti apakah cerita ini.... Ditunggu kelanjutan ceritanya Bu Tien, semoga selalu sehat.
ReplyDeletePuji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip sehingga KBE 25 hadir bagi kami para penggandrungnya.
ReplyDeleteTegang sekali rasanya baca episode ini.
Sepandai pandai membungkus barang busuk akan tercium juga.
Kejahatan ibu dan sdr tiri sdh terbongkar.
Sang ayah sangat bijaksana.
Semoga peristiwa ini membuat ibu Chandra dan Karina menyadari kejahatannya, mau berubah dan bertobat shg semua /keluarga bpk Chandra hidup bahagia.
Matur nuwun ibu Tien... Berkah Dalem.
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin, Suprawoto, Beny Irwanto,
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch.,
Alhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteNurani, harus berani menegakkan kebenaran.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam hangat dan selalu aduhai
Alhamdulillah... matur nuwun Bu Tien....
ReplyDeleteYeessss, kesabaran manusia ada batasnya.
ReplyDeleteAkhirnya semua keburukan akan terlihat dan kembali kepada pelakunya..
Mantaps Bu Tien...
Sehat selalu, salam dari Bandung.
😘😘😘
Alhamdulillah ..... sdh tayang. Trimakasih bu Tien... Salam sehat seldlu
ReplyDeleteMakasih Bu Tien cerita yg di tunggu tunggu sdh hadir ...
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 selalu
Alhamdulillah matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat 🤗🥰
Aduhai ...Nuraini hebat berani ,,,yuk kita tunggu selanjutnya ,bu Tien buat kita penasaran
Kucing datang lagi...
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Tien...
Becik ketitik, ala ketara..
ReplyDeleteDemikiannkira2 pepatah jawa.
Mtr nuwun bu Tien, salam sehat dari mBantul
Alhamdulillah KBE 25 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, ceritanya semakin seru..
Senoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatursuwun bu tien
Salam sehat selalu
Trims Bu Tien ....
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~25 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Terimakasih Bu Tien...
ReplyDeleteSemoga sehat & bahagia sll....
terima ksih bunda tien..sht sll y..kbenya bikin penasaran skli..smg yg jht sadar kelakuannya dan yg baik bahagia..aamiin..slm seroja dri skbmi bund🙏🥰🌹❤️
ReplyDeleteWah dibunuh.........
DeleteAlhamdulillah perlahan lahan mulai terkuak kebusukan Karina dan ibunya. Semoga pak Candra tegas dengan istrinya alias ibu tiri Nurani yg sdh bersekongkol dg Karina untuk melenyapkan Nurani. Bagaimana dg sikap Rian setelah diberitahu pak Candra ttg ibu dan adiknya yg jahat? Suara apa di luar? Apakah kucing yg melukai bu Candra?
ReplyDeleteWaduh mau apa, Amirah punya rencana apalagi nich, sama brondongnya,
ReplyDeletesampai Nurani terbangun, hati bening memang peka pada aura buruk akan menimpanya, kalau pun lengah pasti ada yang mengingatkan.
Heboh dirumah besar yang kelihatan adem ternyata bergolak panas.
Sebenarnya Nurani ingin menghalangi Karina jangan pergi tapi lengan Nurani ditahan Chandra.
Biar dia merasakan hukumannya.
Mengalami hal mengejutkan membuat Chandra harus dirawat lagi untuk menenangkan lagi, semoga baek baek saja.
Terimakasih Bu Tien
Kantung berwarna emas yang ke dua puluh lima sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Menanti kelanjutan kucing berwarna emas...eh kantung berwarna emas. Hayooh, ada suara apa gerangan?
ReplyDelete