Thursday, December 29, 2022

KANTUNG BERWARNA EMAS 21

 

KANTUNG BERWARNA EMAS  21

(Tien Kumalasari)

 

Bu Candra membalikkan tubuhnya, setelah melihat bercak kecoklatan di bantal Karina. Ia duduk sambil masih menutup mulut dan hidungnya, sementara di kamar mandi belakang, Karina membersihkan dirinya sambil berteriak-teriak memaki entah pada siapa.

Bu Candra tak habis pikir. Di rumah sakit dia dilukai seekor kucing, di rumah, kucing itu membuang kotoran di bantal Karina.

“Ada apa ini? Kucing itu seperti mengikuti aku, dari rumah sakit sampai ke rumah. Bagaimana cara dia masuk ke rumah dan aku tidak bisa melihatnya? Tiba-tiba saja ada. Tapi kenapa? Kenapa kucing itu mengikuti aku dan menyakiti bahkan membuat kacau rumah ini, sementara tak ada orang kecuali aku dan Karin?”

Bu Candra berdiri, mencari-cari di sekitar rumah, barangkali kucing itu masih ada disana. Ia melongok ke kolong dengan membawa senter, di balik almari, di bawah meja, di dapur dan setiap sudut yang kira-kira bisa dipakai sembunyi kucing itu. Tapi tak ada. Kucing itu barangkali seekor binatang sakti yang memiliki aji panglimunan. Bisa tak kasatmata setelah membuat onar.

Bu Candra kecapekan mencari, lalu kembali duduk di ruang tengah dengan rasa kesal yang sudah mencapai ubun-ubunnya.

Sementara itu Karina sudah keluar dari kamar mandi, hanya membalut tubuhnya dengan handuk, mulutnya masih menceracau memaki-maki.

“Bu, tolong ambilkan baju Karina dong.”

“Di mana, apa kamu tak bisa mengambilnya sendiri?”

“Ya di dalam kamar Karina dong Bu, tolonglah.”

“Nggak mau, aku sudah masuk dan kamarmu sungguh berbau busuk.”

“Lalu bagaimana Bu?” kata Karina sambil membanting-banting kakinya.

“Ambil baju ibu saja, di kamar ibu.”

“Kebesaran dong Bu, ibu kan gemuk.”

“Terserah kamu mau atau tidak. Kalau tidak mau ya sudah, pakai handuk itu saja terus sepanjang malam.”

Karina terpaksa menurut. Ia masuk ke kamar ibunya dan mengambil salah satu baju rumahan, yang walaupun tampak kedodoran tapi dipakainya juga.

“Bagaimana sekarang Bu? Aku nggak bisa tidur dong.”

“Ya bersihkan dulu, kalau mau tidur.”

“Tolonglah Bu, masa sih Karina harus membersihkan kotoran kucing? Nggak mau dong Bu.”

“Mau bagaimana lagi, itu kan kamar kamu?”

“Ya ampun, di mana ada kucing di rumah ini? Mari kita cari Bu, kita bunuh saja kalau ketemu, karena dia selalu mengganggu kita. Jangan-jangan yang mengobrak-abrik rumah kita dua hari yang lalu juga kucing itu.” Geram Karina.

“Wah, kalau itu tak mungkin. Bagaimana bisa kucing melakukannya?”

“Sekarang tolonglah dulu kamar Karina Bu, sungguh Karina tak sanggup melakukannya.”

“Kalau begitu kamu tidur di sofa saja.”

“Jangan dong Bu, aku mau tidur sama ibu saja, di kamar ibu.”

“Bagaimana dengan kamar kamu? Masa dibiarkan begitu saja? Menunggu Nurani pulang?”

“Ibu, tolonglah mencari orang di sekitar sini, barangkali ada yang mau membantu membersihkan kamar Karina. Karina berikan deh seprei berikut sarung bantal gulingnya untuk dia. Nggak mau lagi Karina memakainya.”

“Ya coba besok ibu cari. Sekarang lebih baik kita tidur, malam sudah semakin larut.”

***

Karina tidur di kamar ibunya, karena segan membersihkan kamarnya yang kotor dan berbau. Mereka tak banyak bicara karena sudah sangat lelah dan tentu saja mengantuk.

Tiba-tiba terdengar suara aneh dari atas kamar mereka.

“Bu, suara apa itu?” tanya Karina berbisik, lalu tidurnya bergeser, merapat kepada ibunya.

“Entahlah, aku juga baru mendengarnya. Seperti orang berjalan di atas atap rumah kita,”

“Apa? Jangan-jangan maling.”

“Ya ampun, kamu agak ke sana, ibu sampai nggak bisa napas nih,” kata bu Candra sambil mendorong tubuh Karina.

“Bu, aku takut. Bagaimana kalau itu maling mau menyatroni rumah kita?”

“Jangan-jangan yang mengobrak abrik rumah kita waktu itu.”

“Ya ampun, apa dia mau melakukannya lagi?”

“Telpon Rian, suruh dia pulang. Kita hanya berdua, perempuan pula. Bagaimana kalau dia penjahat yang kemarin masuk dan megobrak abrik rumah kita?”

“Ibu saja yang telpon. Ponsel Karina tertinggal di kamar.”

“Ponsel ibu tertinggal di ruang tengah.”

“Ambil dong Bu.”

“Kamu saja yang ambil, ibu takut.”

“Karina juga takut.”

Lalu semuanya sepi, tak terdengar suara apapun.

“Dia sudah pergi,” bisik Karina.

“Jangan-jangan sudah masuk ke dalam rumah,” kata bu Candra ketakutan.

“Ya ampun Bu, kita harus mencari pertolongan.”

“Satu-satunya jalan adalah mengambil ponsel kita. Ponsel kamu, atau ponsel ibu.”

“Ponsel Karina tertinggal di kamar, Bu. Ibu ambil ponsel ibu saja.”

“Coba kamu yang ambil.”

“Takut Bu, kalau tiba-tiba dia sudah ada di dalam rumah, lalu tiba-tiba juga dia mencekik Karina, bagaimana?”

“Ya ampun, kamu nih, anak muda, penakut amat.”

“Kalau begitu ayo kita ambil bersama-sama.”

Senyap seperti menghimpit perasaan mereka. Ketika kemudian terdengar dentang jam, mereka baru tahu bahwa sekarang adalah jam dua pagi.

“Baru jam dua.”

“Ayo cepat bangun, katanya mau diambil berdua. Hanya ponsel itu satu-satunya yang bisa menolong kita. Menyuruh Rian segera pulang karena ada penjahat menyatroni rumah ini.”

“Ayo, ibu bangun dulu dong.”

Karena sama-sama takut, keduanya hanya dorong mendorong dari atas ranjang, minta yang lain agar turun terlebih dulu. Akhirnya bu Candra mengalah. Ia turun lebih dulu, lalu menarik tangan Karina.

Keduanya berjingkat ke arah pintu, lalu bu Candra membukanya perlahan.

“Tak ada suara apapun.”

“Cepat Ibu ambil ponselnya,” bisik Karina sambil mendorong ibunya.

Bu Candra menoleh ke arah kiri dan kanan. Semuanya tampak remang, karena mereka selalu mematikan lampu setiap kali hendak tidur.

“Cepat Bu, kita butuh mas Rian sekarang.”

“Kamu kenapa sih, cepat … cepat … Kita sama-sama takut. Kalau kamu mau, ayo kita mengambilnya bareng-bareng,” kata bu Candra sambil menarik tangan anaknya.

Mereka melangkah perlahan, lalu tiba-tiba terdengar seperti suara pintu berderit.

Karina merangkul ibunya erat-erat.

“Karina, ibu nggak bisa napas, tahu.”

“Itu suara apa? Seperti pintu terbuka, dari arah belakang. Penjahat itu masuk lewat pintu belakang. Lebih baik kita sembunyi,” gemetar suara Karina ketakutan.

“Aneh. Di rumah kita, tak ada pintu yang mengeluarkan suara berderit saat dibuka atau ditutup,” kata bu Candra yang kemudian ikut gemetar.

“Bu, lebih baik raih tombol lampu, supaya terang. Ini gelap, Karina takut.

“Kalau lampunya terang, kita bisa terlihat, bodoh!”

“Aduh, sekarang cepat ke arah ruang tengah, di mana ibu meletakkan ponsel Ibu?”

“Ya di atas meja. Cobalah tenang, kita sudah memasuki ruang tengah.”

Ruang tengah pun tampak remang, keduanya tak ada yang berani menyalakan lampu. Tapi bu Candra melihat ponselnya, tergeletak di atas meja.

“Itu dia ponsel ibu.”

Bu Candra merasa lega ketika berhasil meraih ponselnya. Ia segera menyalakannya, lalu mencari nomor kontak Rian.

“Aduh, kok nggak bisa sih?” keluh bu Candra sambil menoleh ke kiri dan ke kanan.

“Nggak bisa bagaimana? Mana, biar Karin saja.”

Bu Candra menyerahkan ponselnya.

“Lhoh, kok bisa nggak ada sinyal?”

“Nggak bisa ya?”

“Nggak bisa Bu, aduh … ada apa ini?”

Lalu derit pintu terdengar lagi, kali ini di sertai suara hentakan pintu.

Karina dan bu Candra lari ke dalam kamar, lalu menguncinya dari dalam. Napas mereka terengah, lalu bersama-sama melompat ke atas ranjang.

Bu Candra menarik selimut, sampai hampir menutupi seluruh tubuhnya. Karina ikut masuk ke dalam selimut itu, merangkul ibunya erat-erat.

***

Ternyata mereka tak bisa tidur sama sekali. Begitu tampak cahaya terang dari jendela, bu Candra segera bangun dan keluar dari kamar. Hari memang sudah pagi. Yang pertama ingin dilakukan bu Candra adalah mencari orang yang bersedia membersihkan kamar, sekaligus rumahnya.

Ketika Karina mengikutinya keluar, ia lebih dulu  mengajaknya ke belakang. Tak ada pintu terbuka. Mereka mencoba membuka dan menutup semua pintu, tak ada suara derit yang terdengar.

“Lalu suara apa semalam itu?”

“Entahlah, ayo kita ke depan, mencari orang terlebih dulu.”

Begitu mereka membuka pagar, dilihatnya seorang tukang sampah mendorong gerobak. Bu Candra memanggilnya.

“Pak, pak … mau minta tolong Pak.”

“Ada apa ya Bu.”

“Maukah sampeyan membersihkan rumah saya?”

“Tapi saya sedang mengambil sampah-sampah di setiap keluarga Bu.”

“Tolonglah Pak, nanti saya beri uang banyak.”

“Sebenarnya ada apa Bu?”

Lalu bu Candra menceritakan bahwa ada kucing membuang kotoran di atas bantal anaknya.

“Hanya membersihkan saja. Buang saja berikut seprei dan sarung bantalnya, ambil saja sama Bapak. Nanti saya beri uang banyak. Pokoknya kamar saya bersih Pak,” kata Karina setengah memaksa.

Akhirnya si tukang sampah bersedia melakukannya, dengan iming-iming uang yang lumayan banyak.

***

Hari sudah semakin siang ketika kamar Karina selesai dibereskan. Ia menghabiskan sebotol pewangi untuk menghilangkan bau tak sedap dari dalam kamarnya.

Baru saja bisa bernapas lega, dering ponsel Karina terdengar menggelitik telinganya. Dari atasannya. Karina enggan mengangkatnya. Paling mengingatkan agar dia di suruh masuk. Karina malah menelpon Andre.

“Ya, Karin, ada apa? Kamu masih di rumah? Tuh, atasan kamu sudah mencari-cari kamu, katanya menelpon kamu tapi kamu tidak mengangkatnya.”

“Iya Mas, kan harusnya dia tahu kalau bapak lagi sakit. Aku masih ngantuk sebenarnya.”

“Kamu tidur di rumah sakit?”

“Iya,” bohongnya.

“Ya sudah, segera ke kantor, banyak pekerjaan nih.”

“Bisakah aku di jemput?”

“Siapa yang akan menjemput? Aku sedang sibuk.”

“Sopir kantor saja kalau begitu.”

“Tidak ada. Dia sedang mengantar manager keuangan ke bank.”

“Aduh.”

Andre menutup ponselnya dengan kesal.

“Hiih, jahat semua sih,” omelnya sambil menggaruk-garuk pipinya, yang entah kenapa terasa gatal.

“Ada apa?” tanya ibunya.

“Nggak ada yang mau menjemput, Ibu antar ya?”

“Nggak bisa, ibu belum mandi, nanti mau arisan juga. Panggil taksi saja, sana.”

Karina membanting kakinya.

***

Saat istirahat siang, Karina memasuki ruang Andre.

“Ngapain ke sini? Nggak makan?”

“Aku sebenarnya ngantuk sekali, semalam nggak bisa tidur.”

“Tidur di rumah sakit memang nggak nyaman.”

“Tidak, aku bohong. Sebenarnya aku sama ibu tidur di rumah.”

“Kenapa bohong?”

“Ceritanya panjang. Semalam rumah disatroni penjahat.”

“Apa?”

“Mas Rian nggak ada, di rumah cuma ada aku dan ibu. Pertama, ketika aku mau tidur, ternyata ada kotoran kucing di bantal aku.”

“Apa? Kotoran kucing? Ini bohong lagi kan?”

“Sungguh. Aku tidak tahu dari mana asalnya kucing itu, tiba-tiba sudah ada kotoran di sana. Setelah itu, seperti ada orang mau masuk ke rumah. Aku mencoba menelpon mas Rian supaya dia pulang, aneh, nggak ada sinyal.”

“Masa sih?”

“Kejadian semalam sungguh membuat aku ketakutan, semalaman nggak bisa tidur.”

“Di rumah ada kucing?”

“Kami tak pernah memelihara kucing. Heran, tiba-tiba ada kucing. Waktu ibu di rumah sakit kemarin, juga ditubruk kucing, sampai luka.”

Andre tiba-tiba teringat kucing yang menjadi penolong sehingga Nurani bisa ditemukan. Ada misteri tentang kucing, yang dirasakannya aneh.

“Ya sudah, saya mau istirahat, kalau kamu mau makan, makan di kantin saja,” kata Andre yang kemudian berdiri, seperti enggan kalau Karina mengikutinya.

“Mas, aku ikut ya.”

“Aku mau ke rumah sakit, melihat bapak dan Nurani.”

“Aku ikut.”

“Tidak bisa, mungkin aku akan lama, karena mau meminta tanda tangan bapak juga. Itupun kalau Bapak sudah lebih baik.”

Karina diam dan merasa kecewa. Ketika ia berdiri dari atas sofa yang semula ia duduki, Andre sudah tak kelihatan batang hidungnya.

“Sombong,” umpatnya sambil beranjak keluar dari ruangan.

Tapi kerika Karina keluar dari ruangan, ia merasa pipinya terasa panas dan sedikit gatal. Ia menggaruknya, dan terkejut ketika banyak bintik-bintik di sana.

“Ini kan yang semalam kena kotoran kucing sial itu? Ya ampun, mengapa jadi begini?”

Ketika ia berpapasan dengan salah seorang karyawan, karyawan itu berteriak sambil menuding ke arah wajah Karina.

“Ya ampun, pipi kamu kenapa?”

Setengah berlari Karina menuju ke ruangannya, lalu mengambil kaca dari dalam tas nya. Tersentak dia melihat wajah yang semula mulus tiba-tiba tampak seperti penuh bisul kecil-kecil. Terasa panas dan gatal. Karina kebingungan.

***

Besok lagi ya.

 

55 comments:

  1. Replies
    1. Selamat jeng Ika Larangan malam ini Anda Juara 1 nya
      Matur nuwun bu Tien, KBE_21 sampun tayang
      Sugeng dalu, sugeng aso salira.

      Delete
    2. Matur nuwun Mbak Tien sayang...KBE 21 sudah hadir. Smoga Mbak Tien selalu sehat. Salam Aduhai selalu.

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Kantung Berwarna Emas sudah tayang

    ReplyDelete
  3. Nah tuh tahu pusat bau busuk disitu..
    Jadi Nurani terluka.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pipinya disenggol bang eksim mau di eksport kemana tuh.
      Ngeri ya, ada aja kalau mau menunjuk siapa yang berhati busuk.
      Namanya juga usaha, caranya yang nggak bener, apalagi persekongkolan kaya gitu, bener-bener menjijikan.
      Andre mau berlama-lama sama Nurani mau ikutan.
      Kehebohan penampakan kucing sampai ke rumah sakit, eh dirumah sakit Nurani juga cerita ada luka cakar kucing juga di tangan maknya Karina.
      Tuh kan pertunjukan misterius yang pelakunya diyakini si kucing.
      Namanya ndableg ya nggak di rèkên lah.
      Nanti malem mulai lagi, ketakutan tidur dirumah hmm

      Terimakasih Bu Tien
      Kantung berwarna emas yang ke dua puluh satu sudah tayang
      Sehat sehat selalu doaku
      Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
      🙏

      Delete
  4. Alhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 21 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  5. 𝐌𝐚𝐭𝐮𝐫 𝐧𝐮𝐰𝐮𝐧 𝐁𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧.

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah dah tayang, makasih bunda Tien.

    ReplyDelete
  7. Matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sudah tayang KBE 21, Alham salam aduhaai dan sehat dari Tanggamus, Lampung

    ReplyDelete
  8. ⚘🦋🍃 Alhamdulillah KBE 21 telah hadir. Salam Aduhai Bunda Tien. Semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...
    Matur nuwun. 🙏🦋🌹

    ReplyDelete
  9. 👍👍👍

    Maturnuwun Bu Tien
    🙏🙏

    ReplyDelete
  10. Alhamdulilah...sdh tayang...matur nuwun bunda Tien

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah.... Hatur nuhun Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah yg ditunggu sdh hadir mksh Bu Tien salam sehat selalu

    ReplyDelete
  13. Kaciaaan deh Karina, nanti gatalnya menyebar, wajahnya jadi rusak.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  14. Alhamdullilah bunda..Terima ksih KBE nya..slm sehatsll unk bunda🙏😍🌹

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah, kayaknya kucing misteri peliharaan ibunya Nurani.
    Waah makin ngeri ngeri serem.niih.
    Matur nwn bu Tien, salam sehat

    ReplyDelete
  16. Terima kasih bu tien kbe sdh tayang..penjahat sdh mulai merasakan balasannya. Salam sehat bu tien

    ReplyDelete

  17. Alhamdulillah KANTUNG BERWARNA EMAS~21 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah...matur nuwun bu Tien KBE 21 dah hadir

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah...
    Matunuwun Bu Tien... salam sehat selalu..

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah..
    Terima kasih Bu Tien..
    Semoga sehat selalu..

    ReplyDelete
  21. Wah kucing kesayangan ibu nya Nurani kok seperti kucing jadi2an nih,serem jg mbak Tien critanya kali ini,Salam aduhai mbak Tien dari Tegal

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Salam sehat wal'afiat 🤗🥰

    Kenapa Karina... sakit ya,,,makanya jgn jahatin Nuraini ,,aduhai sekali bu Tien bikin penasaran ..dg emak n anak bikin marah

    ReplyDelete
  23. 𝓣𝓮𝓻𝓲𝓶𝓪 𝓴𝓪𝓼𝓲𝓱 𝓜𝓫𝓪𝓴 𝓣𝓲𝓮𝓷.

    ReplyDelete
  24. Itu pembalasan karina, karena kamu jahat, terima kasih bu tien cerbungnya

    ReplyDelete
  25. Ibu Tien sungguh ahlinya merangkai cerita, walau kali ini ada unsur misterinya, tapi tetap ada 'sarkas'nya yg bikin senyum membayangkan kejadian yg menimpa bu Candra dan Karina.😀

    ReplyDelete
  26. Berarti kucing emas nih Kucing penjaga nya kelg mama yg karina enak bau taik kucing enak yaaa..terima kasih ya Bu Tien

    ReplyDelete
  27. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin, Suprawoto, Beny Irwanto,

    ReplyDelete
  28. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch.,

    ReplyDelete
  29. Makasih Bu Tien , cerita² nya selalu menarik dan selalu di tunggu², salam sehat selalu buat ibu :)

    ReplyDelete
  30. Makasih mba Tien.
    Karina dan ibunya sdh mulai menuai balasan kejahatannya.
    Salam hangat , selalu aduhai

    ReplyDelete
  31. Matur nuwun Bu Tien, semakin membuat penasaran. Semoga Ibu sekeluarga selalu sehat, aamiin...

    ReplyDelete
  32. Matur nuwun mbak Tien-ku Kantung Berwarna Emas 21 sudah tayang

    ReplyDelete
  33. Kantung emas 22 kok sampai malam yaaa

    ReplyDelete
  34. Sabar ya mas Wedeye,orang sabar kasihan Tuhan

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...