Wednesday, December 28, 2022

KANTUNG BERWARNA EMAS 20

 

KANTUNG BERWARNA EMAS  20

(Tien Kumalasari)

 

Nurani mencoba menata batinnya, yang entah kenapa terasa sangat terasa sesak di dadanya. Ia bingung akan apa yang terjadi. Bukankah tadi berharap Rian segera datang? Mengapa begitu datang justru perasaannya menjadi tidak enak?

“Nur, apa kabarmu hari ini?”

Nurani tersenyum. Senyum yang disukai Rian, maupun Andre. Senyum dengan gingsul yang sedikit menonjol.

“Oh ya, kenalkan, ini teman aku, Siswati,” kata Rian memperkenalkan temannya.

Gadis bernama Siswati itu  meletakkan parsel buah yang dibawanya ke atas meja, lalu mengulurkan tangannya, sambil tersenyum manis, dan menyebutkan namanya, dibalas dengan perlakuan yang sama oleh Nurani.

“Apa kabar, Nurani?”

“Baik Mbak,” jawabnya ramah. Ada gemuruh di dadanya ketika melihat cara Rian menatap Siswati.

“Mas Andre sudah pulang?”

“Sudah. Lama dia di sini, menunggu mas Rian.”

“Iya, aku sudah bilang. Kasihan, dia pasti capek. Aku suruh dia pulang karena aku sudah dalam perjalanan kemari.

Nurani mengangguk. Ia melirik sedikit ke arah Siswati. Alangkah cantiknya gadis ini. Kalau tersenyum, ada dekik di pipi bawahnya. Di mana mas Rian mendapatkannya? Pikir Nurani.

“Siswati ini, adik kelas aku. Maksudnya, satu tingkat di bawah aku,” Rian menerangkan.

O, satu tingkat di bawahnya. Begitu dekat dengan seorang adik kelas, pasti karena ada hubungan yang istimewa. Sebenarnya mereka pasangan yang cocok. Rian ganteng, dan Siswati cantik. Nurani berusaha bisa menerima sebuah kenyataan, bagaimanapun pahitnya. Pahit? Mengapa pahit? Bukankah kebahagiaan Rian harusnya menjadi kebahagiaannya juga? Nurani memarahi dirinya sendiri. Ia merasa buruk dan jahat. Ada apa dengan hatinya?

“Nur, kamu baik-baik saja?”

“Baik kok.”

Tiba-tiba Nurani merasa hampir kehilangan kakak lelakinya. Tiba-tiba Nurani merasa tak akan lagi punya teman yang selalu melindungi dan menjaganya. Kalau dia sedih, kalau dia teraniaya, siapa yang akan membelanya? Siapa yang akan membantunya mencuci piring walau dia melarangnya?  Wajah Nurani yang tiba-tiba sendu, tertangkap oleh Rian yang selalu memperhatikannya.

“Kamu baik-baik saja?”

Nurani menampakkan senyuman tipis di bibirnya.

“Mengapa bertanya tentang itu terus?”

“Kamu seperti orang kesakitan. Mana yang terasa sakit?”

Aduhai, kelihatan ya kalau aku kesakitan? Senyuman Nurani melebar. Ada perasaan enggan dikira kesakitan. Tidak, aku tidak akan kesakitan, bukankah aku Nurani yang kuat?

“Nah, itu senyum yang aku sukai,” seloroh Rian. Siswati tak berkomentar. Ia belum begitu mengenal Nurani, tapi dia tahu bahwa Nurani gadis yang baik. Rian sudah sering bercerita tentang kebaikannya.

Nurani menutup mulutnya dengan kedua tangan, seperti kebiasaannya selama ini.

“Tuh, kenapa sih ditutupi?”

“Aku tadi sudah menelpon Bapak,” kata Nurani mengalihkan pembicaraan.

“Oh ya, mana ponsel baru kamu?”

Nurani menunjukkan ponselnya.

“Wah, ini ponsel mahal, mana kuat aku beli yang seperti ini.”

“Entah mengapa, semua orang repot memberikan aku ponsel,” kata Nurani.

“Lhoh, ini kan perlu untuk berkomunikasi. Nomor baru ya? Aku belum punya.”

“Aku sudah punya nomor Mas, nanti aku miscall.”

“Rupanya mas Andre juga perhatian sama kamu.”

Wajah Nurani meredup. Tampaknya Rian suka kedekatan Andre dengan dirinya.

“Dia laki-laki yang baik.”

Nurani hanya mengangguk.

Tapi kemudian Rian berpamitan.

“Nur, aku antarkan Sis pulang dulu ya, nanti aku kembali lagi kemari, menemani kamu sampai pagi.”

Nurani menatap Siswati, yang menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

“Mas membuat mbak Sis jadi repot.”

“Tidak repot kok. Kebetulan kami pulang bareng, lalu mas Rian mengajak membezoek adiknya,” kata Sis.

Ternyata Siswati juga punya suara merdu. Itu yang dirasakan Nurani ketika mendengar perkataannya.

“Ya sudah, aku pergi dulu. Eh ya, tapi aku pulang mandi dulu juga, dan ganti baju. Nanti kamu teriak bahwa tubuhku bau asem seperti biasanya.”

“Iya, mandi yang wangi ya. Tapi lebih baik Mas nungguin bapak saja, aku sendirian tidak apa-apa kok.”

“Nanti gantian, aku bisa ke sana dan kemari. Atau kalau ibu mau, biarlah ibu tidur di rumah sakit, untuk menemani bapak.”

Nurani mengangguk, lalu Rian melangkah keluar, diikuti Siswati.

“Mas Rian tidak pernah bercerita tentang seorang adik kelas yang begitu cantik dan menarik, tiba-tiba saja diajaknya datang menemui aku. Ah, sudahlah, aku tak boleh berpikir yang tidak-tidak. Bukankah mas Rian mengatakan bahwa dia temannya?” gumam Nurani, lalu ia terkejut ketika perawat datang untuk membersihkan tubuhnya dan menggantikan bajunya.

***

Rian kesal, ketika sampai di rumah, ibunya sedang bersantai bersama Karina di ruang tengah.

“Ibu tidak ke rumah sakit?”

“Tadi ibu sudah kesana.”

“Nanti Karina menemani bapak di rumah sakit ya,” katanya kemudian kepada Karina.

“Aku? Bukankah besok aku harus bekerja? Kalau aku tidur di rumah sakit, bisa kesiangan ke tempat kerja.

“Kalau begitu Ibu saja,” katanya kemudian kepada ibunya.

“Kamu itu ya, menyuruh-nyuruh Karina dan ibu. Kami kan perempuan, kamu sendiri kenapa tidak?”

“Rian menemani Nurani, Bu.”

“Apa? Mengapa dia harus ditemani? Dia baik-baik saja kan?”

“Namanya di rumah sakit, masa dibiarkan sendirian. Kalau dia membutuhkan apa-apa, bagaimana?”

“Di sana kan ada dokter, ada perawat. Kalau bapak beda, bapak sudah tua, pasti butuh teman. Jadi sebaiknya kamu menemani bapak, bukan Nurani,” sergah ibunya.

Rian tak menjawab. Ia langsung masuk ke kamarnya. Agak kesal dengan sikap ibu dan adiknya, yang seakan kurang perhatian terhadap keluarga.

Akhirnya daripada berdebat yang tak akan pernah sampai pada ujungnya, Rian mengalah. Ia akan ke rumah sakit, untuk ayahnya dan untuk Nurani.  

***

Tapi malam itu, saat Rian kembali menemani Nurani di rumah sakit, Nurani segera mencecar Rian, tentang siapa sebenarnya Siswati.

Rian tertawa mendengar pertanyaan itu.

“Nur, bukankah aku sudah mengatakan bahwa dia adalah teman?”

“Adik kelas, jadi teman, pasti ada yang istimewa.”

“Apa sebenarya yang kamu pikirkan?”

“Aku kan justru tanya sama Mas Rian?”

“Jawabannya adalah teman.”

“Dia cantik, bukan?”

“Ya, dia sangat cantik.”

“Dan ramah, dan baik.”

“Ramah dan baik, benar. Itu sebabnya kami berteman. Dia sering bertanya tentang mata kuliah, dan berbincang tentang banyak hal.”

"Nurani mengerti."

“Kamu mencurigai sesuatu? Kami pacaran, misalnya?”

Nurani tersenyum tipis. Malu dong mengakui bahwa dia mencurigai atau menuduh Rian pacaran sama Siswati.

“Tidak Nur, kami masih kuliah. Belum berani pacaran.”

“Memangnya kalau lagi kuliah nggak boleh pacaran?”

“Siapa yang bilang nggak boleh? Aku yang belum berani pacaran.”

“Kalau pacar seperti mbak Sis itu, pasti menyenangkan.”

“Kenapa? Karena dia cantik? Orang jatuh cinta itu tidak hanya karena dia cantik.”

“Karena apa dong.”

“Hish, kamu masih SMA nggak boleh dulu bicara tentang cinta.”

Nurani cemberut, tapi Rian terkekeh karenanya.

“Mas ke kamar bapak sana saja, aku sendiri tidak apa-apa kok. Nggak enak sama bapak. Yang tua tidak dijaga, aku yang tidak apa-apa malah dijaga.”

“Nanti aku pasti ke kamar bapak. Masa sih aku tega sama bapak? Tapi kan aku harus tahu keadaanmu lebih dulu.”

“Sebenarnya aku baik-baik saja. Ingin segera pulang.”

“Dokter tidak akan mengijinkan. Bapak juga minta sama dokter agar kamu dirawat sampai benar-benar sembuh. Lihat, luka kamu itu masih mengeluarkan darah bukan?”

“Mana? Sudah tidak, kok.”

“Tapi luka itu lumayan dalam. Kamu tidak boleh semau kamu sendiri. Sekarang aku mau ke ruang bapak ya,” kata Rian sambil berdiri.

“Kalau ada apa-apa, telpon aku," lanjutnya.

“Iya, baiklah.”

Tapi pernyataan Rian bahwa Sis adalah teman biasa, tidak sepenuhnya dipercaya oleh Nurani. Ia melihat bagaimana Rian menatap Sis. Itu tidak biasa. Lalu dia ingat bagaimana Andre menatapnya. Tiba-tiba kepala Nurani terasa berdenyut. Siapa Andre, siapa Rian .. dan mengapa ada perasaan berbeda terhadap keduanya?

***

“Mengapa kamu ada di sini? Nurani sama siapa?” tanya pak Candra.

“Nurani sendirian. Tapi dia yang minta agar saya menemani Bapak.”

“Aku kan tidak apa-apa.”

“Nurani juga bilang begitu.”

Pak Candra tertawa.

“Rian, aku ingin mengatakan sesuatu.”

“Ya Pak?”

“Aku tahu bahwa ibumu dan Karina tidak suka pada Nurani.”

Rian terdiam. Sebenarnya dia tahu akan hal itu. Tapi bu Candra adalah ibunya, dan Karin adalah adiknya.

“Aku minta maaf sama kamu, karena dia adalah ibu dan adikmu.”

“Ya Pak.”

“Aku juga tahu kalau kamu itu berbeda. Terima kasih karena kamu mengasihi Nurani seperti kepada adik kandung kamu sendiri.”

“Terus terang aku katakan, Karina dan Nurani itu berbeda. Nurani sangat lembut dan baik hati, sedangkan Karina punya sifat sebaliknya. Kecuali itu dia malas. Bukan hanya untuk pekerjaan rumah. Di kantor, atasannya juga mengeluh. Hanya saja dia tidak begitu menekan Karina, karena dia tahu bahwa Karina adalah anakku.”

Rian hanya diam dan menundukkan kepala.

“Sebenarnya aku tak ingin membedakan antara kalian semua, tapi ibumu memperlakukan Nurani dengan berbeda. Aku sudah tahu apa yang dia lakukan, karena aku mengamatinya setiap hari. Baru akhir-akhir ini aku tahu.”

“Aku sudah pernah menegur ibumu tentang perlakuannya pada Karina yang tidak mendidik. Tapi tampaknya tak ada perubahan yang tampak. Aku yakin kalaupun kamu yang menegur, tak akan ada perubahan yang akan membuat aku senang. Jadi yang ingin aku lakukan adalah selalu melindungi Nurani.”

Rian mengangguk mengerti.

“Terima kasih kamu telah melakukannya.”

“Saya menganggap Nurani seperti adik saya sendiri.”

“Ya, tentu. Dan kamu tahu Rian, Nurani pernah bilang sama aku, bahwa dia kelak ingin memiliki suami yang baik seperti kamu.”

Sekarang Rian tertawa lebar.

“Itu karena dia menyadari kebaikan yang telah kamu berikan untuk dia, sejak dia masih kecil.”

“Kami selalu kompak Pak.”

“Kamu juga harus mengerti, aku ingin menjodohkan Nurani dengan Andre.”

“Mas Andre sangat baik. Dia akan bisa membahagiakan Nurani. Tapi saya yakin, untuk saat ini Nurani masih akan memikirkan sekolahnya.”

“Ya, aku tahu. Tapi Nurani tidak gampang dipengaruhi. Kamu harus membantu aku.”

“Ya Pak, tentu saja.”

“Kembali tentang ibu dan adikmu, kamu harus ikut mengawasi, jangan sampai mereka menyakiti Nurani.”

“Baiklah.”

“Satu lagi, aku sedang menyelidiki seorang gadis bernama Mamik atau entah siapa aku lupa, itu teman Karina, dan dia penjual obat terlarang.”

“Benarkah?”

“Mungkin bukan narkoba, tapi paling tidak dia pengedar psikotropika.”

“Karina berteman dengan dia? Apa Karina juga melakukannya?”

“Kamu harus mencegahnya. Aku sudah menyuruh orang untuk menyelidiki gadis itu.”

“Bagaimana Bapak tahu?”

“Obat dalam botol yang kamu temukan di depan kamar Karina, termasuk obat golongan psikotropika. Aku sempat mengambilnya dua butir, dan menanyakannya ke apotek.”

“Tapi katanya dia sudah mengembalikan obat itu kepada temannya.”

“Entahlah, kebenaran belum terungkap. Sekarang aku lelah, tampaknya aku kebanyakan bicara.”

Rian terkejut. Ia tidak sadar, ayahnya berbicara banyak dan panjang. Ia berdiri, menyelimutinya dan membiarkannya beristirahat. Memang benar, dia harus berada di kamar ayahnya.

***

Nurani hampir memejamkan matanya, ketika ponselnya berdering. Ia mengangkatnya, dan melihat wajah tampan dengan senyum khasnya, Andre.

“Hallo,” sapanya.

“Selamat malam Nurani,” suara Andre dari seberang.

“Malam Mas, ada apa ya?”

“Bukankah aku sudah minta ijin untuk boleh mengucapkan selamat pagi ataupun malam?”

“Oh, ini kompensasi ponsel ya?”

Andre tertawa.

“Tidak, jangan begitu, aku jadi merasa bersalah.  Aku hanya minta ijin untuk boleh mengucapkannya, bukan kompensasi apapun.”

“Baiklah.”

“Baiklah, sekarang tidurlah, aku sudah lega mendengar suara kamu. Sekali lagi, selamat malam.”

“Selamat malam,” kata Nurani lalu menutup ponselnya.

Nurani memejamkan matanya, masih dengan senyuman tersungging. Suara Andre begitu lembut, dan sedikit lucu.

***

“Ibu tidak ke rumah sakit?” tanya Karina sebelum masuk ke kamarnya.

“Rian sudah ke sana, dan dia ada di kamar bapakmu, aku sudah menelponnya.”

“Ya sudah, aku tidur dulu ya Bu, besok harus masuk kerja. Ibu anterin ya.”

“Eh, kenapa ibu yang harus nganterin? Tilpon saja ke kantor, minta agar sopir menjemput," sergah ibunya yang kemudian juga berdiri untuk masuk ke dalam kamarnya.

Bu Candra membaringkan tubuhnya. Banyak yang harus dipikirkannya. Terutama tentang masa depan Karina. Ia harus berusaha supaya Karina tidak akan kalah oleh Nurani, dalam hal apapun.

Tapi baru saja dia memejamkan matanya, terdengar teriakan dari kamar Karina. Bu Candra bangun, dan bergegas keluar dari kamarnya, menuju ke kamar Karina. Belum juga ia masuk, Karina sudah keluar dari pintu sambil berteriak.

“Ini gila. Ada kotoran kucing di bantal Karina. Lihat, mengenai wajah Karina!” teriaknya sambil lari ke arah kamar mandi belakang.

Bu Candra masuk ke dalam, dan bau busuk menyeruak memenuhi kamar Karina.

***

Besok lagi ya.

50 comments:

  1. Replies
    1. Yeiii... Karina... Rasain kamu. Tapi katanya tai kucing rasa coklat... Enak lho.

      Delete
    2. Manusang bu Tien, ceritanya ada mistik² nya, antara percaya dan tidak, apkh kucing gaib, bisa eek juga. slm aduhai

      Delete
  2. Syukron nggih Mbak Tien šŸŒ¹šŸŒ¹šŸŒ¹šŸŒ¹šŸŒ¹

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun bu Tien KBE_20 sampun tayang.
    Mugi panjenengan tansah pinaringan rahayu widodo.
    Aamiin ya Robbal'alamiin

    ReplyDelete
  4. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin, Suprawoto, Beny Irwanto,

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien

    ReplyDelete
  6. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet, Sofi, Mamacuss, Manggar Ch.,

    ReplyDelete
  7. šŸ‘šŸ‘šŸ‘
    Maturnuwun Bu Tien
    šŸ™šŸ™

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah, KANTUNG BERWARNA EMAS (KBE) 20 telah tayang,terima kasih bu Tien salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun mbak Tien-ku, Kantung Berwarna Emas sudah tayang.

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah .... Trimakasih bu Tien

    ReplyDelete
  11. Trims Bu Tien...alhamdulilah gasik bu

    ReplyDelete
  12. Alhamdullilah sdh tayang KBE 20 nya..terima ksih dan slmt mlm bunda..slm sehat sll unk bundašŸ™šŸ„°šŸŒ¹

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah sdh tayang episode 20. Kucing mulai meneror orang orang yg jahat sama Nurani. Semoga Nurani selalu terlindung dari mara bahaya. Aamiin

    ReplyDelete
  14. Aduh ini kucing ajaib kali y?
    kq ada dimana²..šŸ˜

    Pokoknya Matur nuwun kagem bu.Tien..šŸ™

    ReplyDelete
  15. Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  16. Alhamdulilah, terima kasih bu tien kbe 20 sdh tayang.. makin seru... salam sehat bu tien

    ReplyDelete
  17. Waah... kucing berwarna emas ternyata meneror penjahat, membela yang baik. Mungkin bukan kucing sembarangan, kan mendiang ibunya memelihara kucing yang entah pergi kemana.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  18. ⚘šŸ¦‹šŸƒ Alhamdulillah KBE 20 telah hadir. Salam Aduhai Bunda Tien. Semoga sehat selalu dan tetap smangaaats...
    Matur nuwun. šŸ™šŸ¦‹šŸŒ¹

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillaah... Matur nuwun Bunda Tien cantik, semoga sehat selalu ❤šŸŒ¹❤šŸŒ¹❤šŸŒ¹

    ReplyDelete
  20. Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip, sehingga KBE 20 hadir bagi kami penggandrungnya...

    Nurani tetap disayang banyak pihak bahkan kucingpun ikut dipihaknya.
    Salut ya Nur tdk pernah balas kejahatan dgn kejahatan...

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah, matur nuwun.. sehat dan bahagia selalu Bunda Tien . .

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, matur tank you bu Tien, salam sehat

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah...
    Terima kasih Bu Tien.
    Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah KBE 20 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah....
    Maturnuwun mbk Tien
    Smg selalu sehat,Aamiin

    ReplyDelete
  26. Terima kasih Bu Tien
    Semoga bu Tien sekeluarga selalu sehat

    ReplyDelete
  27. Alhamdullillah, suwun bu Tien. Smg sehat selalu.. Aamiin

    ReplyDelete
  28. Terimakasih Bu Tien...
    Salam sehat sejahtera...

    ReplyDelete
  29. Salam aduhai, sehat dan bahagia selalu mbak Tien, terima kasih telah menghibur kami dengan cerbung yang mengemukakan berbagai karakter pemeran cerbung ini. KBE20.
    "Kucing...... mengapa selalu muncul menjaga atau pun melindungi Nurani sicewek berhati emas"?.

    ReplyDelete
  30. Ngeri rumah bahkan dimana saja sempat di satroni kucing; kaya bisa merasakan suasana hati, sang baik hati yang seolah teriak mohon keadilan; waktu di Rumkit tuh maknya kecakar, disekitarnya nggak yakin kalau ada kucing tapi nyatanya bekas cakaran ada.
    Apa itu sampai terungkap kata 'aman' seolah mereka berkelompok berada dalam situasi sama; sebuah perseteruan, boleh dikata perang gitu.
    Wow
    Kesempatan sikucing ngajak kucing kucingan membuat mereka mengingat ada binatang yang kadang nampak, kadang lama tak terlihat seolah nunggu pergerakan yang mengarah menyerang/melukai Nurani.
    Mulai rumah itu yang dihuni mereka berdua dikerjain sosok si kucing, membuat mereka nggak betah dirumah, serem..
    Dengan sedikit trik anak buah Andre mendapatkan info dari Mimin si tukang obat; Karina memesan, buat adik tirinya yang katanya posisinya jabatannya kritis. Jabatan ƄpƄ kuwi.
    Nah lo Nurani gundah juga melihat Siswati teman Rian, aduh menipis rasa aman ku mbatin Nurani, karena ingat sayup gelak tawa kemenangan Karina sebelum pingsan ditepi tebing curam, sesak dihati tapi mengingat harapan Chandra, ingin mengurangi beban ini dengan bercerita tapi ragu, nggak konsen jadi keliru mau nelpon Rian malah ke Andre.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Kantung berwarna emas yang ke dua puluh sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    šŸ™

    ReplyDelete
  31. Terimakasih bunda Tien salam sehat selalu dan aduhai

    ReplyDelete
  32. Makasih mba Tien.
    Sehat dan selalu semangat.
    Aduhai

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien, salam sehat selalu dan aduhai

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...