Tuesday, November 1, 2022

JANGAN PERGI 14

 

JANGAN PERGI  14

(Tien Kumalasari)

 

Dian menoleh ke arah Dewi yang duduk menunggu, dan terkejut melihat seseorang menjambak rambutnya dari belakang. Ia meraih Arina, dan berlari mendekat sambil menggendong Arina.

“Listi !! Apa kamu sudah gila?” hardiknya sambil sebelah tangannya memukul tangan Listi sehingga cengkeraman pada rambut itu terlepas.

“Tolong bawa Arina menjauh, Bu,” katanya kepada Dewi yang sudah terlepas dari cengkeraman Listi, kemudian Dewi mengambil Arina yang tampak ketakutan, membawanya menjauh.

“Kamu? Ada hubungan apa kamu sama dia?” Mengapa selalu ada kamu dan diaa!!” teriak Listi dengan mata merah menyala.

“Apa peduli kamu? Kamu hampir  menjadi janda, bukan lagi istri aku, jangan ikut campur urusanku!”

“Jadi karena perempuan itu maka kamu mau menceraikan aku? Biar aku hajar dia!! Dia membuat hidupku kacau!!” teriak Listi tak terkendali.

“Bukankah kamu tidak mencintai aku?”

“Kamu suami aku!! Aku tidak rela kamu berdekatan dengan dia!!”

“Apa peduli kamu? Sebentar lagi kamu dan aku bukan siapa-siapa lagi!”

“Aku menolak perceraian itu,” teriaknya sambil menuding ke arah Dian.

Dian sangat terkejut.

“Apa maksudmu? Bukankah kamu tidak mencintai aku?”

“Aku tidak mau diceraikan gara-gara kamu menyukai wanita lain!”

“Bukan itu! Kamu tidak mau punya anak, gara-gara kamu mencintai laki-laki lain bukan?”

“Aku bohong !!” Listi menjerit.

Suasana di sekitar taman itu, kebetulan sangat sepi.  Sehingga pertengkaran itu tak tampak ada yang memperhatikan. Listi berteriak-teriak sesuka hatinya, meraung seperti singa melihat mangsa. Dian terkejut mendengar perkataan Listi.

“Apa maksudmu bohong? Kamu bicara didepan mas Radit, bahwa kamu mencintai dia, tidak mencintai aku.”

“Aku bohong!!”

“Kamu berjongkok merangkul kaki mas Radit, memohon belas kasihan, mengemis cintanya, dan sekarang kamu bilang bahwa kamu bohong?”

“Aku bingung! Aku bingung !! Aku masih cinta sama kamu!!”

“Listi! Kamu sudah gila !”

“Aku gila !! Tolong jangan pergi,” suara itu merendah, diikuti isak. Dian melongo melihatnya. Ia merasa, Listi sudah kehilangan akal warasnya. Disana bilang cinta sama Radit, disini bilang cinta sama dirinya.

“Ya Tuhan.”

“Tolong jangan pergi, aku mau ikut kamu kembali ke Jakarta,” rintihnya sambil menutupi wajahnya dengan kedua belah tangannya.

Dian benar-benar melongo. Ia merasa, Listi agak terguncang jiwanya sehingga bicara tidak karuan.

“Jangan pergi ….”

“Lebih baik kamu pulang dan menenangkan hati kamu,” kata Dian dengan nada rendah. Tak urung timbul rasa iba dihatinya, melihat wanita yang pernah dicintainya terguguk di depannya.

“Jangan pergi …”

“Listi, kamu tidak sadar akan apa yang kamu lakukan. Kamu harus pulang dan menenangkan hati kamu.”

“Dian, aku sebenarnya sangat mencintai kamu. Kamu suami yang baik, yang membuat aku nyaman, dan terlindungi. Aku minta maaf, aku tak akan menggugurkan kandungan aku lagi, bukankah kamu ingin punya anak? Aku bersedia mengandung anak kamu, Dian, jangan pergi sendiri, bawalah aku kembali ke Jakarta.”

Dian kebingungan, ia tahu Listi sedang tidak dalam keadaan sadar sepenuhnya, ia bicara semaunya dalam keadaan bingung dan putus asa. Ia tidak yakin apa yang dikatakannya  adalah benar. Satu-satunya jalan adalah membawanya pulang. Tapi ada Dewi di sana, yang sedang menenangkan anaknya.

“Listi, aku panggilkan  taksi, kamu pulang ya?”

“Mengapa tidak kamu yang mengantarkan aku pulang? Karena perempuan dan anaknya itu? Aku janji akan memberikan anak untuk kamu, jangan pedulikan dia,” katanya sambil menghentak-hentakkan kakinya.

“Tidak bisa Listi, aku yang mengajak mereka jalan-jalan kemari, aku harus mengantarkan dia pulang.”

“Tapi aku masih istri kamu, aku tidak mau kamu bersama dia.”

“Maaf Listi, tidak bisa begitu, orang bermasyarakat itu ada etikanya. Aku akan memanggilkan kamu taksi,” kata Dian sambil memesan taksi online untuk Listi.

“Aku tidak mau.”

“Kamu harus mau, aku tidak bisa mengantarmu. Nanti setelah mengantar bu Dewi aku akan menemui kamu.”

“O, namanya Dewi?”

“Dia seorang Kepala Sekolah, dan dia bersama  anaknya. Itu taksinya sudah datang, naiklah, nanti aku menemui kamu.”

“Janji ya? Awas kalau tidak, aku akan menemui lagi perempuan itu dan menghajarnya,” ancamnya dengan mata bengis.

Dian terkejut. Mengapa Listi menjadi liar seperti itu? Liar dan beringas. Mata itu membuatnya bergidik ngeri. Itu bukan mata Listi saat menjadi istrinya.

Listi sudah naik ke atas taksi, lalu sebelum menutup pintunya, ia menatap Dian tajam, penuh ancaman, kalau sampai Dian tidak menepati janjinya.

Dian menghela napas berat, lalu melangkah mendekati Dewi yang sedang bercanda dengan Arina. Tentu Dewi tak mau menunjukkan perasaan apa yang sedang dipendamnya atas peristiwa itu.

“Maaf Bu Dewi,” katanya sambil meminta Arina dari pangkuan Dewi. Arina tertawa senang.

“Mengapa dia tiba-tiba menyerang saya? Bukankah dia istri pak Dian yang pernah melukai saya dulu itu?”

“Benar. Saya minta maaf. Sebenarnya kami sedang dalam proses cerai.

“Oh ….”

“Tadi adalah sidang pertama, dan saya harus kembali ke Jakarta besok. Karena semua sudah saya serahkan ke pengacara.”

“Es kiim …. Es kiim …,” tiba-tiba Arina merengek.

“Arin mau es krim? Baiklah, ayo kita beli es krim ya.”

“Arin tidak boleh nakal.”

“Tidak apa-apa, ayo kita mencari toko es krim dulu sebelum pulang,” ajak Dian sambil mengajak Dewi ke arah mobilnya.

***

Tapi di sepanjang perjalanan itu keduanya tampak tak banyak berkata-kata. Hanya celoteh Arina yang terdengar, dan sesekali dijawab oleh ibunya.

“Saya tidak mengerti, mengapa dia membenci saya, padahal belum pernah kenal. Herannya saya, kok tadi dia juga melihat saya ada di taman itu, tahu-tahu menjambak rambut saya," akhirnya kata Dewi.

“Saya juga heran atas sikapnya. Dia seperti orang kesetanan, bicaranya juga tidak jelas kemana arahnya.”

“Mungkin dia sangat sedih karena Pak Dian mau menceraikannya. Dia frustasi, lalu kehilangan kendali.”

“Entahlah, saya kira tidak begitu juga.”

“Mengapa pak Dian mau menceraikan dia? Maaf, bukannya saya ingin ikut campur, barangkali ada masukan untuk Pak Dian, sehingga Pak Dian bisa mempertimbangkannya lagi.”

“Dia tidak suka punya anak.”

“Oh ya?”

“Sebaliknya saya ingin segera punya anak.”

“Pasti bisa kan dibicarakan dengan baik-baik? Aneh kalau seorang ibu tidak mau punya anak.”

“Dia berkali-kali menggugurkan kandungannya.”

“Ya Tuhan,” pekik Dewi sambil menutup mulutnya.

“Sudah habis kesabaran saya, Barangkali berpisah memang yang terbaik.”

“Kalau saja bisa diperbaiki, tak akan ada keretakan rumah tangga.”

“Dia itu orangnya susah. Kalau dilanjutkan, yang ada hanyalah akan saling menyakiti.”

Dewi terdiam, ia tak tahu, mendengar akan adanya perceraian itu, haruskan dia bersyukur, ataukah ikut prihatin. Sebagai sesama wanita, dia sangat menyesali keputusan Listi untuk tidak mau punya anak, bahkan ia mengutuk perbuatan menggugurkan, apalagi berkali-kali  melakukannya.

Perbincangan itu berhenti ketika Dian berhenti di sebuah toko es krim, membuat Arin bersorak kegirangan. Dian tak hanya membelikan es krim untuk langsung dimakan, tapi juga membawakan dua kotak untuk dibawa ke rumah.

Saat pulang, pembicaraan sudah beralih ke rasa sedih di hati Dian karena besok sudah harus meninggalkan Arina untuk kembali ke Jakarta.

“Saya akan sering pulang. Pasti kangen rasanya kalau lama tidak bertemu Arina.”

Padahal sebenarnya Dian juga tertarik akan sifat keibuan yang dimiliki Dewi, jauh bedanya dengan Listi yang sama sekali tidak pernah tertarik untuk menimang bayi.

***

Seperti takut pada ancaman Listi, sepulang dari mengantarkan Dewi dan Arina, Dian langsung pergi ke rumah Listi.

Sesampai di sana, Listi sudah menunggunya di teras. Ia masih memakai pakaian yang tadi dipakainya saat bertemu di taman.

Tapi dia diam saja ketika Dian datang. Seakan enggan bicara, dia hanya menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi.

Dian duduk di depannya, menatap Listi yang seperti tak acuh menerima keadaannya. Matanya kosong menatap ke langit-langit.

“Kamu merasa lebih tenang?” tanya Dian membuka percakapan.

Listi diam membisu.

“Kamu harus bisa menenangkan diri kamu, dan bersikap dewasa. Bukan seperti anak kecil kehilangan mainan. Tindakan kamu sangat brutal, dan itu karena jiwamu tidak tenang.”

Listi mengangkat tubuhnya, duduk dengan tegak, menatap suaminya.

“Seperti sebuah mimpi buruk …,” gumamnya pelan.

“Kamu harus bisa menerima kenyataan. Prinsip dalam hidup kita berbeda. Ini jalan terbaik untuk kita, sehingga baik aku maupun kamu, tidak akan merasa terbebani. Seperti ... kamu ingin selalu bisa bebas melakukan apa saja tanpa diganggu kehadiran anak, sementara aku ingin segera direpotin oleh seorang anak. Itu jauh berbeda dan susah untuk bisa mendapatkan titik temu. Disitulah letak ketidak nyamanan yang kita rasakan, dan itu adalah beban terberat dalam kita menjalani kehidupan.”

“Apakah perempuan bernama Dewi itu akan bisa membahagiakan kamu?” cetusnya tiba-tiba.

“Apa maksudmu? Kami belum lama kenal.”

“Dan kamu sudah terpikat bukan?”

“Mengapa kamu pedulikan aku, Listi. Sudahlah, mari kita menjalani hidup kita masing-masing dengan lapang dada. Berjalanlah seperti yang kamu inginkan, aku juga akan berjalan atas apa yang aku inginkan. Hidup itu sangat singkat Listi, mari kita ciptakan ketenangan, agar tak ada penyesalan dikemudian hari.”

“Tiba-tiba aku merasa takut, Dian. Aku takut,” dan Listi kembali terisak.

“Kamu butuh seorang teman Listi. Carilah pembantu untuk menemani kamu, yang kalau mungkin bisa untuk berbagi saat kamu sedang sedih atau gelisah,”

Listi kembali membisu.

“Aku tetap akan menafkahi kamu sebelum kamu menikah,” kata Dian sambil berdiri.

Listi menatap Dian yang bersiap melangkah keluar.

“Buat hati kamu tenang. Kita akan tetap menjadi saudara. Persidangan selanjutnya akan diwakili pengacara aku,” kata Dian sambil melangkah ke mobilnya.

Listi tetap duduk, terpaku ditempatnya, dan menatap nanar kepergian Dian.

Ada sembilu merajang-rajang hatinya, ada sesal mencengkeram jiwanya. Ia merasa kehilangan pegangan. Lepas dari Dian, ingin menemukan tambatan dengan mendekati Radit kembali, tapi ternyata Radit sudah melupakannya. Melompat balik ke Dian, tampaknya Dian benar-benar ingin melepaskannya. Listi benar-benar menyesal, ketenangan rumah tangganya terkoyak gara-gara ulahnya. Padahal Listi tahu, Dian sangat mencintainya. Sekarang kemana kaki akan melangkah?

“Dian, jangan pergi ….”

Terisak dalam sesal, Listi merasa sedang terbang terbawa angin. Tangannya menggapai mencari pegangan, tapi tak satupun ranting tempat dia bergayut.

***

Malam itu bu Cipto sedang duduk santai bersama Ratri di ruang tengah. Bu Cipto heran, karena beberapa hari Dian tidak datang ke rumah.

“Bukankah dia akan segera balik ke Jakarta Tri? Kapan?”

“Kata bu Dewi, besok pagi.”

“Lho, malah bu Dewi lebih tahu ….”

“Sekarang Dian sedang dekat dengan bu Dewi.”

“Benarkah? Kok cepet sekali seorang laki-laki tertarik kepada wanita, padahal kan belum lama bertemu?”

“Itu karena bu Dewi punya seorang anak kecil, yang entah bagaimana tiba-tiba sangat lengket dengan Dian, dan sebaliknya Dian juga sangat menyayanginya.”

“Ya ampun, kasihan ya nak Dian, sangat ingin punya anak ….”

“Iya Bu, kasihan.”

Tiba-tiba ponsel Ratri berdering.

“Lha ini Bu, Dian menelpon,” kata Ratri sambil mengangkat ponselnya.

“Ya ampun Dian, baru saja ibu menanyakan kamu,” sapa Ratri.

“Benarkah? Tolong sampaikan maaf saya pada ibu, aku tidak sempat ke rumah, karena waktu yang sangat berdesakan.”

“Oh ya? Sibuk main sama Arina kan?”

“Kamu bisa saja,” kata Dian sambil tertawa.

“Tapi benar kan? Tidak apa-apa, aku senang kok. Lagi pula bu Dewi wanita yang baik. Dia akan menjadi pendamping kamu yang tidak akan mengecewakan,” kata Ratri mempromosikan Kepala Sekolahnya.

“Kamu ini ada-ada saja, belum tentu juga dia mau sama aku.”

“Mau lah, kemarin dia cerita tentang kamu dengan begitu hebohnya.”

“Masa? Heboh gimana sih? Cerita saja kok bisa heboh.”

“Dia cerita kalau kamu mau ngajak Arina jalan-jalan, tentu sama ibunya kan, masa Arina saja. Ya kan? Oh ya, tadi ya jalan-jalannya? Kemana saja?”

“Nggak kemana-mana, hanya jalan-jalan di taman, lalu beli es krim,” kata Dian tanpa mengatakan pertemuannya dengan Listi.

“Asyiknyaaaa … Pokoknya doa terbaik untuk kamu, Dian.”

“Iya, aamiin. Ini aku tuh menelpon hanya untuk pamit saja, karena besok aku pulang pagi. Sampaikan pamit untuk ibu, dan permintaan maaf aku karena tidak sempat datang kemari. Tapi aku janji deh, akan sering pulang dan mengunjungi ibu.”

“Baiklah, nanti aku sampaikan, kamu hati-hati ya.”

***

Namun sepeninggal Dian, hati Listi tak juga bisa tenang. Penyesalan demi penyesalan selalu menghantuinya. Akhirnya diputuskannya, bahwa dia tak ingin bercerai dari Dian. Ia segera menelpon pengacaranya.

***

Besok lagi ya.

52 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kejora Pagi

      🌾🌾🌹🌹☘️☘️♣️♣️❤️❤️

      Alhamdulillah JePe eps 14 sudah tayang.
      Terima kasih bu Tien
      Dalam SEROJA dan sehat selalu. Tetap ADUHAI ya bun. Agar semua pinisirinnnnn.

      👀👀👀👀👀👀👀👀👀👀

      Delete
    2. Terima kasih Mbak Tien.
      Salam kami dari Yogya.

      Delete
    3. Waahhh bakalan teklek kecemplung kalen nih Listi sama Dian...Tapi ya tergantung Bu Tien sih ...He..he .
      Salam sehat selalu utk Bu Tien..

      Delete

  2. Alhamdulillah JANGAN PERGI~14 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  3. Replies
    1. Iya Alhamdulillah
      Singa betina kumat menjambak rambutnya Bu Dewi

      Sbnrnya Dian baik seh orgnya ttp akan tanggung biayanya Listi alias singa betina

      Akan tetapi namanya org stres mw bgmn lg
      Hadeeh ga usah ber andai2 ttp kita tunggu bgmn kelanjutannya

      Mksh bunda Tien sehat selalu doaku dan ttp ADUHAI

      Delete
  4. 🦋🌿 Alhamdulillah JP 14 telah terbit. Matur nuwun Bunda Tien. Salam sehat selalu. Aduhai🙏🦋🌸

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun mbak Tien-ku, Jangan Pergi sudah tayang

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillaaahhh dah tayang makadih bunda

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien..

    ReplyDelete
  8. Matur nuwun mbak Tien yg selalu setia, produktif menghibur .. semangat , kuat, manfaat salam bahagia

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah, tks bund... Sehat selalu njih... 🧕🙏

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah maturnuwun Bu Tien .....sehat selalu nggih

    ReplyDelete
  11. Alkhamdulillah
    Matur nuwun sanget bu Tien, salam aduhaiiii 🌹🫰🏻

    ReplyDelete
  12. Akhirnya muncul ... maklum ditunggu, ditanyain teman2 suami ini... hihiik.
    Matur nuwun bu Tien, salam kejora nggih.

    ReplyDelete
  13. Alhamdulilah jp sdh tayang... smg listi segera sadar.dan bisa memperbaiki diri sehingga tak kehilangan semuanya.... maturnuwun bu tien, salam sehat

    ReplyDelete
  14. Alhamdullilah..terima ksih bunda JP nya sdh tayang..slmt mlm dan slmt istrhat..slm sehat sll🙏🥰🌹❤️

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah.... Terima kasih Bu Tien.

    ReplyDelete
  16. Matur suwun bunda Tien
    Salam Tahes Ulales bunda dari bumi Arema Malang dan tetap selalu Aduhaiiii

    ReplyDelete
  17. 'Jangan Pergi' mungkin ucapan Listi ya, yang untuk judul cerita. Tapi terlanjur terjadi, meninggalkan Radit dan mengecewakan Dian.
    Cerita masih panjang, jadi masih lama berangan angan bagaimana selanjutnya.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  18. Ruwet,,,,ruwet,,,ruwet,,,Lesti berubah pikiran gak mau cerai.

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah,, matur nuwun bu Tien

    Listi,,,,jgn stress ya,,,
    Salam sehat wal'afiat selalu bu Tien 🤗🥰🙏

    ReplyDelete
  20. Penyesalan selalu datang di akhir..
    karena klo datang di awal namanya pendaftaran.... 😂😂😂

    Sehat selalu Bu Tien, terimakasih ceritanya yang selalu bikin emosi teraduk-aduk setiap kali baca.... hihihi

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah. Matur nuwun Bu Tien.
    Salam sehat saking Jember.

    ReplyDelete
  22. Walah listi ndak mau cerai sama Dian..terus nasib Dewi bagaimana ini..😭
    pasti bu Tien ada solusi terbaik ini...😍

    Matur nuwun bunda Tien..🙏

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien, salam sehat selalu

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah Ratri yg di tunggu telah tayang...
    Matur nwn bu Tien.
    Salam Sehat dan Aduhai

    ReplyDelete
  25. Akhirnya bisa ditebak, *"jangan pergi"* itu ucapan utk Dian.
    Terima kasih mbak Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah JP 14 sdh tayang
    Listi stres..
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat selalu
    Aamiin

    ReplyDelete
  27. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,

    ReplyDelete
  28. Ternyata Listi berubah pikiran, gak mau dicerai, menyatakan tobatnya mau punya anak dari Dian pengin ikut kembali ke Jakarta...
    Efeknya meluas, semoga ibu Dewi tidak kecewa lihat Dian baikan dg Listy, Ratri tdk kena imbas marahnya bu Dewi, Radit tetap cinta Ratri...

    Matur nuwun ibu Tien, Berkah Dalem.

    ReplyDelete
  29. Terimakasih bu Tien
    Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  30. Terimakasih Bu Tien ...cerita berbelok tdk sesuai permiraanku,luar biasa Bu Tien

    ReplyDelete
  31. Konflik berlanjut, walaupun kalimat di judul sudah muncul...bu Tien hebat!👍👍😀

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 10

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  10 (Tien Kumalasari)   Den ayu Saraswati tertegun. Siapa wanita yang ingin bertemu dengannya? “Siapa dia?”...