Wednesday, November 2, 2022

JANGAN PERGI 15

 

JANGAN PERGI  15

(Tien Kumalasari)

 

Kemudian dalam bertelpon itu tiba-tiba Listi berteriak.

“Apa katamu? Aku tidak bisa menolak? Bodoh! Aku bayar mahal supaya bisa membantu aku. Tapi apa yang kamu lakukan? Aku tidak ingin berceraiiii! Aku tidak mauuu!”

Lalu Listi membanting ponselnya dan menangis tersedu-sedu.

“Dian … jangan pergi …  aku mau mengandung anak kamu Dian … aku mau. Aku tidak akan lagi menggugurkan kandungan aku … aku mau mengandung Dian … jangan pergi ….”

Listi duduk dilantai sambil menangis sesenggukan. Ia merasa sepi … kosong … hampa …

“Tolong aku Dian … kamu di mana, bawa aku bersamamu Dian … jangan pergi ….”

Lalu dia menjatuhkan dirinya di lantai, menangis tak henti-hentinya sampai larut malam, dan tertidur kelelahan tanpa alas, tanpa bantal apalagi selimut.

Listi terbangun ketika merasa kedinginan, lalu duduk dengan bingung. Ia menuju ke arah jendela, lalu membuka tirainya, dan melihat remang pagi mulai datang menjelang. Listi membuka jendela itu, angin dingin menerpa wajahnya, menerbangkan rambut ikalnya yang berjurai tak beraturan. Ia melongok keluar, melihat taman kecil yang ditinggalkannya selama tiga tahun, tapi terawat cantik oleh penunggu rumahya yang hanya menjenguknya untuk membersihkan rumah dan merawat bunga-bunganya setiap seminggu dua kali. Listi tak bisa melihat jelas bunga-bunga yang saat beberapa hari yang lalu dia datang, masih menyambutnya dengan warna warni yang mempesona. Kali ini, di remang yang samar, keindahan bunga-bunga itu tak terlihat jelas. Seperti hidupnya, semuanya samar, entah apa yang menunggunya di sana.

Listi menggigil, kemudian menutup pintu jendela dengan keras sampai bergetar. Ia biarkan tirai terbuka, kemudian duduk di sofa sambil memandang keluar, dari balik kaca jendela yang tadi ditutupnya.

Seperti mimpi rasanya, ketika kemarin menghadiri sidang cerai yang dijatuhkan suaminya atas dirinya, yang semula tak begitu digubrisnya, tapi terasa menyakitkan ketika hal itu benar-benar terjadi. Tubuhnya terasa lemas, sejak kemarin dia tidak makan sesuap nasipun, atau bahkan secuil makananpun tidak. Ia menyandarkan kepalanya di sofa.

Teringat olehnya segala kebaikan dan perhatian suaminya. Kasih sayang dan cinta yang berlimpah ruah selalu mengguyur hari-harinya. Alangkah bahagianya ketika itu. Ia bahkan sudah melupakan Radit yang ditinggalkannya selama bertahun-tahun, karena tergantikan oleh cinta Dian yang  hangat, di pagi, siang serta malamnya.

“Bodohnya aku, mengapa aku melakukannya? Hanya supaya bebas bersenang-senang, dan menganggap bahwa memelihara seorang anak adalah beban. Bohong aku ketika mengatakan bahwa enggan punya anak karena aku mencintai lelaki lain.”

Ia ingat kata-kata itu diucapkannya ketika Dian sangat marah saat mengetahui bahwa dia telah menggugurkan kandungannya.

“Kamu keterlaluan, kamu mengecewakan aku. Kamu seorang wanita yang kejam, yang tidak berniat menjadi ibu. Kamu bunuh anakku, yang masih berujud janin. Apakah janin itu berdosa? Bukan manusia kamu itu, Listi. Jawab, kenapa kamu melakukannya?”

Dan Listi menjawabnya dengan lantang.

“Aku tidak mau punya anak dari kamu. Aku mencintai lelaki lain!”

“Aku akan menceraikan kamu!”

“Lakukan saja! Aku tidak peduli.”

“Aku benci kamu Listi !!”

“Aku juga benci kamu!”

Saat itu yang ada hanya rasa kesal karena suaminya memarahinya habis-habisan. Ia merasa kesenangannya dikekang. Listi memang keras kepala, dan susah diatur. Ia juga selalu ingin menang sendiri, tak pernah mau disalahkan.

Listi menutupi wajahnya dan kembali menangis. Lebih keras. Kepalanya berdenyut, rasa pening menggayut.

Ketika mendengar pintu terbuka, Listi sadar bahwa orang yang menjaga rumahnya sudah datang. Ia lupa, hari ini jadwalnya dia membersihkan rumah di setiap seminggu dua kali.

“Non Listi sudah bangun?” sapanya heran, melihat wajah sang pemilik rumah tampak pucat dan sembab.

“Buatkan aku kopi bik,” perintahnya tanpa menoleh kearah orang yang menyapanya. Bik Sumini, nama pembantu itu, segera melakukan perintah yang didengarnya.

Listi melihat keluar, cuaca mulai terang. Tiba-tiba dia teringat bahwa Dian akan kembali pagi itu. Bergegas dia masuk ke kamar, lalu langsung ke kamar mandi. Tak lama kemudian dia keluar dan mengganti pakaiannya, mengambil tas dan keluar. Diatas meja sudah tersedia kopi yang dipesannya. Ia duduk, memesan taksi online, lalu meneguk minumannya perlahan, karena masih panas.

Ketika mendengar taksi yang dipesannya, dia bergegas keluar tanpa pamit pada sang penunggu rumah, langsung masuk ke dalam taksi yang kemudian membawanya pergi.

“Bandara,” perintahnya.

***

Dian baru turun dari taksi, ketika mendengar langkah-langkah kaki berlari mendekat, dan betapa terkejutnya ketika seseorang tiba-tiba memeluknya dari belakang.

Dian mencoba melepaskannya dan menoleh.

“Listi !!”

“Dian, jangan pergi …” ratapnya.

Dian mundur selangkah, menatap wanita cantik yang berdiri tegak, tampak pucat, layu dan wajahnya sembab. Tak ada polesan make up di wajahnya. Ada rasa iba menyeruak, yang kemudian ditepiskannya.

“Apa yang kamu lakukan?”

“Jangan pergi, Dian.”

“Pulanglah, aku tak punya banyak waktu, aku bisa ketinggalan pesawat.”

“Bawalah aku serta, aku tak bisa hidup tanpa kamu.”

“Listi, mengertilah, kita sudah bercerai, proses sedang dilakukan, tinggal menunggu surat resmi dari KUA.”

“Dian … “

“Tolong Listi, jangan mempersulit langkahku. Kamu harus menyadari bahwa ini jalan terbaik bagi kita.”

Tanpa disangka, Listi ambruk di tanah, membuat Dian sangat terkejut. Ia membungkuk, mencoba membangunkan, tapi tubuh itu tak bergerak. Tangannya terasa dingin. Dian merasa panik. Ia dikejar waktu, tapi dia tak bisa membiarkan Listi seperti ini. Ia memanggil taksi, dan mengangkat tubuh Listi, untuk dilarikan ke rumah sakit.

Apa boleh buat, dia harus  kehilangan waktu penerbangan yang sudah ditentukan.

“Listi … Listi …” berkali-kali Dian berusaha membangunkan atau menyadarkan Listi, tapi Listi tetap tak bergerak. Tubuhnya terasa dingin. Dian merasa cemas.

Begitu sampai di rumah sakit, Listi langsung di bawa ke UGD. Dian menunggu di luar dengan gelisah.

“Mengapa Listi yang pada awalnya merasa tegar saat dia mengatakan akan menceraikannya, kemudian tiba-tiba menjadi seperti ini?” kata batin Dian.

Masih terngiang di telinganya saat Listi meratap agar dirinya tidak meninggalkannya. Bahkan dia ingin ikut kembali ke Jakarta.

“Ya Tuhan, aku sudah menceraikannya,” keluhnya yang sempat terlontar dari mulutnya, membuat orang yang duduk tak jauh darinya kemudian menoleh ke arahnya, tapi ia tak mengucapkan apapun. Barangkali mereka memiliki kegelisahan yang sama, saat kerabat atau keluarganya juga berada di ruang tersebut.

Ketika perawat keluar, Dian segera memburunya.

“Bagaimana keadaannya?”

“Istri bapak tidak apa-apa. Dia hanya lemas, barangkali karena perutnya kosong. Kecuali itu dia hanya tertekan. Mungkin dia harus istirahat di sini untuk beberapa hari,” yang menjawab adalah dokter yang keluar bersama perawat itu. Dokter itulah yang menangani Listi.

“Dia sudah tersadar, tapi masih lemas,” terang perawat itu.

Dian diijinkan masuk, kemudian langsung menemuinya.

“Dian, ternyata kamu masih peduli sama aku,” lirihnya.

Dian hanya tersenyum. Bagaimana tidak peduli, melihat orang tiba-tiba pingsan di depannya.

“Kamu harus menjaga diri kamu baik-baik. Terima semua keadaan dengan ikhlas. Hadapi dengan sabar. Aku percaya kamu bisa. Kamu wanita yang kuat.”

“Apa kamu tetap akan pergi?”

“Pekerjaan menunggu, aku sudah meninggalkannya selama beberapa hari. Nanti aku suruh orang agar menemani kamu disini. Aku akan membayar semua biayanya, juga biaya perawatan kamu.”

Listi terdiam, tapi kantuk tiba-tiba menyerangnya. Barangkali dokter memberinya obat penenang, karena dia tampak gelisah.

“Aku pergi dulu, jaga diri kamu baik-baik.”

Suara Dian terdengar sayup, karena ia sudah setengah tidur.

Dian berpesan kepada perawat, agar menempatkannya di ruangan terbaik, lalu meninggalkan sejumlah uang, memberikan nomor kontaknya agar mengabari kalau ada kekurangannya, kemudian dia menuju ke rumah Listi.

Beruntung ketika itu, penunggu rumah masih bersih-bersih, dan menyirami tanaman. Ia kaget melihat Dian.

“Mencari siapa?”

Tentu saja dia tidak tahu bahwa Listi sudah punya suami, karena Listi menikah saat dia belum menjadi penunggu rumah. Baru beberapa tahun kemudian Listi memintanya menjaga rumahnya karena rumahnya kosong setelah orang tuanya tak ada lagi.

“Saya bekas suami Listi, nama saya Dian. Saat ini Listi ada di rumah sakit. Alamatnya ini,” kata Dian sambil memberikan kartu nama rumah sakit yang tadi sempat diambilnya.

“Ibu namanya siapa?” lanjut Dian.

“Saya Sumini. Non Listi sakit apa?”

“Hanya kelelahan, tidak apa-apa, dia perlu istirahat untuk beberapa hari.”

“Oh, syukurlah.”

“Ya, Bu Sumini, saya beri  Ibu uang, tapi saya minta tolong Ibu menemani Listi di rumah sakit. Ini cukup untuk makan dan transport bukan? Kalau Ibu bersedia, datanglah setiap hari ke sini, saya yang akan menggaji Ibu. Syukur-syukur ibu mau tidur di sini juga.”

“Kalau tidur di sini tidak bisa pak, saya punya anak yang masih kecil.”

“Baiklah, asalkan Ibu setiap hari menemani dan melayani. Sekarang bersiaplah ke rumah sakit, saya harus pulang ke Jakarta. Oh ya, ini gaji ibu selama sebulan. Saya akan memberikannya melalui Listi setiap bulannya,” kata Dian sambil mengulurkan sejumlah uang.

Bu Sumini mengangguk. Dia bergegas pulang untuk bersiap pergi ke rumah sakit, seperti perintah Dian. Ia senang karena Dian memberinya uang yang lumayan banyak.

***

Pagi sebelum berangkat mengajar, Ratri mendapat telpon dari Radit.

“Ratri masih di rumah?”

“Iya, tumben pagi-pagi menelpon?”

“Nggak boleh ya?”

“Boleh dong, tapi tumben pagi-pagi menelpon. Ada yang penting?”

“Tidak. Beberapa hari tidak bisa menemui kamu karena aku sibuk.”

“Ya nggak apa-apa Mas, kalau memang sibuk.”

“Tapi aku sebenarnya kangen.”

“Mas Radit bisa aja. Baru beberapa hari tidak ketemu, seperti sudah bertahun-tahun saja.”

“Sehari rasa setahun, tahu.”

Ratri tertawa, sambil menahan debar jantungnya. Senang dong, dikangenin seseorang yang begitu baik, begitu tampan. Tapi ia menahan rasa senangnya, mengingat masih ada wanita lain yang mencintai Radit. Cinta lama, yang bekas istri Dian. Sungguh rumit kisah ini, begitu kata batin Ratri.

“Mas Radit sudah tahu, kalau Dian pulang ke Jakarta, kemarin?”

“Oh iya, dia sudah cerita, tapi nggak sempat ketemuan lagi setelah dia mengembalikan mobil ke rumah.”

“Dia sibuk.”

“Sibuk ya?”

“Sibuk main dengan putrinya bu Dewi.”

“O, bu Dewi itu sudah punya putri?”

“Iya, aku juga baru tahu setelah Dian mengatakannya.”

“Kok tiba-tiba bisa dekat dengan bu Dewi?”

“Entahlah, ada ceritanya, tapi maaf Mas, aku harus segera berangkat, aku mengajar di jam pertama.”

“Oh, maaf. Aku yang harus minta maaf. Baiklah, aku akan sempatkan mampir begitu waktuku luang.”

“Baik Mas, terima kasih.”

“Dari nak Radit?” tanya bu Cipto ketika Ratri sudah memasukkan ponselnya ke dalam tas, karena dia sudah siap mau berangkat mengajar.

“Iya Bu, hanya bilang karena sibuk, belum sempat datang ke rumah.”

“Iya lah, kita kan maklum, nak Radit itu dokter, tapi juga pengusaha. Ya sudah, kamu berangkat sana, nanti terlambat. Ibu mau ke depan, menunggu tukang sayur lewat. Nanti kamu pengin dimasakin apa?”

“Terserah Ibu saja. Ya sudah Bu, Ratri berangkat.

***

Di sekolah saat istirahat, Dewi memanggil Ratri untuk masuk ke ruangannya.

“Ada apa Bu?”

“Sepertinya undangan sudah siap, waktunya tinggal satu minggu, nanti bisa dibagikan ke murid-murid, agar diberikan kepada orang tua mereka.”

“Baik Bu, barangkali undangannya sudah ada di ruang guru.”

“Benar, tapi undangan untuk pak Radit akan saya titipkan sama bu Ratri saja.”

“Baik Bu, tapi sudah beberapa hari mas Radit tidak datang ke rumah, katanya sibuk. Nanti saya telpon saja supaya dia mengambil undangannya.”

“Saya juga mau cerita nih, sama bu Ratri.”

Ratri mengangkat wajahnya, menunggu.

“Pak Dian cerita apa sama bu Ratri?”

“Cerita apa ya? Sampai dia pulang kemarin, dia bahkan tidak datang, hanya menelpon untuk pamitan.”

“Tidak cerita tentang sebuah peristiwa ketika Pak Dian sedang bersama saya dan Arina di sebuah taman?”

“Hanya cerita jalan-jalan, lalu beli es krim, sudah.”

“Hanya itu?”

“Memangnya ada yang lain?”

“Ketika pak Dian sedang lari-larian di sebuah taman, tiba-tiba istri pak Dian datang.”

“Oh, kok Dian tidak cerita?”

“Dia datang dari arah belakang saya yang sedang duduk sendirian, lalu tiba-tiba menjambak rambut saya.”

“Ya Tuhan. Kenapa?”

“Saya tidak tahu, apa itu kelanjutan dari ketika dia marah-marah saat saya salah memanggil dia?”

“Dian melihatnya kan?”

“Pak Dian langsung memukulnya, kemudian menyuruh saya menjauh. Mereka berbincang agak lama, nggak tahu bicara apa.”

“Lalu ?”

“Lalu pak Dian kelihatannya memanggil taksi, meminta dia pergi, setelah itu ia mengantarkan kami pulang. Dari situ saya tahu bahwa pak Dian sedang dalam proses cerai dengan istrinya. Pak Dian sendiri yang mengatakannya.

“Iya, itu benar.”

Tiba-tiba terdengar ketukan pintu, lalu satpam sekolah masuk setelah dipersilakan.

“Bu, ada seorang wanita ingin bertemu Ibu.”

“Persilakan dia masuk.”

Dan betapa terkejutnya hati Dewi ketika melihat siapa yang datang.

***

Besok lagi ya.

48 comments:

  1. Replies
    1. manusang bu Tien, JP 15 kelihatan listi menyesal akankah penyesalannya berbuah manis....ntahlah tunggu lanjutannya......slm Aduhai

      Delete
  2. Replies

    1. 🏃‍♀️🏃‍♀️🏃‍♀️💃💃💃✈️✈️✈️💪🏼
      Alhamdulillah JePe_15 sdh tayang, matur nuwun sanget bu Tien.
      Salam SEROJA, dan tetap ADUHAI.

      Delete

  3. Alhamdulillah JANGAN PERGI~15 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  4. Matur nuwun mbak Tien-ku jangan pergi sudah tayang

    ReplyDelete
  5. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,

    ReplyDelete
  6. Sugeng ndalu Bu Tien, matur nuwun JP 15 sampun tayang

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah JP 14 sudah tayang
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh datang...
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat ..

    ReplyDelete
  9. Apa Listi datang menemui Dewi ya, dasar stress...
    Mudah mudahan Ratri -Radit lancar-lancar saja.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  10. Waduh apakah Listi yang datang ke tempat Dewi..?? Apa akan terjadi perang lagi antara Listi dan Dewi..???
    Salam sehat selalu utk Bu Tien.

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah sdh hadir mksh Bu Tien salam sehat selalu

    ReplyDelete
  12. Ya Allah singa betina lg sptnya yg dtg tuh
    Pokoknya penasaran nih bgmn kelanjutannya

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Ttp semangat yah menghibur kita2 dan ttp ADUHAI

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah... Terimakasih bund... Sehat selalu🧕

    ReplyDelete
  14. Waduuuh makin seru aja nih... bu tien tks... smg ibu tien sekeluarga sehat selalu

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah....
    Matur nuwun Bu Tien Kumala...

    Salam sehat selalu ya....

    ReplyDelete
  16. Terima kasih mbak Tien. Salam sejahtera.

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah sdh hadir matur nuwun mbak Tien Kumalasari dear, salam sehat selalu n tetep semangat injih, wassalam dari Pagelaran, Tanggamus- Lampung

    ReplyDelete
  18. Ada yang mengejutkan, bala prewangan ngumbar mala.
    Melas temen, kowé Wi, arep seneng seneng sithik diganggu, ketemu wong edan manèh.

    Arep ngendeg sidang yå susah, pêrkårå dua orang di wakili manèh, paling di usahakan; mudah mudahan bisa.
    Itu kalau mudah.
    Kalau yang nuntut nyabut, lha tinggal perjanjian.
    Hii malah menakutkan, kaya ngingu monster.

    tuh kan ke sekolahan lagi ih kali ini memohon-mohon dengan memelas, moga moga aja Radityo datang juga biar jelas dan lumayan buat jadi satpam mereka; kan dua dua nya di musuhi.

    Lha wong yang datang Bu Listyo lho, mau melihat jelas calon mantunya yang terpatri diangan angan sampai terbawa mimpi gitu lho.
    Bener apa tidak kata Radityo yang katanya sudah pernah makan siang di rumah Ratri.

    Terimakasih Bu Tien
    Jangan pergi yang kelima belas sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  19. Rupanya Listy datang ke sekolah ibu Dewi. Masih dendamkah dia? Semoga sudah tenang, sadar dan jadi orang baik2 ...
    Biarkan pak Dian melindungi 2 wanita sekaligus.

    Matur nuwun ibu Tien, Berkah Dalem.



    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga Listi sdh sadar dan baik baik saja ya bu Yustin..
      Kita tunggu bgmn kehidupan Listi selanjutnya..

      Delete
  20. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien, salam sehat selalu

    ReplyDelete
  21. Listi datang...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  22. Apakah yg datang listi... Tunggu aja kelanjutannya. . .trims Bu tien

    ReplyDelete
  23. Slmt pgii bunda Tien..terima ksih JP 15 nya..makin penasaran makin geretan..semoga diakhirnya bahagia semuanya..Slmsht sll unk bundaqu..🙏🥰🌹❤️

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat selalu Bunda Tien . .

    ReplyDelete
  25. Alhamdulilah..
    Tks bunda Tien..
    Semoga sehat dan bahagia selalu..

    ReplyDelete
  26. Kira kira siapa ya tamunya Bu Dewi?

    ReplyDelete
  27. Dewi Dian Listi dipusaran konflik......

    ReplyDelete
  28. Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu. Aduhai

    ReplyDelete
  29. Alhandulillah maturnuwun mbak Tien, semoga mbak Tien selalu sehat. Aamiiiiin

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 25

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  25 (Tien Kumalasari)   Saraswati menatap abdi setianya dengan pandangan aneh. Tangannya yang masih memegan...