Wednesday, October 26, 2022

JANGAN PERGI 09

 

JANGAN PERGI  09

(Tien Kumalasari)

 

Ratri menoleh ke arah laki-laki yang sedang sibuk memegang setir, dan mengucapkan kata-kata yang mengejutkannya. Dian yang kemudian juga menoleh kearahnya, tersenyum.

“Memang iya.”

“Apa yang ‘iya’ ?”

“Aku ingin berbagi sama kamu, karena entah kenapa, wajahmu yang sangat mirip sama dia, membuat aku ingin melakukannya. Bahkan ketika pertama kali aku melihatnya, kemudian jatuh hati, adalah karena dia sangat mirip sama kamu.”

Ratri tersenyum. Tapi dia tidak memperhatikan apa yang dikatakan Dian. Ia lebih mengingat ketika seorang wanita cantik setengah tua yang memanggilnya dengan sebuah nama, yang Ratri sudah lupa siapa, dan pastilah karena dia mirip orang yang dimaksud.

“Kenapa tersenyum?”

“Aku tiba-tiba ingat sesuatu, ketika kamu mengatakan bahwa aku mirip istri kamu.”

“Kamu bertemu dia?”

“Bukan. Ketika pada suatu hari, seorang ibu memanggil aku dengan nama seseorang, mm … siapa ya nama itu … dan tampak begitu yakin. Risti … atau siapa … gitu..”

Dian terkejut.

“Mungkin bukan Risti, tapi Listi …”

“Oh ya, mungkin, aku kurang begitu memperhatikan, tapi wanita itu menatap aku tak berkedip, bahkan agak lama. Eeh, tapi kenapa kamu begitu yakin dengan nama yang dia sebutkan? Mungkin juga Listi.”

“Listi adalah istri aku.”

Ratri membelalakkan matanya.

“Benarkah? Lalu siapa wanita itu? Ibunya kah?”

“Ibunya sudah meninggal beberapa tahun sebelum aku menikahi dia.”

“Jadi … siapa kira-kira wanita itu ya?”

“Mungkin kerabatnya, atau … entahlah. Aku tidak ingin membicarakannya lagi.”

Dian kemudian diam, fokus ke arah depan karena lalu lintas sedang ramai.

Lalu pembicaraan tentang istri Dian yang bernama Listi itu terhenti, karena Dian tak mau membicarakannya.

“Langsung ke rumah kamu ya,” kata Dian kemudian.

“Ya, pasti ibu sudah menunggu.”

Lalu Dian memacu mobilnya ke arah rumah Ratri.

***

Bu Cipto sedang duduk di teras bersama Radit, setelah selesai membersihkan meja dengan dibantu Radit, setelah Radit juga membantu mencuci piring kotor.

“Ratri kok lama ya, katanya hanya menemani makan temannya.”

“Mungkin masih asyik berbincang,” kata Radit yang sedikit cemburu.

“Mungkin Dian sama istrinya juga.”

Dan kalimat itu membuat Radit merasa lega. Dia kan sudah tahu kalau Dian sudah punya istri.

“Nak Radit pasti kapok main ke sini, karena disuruh cuci piring segala,” kata bu Cipto sambil meletakkan jus jeruk di meja teras.

“Tidak Bu, kan tidak ada yang menyuruh. Kemauan Radit sendiri kok. Kasihan melihat Ibu cuci piring sendiri.”

“Mengapa kasihan? Ibu sudah biasa melakukannya, dan masih kuat kok.”

“Iya, ibu memang hebat. Tapi sepertinya Radit mau segera pamit ya Bu,” kata Radit sambil meraih jus jeruk yang dihidangkan, dan meneguknya. Ia bisa meredakan hatinya yang sedikit kacau ketika mendengar Dewi mengatakan bahwa Ratri dijemput pacarnya. Tadi ia gelisah karena lupa bahwa Dian sudah punya istri. Tapi dari perbincangannya dengan bu Cipto, dia kemudian ingat, dan merasa tak perlu khawatir karena Dian bukan lagi bujangan.

“Buru-buru sih Nak?”

“Radit kan sudah lama di sini, sudah kenyang, nih, perut Radit sudah gendut.”

Namun sebelum Radit berdiri, terdengar langkah-langkah kaki mendekat.

“Tuh, baru pulang dia,” seru bu Cipto.

Radit menoleh, dan melihat Ratri mendekati rumah bersama seorang laki-laki gagah,  berewokan. Radit sudah menduga, pastilah dia yang namanya Dian.

“Eh, ada mas Radit?” Ratri berseru riang. Dian merasa, ada kegirangan pada teriakan Ratri.

Radit berdiri.

“Kenalkan Mas, ini Dian, teman sekolah aku yang sudah bertahun-tahun tidak ketemu, dan baru beberapa hari ini ketemu.”

“Dian, ini mas Radit, dokter sahabat ibuku.”

Radit agak kesal ketika Ratri memperkenalkan sebagai sahabat ibunya. Mengapa tidak bilang sahabatku, begitu kan lebih enak. Walau begitu mereka bersalaman dengan wajah-wajah ramah, dan saling menyebutkan nama.

“Ini Dian? Si bandel itu?” sela bu Cipto yang sedari tadi memperhatikan keduanya.

Dian segera mendekati bu Cipto, kemudian menyalaminya dan mencium tangannya.

“Saya Dian Bu, tapi sekarang tidak bandel kok,” kata Dian sambil tertawa.

“Ya ampuuun, benar-benar ibu pangling lho, kamu sangat berubah, dulu kecil, bandelnya bukan main, sekarang tinggi besar, ganteng,  berewokan begitu,” kata bu Cipto sambil menepuk-nepuk tangan Dian.

“Ibu bisa saja.”

“Ayo duduklah … duduklah … Nak Radit juga, ayo jangan buru-buru pulang.”

“Tapi_”

“Ayolah Mas, omong-omong dulu, biar kenal,” kata Ratri sambil menatap Radit, yang tentu saja dengan melihat tatapan itu, Radit tak bisa menolaknya.

Mereka berbincang dengan penuh keramahan, dan saling menceritakan kesibukan mereka masing-masing. Tapi tentu saja Dian tidak mengatakan bahwa kedatangannya di kota itu adalah sedang mengurus perceraiannya.

“Ibu sudah makan?” tanya Ratri yang lupa menanyakannya karena asyik berbincang.

“Sudah. Kamu tahu tidak, nak Radit menemani ibu makan, lalu membantu mencuci piring segala,” kata bu Cipto sambil menunjuk ke arah Radit.

Radit hanya tersenyum. Tapi Ratri terkejut mendengarnya.

“Ya ampuun, mas Radit cuci piring?”

“Ibu sudah melarangnya, tapi dia nekat.”

“Pasti capek, disini bekerja keras.”

“Ya enggak, aku kekenyangan, karena masakan ibu enak sekali,” jawab Radit.

“Tidak biasa cuci piring, pasti capek dong.”

“Sambil latihan, besok kalau sudah punya istri, bisa membantu istrinya bekerja di dapur,” kata bu Cipto.

“Laki-laki tidak pantas mencuci piring.”

“Kata siapa? Jaman sekarang laki-laki harus bisa mengerjakannya. Bukan seperti jaman kuna, laki-laki hanya berkewajiban menyerahkan uang belanja, lalu duduk manis di rumah, dilayani sang istri,” kata Radit.

“Dari mana Mas tahu keadaan jaman dulu?”

“Ibu cerita, dan aku juga sering membaca-baca buku jaman dulu.”

“Dian suka membantu istri di dapur kah?” tanya bu Cipto tiba-tiba.

Dian tertawa kecil.

“Tidak Bu, saya golongan laki-laki jaman dulu, duduk manis dan dilayani,” katanya kemudian tertawa keras, diiringi yang lainnya.

“Memang sih, laki-laki tidak berkewajiban membantu istri di dapur, tugasnya hanya mencari uang. Tapi jaman sudah berubah, ibu tidak bisa mencegahnya.”

Tanpa terasa mereka berbincang sampai sore, dan kemudian Dian dan Radit pulang bersama-sama.

“Lain kali Dian harus datang kemari bersama istri, ibu juga ingin kenal dengan istrimu lho,” kata bu Cipto ketika mengantarkan mereka di tangga teras.

Dian tersenyum tipis, hanya mengangguk, kemudian berdua melangkah ke luar halaman karena mobil mereka masing-masing diparkir di luar pagar.

***

“Apa Dian tidak datang bersama istrinya?” tanya bu Cipto ketika mereka sudah bersantai di rumah.

“Tidak Bu, dia dan istrinya berangkat sendiri-sendiri.”

“Tidak bersamaan?”

“Sesungguhnya mereka akan bercerai.”

Bu Cipto terkejut.

“Bercerai? Bukankah mereka belum lama menikah?”

“Baru tiga tahunan ini.”

“Mengapa bercerai? Anak jaman sekarang, menikah tanpa bekal keyakinan, akhirnya tidak bisa mempertahankan keutuhan rumah tangganya. Sungguh sangat disayangkan. Padahal sudah punya anak?”

“Belum Bu. Itulah permasalahannya sehingga mereka akan bercerai.”

“Karena tidak punya anak, lalu Dian akan menceraikan istrinya? Kejam sekali dia.”

“Bukan Bu, Dian tidak suka karena istrinya tidak mau punya anak.”

“Lhoh, bagaimana itu, seorang wanita bersuami, tapi tidak ingin punya anak?”

“Itulah kenyataannya. Bahkan dia menggugurkannya setiap hamil.”

“Aduuh, aduuuuh … “ bu Cipto geleng-geleng kepala.

"Ratri juga sangat menyayangkan tindakan istrinya itu."

“Yang ingin punya anak terkadang bertahun-tahun menunggu dan terus berusaha, kok yang mendapat karunia anak malah dilenyapkan. Sudah sepantasnya kalau Dian marah.”

“Iya Bu. Jadi dia berada di sini hanya menunggu persidangan, setelah itu dia akan kembali ke Jakarta.”

“Istrinya ada di sini?”

“Iya, tapi entahlah, Dian tidak mengatakannya dengan jelas.”

“Semoga segera mendapat hidayah.”

“Aamiin.”

“Kasihan Dian. Tapi tadi ketika berbincang bersama nak Radit, dia kelihatan senang.”

“Dia cerita saat makan tadi, dan sempat menitikkan air mata.”

“Benarkah?”

“Iya Bu, jadi kami keluar dari rumah makan setelah dia merasa tenang. Memang dia ingin ketemu Ratri tadi, hanya karena ingin berbagi.”

“Semoga segera mendapatkan ganti wanita yang baik dan mau menjadi ibu bagi anak-anaknya.”

“Aamiin.”

“Pantesan, tadi diam saja ketika ibu minta agar dia membawa istrinya kemari.”

“Dia bingung menjawabnya, karena ibu belum tahu cerita sesungguhnya.”

“Iya, pastinya.”

***

Pagi hari itu Ratri merasa heran karena Dewi menyapanya dengan ramah.

“Bu Ratri, pembangunan gedung itu kan sudah selesai.”

“Iya Bu, syukurlah.”

“Ketua Yayasan akan mengadakan syukuran pada peresmian gedung itu, dan akan mengundang pak Radit sebagai donatur.”

“Syukurlah Bu, kapan diadakan?”

“Menunggu kabar dari Ketua Yayasan, besok saya akan menemuinya. Saya juga sudah mengatakannya kepada pak Radit, bahwa beliau pasti akan diundang.”

“Iya Bu.”

“Kemarin kan pak Radit datang kemari, lalu mengantarkan saya pulang sampai ke rumah,” katanya sambil tersenyum senang.

“Apakah sudah ada undangannya?” tanya Ratri tanpa mempedulikan kata pamer dari sang ibu kepala sekolah.

“Belum, kan belum jelas kapan akan diadakan. Nanti saya akan minta bu Ratri untuk mengetik undangannya.”

“Baiklah Bu.”

“Oh ya, selamat ya Bu. Kemarin saya melihat pacar bu Ratri, ganteng banget, dan gagah.”

“Yang mana Bu?” tanya Ratri heran.

“Yang kemarin menjemput bu Ratri kan?”

“Oh, itu bukan pacar saya Bu, dia bekas teman sekolah saya.”

“Oh, kok saya belum pernah melihat dia menjemput bu Ratri.”

“Dia bekerja di Jakarta, kebetulan ini sedang pulang ke sini.”

“O, kirain pacar bu Ratri. Tapi bisa kan, lama-lama jadi pacar?”

“Tidak Bu, dia sudah punya istri,” kata Ratri dengan maksud membungkam bu Dewi atas perkataannya yang bukan-bukan.

“Ooh, sudah punya istri?”

Ada raut muka kecewa di wajah Dewi. Ia berharap Ratri memang sudah punya pacar, sehingga tidak menghalangi rasa kagumnya kepada Radit. Siapa tahu bisa jadian. Tapi sekarang tampaknya harapannya akan pupus. Tiba-tiba saja dia meningggalkan Ratri begitu saja, tanpa mengucap apapun lagi.

Ratri hanya menatapnya heran, lalu kembali ke kelas karena saatnya mengajar.

***

“Ratri, kamu sedang apa?” tanya Dian ketika malam-malam menelpon Ratri.

“Ini sudah di kamar, mau tidur. Ada apa?”

“Aku tadi bingung, ketika ibu mengatakan bahwa aku harus mengajak istri menemui ibu di sini.”

“Tidak apa-apa. Aku sudah mengatakan semuanya pada ibu.”

“Kamu mengatakan semuanya?”

“Iya, apa kamu keberatan?”

“Tidak sih.”

“Aku mengatakan pada ibu, supaya ibu tidak bertanya-tanya terus. Mengapa kesini tidak dengan istri, ada urusan apa lama di sini, sementara harus bekerja di Jakarta, dan sebagainya.”

“Jadi sekarang ibu sudah tahu semuanya?”

“Sudah. Tidak apa-apa. Ibu ikut prihatin, dan mendoakan, supaya kamu segera bisa menemukan seorang wanita yang mau menjadi ibu dari anak-anak kamu.”

“Bilang sama ibu, saya mengucapkan terima kasih.”

“Baiklah, nanti aku sampaikan.”

“Besok kamu ada acara tidak?”

“Besok? Oh ya, aku lupa, besok hari Minggu ya. Belum ada acara. Mungkin aku akan mengajak ibu jalan-jalan.”

“Aku antar ya?”

“Lhoh, nanti merepotkan dong.”

“Tidak, aku juga sedang bingung mau melakukan apa. Senang kalau besok bisa jalan-jalan bersama ibu dan juga kamu.”

“Nanti aku bilang sama ibu dulu, apakah ibu mau.”

“Mau dong, aku kan hanya mengantarkan. Sekitar jam sepuluh ya, aku samperin,” kata Dian setengah memaksa.

“Iya sih, lama aku tidak mengajak ibu jalan. Semoga saja ibu mau.”

Begitu Ratri meletakkan ponselnya, dering panggilan telpon terdengar lagi.

“Dari mas Radit?” katanya sambil mengangkat lagi ponselnya.

“Ya Mas,” sapa Ratri.

“Lagi bicara sama siapa? Aku telpon nggak nyambung-nyambung.”

“Dengan Dian.”

“Ooh, ini Tri, aku mau bilang, besok kita jalan-jalan ya, kalau ibu mau kita ajak sekalian.”

Ratri terkejut. Di hari yang sama dua orang mengajaknya jalan.

“Mau ya, Tri?”

“Anu Mas, baru saja  … Dian juga mengajak aku sama ibu jalan-jalan.”

Radit terdiam, dia tampak kecewa.

“Oh, ya sudah, tidak apa-apa. Bisa lain kali.”

“Mas Radit ikut saja sekalian. Malah bisa rame-rame lho Mas.”

“Gitu ya?”

“Iya, ibu pasti juga suka.”

“Jam berapa?”

“Dian bilang mau nyamperin jam sepuluh.”

“Baiklah, aku akan datang sebelum jam  sepuluh.”

***

Pagi itu jam sembilan pagi, Radit sudah rapi. Tidak apa-apa jalan bersama Dian juga, kan mereka hanya berteman. Radit juga ingin dianggap teman oleh Dian.

Ia baru mau pamit kepada ibunya, ketika tiba-tiba melihat seseorang datang, dan membuatnya terpana.

“Listi ?”

***

Besok lagi ya.

60 comments:

  1. 🌳🌺🍅🏃‍♂️❤️🏃‍♀️🍄💃☘️🌹
    Yessssss ...…... JePe_09 sdh tayang.....
    Terima kasih bu Tien...
    Listi oh Listi.... Dua cowok gantheng kau buat kecewa.........
    Yuk ... kita ikuti saja lanjutannya...........
    🌳🌺🍅🏃‍♂️❤️🏃‍♀️🍄💃☘️🌹

    Salam ADUHAI dari Kakek Habi Bandung ..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bingung bingung kupilih yg mana
      Karena smw istimewa
      Horee.... ADUHAI

      Delete
    2. Aku sengaja koment belakangan sj...gak ikut balapan

      Matur nuwun mbk Tien

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Ratri sdh datang

    ReplyDelete
  3. Replies
    1. Matur nuwun Uti Yanik didirong saka mburi dadi buanter mblayune
      Hahahaha

      Delete

  4. Alhamdulillah JANGAN PERGI~09 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sampun tayang, salam kangen dan salam sehat injih dari Lampung

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah bunda... tayang gasik bwt sangu bobok aliran tidur gasik... salam sehat kagem bunda

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah sdh tayang..... trimakasih bu Tien. Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  8. Nah... Benar saja, Listi datang..
    😟😟😟 Bisa gregetan nih episode besok...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pantesan Listi ga mau hamil udh 2 kali digugurkan/keguguran..
      krn punya rencana mau balik lg ke Radit..
      Semoga saja Radit tdk tertipu sm Listi...
      Semoga jodohnya kuat dg Ratri..
      Betul mbak..epsd selanjutnya tambah pinisirin ya...

      Delete
  9. Alhamdulillah....
    Matur nuwun Bu Tien Kumala....

    ReplyDelete
  10. slmt mlm bunda..terima ksih JP bya sdh hadir..slm sehat dan aduhai sll unk bunda..

    ReplyDelete
  11. Alhamdulilah..
    Tks bunda Tien..
    Salam aduhaai selalu..

    ReplyDelete
  12. Nah...ini baru seru, Listi diajak Radit kerumah Ratri, ketemu sama Dian ( kalau benar loh yaa). Tapi entahlah mbak Tien suka mbolak-mbalik lelakon, biar pada pinisirin, he he he he.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  13. Antara Ratri,Listi, Radit dan Dian...cinta segi 4 ini..😆 eh lupa si Dewi gmn..hihi

    Matur nuwun bunda Tien..makin seru nich..

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah, mtr nuwun bunda Tien . .

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah yg ditunggu sdh hadir mksh Bu Tien salam sehat selalu

    ReplyDelete
  16. Wah bakal seruu nih, kok bisa Ratri sama Listi ya.
    Semoga Radit mendapat yg terbaik.
    Terimakasih bu Tien.
    Salam sehat dari mBantul

    ReplyDelete
  17. Mudah"han listi terbongkar kelakuannya ... Dia sudah nikah

    ReplyDelete
  18. Jeng...jeng...mau apa Listi datang ke rumah Radit ingin kembali?

    ReplyDelete
  19. Oh listi kembali.....bagaimana kisah selanjutnya hanya Bu tienlah yg tau.....trims Bu tien

    ReplyDelete
  20. Waduh ..... Kok gitu ......

    Terimakasih bu Tien semoga bu Tien sehat selalu,

    ReplyDelete
  21. Aduh, Listi datang ingin balik ke Radit...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  22. Alhamdulilah, matur nuwun Bunda Tien. Salam sehat selalu...🙏🍒🦋

    ReplyDelete
  23. Wouw... Bakal rame jalan2 ber dua2 Radit - Listy, Dian - Risti atau ber 5 satu rombongan? Makin seru...

    Matur sembah nuwun ibu Tien, Berkah Dalem...

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah, wah semakin seruu... Sehat selalu Bund🧕

    ReplyDelete
  25. Serrruuuuu....matur suwun Bu Tien salam sehat selalu..🙏🙏🎉🎊💐🥀🌹🏵️💮🌸

    ReplyDelete
  26. Terimakasih ..Bu Tien.Apakah "Dian" ini yg ada di cerbung Roti Cinta?Benarkah Bu Tien?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Buka, ibu. Ini Dian Aryo Seno, bukan Ardian. Matur nuwun perhatiannya.

      Delete
  27. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin

    ReplyDelete
  28. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulilah..
      Tks bunda Tien..
      Semoga sehat selalu, bahagia dan tetap semangaat ya bunda.....

      Delete
  29. Ha ha ha terjebakah si Radit karena selama tiga tahun menghilang dan baru menampakan diri.
    Ratri seperti nya dipertahankan sama Bu Listyo karena waktu perjumpaan pertama yang santun, berbeda dengan Listi yang datang sorot matanya ada yang disembunyikan, tidak tulus kata Radit, tapikan Bu Listyo menginginkan segera ingin punya cucu.
    Apakah Bu Listyo mampu membaca; biasanya seorang ibu kan lebih peka menimbang pilihan calon menantu demi mendamba cucu, sampai Mira dihadirkan demi percepatan dambaannya, bisakah Radit menilai dengan jernih; bagaimana dia alasan mengabaikan Mira, dan membandingkan ketulusan antara Listi dan Ratri hinggamerasa nyaman bila dirumah Bu Cipto.
    Yå aja di banding bandingké tå, yå bédå mesthi né dasaré duwé lagèhan déwé déwé, sing biså nyêngsêmaké sing êndi, åpå Radit arep nyegå gorèng; wis anyêp di anget anget manèh, tanpå pertimbangan liyané. Asal nyambêr.
    Mangsané udan jéw selak kepingin ndusel.
    ADUHAI
    Nah lho itu pé èr mu Dit.

    Terimakasih Bu Tien
    Jangan pergi yang kesembilan sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waah...perlu transleter nih bc komen pa Nanang...hahaha...
      Lieurr pakde... teu ngartos..

      Yg penting Radit cepetan nyamber Ratri dlu yaaa pak..hehe....

      Delete
    2. Radit, åjå nyêgå gorèng di angêt angêt ah, luwih bêcik nyêga putih sing angêt kêbul kêbul, lawuhé åpå waé wéénaaak .....wis thå åjå mèlok mélok pak Nanang ....plis ......!!

      Delete
    3. Terjemahan :
      Radit, jangan makan nasi gorèng dingin yang dipanaskan ah ....nasi putih baru yang masih hangat ...lauknya apa saja eunaaak .....jangan ikut ikutan seperti pak Nanang ....plis

      Delete
    4. Tks pak Hadi translatenya..
      Setuju ya pa.. Radit pilih Ratri..
      Semoga tdk tergoda lg sm Listi yg nakal..

      Delete
  30. Alhamdulillah JP 09 sdh tayang
    Wah semakin seru ceritanya
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu
    Aamiin

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah..... Terima kasih Bu Tien, ceritanya semakin seru....

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien 🙏😊

    Bu Tien ,,,,knp Listi dtg ke rnh Radit,,,duh jd penasaran n gemes dg Listi,,,tolak ya Radit ,ayo segera ke rmh Risti,,🤣🤣🤣🤭

    Sehat wal'afiat ya bu Tienku 🤗🥰

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillah.
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  34. Matur nuwun maaf late coment, salam sehat dan tetep semangat injih mbakyu Tienkumalasari dari Tanggamus, Lampung

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 25

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  25 (Tien Kumalasari)   Saraswati menatap abdi setianya dengan pandangan aneh. Tangannya yang masih memegan...