JANGAN PERGI 09
(Tien Kumalasari)
Ratri menoleh ke arah laki-laki yang sedang sibuk
memegang setir, dan mengucapkan kata-kata yang mengejutkannya. Dian yang kemudian
juga menoleh kearahnya, tersenyum.
“Memang iya.”
“Apa yang ‘iya’ ?”
“Aku ingin berbagi sama kamu, karena entah kenapa,
wajahmu yang sangat mirip sama dia, membuat aku ingin melakukannya. Bahkan
ketika pertama kali aku melihatnya, kemudian jatuh hati, adalah karena dia
sangat mirip sama kamu.”
Ratri tersenyum. Tapi dia tidak memperhatikan apa yang dikatakan Dian. Ia lebih mengingat ketika
seorang wanita cantik setengah tua yang memanggilnya dengan sebuah nama, yang
Ratri sudah lupa siapa, dan pastilah karena dia mirip orang yang dimaksud.
“Kenapa tersenyum?”
“Aku tiba-tiba ingat sesuatu, ketika kamu mengatakan
bahwa aku mirip istri kamu.”
“Kamu bertemu dia?”
“Bukan. Ketika pada suatu hari, seorang ibu memanggil aku
dengan nama seseorang, mm … siapa ya nama itu … dan tampak begitu yakin. Risti …
atau siapa … gitu..”
Dian terkejut.
“Mungkin bukan Risti, tapi Listi …”
“Oh ya, mungkin, aku kurang begitu memperhatikan, tapi
wanita itu menatap aku tak berkedip, bahkan agak lama. Eeh, tapi kenapa kamu begitu
yakin dengan nama yang dia sebutkan? Mungkin juga Listi.”
“Listi adalah istri aku.”
Ratri membelalakkan matanya.
“Benarkah? Lalu siapa wanita itu? Ibunya kah?”
“Ibunya sudah meninggal beberapa tahun sebelum aku
menikahi dia.”
“Jadi … siapa kira-kira wanita itu ya?”
“Mungkin kerabatnya, atau … entahlah. Aku tidak ingin
membicarakannya lagi.”
Dian kemudian diam, fokus ke arah depan karena lalu
lintas sedang ramai.
Lalu pembicaraan tentang istri Dian yang bernama Listi
itu terhenti, karena Dian tak mau membicarakannya.
“Langsung ke rumah kamu ya,” kata Dian kemudian.
“Ya, pasti ibu sudah menunggu.”
Lalu Dian memacu mobilnya ke arah rumah Ratri.
***
Bu Cipto sedang duduk di teras bersama Radit, setelah
selesai membersihkan meja dengan dibantu Radit, setelah Radit juga membantu mencuci piring
kotor.
“Ratri kok lama ya, katanya hanya menemani makan
temannya.”
“Mungkin masih asyik berbincang,” kata Radit yang
sedikit cemburu.
“Mungkin Dian sama istrinya juga.”
Dan kalimat itu membuat Radit merasa lega. Dia kan
sudah tahu kalau Dian sudah punya istri.
“Nak Radit pasti kapok main ke sini, karena disuruh
cuci piring segala,” kata bu Cipto sambil meletakkan jus jeruk di meja teras.
“Tidak Bu, kan tidak ada yang menyuruh. Kemauan Radit
sendiri kok. Kasihan melihat Ibu cuci piring sendiri.”
“Mengapa kasihan? Ibu sudah biasa melakukannya, dan
masih kuat kok.”
“Iya, ibu memang hebat. Tapi sepertinya Radit mau
segera pamit ya Bu,” kata Radit sambil meraih jus jeruk yang dihidangkan, dan
meneguknya. Ia bisa meredakan hatinya yang sedikit kacau ketika mendengar Dewi mengatakan
bahwa Ratri dijemput pacarnya. Tadi ia gelisah karena lupa bahwa Dian sudah
punya istri. Tapi dari perbincangannya dengan bu Cipto, dia kemudian ingat, dan merasa tak
perlu khawatir karena Dian bukan lagi bujangan.
“Buru-buru sih Nak?”
“Radit kan sudah lama di sini, sudah kenyang, nih,
perut Radit sudah gendut.”
Namun sebelum Radit berdiri, terdengar langkah-langkah
kaki mendekat.
“Tuh, baru pulang dia,” seru bu Cipto.
Radit menoleh, dan melihat Ratri mendekati rumah
bersama seorang laki-laki gagah, berewokan. Radit sudah menduga, pastilah dia
yang namanya Dian.
“Eh, ada mas Radit?” Ratri berseru riang. Dian merasa,
ada kegirangan pada teriakan Ratri.
Radit berdiri.
“Kenalkan Mas, ini Dian, teman sekolah aku yang sudah
bertahun-tahun tidak ketemu, dan baru beberapa hari ini ketemu.”
“Dian, ini mas Radit, dokter sahabat ibuku.”
Radit agak kesal ketika Ratri memperkenalkan sebagai
sahabat ibunya. Mengapa tidak bilang sahabatku, begitu kan lebih enak. Walau
begitu mereka bersalaman dengan wajah-wajah ramah, dan saling menyebutkan nama.
“Ini Dian? Si bandel itu?” sela bu Cipto yang sedari
tadi memperhatikan keduanya.
Dian segera mendekati bu Cipto, kemudian menyalaminya
dan mencium tangannya.
“Saya Dian Bu, tapi sekarang tidak bandel kok,” kata Dian
sambil tertawa.
“Ya ampuuun, benar-benar ibu pangling lho, kamu sangat
berubah, dulu kecil, bandelnya bukan main, sekarang tinggi besar, ganteng, berewokan begitu,” kata bu Cipto sambil menepuk-nepuk tangan Dian.
“Ibu bisa saja.”
“Ayo duduklah … duduklah … Nak Radit juga, ayo jangan
buru-buru pulang.”
“Tapi_”
“Ayolah Mas, omong-omong dulu, biar kenal,” kata Ratri sambil menatap Radit, yang tentu saja dengan melihat tatapan itu, Radit tak
bisa menolaknya.
Mereka berbincang dengan penuh keramahan, dan saling
menceritakan kesibukan mereka masing-masing. Tapi tentu saja Dian tidak
mengatakan bahwa kedatangannya di kota itu adalah sedang mengurus
perceraiannya.
“Ibu sudah makan?” tanya Ratri yang lupa menanyakannya
karena asyik berbincang.
“Sudah. Kamu tahu tidak, nak Radit menemani ibu makan,
lalu membantu mencuci piring segala,” kata bu Cipto sambil menunjuk ke arah
Radit.
Radit hanya tersenyum. Tapi Ratri terkejut mendengarnya.
“Ya ampuun, mas Radit cuci piring?”
“Ibu sudah melarangnya, tapi dia nekat.”
“Pasti capek, disini bekerja keras.”
“Ya enggak, aku kekenyangan, karena masakan ibu enak
sekali,” jawab Radit.
“Tidak biasa cuci piring, pasti capek dong.”
“Sambil latihan, besok kalau sudah punya istri, bisa
membantu istrinya bekerja di dapur,” kata bu Cipto.
“Laki-laki tidak pantas mencuci piring.”
“Kata siapa? Jaman sekarang laki-laki harus bisa
mengerjakannya. Bukan seperti jaman kuna, laki-laki hanya berkewajiban
menyerahkan uang belanja, lalu duduk manis di rumah, dilayani sang istri,” kata
Radit.
“Dari mana Mas tahu keadaan jaman dulu?”
“Ibu cerita, dan aku juga sering membaca-baca buku
jaman dulu.”
“Dian suka membantu istri di dapur kah?” tanya bu
Cipto tiba-tiba.
Dian tertawa kecil.
“Tidak Bu, saya golongan laki-laki jaman dulu, duduk
manis dan dilayani,” katanya kemudian tertawa keras, diiringi yang lainnya.
“Memang sih, laki-laki tidak berkewajiban membantu
istri di dapur, tugasnya hanya mencari uang. Tapi jaman sudah berubah, ibu
tidak bisa mencegahnya.”
Tanpa terasa mereka berbincang sampai sore, dan
kemudian Dian dan Radit pulang bersama-sama.
“Lain kali Dian harus datang kemari bersama istri, ibu
juga ingin kenal dengan istrimu lho,” kata bu Cipto ketika mengantarkan mereka
di tangga teras.
Dian tersenyum tipis, hanya mengangguk, kemudian
berdua melangkah ke luar halaman karena mobil mereka masing-masing diparkir di
luar pagar.
***
“Apa Dian tidak datang bersama istrinya?” tanya bu
Cipto ketika mereka sudah bersantai di rumah.
“Tidak Bu, dia dan istrinya berangkat sendiri-sendiri.”
“Tidak bersamaan?”
“Sesungguhnya mereka akan bercerai.”
Bu Cipto terkejut.
“Bercerai? Bukankah mereka belum lama menikah?”
“Baru tiga tahunan ini.”
“Mengapa bercerai? Anak jaman sekarang, menikah tanpa
bekal keyakinan, akhirnya tidak bisa mempertahankan keutuhan rumah tangganya.
Sungguh sangat disayangkan. Padahal sudah punya anak?”
“Belum Bu. Itulah permasalahannya sehingga mereka akan
bercerai.”
“Karena tidak punya anak, lalu Dian akan menceraikan
istrinya? Kejam sekali dia.”
“Bukan Bu, Dian tidak suka karena istrinya tidak mau
punya anak.”
“Lhoh, bagaimana itu, seorang wanita bersuami, tapi
tidak ingin punya anak?”
“Itulah kenyataannya. Bahkan dia menggugurkannya
setiap hamil.”
“Aduuh, aduuuuh … “ bu Cipto geleng-geleng kepala.
"Ratri juga sangat menyayangkan tindakan istrinya itu."
“Yang ingin punya anak terkadang bertahun-tahun
menunggu dan terus berusaha, kok yang mendapat karunia anak malah dilenyapkan.
Sudah sepantasnya kalau Dian marah.”
“Iya Bu. Jadi dia berada di sini hanya menunggu
persidangan, setelah itu dia akan kembali ke Jakarta.”
“Istrinya ada di sini?”
“Iya, tapi entahlah, Dian tidak mengatakannya dengan
jelas.”
“Semoga segera mendapat hidayah.”
“Aamiin.”
“Kasihan Dian. Tapi tadi ketika berbincang bersama nak
Radit, dia kelihatan senang.”
“Dia cerita saat makan tadi, dan sempat menitikkan air
mata.”
“Benarkah?”
“Iya Bu, jadi kami keluar dari rumah makan setelah dia
merasa tenang. Memang dia ingin ketemu Ratri tadi, hanya karena ingin berbagi.”
“Semoga segera mendapatkan ganti wanita yang baik dan
mau menjadi ibu bagi anak-anaknya.”
“Aamiin.”
“Pantesan, tadi diam saja ketika ibu minta agar dia
membawa istrinya kemari.”
“Dia bingung menjawabnya, karena ibu belum tahu cerita
sesungguhnya.”
“Iya, pastinya.”
***
Pagi hari itu Ratri merasa heran karena Dewi
menyapanya dengan ramah.
“Bu Ratri, pembangunan gedung itu kan sudah selesai.”
“Iya Bu, syukurlah.”
“Ketua Yayasan akan mengadakan syukuran pada peresmian
gedung itu, dan akan mengundang pak Radit sebagai donatur.”
“Syukurlah Bu, kapan diadakan?”
“Menunggu kabar dari Ketua Yayasan, besok saya akan
menemuinya. Saya juga sudah mengatakannya kepada pak Radit, bahwa beliau pasti
akan diundang.”
“Iya Bu.”
“Kemarin kan pak Radit datang kemari, lalu
mengantarkan saya pulang sampai ke rumah,” katanya sambil tersenyum senang.
“Apakah sudah ada undangannya?” tanya Ratri tanpa
mempedulikan kata pamer dari sang ibu kepala sekolah.
“Belum, kan belum jelas kapan akan diadakan. Nanti
saya akan minta bu Ratri untuk mengetik undangannya.”
“Baiklah Bu.”
“Oh ya, selamat ya Bu. Kemarin saya melihat pacar bu
Ratri, ganteng banget, dan gagah.”
“Yang mana Bu?” tanya Ratri heran.
“Yang kemarin menjemput bu Ratri kan?”
“Oh, itu bukan pacar saya Bu, dia bekas teman sekolah
saya.”
“Oh, kok saya belum pernah melihat dia menjemput bu
Ratri.”
“Dia bekerja di Jakarta, kebetulan ini sedang pulang
ke sini.”
“O, kirain pacar bu Ratri. Tapi bisa kan, lama-lama
jadi pacar?”
“Tidak Bu, dia sudah punya istri,” kata Ratri dengan
maksud membungkam bu Dewi atas perkataannya yang bukan-bukan.
“Ooh, sudah punya istri?”
Ada raut muka kecewa di wajah Dewi. Ia berharap Ratri
memang sudah punya pacar, sehingga tidak menghalangi rasa kagumnya kepada
Radit. Siapa tahu bisa jadian. Tapi sekarang tampaknya harapannya akan pupus.
Tiba-tiba saja dia meningggalkan Ratri begitu saja, tanpa mengucap apapun lagi.
Ratri hanya menatapnya heran, lalu kembali ke kelas
karena saatnya mengajar.
***
“Ratri, kamu sedang apa?” tanya Dian ketika
malam-malam menelpon Ratri.
“Ini sudah di kamar, mau tidur. Ada apa?”
“Aku tadi bingung, ketika ibu mengatakan bahwa aku
harus mengajak istri menemui ibu di sini.”
“Tidak apa-apa. Aku sudah mengatakan semuanya pada
ibu.”
“Kamu mengatakan semuanya?”
“Iya, apa kamu keberatan?”
“Tidak sih.”
“Aku mengatakan pada ibu, supaya ibu tidak
bertanya-tanya terus. Mengapa kesini tidak dengan istri, ada urusan apa lama di
sini, sementara harus bekerja di Jakarta, dan sebagainya.”
“Jadi sekarang ibu sudah tahu semuanya?”
“Sudah. Tidak apa-apa. Ibu ikut prihatin, dan mendoakan,
supaya kamu segera bisa menemukan seorang wanita yang mau menjadi ibu dari anak-anak
kamu.”
“Bilang sama ibu, saya mengucapkan terima kasih.”
“Baiklah, nanti aku sampaikan.”
“Besok kamu ada acara tidak?”
“Besok? Oh ya, aku lupa, besok hari Minggu ya. Belum
ada acara. Mungkin aku akan mengajak ibu jalan-jalan.”
“Aku antar ya?”
“Lhoh, nanti merepotkan dong.”
“Tidak, aku juga sedang bingung mau melakukan apa.
Senang kalau besok bisa jalan-jalan bersama ibu dan juga kamu.”
“Nanti aku bilang sama ibu dulu, apakah ibu mau.”
“Mau dong, aku kan hanya mengantarkan. Sekitar jam
sepuluh ya, aku samperin,” kata Dian setengah memaksa.
“Iya sih, lama aku tidak mengajak ibu jalan. Semoga
saja ibu mau.”
Begitu Ratri meletakkan ponselnya, dering panggilan
telpon terdengar lagi.
“Dari mas Radit?” katanya sambil mengangkat lagi
ponselnya.
“Ya Mas,” sapa Ratri.
“Lagi bicara sama siapa? Aku telpon nggak
nyambung-nyambung.”
“Dengan Dian.”
“Ooh, ini Tri, aku mau bilang, besok kita jalan-jalan
ya, kalau ibu mau kita ajak sekalian.”
Ratri terkejut. Di hari yang sama dua orang
mengajaknya jalan.
“Mau ya, Tri?”
“Anu Mas, baru saja … Dian juga mengajak aku sama ibu
jalan-jalan.”
Radit terdiam, dia tampak kecewa.
“Oh, ya sudah, tidak apa-apa. Bisa lain kali.”
“Mas Radit ikut saja sekalian. Malah bisa rame-rame
lho Mas.”
“Gitu ya?”
“Iya, ibu pasti juga suka.”
“Jam berapa?”
“Dian bilang mau nyamperin jam sepuluh.”
“Baiklah, aku akan datang sebelum jam sepuluh.”
***
Pagi itu jam sembilan pagi, Radit sudah rapi. Tidak
apa-apa jalan bersama Dian juga, kan mereka hanya berteman. Radit juga ingin
dianggap teman oleh Dian.
Ia baru mau pamit kepada ibunya, ketika tiba-tiba
melihat seseorang datang, dan membuatnya terpana.
“Listi ?”
***
Besok lagi ya.
🌳🌺🍅🏃♂️❤️🏃♀️🍄💃☘️🌹
ReplyDeleteYessssss ...…... JePe_09 sdh tayang.....
Terima kasih bu Tien...
Listi oh Listi.... Dua cowok gantheng kau buat kecewa.........
Yuk ... kita ikuti saja lanjutannya...........
🌳🌺🍅🏃♂️❤️🏃♀️🍄💃☘️🌹
Salam ADUHAI dari Kakek Habi Bandung ..
Hore kakek habi juara 1
DeleteBingung bingung kupilih yg mana
DeleteKarena smw istimewa
Horee.... ADUHAI
Aku sengaja koment belakangan sj...gak ikut balapan
DeleteMatur nuwun mbk Tien
Alhamdulillah
ReplyDeleteMtrnwn
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Ratri sdh datang
ReplyDeleteAlhamdulillah...terimakasih
ReplyDeleteKakek nomer satu
ReplyDeleteMatur nuwun Uti Yanik didirong saka mburi dadi buanter mblayune
DeleteHahahaha
Alhamdulillah
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdulillah JANGAN PERGI~09 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteAlhamdulillah sdh tayang lagi
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien
Sugeng ndalu matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteMatur nuwun mbakyu Tienkumalasari sampun tayang, salam kangen dan salam sehat injih dari Lampung
ReplyDeleteAlhamdulillah bunda... tayang gasik bwt sangu bobok aliran tidur gasik... salam sehat kagem bunda
ReplyDeletealhamdulilkah 🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah sdh tayang..... trimakasih bu Tien. Salam sehat selalu
ReplyDeleteNah... Benar saja, Listi datang..
ReplyDelete😟😟😟 Bisa gregetan nih episode besok...
Pantesan Listi ga mau hamil udh 2 kali digugurkan/keguguran..
Deletekrn punya rencana mau balik lg ke Radit..
Semoga saja Radit tdk tertipu sm Listi...
Semoga jodohnya kuat dg Ratri..
Betul mbak..epsd selanjutnya tambah pinisirin ya...
Alhamdulillah....
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien Kumala....
slmt mlm bunda..terima ksih JP bya sdh hadir..slm sehat dan aduhai sll unk bunda..
ReplyDeleteAlhamdulilah..
ReplyDeleteTks bunda Tien..
Salam aduhaai selalu..
🙏🙏🥰🥰🌹🌹❤️🎉
ReplyDeleteNah...ini baru seru, Listi diajak Radit kerumah Ratri, ketemu sama Dian ( kalau benar loh yaa). Tapi entahlah mbak Tien suka mbolak-mbalik lelakon, biar pada pinisirin, he he he he.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Antara Ratri,Listi, Radit dan Dian...cinta segi 4 ini..😆 eh lupa si Dewi gmn..hihi
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien..makin seru nich..
Alhamdulillah, mtr nuwun bunda Tien . .
ReplyDeleteAlhamdulillah yg ditunggu sdh hadir mksh Bu Tien salam sehat selalu
ReplyDeleteWah bakal seruu nih, kok bisa Ratri sama Listi ya.
ReplyDeleteSemoga Radit mendapat yg terbaik.
Terimakasih bu Tien.
Salam sehat dari mBantul
Mudah"han listi terbongkar kelakuannya ... Dia sudah nikah
ReplyDeleteJeng...jeng...mau apa Listi datang ke rumah Radit ingin kembali?
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteOh listi kembali.....bagaimana kisah selanjutnya hanya Bu tienlah yg tau.....trims Bu tien
ReplyDeleteWaduh ..... Kok gitu ......
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien semoga bu Tien sehat selalu,
Alhamdulillah
ReplyDeleteAduh, Listi datang ingin balik ke Radit...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
Alhamdulilah, matur nuwun Bunda Tien. Salam sehat selalu...🙏🍒🦋
ReplyDeleteWouw... Bakal rame jalan2 ber dua2 Radit - Listy, Dian - Risti atau ber 5 satu rombongan? Makin seru...
ReplyDeleteMatur sembah nuwun ibu Tien, Berkah Dalem...
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah, wah semakin seruu... Sehat selalu Bund🧕
ReplyDeleteSerrruuuuu....matur suwun Bu Tien salam sehat selalu..🙏🙏🎉🎊💐🥀🌹🏵️💮🌸
ReplyDeleteTerimakasih ..Bu Tien.Apakah "Dian" ini yg ada di cerbung Roti Cinta?Benarkah Bu Tien?
ReplyDeleteBuka, ibu. Ini Dian Aryo Seno, bukan Ardian. Matur nuwun perhatiannya.
DeleteHallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,
Alhamdulilah..
DeleteTks bunda Tien..
Semoga sehat selalu, bahagia dan tetap semangaat ya bunda.....
Ha ha ha terjebakah si Radit karena selama tiga tahun menghilang dan baru menampakan diri.
ReplyDeleteRatri seperti nya dipertahankan sama Bu Listyo karena waktu perjumpaan pertama yang santun, berbeda dengan Listi yang datang sorot matanya ada yang disembunyikan, tidak tulus kata Radit, tapikan Bu Listyo menginginkan segera ingin punya cucu.
Apakah Bu Listyo mampu membaca; biasanya seorang ibu kan lebih peka menimbang pilihan calon menantu demi mendamba cucu, sampai Mira dihadirkan demi percepatan dambaannya, bisakah Radit menilai dengan jernih; bagaimana dia alasan mengabaikan Mira, dan membandingkan ketulusan antara Listi dan Ratri hinggamerasa nyaman bila dirumah Bu Cipto.
Yå aja di banding bandingké tå, yå bédå mesthi né dasaré duwé lagèhan déwé déwé, sing biså nyêngsêmaké sing êndi, åpå Radit arep nyegå gorèng; wis anyêp di anget anget manèh, tanpå pertimbangan liyané. Asal nyambêr.
Mangsané udan jéw selak kepingin ndusel.
ADUHAI
Nah lho itu pé èr mu Dit.
Terimakasih Bu Tien
Jangan pergi yang kesembilan sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Waah...perlu transleter nih bc komen pa Nanang...hahaha...
DeleteLieurr pakde... teu ngartos..
Yg penting Radit cepetan nyamber Ratri dlu yaaa pak..hehe....
Radit, åjå nyêgå gorèng di angêt angêt ah, luwih bêcik nyêga putih sing angêt kêbul kêbul, lawuhé åpå waé wéénaaak .....wis thå åjå mèlok mélok pak Nanang ....plis ......!!
DeleteTerjemahan :
DeleteRadit, jangan makan nasi gorèng dingin yang dipanaskan ah ....nasi putih baru yang masih hangat ...lauknya apa saja eunaaak .....jangan ikut ikutan seperti pak Nanang ....plis
Tks pak Hadi translatenya..
DeleteSetuju ya pa.. Radit pilih Ratri..
Semoga tdk tergoda lg sm Listi yg nakal..
Alhamdulillah JP 09 sdh tayang
ReplyDeleteWah semakin seru ceritanya
Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu
Aamiin
Alhamdulillah..... Terima kasih Bu Tien, ceritanya semakin seru....
ReplyDeleteMakasih mba Tien
ReplyDeleteSelalu ramai
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun bu Tien 🙏😊
ReplyDeleteBu Tien ,,,,knp Listi dtg ke rnh Radit,,,duh jd penasaran n gemes dg Listi,,,tolak ya Radit ,ayo segera ke rmh Risti,,🤣🤣🤣🤭
Sehat wal'afiat ya bu Tienku 🤗🥰
Alhamdulillah.
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Matur nuwun maaf late coment, salam sehat dan tetep semangat injih mbakyu Tienkumalasari dari Tanggamus, Lampung
ReplyDelete