Tuesday, October 25, 2022

JANGAN PERGI 08

 

JANGAN PERGI  08

(Tien Kumalasari)

 

Dewi sangat senang, melihat wajah Radit muram dan gelap. Ia terus mengomporinya. Memang dia tadi yang meminta agar Radit datang. Niat yang sebenarnya adalah ingin memanas-manasi hati  Radit ketika dia melihat Ratri dijemput laki-laki lain.

“Pak Radit, maukah duduk sebentar di ruangan saya?”

“Apakah ada hal penting yang ingin bu Dewi bicarakan?” tanya Radit untuk menutupi hatinya yang sebenarnya sedang galau.

“Tidak sangat penting, tapi pak Radit perlu tahu,” katanya sambil berjalan masuk, dan mau tak mau Radit mengikutinya.

Mereka duduk di ruangan Dewi, dan Dewi merasa senang bukan main. Dewi mengambilkan minuman dingin dari kulkas, dan diletakkannya di meja.

“Silakan diminum, pak Radit,” katanya sambil duduk di depan Radit.

Radit meraih botol itu dan meneguknya beberapa teguk, berharap rasa membara di dadanya akan segera sirna.

“Pembangunan begitu cepat, saya harus bersyukur,” kata Dewi sambil mengulaskan senyum termanis yang dimilikinya.

“Saya juga senang. Apakah masih ada yang kurang?”

“Hanya soal jendela ruangan saya ini, tapi pak Radit tidak usah memikirkannya, karena saya sudah bicara sama mandornya bahkan sudah memberikan uangnya.”

“Oh, begitu.”

“Ketua Yayasan akan segera meresmikan gedung baru itu, dan mengadakan pesta kecil-kecilan untuk merayakannya.”

“Bagus. Semoga sukses acaranya. Kapan?”

“Kami sedang membicarakannya, menunggu keputusan Ketua Yayasan. Mungkin dalam Minggu depan ini.”

Radit mengangguk.

“Kalau tidak ada yang ingin dibicarakan lagi, saya permisi dulu ya Bu.”

“Kenapa buru-buru?”

“Saya masih ada urusan lain. Sebenarnya tadi mau nyamperin Ratri.”

“Sayang sekali, bu Ratri sudah lebih dulu dijemput pacarnya. Sungguh beruntung bu Ratri itu, bisa menemukan pacar yang begitu ganteng. Semoga kelak kalau menikah, saya diundang juga,” Dewi menyalakan lagi bara yang hampir padam.

Radit berdiri.

“Benar nih, mau pergi? Bolehkah saya numpang?” Dewi semakin nekat.

“Silakan. Bu,” mau tak mau Radit mempersilakannya. Masa sih menolak?

Dewi ingin menari kegirangan. Akhirnya bisa berduaan dengan pria yang dikaguminya.

Mereka berjalan beriringan menuju mobil Radit yang diparkir di pinggir jalan.

“Mengapa tidak dimasukkan ke halaman saja, mobilnya?”

“Tidak apa-apa, biar bisa cepat pulangnya, tidak usah muter,” jawab Radit.

***

Ratri dan Dian sedang duduk di sebuah rumah makan. Hanya dengan cara makan berdua mereka bisa berbincang.

“Ibuku ingin ketemu kamu Dian,” kata Ratri.

“Benarkah?”

“Iya, kata ibu, kamu diingatnya sebagai anak bengal yang suka mengganggu teman-teman.”

Dian tertawa. Tapi Ratri merasa, bahwa tawa Dian bukanlah benar-benar sebuah tawa gembira. Ada kesedihan yang tersembunyi di balik tawa itu.

“Kamu mau cerita apa? Katamu tadi mau cerita,” kata Ratri memancing, barangkali Dian mau berbagi atas beban yang disandangnya.

“Hidupku itu sangat tidak beruntung.”

“Kenapa? Bukankah semua yang kita terima harus kita syukuri?”

“Terkadang bisa begitu, tapi kalau terasa berat, pasti juga akan mengeluh ‘berat’.

“Kamu datang ke sini bersama istri kamu?”

“Tidak. Kami sedang mengurus perceraian.”

“Apa? Usia pernikahan baru tiga tahun dan kamu akan bercerai?”

“Apa boleh buat,” Dian mengeluh.

“Tidak adakah jalan untuk keluar dari masalah? Apapun masalah kan sebenarnya bisa diurai agar bisa kembali menjadi baik.”

“Tidak semudah itu.”

“Sangat berat?”

“Menyangkut kepribadian masing-masing yang tidak bisa disatukan kembali.”

“Ketika mau menikah, bukankah harus saling mengenal pribadi masing-masing? Kalau tidak sesuai bisa dipikirkan di awal bukan?”

“Kami menikah karena kecelakaan.”

“What?”

“Awalnya di sebuah pesta. Aku tertarik pada seorang gadis yang saat itu datang sendirian. Kami berbincang, lalu seorang teman mencekoki kami dengan obat yang entah bagaimana caranya, kemudian membuat kami mabuk, lalu lupa segala-galanya.

Ratri menutup mulutnya untuk mencegah agar dirinya tidak berteriak. Kejadian yang kemudian terjadi sangat membuatnya miris.

“Tapi aku bukan orang yang tak bertanggung jawab. Aku nikahi gadis itu, lalu aku membawanya ke Jakarta.”

Ratri mengangguk senang, karena sahabatnya adalah orang yang bertanggung jawab.

“Kami hidup berbahagia, karena pada awalnya aku memang menyukai dia. Tiga bulan setelah itu, istri aku keguguran.”

Ratri kembali menutup mulutnya.

“Aku sangat menyayangkan kejadian itu, karena kehadiran seorang anak, bagiku adalah hal yang membahagiakan.  Rupanya hanya aku yang sedih karena kehilangan, sedangkan istriku tidak. Ia mengatakan bahwa biarlah keguguran, karena kalau tidak, maka akan ketahuan kalau dia hamil sebelum menikah. Walau alasannya diluar akal sehatku, tapi aku masih bisa menerimanya.”

Ratri meneguk minumannya. Cerita sahabatnya sangat membuatnya tertarik. Ia heran, kalau memang cinta, mengapa harus bercerai?

“Dua tahun lamanya aku menunggu, istriku belum hamil juga. Aku mengajaknya ke dokter untuk memeriksa kesehatan kandungannya, tapi dia selalu menolak. Katanya masih enak begini, biar seperti orang pacaran terus. Setengah tahun setelah itu, istriku hamil lagi. Aku sangat bahagia. Aku manjakan dia, aku berikan apa yang dia minta. Tapi kemudian, pada suatu hari....

“Pak Dian, saya baru saja melihat bu Dian ada di rumah sakit,” kata salah seorang staf di kantorku. Aku sangat terkejut. Aku memburunya ke rumah sakit setelah dia memberi tahu alamatnya.

Aku cari istriku di rumah sakit itu, dan aku mendapat keterangan dari seorang perawat, bahwa istriku sedang di kuret.

“Kenapa?” tanyaku terkejut.

“Silakan Bapak menemui dokternya.

Setengah berlari aku menemui istriku yang masih ada di ruang operasi. Dia belum sadar. Lalu aku mencari dokternya.

“Apa yang terjadi Dok?” tanyaku.

“Istri Bapak berusaha menggugurkan kandungan.”

Aku merasa bumi yang aku pijak bergoyang-goyang. Aku memegangi pegangan sofa di ruang dokter itu, untuk menahan tubuhku agar tidak terjatuh.

“Ketika istri Bapak datang kemari, dia sudah dalam keadaan perdarahan. Kami meng kuretnya untuk membersihkan rahimnya. Maaf saya tidak tahu harus menghubungi siapa, karena istri Bapak mengatakan bahwa dia sendirian di sini, dan segala sesuatu yang terjadi akan ditanggungnya sendiri.”

Hanya sehari istriku di rumah sakit. Aku diamkan dia karena aku sangat marah. Tapi aku kemudian menegurnya karena tidak bisa lagi menahan kemarahan aku.

“Mengapa kamu menggugurkan kandungan kamu?”

“Aku tidak ingin punya anak,” jawabnya dengan santai, dan membuat kemarahan aku semakin memuncak. Tanganku hampir aku ayunkan untuk menamparnya, tapi aku masih bisa menahannya.

“Kamu seorang perempuan, seorang istri, dan tidak ingin menjadi ibu?”

“Aku tidak ingin. Kehadiran seorang anak membuat aku susah untuk bergerak, tidak bebas melakukan apa saja,” ia masih menjawab dengan sangat tenang.

“Jangan-jangan waktu pertama kali kamu keguguran itu, kamu juga sengaja menggugurkannya,” tuduhku.

“Memang benar.”

Aku sangat marah, aku tak bisa menahan kemarahan aku, aku menamparnya berkali-kali, membuatnya terduduk di lantai sambil menangis. Tapi aku tak peduli. Kesabaran aku sudah habis, aku sudah sampai pada titik, dimana aku harus melemparkannya jauh-jauh dari kehidupan aku.

“Aku benci kamu!” teriakku, lalu aku meninggalkan rumah, bahkan sampai berhari-hari lamanya.

Ratri menatap sahabatnya dengan iba. Ia bisa mengerti Dian semarah itu. Dua kali dia melenyapkan janin dalam rahimnya.

“Mungkin sebelumnya dia sudah melakukannya. Bahkan berkali-kali, entahlah. Tapi memiliki seorang istri yang memiliki pemikiran seperti itu, membuatku sangat menyesal,” Dian menunduk, ada titik air mata terjauh.

Ratri mengulurkan selembar tissue.

“Aku menyesal sekali,” keluhnya pilu.

“Banyak sekali kejadian yang harus kita lalui dalam hidup ini Dian, tapi kita harus menerimanya. Kamu harus bisa melewatinya, karena yang terjadi memang harus terjadi. Barangkali inilah yang disebut takdir, bisakah manusia menghindarinya? Kamu harus tegar. Bahwa kamu sebenarnya sangat mencintai istri kamu, kamu harus bisa memendamnya dalam hati kamu, menjadikannya cinta abadi yang kepergiannya tidak harus selalu disesali.”

Dian menatap Ratri, masih dengan mata berkaca-kaca.

“Bertemu denganmu, membuat aku merasa bahwa ini adalah anugerah,” bisik Dian.

“Kita adalah teman, ada baiknya kita berbagi, untuk sedikit mengurangi beban. Ya sudah, kamu harus bisa melepaskannya, agar kamu bisa kembali menjalani hidup kamu dengan lebih tenang.”

“Aku tidak mengira, kamu bisa mengucapkan banyak kata bijak untuk aku.”

“Semua orang bisa mengatakannya. Bukankah itu pelajaran dalam hidup setiap manusia?”

Dian mengangguk, menatap Ratri masih dengan pandangan pilu.

“Setelah ini kita jalan-jalan sebentar ya, agar aku merasa lebih tenang, setelah itu baru ke rumah kamu untuk menemui ibu kamu, saat wajahku sudah lebih terang,” kata Dian.

“Baiklah, aku temani kamu dulu.”

***

Walau dengan hati berat, Radit terpaksa mengantarkan bu Dewi sampai ke rumahnya. Ia memberhentikan mobilnya di depan pagar besi di depan rumah Dewi.

“Pak Radit, maukah singgah sebentar saja?” tawar Dewi sebelum turun.

“Sudah siang bu Dewi, saya masih banyak pekerjaan.”

“Saya ingin pak Radit sesekali singgah di rumah saya, masa tidak mau sih?” rayu Dewi.

“Bukannya tidak mau, tapi pekerjaan saya banyak. Lain kali saja ya Bu,” kata Radit.

“Benar nih, nggak mau turun?”

“Saya minta maaf untuk kali ini.”

“Berarti lain kali mau dong.”

Radit hanya mengangguk. Kemudian dia turun dan membukakan pintu untuk Dewi. Dewi senang sekali. Sebelum Radit kembali naik ke atas mobil, Dewi menyalaminya erat sekali. Radit harus melepaskan tangannya dengan paksa karena Dewi seakan tak mau melepaskannya.

“Pak Radit, besok kalau peresmian gedung baru di sekolah, saya minta pak Radit datang lho. Ini bukan permintaan saya, tapi permintaan Ketua Yayasan. Nanti akan saya sampaikan undangan resminya.”

“Semoga saya bisa menghadirinya Bu,” kata Radit sambil naik ke dalam mobilnya, lalu memacunya pergi.

Dewi melangkah memasuki halaman dengan langkah ringan. Walau hanya diantar pulang, tapi rasanya senang.

***

Setelah mengantarkan Dewi, Radit langsung pergi ke rumah Ratri. Ia berharap Ratri sudah pulang setelah bepergian dengan Dian, yang pernah dikatakannya sebagai teman sekolahnya. Ia harus memastikan, hubungan seperti apa diantara Dian dan Ratri, karena Radit masih punya harapan untuk lebih mendekati Ratri.

Tetapi sesampai di sana, Radit hanya menjumpai bu Cipto yang duduk di kursi teras seperti biasa.

“Selamat siang Bu,” sapa Radit ramah.

“Nak Radit? Siang Nak, silakan masuk. Tapi Ratri sedang pergi bersama temannya,” kata bu Cipto mempersilakan.

Radit duduk di hadapan bu Cipto.

“Saya buatkan minum ya Nak,”

“Tidak usah Bu, nanti kalau saya haus, barulah saya minta sama Ibu.”

“Baiklah kalau begitu.”

“Sudah lamakah Ratri pergi?”

“Dari sekolah dia langsung pergi. Tadi dia menelpon ibu, katanya teman sekolahnya yang bernama Dian akan nyamperin dia di sekolah, jadi ibu disuruh makan dulu kalau keburu lapar.”

“Oh, begitu. Jadi Ibu sudah makan?”

“Belum Nak, nggak enak kalau makan sendiri.”

“Maukah saya temani?”

“Benarkah?” kata bu Cipto dengan wajah berseri.

“Kalau Ibu mau.”

“Tapi hari ini ibu hanya masak asem-asem sama tahu bacem. Nak Radit pasti tidak suka.”

“Suka Bu, mari saya temani Ibu makan.”

Lalu dengan gembira bu Cipto makan siang bersama Radit, yang makan masakannya dengan sangat lahap. Sebetulnya sih, Radit memang lapar berat, karena tadinya ingin mengajak makan Ratri dan gagal karena sudah keduluan Dian.

“Saya makan banyak ya Bu,” kata Radit tanpa rasa malu.

“O, ibu senang kalau Nak Radit suka. Habiskan saja semuanya, gampang nanti, ibu bisa masak lagi,” kata bu Cipto bersemangat.

“Nggak bu, ini perutnya Radit sudah mau meledak, habis tadi nambah sampai tiga kali.”

“Nggak apa-apa Nak, ibu senang kok. Sering-seringlah makan di sini.”

“Iya Bu, terima kasih,” kata Radit sambil berdiri, lalu menumpuk piring bekas makannya dengan piring bu Cipto.

“Sudah Nak, biar di situ saja, nanti ibu bawa ke belakang.”

“Biar saya cuci piringnya Bu.”

“Ee, tidak Nak, jangan … adduh, nak Radit gimana sih,” teriak bu Cipto karena Radit nekat membawanya ke dapur, langsung mencuci piringnya.

***

Dian dan Ratri sudah dalam perjalanan pulang ke rumah Ratri. Ia harus menemui bu Cipto karena kata Ratri bu Cipto ingin ketemu dia.

“Sudah agak merasa tenang, Dian?” tanya Ratri.

“Sudah lumayan tenang, karena sudah mengeluarkan apa yang mengganjal perasaan aku dalam beberapa bulan ini. Aku berharap proses perceraian segera selesai, sebelum aku kembali ke Jakarta.”

“Aku ikut prihatin Dian, semoga kamu segera menemukan penggantinya, seorang gadis yang lebih baik, dan bersedia melahirkan anak-anak kamu,” kata Ratri, tulus.

“Aamiin. Kamu tahu Ratri, mengapa aku ingin menceritakan semua ini sama kamu?”

“Kenapa? Karena aku teman kamu, bukan?”

“Ya, tapi entah mengapa, aku ingin mengatakan semua ini sama kamu, karena satu hal yang belum pernah aku katakan sama kamu setelah kita bertemu ini.”

“Kenapa?”

“Karena wajahmu sangat mirip dengan istri aku.”

***

Besok lagi ya.

60 comments:

  1. Alhamdulillah tamune wis teka..... (JePe_08)

    Radit masih mendungkah????
    mBandung udane ngreceh, hawane atis,... Enake ngeloni guling.....
    Ayo Dit, kamu bisa.....,

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah JP 08 telah terbit. Matur nuwun Bunda Tien. Salam sehat selalu 🙏🦋🌸

    ReplyDelete

  3. Alhamdulillah JANGAN PERGI~08 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  4. Matur nuwun mbak Tien-ku, Jangan Pergi sudah tayang.

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah, salam sehat mbak Tien 🙏🙏

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat selalu bunda Tien . .

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah JP 8 sudah hadir ,terimakasih bunda Tien ,sehat selalu

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah yang dinanti, sehat selalu Bund🧕

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah, sehat selalu Bund🧕

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh datang...
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat ..

    ReplyDelete
  11. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin

    ReplyDelete
  12. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,

    ReplyDelete
  13. Dewi...dewi...☺
    Matur nuwun bunda Tien...🙏🙏

    ReplyDelete
  14. Jangan-jangan istrinya Dian...Listi

    ReplyDelete
  15. Waduuuh istrinya Dian mirip sekali dengan Ratri ,jangan jangan dia itu Listi ,yang sedang ditunggu Radityo ,hehe makin seruu ,Ratri diperebutkan oleh Dian dan Radityo ,ayooo Radityo kamu bisaaa mencuri hati Ratri

    ReplyDelete
  16. Saya menduga istri Dian adalah gadis yang digandrungi Radit. Bukankah mirip Ratri...
    Nah cerita selanjutnya tentu makin heboh.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  17. Jangan-jangan isteri Dian itu Listi yaa.. semakin seru aja..
    Maturnuwun Bu Tien..🙏

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah dah tayang matur nuwun bunda Tien, semoga tetap sehat.

    ReplyDelete
  19. Sepertimya istri dian itu listy pacat radit

    ReplyDelete
  20. Wah ternyata istri Dian pasti Listi yg wajahnya mirip Ratri.
    Listi 1 Cewe bikin sakit hati 2 cowo nih
    Ratri 1cewe di kejar 2 cowo.
    Salam Aduhai mbak Tien dr Tegal.

    ReplyDelete
  21. Wuah seruuu nih Listi dgn Ratri sama rupanya dan sdh pasti istrinya Dian berarti Listi hehehe , awal yg salah!! mbak Tienkumalasari memang paling² bikin penasaran setiap hari, matur nuwun injih, smoga tetep sehat² sll salam aduhaai dan kangen dari Lampung

    ReplyDelete
  22. Hadeeh Dewi mulai caper nih ma Radit
    Dian udah curhat juga ma Ratri

    Trus apa yang akan terjadi selanjutnya
    Penasaran aj deh
    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku

    ReplyDelete
  23. Bagaimana ini mbak Tien, Ratri mirip listi pacar radit, istri dian mirip juga Ratri. Jadi seru nih, bikin penasaran.

    ReplyDelete
  24. Terima kasih mbak Tien. Salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah.. jumpa lagi dengan karya bunda Tien yang selalu menarik dan membuat penasaran... Terimakasih bunda Tien salam sehat selalu dan aduhai

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah, matur nuwun mbak Tien cerbung Jangan Pergi Eps 08 sudah tayang.
    Salam sehat dan salam hangat

    ReplyDelete
  27. Bisa jadi tuh istrinya Dian mlh Listi jd nggubet mslhnya
    Wkwkwk

    ReplyDelete
  28. “Kenapa?”

    “Karena wajahmu sangat mirip dengan istri aku.”

    Waduh........ berarti Listi, dong bun?
    Benar kah prediksi Dian bahwa sebelum kejadian malam itu Listi sudah pernah ......... Apa karena itukah sehingga Radit susah melupakan Listi, walau Listi pergi tanpa pamit dan tanpa ada kabar setelahnya ???
    yah..... monggo bun dilanjut, aku dan teman-2 akan tetap setia dan harap2 cemas jika bunda sudah mulai mengaduk-aduk perasaanku dan juga teman-2 para pembaca yang paling dalam..... ciiiielah.....
    Trus akau ingat waktu mudaku dulu menulis :
    "kedatanganmu bagaikan air bah yang melanda dahsyat...
    sehingga bendungan hatiku bobol.....
    bahkan....
    sebelum kuselami lubuk hatimu yang paling dalam.....
    aku sudah berharap....
    kan kujadikan engkau ibu dari anak-anakku....."

    Ciiiie.... mengenang masa lalu nich ye ????

    ReplyDelete
  29. Lhadalah....wajah e istri Dian mirip sama Ratri?
    Jangan2 si Listi ya, istrinya Dian,
    Waah penisirn nich

    Matur nuwun bunda Tien , salam Tahes Ulales bunda dari bumi Arema Malang dan tetap selalu Aduhaiiii

    ReplyDelete
  30. Wouw...
    Mulai seru nih...
    Gaul yg salah sampai kecelakaan dan hamil...
    Akhirnya jadi isteri Dian yg hanya terpaksa menutup aib, tanpa ada rasa cinta sebelumnya. Orang tuanyapun merahasiakan keberadaan Listi yg sebenarnya pasti tahu.

    Siap menunggu lanjutnya.
    Matur nuwun ibu Tien, Berkah Dalem.


    ReplyDelete
  31. Wah jangan2 listi pacar radit jadi istri dian. Terima kasih cerbungnya bu tien

    ReplyDelete
  32. Matur nuwun jeng Tien
    Mas Kakek ikutan jadi pengarang ya
    Mas Nanang looo kok gak muncul

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillah JP 08 sdh tayang
    Jangan2 isteri Dian itu Listi yg mirip dg Ratri
    Semakin seru dan bikin prnasaran lanjutan ceritanya.
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bshagia selalu
    Aamiin

    ReplyDelete
  34. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  35. Jadi istri Dian itu Listi ya?
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  36. Wuah ternyata pada demen foto copy foto copy an ya..
    Nah ini salah satunya, mana nich yang nggabener, alasan apa mantan-Dian yang belum tersebut namanya diatas sampai melakukan, apa biar terlihat masih sendiri.
    Itu anak booring; pusing mau mengutarakan keluh kesahnya pada pacarnya tapi nggak kesampaian, ada aja halangan yang ditemui; keburu terjebak diarea yang membuatnya tersingkir dan terpaksa menghilang, justru yang menjebak tau kalau si mantan-Dian ini sudah punya pacar orang kaya, padahal demi masa depan mau nya buat saudara perempuannya yang lebih muda lebih cakep lagi, itulah makanya dibuatlah agar mantan-Dian merasa malu dan nggak berani nongol lagi, bahkan dikeluarga nya sekali pun nggak ngerti pergi kemana.
    Begitulah kura kura eh salah kira kira.
    Halah mumpung crigis gratis asbun aja.
    Kan lagi trend asal teriak heboh jalan keluar mbuh..


    Terimakasih Bu Tien,
    Jangan pergi yang kedelapan sudah tayang.
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  37. Wah, jangan jangan isteri Dian adalah Listi,
    Terimakasih bu Tien, salam sehat selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mb Sri..sy juga mengira begitu..
      Tambah serruuu...& penasaran...
      Tks bunda Tien

      Delete
  38. Jangan tertipu Listi lg ya Radit..
    Ayooo...kejar trs cintamun bersama Ratri

    ReplyDelete
  39. Looo mas Nanang dirasani muncul
    Wis ndang crita mumpung gratis

    ReplyDelete
  40. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Jangan2 istrinya Dian adalah Listi,,,🤭
    Salam sehat wal'afiat bu Tienku 🤗🥰

    ReplyDelete
  41. diepisode ini aku menyoroti perilaku bu dewi itu sbg kepala sekolah gak pantes perilakunya thd ratri bawahanya, mungkin hrs turun jabatan.... maaf bu tien kalu kata saya kurang berkenan, tp memang alur cerita nya bu tien buat penasaran 👍🙏🙏

    ReplyDelete
  42. Konflik makin nyata .... Radit, Dian, Ratri, Dewi, dan bentar lagi Listi muncul..
    Eng.. ing.... eng, makin seru nih.

    Makasih Bu Tien ceritanya yang selalu aduhai.. sehat selalu ya Bu.

    ReplyDelete
  43. Ooo Listi ternyata hamil.ma Dian oooo trus di ajak ke Jkt💔💔💔👊👊👊

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tp...bs jd Listi hamil yg pertama sm org lain.. krn frustasi ditinggal sm pelakunya.. Trs dtg ke night club.. Dtg Dian dikasihlah minuman yg sdh pke obat perangsang..
      Gawat Listi.. kasian Radit nungguin tanpa curiga..
      Bunda Tien piawai dlm mengolah cerita..

      Delete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 38

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  38 (Tien Kumalasari)   Dewi menatap lekat sang ibunda, yang kemudian wajahnya menjadi sendu. “Kanjeng Ibu ...