JANGAN PERGI 08
(Tien Kumalasari)
Dewi sangat senang, melihat wajah Radit muram dan
gelap. Ia terus mengomporinya. Memang dia tadi yang meminta agar Radit datang.
Niat yang sebenarnya adalah ingin memanas-manasi hati Radit ketika dia melihat Ratri dijemput
laki-laki lain.
“Pak Radit, maukah duduk sebentar di ruangan saya?”
“Apakah ada hal penting yang ingin bu Dewi bicarakan?”
tanya Radit untuk menutupi hatinya yang sebenarnya sedang galau.
“Tidak sangat penting, tapi pak Radit perlu tahu,”
katanya sambil berjalan masuk, dan mau tak mau Radit mengikutinya.
Mereka duduk di ruangan Dewi, dan Dewi merasa senang
bukan main. Dewi mengambilkan minuman dingin dari kulkas, dan diletakkannya di
meja.
“Silakan diminum, pak Radit,” katanya sambil duduk di
depan Radit.
Radit meraih botol itu dan meneguknya beberapa teguk,
berharap rasa membara di dadanya akan segera sirna.
“Pembangunan begitu cepat, saya harus bersyukur,” kata
Dewi sambil mengulaskan senyum termanis yang dimilikinya.
“Saya juga senang. Apakah masih ada yang kurang?”
“Hanya soal jendela ruangan saya ini, tapi pak Radit
tidak usah memikirkannya, karena saya sudah bicara sama mandornya bahkan sudah
memberikan uangnya.”
“Oh, begitu.”
“Ketua Yayasan akan segera meresmikan gedung baru itu,
dan mengadakan pesta kecil-kecilan untuk merayakannya.”
“Bagus. Semoga sukses acaranya. Kapan?”
“Kami sedang membicarakannya, menunggu keputusan Ketua
Yayasan. Mungkin dalam Minggu depan ini.”
Radit mengangguk.
“Kalau tidak ada yang ingin dibicarakan lagi, saya permisi dulu ya Bu.”
“Kenapa buru-buru?”
“Saya masih ada urusan lain. Sebenarnya tadi mau
nyamperin Ratri.”
“Sayang sekali, bu Ratri sudah lebih dulu dijemput
pacarnya. Sungguh beruntung bu Ratri itu, bisa menemukan pacar yang begitu
ganteng. Semoga kelak kalau menikah, saya diundang juga,” Dewi menyalakan lagi
bara yang hampir padam.
Radit berdiri.
“Benar nih, mau pergi? Bolehkah saya numpang?” Dewi
semakin nekat.
“Silakan. Bu,” mau tak mau Radit mempersilakannya.
Masa sih menolak?
Dewi ingin menari kegirangan. Akhirnya bisa berduaan dengan
pria yang dikaguminya.
Mereka berjalan beriringan menuju mobil Radit yang
diparkir di pinggir jalan.
“Mengapa tidak dimasukkan ke halaman saja, mobilnya?”
“Tidak apa-apa, biar bisa cepat pulangnya, tidak usah
muter,” jawab Radit.
***
Ratri dan Dian sedang duduk di sebuah rumah makan.
Hanya dengan cara makan berdua mereka bisa berbincang.
“Ibuku ingin ketemu kamu Dian,” kata Ratri.
“Benarkah?”
“Iya, kata ibu, kamu diingatnya sebagai anak bengal
yang suka mengganggu teman-teman.”
Dian tertawa. Tapi Ratri merasa, bahwa tawa Dian
bukanlah benar-benar sebuah tawa gembira. Ada kesedihan yang tersembunyi di
balik tawa itu.
“Kamu mau cerita apa? Katamu tadi mau cerita,” kata
Ratri memancing, barangkali Dian mau berbagi atas beban yang disandangnya.
“Hidupku itu sangat tidak beruntung.”
“Kenapa? Bukankah semua yang kita terima harus kita
syukuri?”
“Terkadang bisa begitu, tapi kalau terasa berat, pasti
juga akan mengeluh ‘berat’.
“Kamu datang ke sini bersama istri kamu?”
“Tidak. Kami sedang mengurus perceraian.”
“Apa? Usia pernikahan baru tiga tahun dan kamu akan
bercerai?”
“Apa boleh buat,” Dian mengeluh.
“Tidak adakah jalan untuk keluar dari masalah? Apapun
masalah kan sebenarnya bisa diurai agar bisa kembali menjadi baik.”
“Tidak semudah itu.”
“Sangat berat?”
“Menyangkut kepribadian masing-masing yang tidak bisa
disatukan kembali.”
“Ketika mau menikah, bukankah harus saling mengenal
pribadi masing-masing? Kalau tidak sesuai bisa dipikirkan di awal bukan?”
“Kami menikah karena kecelakaan.”
“What?”
“Awalnya di sebuah pesta. Aku tertarik pada seorang
gadis yang saat itu datang sendirian. Kami berbincang, lalu seorang teman
mencekoki kami dengan obat yang entah bagaimana caranya, kemudian membuat kami
mabuk, lalu lupa segala-galanya.
Ratri menutup mulutnya untuk mencegah agar dirinya
tidak berteriak. Kejadian yang kemudian terjadi sangat membuatnya miris.
“Tapi aku bukan orang yang tak bertanggung jawab. Aku
nikahi gadis itu, lalu aku membawanya ke Jakarta.”
Ratri mengangguk senang, karena sahabatnya adalah
orang yang bertanggung jawab.
“Kami hidup berbahagia, karena pada awalnya aku memang
menyukai dia. Tiga bulan setelah itu, istri aku keguguran.”
Ratri kembali menutup mulutnya.
“Aku sangat menyayangkan kejadian itu, karena kehadiran
seorang anak, bagiku adalah hal yang membahagiakan. Rupanya hanya aku yang sedih karena
kehilangan, sedangkan istriku tidak. Ia mengatakan bahwa biarlah keguguran,
karena kalau tidak, maka akan ketahuan kalau dia hamil sebelum menikah. Walau
alasannya diluar akal sehatku, tapi aku masih bisa menerimanya.”
Ratri meneguk minumannya. Cerita sahabatnya sangat
membuatnya tertarik. Ia heran, kalau memang cinta, mengapa harus bercerai?
“Dua tahun lamanya aku menunggu, istriku belum hamil
juga. Aku mengajaknya ke dokter untuk memeriksa kesehatan kandungannya, tapi
dia selalu menolak. Katanya masih enak begini, biar seperti orang pacaran
terus. Setengah tahun setelah itu, istriku hamil lagi. Aku sangat bahagia. Aku
manjakan dia, aku berikan apa yang dia minta. Tapi kemudian, pada suatu hari....
“Pak Dian, saya baru saja melihat bu Dian ada di rumah
sakit,” kata salah seorang staf di kantorku. Aku sangat terkejut. Aku
memburunya ke rumah sakit setelah dia memberi tahu alamatnya.
Aku cari istriku di rumah sakit itu, dan aku mendapat
keterangan dari seorang perawat, bahwa istriku sedang di kuret.
“Kenapa?” tanyaku terkejut.
“Silakan Bapak menemui dokternya.
Setengah berlari aku menemui istriku yang masih ada di
ruang operasi. Dia belum sadar. Lalu aku mencari dokternya.
“Apa yang terjadi Dok?” tanyaku.
“Istri Bapak berusaha menggugurkan kandungan.”
Aku merasa bumi yang aku pijak bergoyang-goyang. Aku
memegangi pegangan sofa di ruang dokter itu, untuk menahan tubuhku agar tidak
terjatuh.
“Ketika istri Bapak datang kemari, dia sudah dalam
keadaan perdarahan. Kami meng kuretnya untuk membersihkan rahimnya. Maaf saya
tidak tahu harus menghubungi siapa, karena istri Bapak mengatakan bahwa dia
sendirian di sini, dan segala sesuatu yang terjadi akan ditanggungnya sendiri.”
Hanya sehari istriku di rumah sakit. Aku diamkan dia
karena aku sangat marah. Tapi aku kemudian menegurnya karena tidak bisa lagi
menahan kemarahan aku.
“Mengapa kamu menggugurkan kandungan kamu?”
“Aku tidak ingin punya anak,” jawabnya dengan santai,
dan membuat kemarahan aku semakin memuncak. Tanganku hampir aku ayunkan untuk
menamparnya, tapi aku masih bisa menahannya.
“Kamu seorang perempuan, seorang istri, dan tidak ingin
menjadi ibu?”
“Aku tidak ingin. Kehadiran seorang anak membuat aku
susah untuk bergerak, tidak bebas melakukan apa saja,” ia masih menjawab dengan
sangat tenang.
“Jangan-jangan waktu pertama kali kamu keguguran itu,
kamu juga sengaja menggugurkannya,” tuduhku.
“Memang benar.”
Aku sangat marah, aku tak bisa menahan kemarahan aku,
aku menamparnya berkali-kali, membuatnya terduduk di lantai sambil menangis.
Tapi aku tak peduli. Kesabaran aku sudah habis, aku sudah sampai pada titik,
dimana aku harus melemparkannya jauh-jauh dari kehidupan aku.
“Aku benci kamu!” teriakku, lalu aku meninggalkan
rumah, bahkan sampai berhari-hari lamanya.
Ratri menatap sahabatnya dengan iba. Ia bisa mengerti
Dian semarah itu. Dua kali dia melenyapkan janin dalam rahimnya.
“Mungkin sebelumnya dia sudah melakukannya. Bahkan
berkali-kali, entahlah. Tapi memiliki seorang istri yang memiliki pemikiran
seperti itu, membuatku sangat menyesal,” Dian menunduk, ada titik air mata terjauh.
Ratri mengulurkan selembar tissue.
“Aku menyesal sekali,” keluhnya pilu.
“Banyak sekali kejadian yang harus kita lalui dalam
hidup ini Dian, tapi kita harus menerimanya. Kamu harus bisa melewatinya,
karena yang terjadi memang harus terjadi. Barangkali inilah yang disebut
takdir, bisakah manusia menghindarinya? Kamu harus tegar. Bahwa kamu sebenarnya
sangat mencintai istri kamu, kamu harus bisa memendamnya dalam hati kamu,
menjadikannya cinta abadi yang kepergiannya tidak harus selalu disesali.”
Dian menatap Ratri, masih dengan mata berkaca-kaca.
“Bertemu denganmu, membuat aku merasa bahwa ini adalah
anugerah,” bisik Dian.
“Kita adalah teman, ada baiknya kita berbagi, untuk
sedikit mengurangi beban. Ya sudah, kamu harus bisa melepaskannya, agar kamu
bisa kembali menjalani hidup kamu dengan lebih tenang.”
“Aku tidak mengira, kamu bisa mengucapkan banyak kata
bijak untuk aku.”
“Semua orang bisa mengatakannya. Bukankah itu pelajaran
dalam hidup setiap manusia?”
Dian mengangguk, menatap Ratri masih dengan pandangan
pilu.
“Setelah ini kita jalan-jalan sebentar ya, agar aku
merasa lebih tenang, setelah itu baru ke rumah kamu untuk menemui ibu kamu,
saat wajahku sudah lebih terang,” kata Dian.
“Baiklah, aku temani kamu dulu.”
***
Walau dengan hati berat, Radit terpaksa mengantarkan
bu Dewi sampai ke rumahnya. Ia memberhentikan mobilnya di depan pagar besi di
depan rumah Dewi.
“Pak Radit, maukah singgah sebentar saja?” tawar Dewi
sebelum turun.
“Sudah siang bu Dewi, saya masih banyak pekerjaan.”
“Saya ingin pak Radit sesekali singgah di rumah saya, masa
tidak mau sih?” rayu Dewi.
“Bukannya tidak mau, tapi pekerjaan saya banyak. Lain
kali saja ya Bu,” kata Radit.
“Benar nih, nggak mau turun?”
“Saya minta maaf untuk kali ini.”
“Berarti lain kali mau dong.”
Radit hanya mengangguk. Kemudian dia turun dan
membukakan pintu untuk Dewi. Dewi senang sekali. Sebelum Radit kembali naik ke
atas mobil, Dewi menyalaminya erat sekali. Radit harus melepaskan tangannya
dengan paksa karena Dewi seakan tak mau melepaskannya.
“Pak Radit, besok kalau peresmian gedung baru di
sekolah, saya minta pak Radit datang lho. Ini bukan permintaan saya, tapi
permintaan Ketua Yayasan. Nanti akan saya sampaikan undangan resminya.”
“Semoga saya bisa menghadirinya Bu,” kata Radit sambil
naik ke dalam mobilnya, lalu memacunya pergi.
Dewi melangkah memasuki halaman dengan langkah ringan.
Walau hanya diantar pulang, tapi rasanya senang.
***
Setelah mengantarkan Dewi, Radit langsung pergi ke
rumah Ratri. Ia berharap Ratri sudah pulang setelah bepergian dengan Dian, yang
pernah dikatakannya sebagai teman sekolahnya. Ia harus memastikan, hubungan
seperti apa diantara Dian dan Ratri, karena Radit masih punya harapan untuk
lebih mendekati Ratri.
Tetapi sesampai di sana, Radit hanya menjumpai bu Cipto
yang duduk di kursi teras seperti biasa.
“Selamat siang Bu,” sapa Radit ramah.
“Nak Radit? Siang Nak, silakan masuk. Tapi Ratri
sedang pergi bersama temannya,” kata bu Cipto mempersilakan.
Radit duduk di hadapan bu Cipto.
“Saya buatkan minum ya Nak,”
“Tidak usah Bu, nanti kalau saya haus, barulah saya
minta sama Ibu.”
“Baiklah kalau begitu.”
“Sudah lamakah Ratri pergi?”
“Dari sekolah dia langsung pergi. Tadi dia
menelpon ibu, katanya teman sekolahnya yang bernama Dian akan nyamperin dia di
sekolah, jadi ibu disuruh makan dulu kalau keburu lapar.”
“Oh, begitu. Jadi Ibu sudah makan?”
“Belum Nak, nggak enak kalau makan sendiri.”
“Maukah saya temani?”
“Benarkah?” kata bu Cipto dengan wajah berseri.
“Kalau Ibu mau.”
“Tapi hari ini ibu hanya masak asem-asem sama tahu
bacem. Nak Radit pasti tidak suka.”
“Suka Bu, mari saya temani Ibu makan.”
Lalu dengan gembira bu Cipto makan siang bersama
Radit, yang makan masakannya dengan sangat lahap. Sebetulnya sih, Radit memang
lapar berat, karena tadinya ingin mengajak makan Ratri dan gagal karena sudah
keduluan Dian.
“Saya makan banyak ya Bu,” kata Radit tanpa rasa malu.
“O, ibu senang kalau Nak Radit suka. Habiskan saja
semuanya, gampang nanti, ibu bisa masak lagi,” kata bu Cipto bersemangat.
“Nggak bu, ini perutnya Radit sudah mau meledak, habis
tadi nambah sampai tiga kali.”
“Nggak apa-apa Nak, ibu senang kok. Sering-seringlah
makan di sini.”
“Iya Bu, terima kasih,” kata Radit sambil berdiri,
lalu menumpuk piring bekas makannya dengan piring bu Cipto.
“Sudah Nak, biar di situ saja, nanti ibu bawa ke
belakang.”
“Biar saya cuci piringnya Bu.”
“Ee, tidak Nak, jangan … adduh, nak Radit gimana sih,”
teriak bu Cipto karena Radit nekat membawanya ke dapur, langsung mencuci
piringnya.
***
Dian dan Ratri sudah dalam perjalanan pulang ke rumah
Ratri. Ia harus menemui bu Cipto karena kata Ratri bu Cipto ingin ketemu dia.
“Sudah agak merasa tenang, Dian?” tanya Ratri.
“Sudah lumayan tenang, karena sudah mengeluarkan apa
yang mengganjal perasaan aku dalam beberapa bulan ini. Aku berharap proses
perceraian segera selesai, sebelum aku kembali ke Jakarta.”
“Aku ikut prihatin Dian, semoga kamu segera menemukan
penggantinya, seorang gadis yang lebih baik, dan bersedia melahirkan anak-anak
kamu,” kata Ratri, tulus.
“Aamiin. Kamu tahu Ratri, mengapa aku ingin
menceritakan semua ini sama kamu?”
“Kenapa? Karena aku teman kamu, bukan?”
“Ya, tapi entah mengapa, aku ingin mengatakan semua
ini sama kamu, karena satu hal yang belum pernah aku katakan sama kamu setelah
kita bertemu ini.”
“Kenapa?”
“Karena wajahmu sangat mirip dengan istri aku.”
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah tamune wis teka..... (JePe_08)
ReplyDeleteRadit masih mendungkah????
mBandung udane ngreceh, hawane atis,... Enake ngeloni guling.....
Ayo Dit, kamu bisa.....,
Ikut dibelakang kakek,
DeleteMatur bunda Tien 🙏
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien 🙏🙏
Alhamdulillah JP 08 telah terbit. Matur nuwun Bunda Tien. Salam sehat selalu 🙏🦋🌸
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdulillah JANGAN PERGI~08 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Yeeess.....
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku, Jangan Pergi sudah tayang.
ReplyDeletealhamdulillah🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah, salam sehat mbak Tien 🙏🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun, sehat selalu bunda Tien . .
ReplyDeleteAlhamdulillah JP 8 sudah hadir ,terimakasih bunda Tien ,sehat selalu
ReplyDeleteSugeng ndalu bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah yang dinanti, sehat selalu Bund🧕
ReplyDeleteAlhamdulillah, sehat selalu Bund🧕
ReplyDeleteMatur nuwun bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh datang...
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat ..
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono, Apip Mardin
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman, Caecilia RA, Mimiet,
Dewi...dewi...☺
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...🙏🙏
Jangan-jangan istrinya Dian...Listi
ReplyDeleteWaduuuh istrinya Dian mirip sekali dengan Ratri ,jangan jangan dia itu Listi ,yang sedang ditunggu Radityo ,hehe makin seruu ,Ratri diperebutkan oleh Dian dan Radityo ,ayooo Radityo kamu bisaaa mencuri hati Ratri
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSaya menduga istri Dian adalah gadis yang digandrungi Radit. Bukankah mirip Ratri...
ReplyDeleteNah cerita selanjutnya tentu makin heboh.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Jangan-jangan isteri Dian itu Listi yaa.. semakin seru aja..
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien..🙏
Alhamdulillah dah tayang matur nuwun bunda Tien, semoga tetap sehat.
ReplyDeleteSepertimya istri dian itu listy pacat radit
ReplyDeleteWah ternyata istri Dian pasti Listi yg wajahnya mirip Ratri.
ReplyDeleteListi 1 Cewe bikin sakit hati 2 cowo nih
Ratri 1cewe di kejar 2 cowo.
Salam Aduhai mbak Tien dr Tegal.
Wuah seruuu nih Listi dgn Ratri sama rupanya dan sdh pasti istrinya Dian berarti Listi hehehe , awal yg salah!! mbak Tienkumalasari memang paling² bikin penasaran setiap hari, matur nuwun injih, smoga tetep sehat² sll salam aduhaai dan kangen dari Lampung
ReplyDeleteHadeeh Dewi mulai caper nih ma Radit
ReplyDeleteDian udah curhat juga ma Ratri
Trus apa yang akan terjadi selanjutnya
Penasaran aj deh
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteBagaimana ini mbak Tien, Ratri mirip listi pacar radit, istri dian mirip juga Ratri. Jadi seru nih, bikin penasaran.
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien. Salam sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulillah.. jumpa lagi dengan karya bunda Tien yang selalu menarik dan membuat penasaran... Terimakasih bunda Tien salam sehat selalu dan aduhai
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun mbak Tien cerbung Jangan Pergi Eps 08 sudah tayang.
ReplyDeleteSalam sehat dan salam hangat
Bisa jadi tuh istrinya Dian mlh Listi jd nggubet mslhnya
ReplyDeleteWkwkwk
“Kenapa?”
ReplyDelete“Karena wajahmu sangat mirip dengan istri aku.”
Waduh........ berarti Listi, dong bun?
Benar kah prediksi Dian bahwa sebelum kejadian malam itu Listi sudah pernah ......... Apa karena itukah sehingga Radit susah melupakan Listi, walau Listi pergi tanpa pamit dan tanpa ada kabar setelahnya ???
yah..... monggo bun dilanjut, aku dan teman-2 akan tetap setia dan harap2 cemas jika bunda sudah mulai mengaduk-aduk perasaanku dan juga teman-2 para pembaca yang paling dalam..... ciiiielah.....
Trus akau ingat waktu mudaku dulu menulis :
"kedatanganmu bagaikan air bah yang melanda dahsyat...
sehingga bendungan hatiku bobol.....
bahkan....
sebelum kuselami lubuk hatimu yang paling dalam.....
aku sudah berharap....
kan kujadikan engkau ibu dari anak-anakku....."
Ciiiie.... mengenang masa lalu nich ye ????
Lhadalah....wajah e istri Dian mirip sama Ratri?
ReplyDeleteJangan2 si Listi ya, istrinya Dian,
Waah penisirn nich
Matur nuwun bunda Tien , salam Tahes Ulales bunda dari bumi Arema Malang dan tetap selalu Aduhaiiii
Wouw...
ReplyDeleteMulai seru nih...
Gaul yg salah sampai kecelakaan dan hamil...
Akhirnya jadi isteri Dian yg hanya terpaksa menutup aib, tanpa ada rasa cinta sebelumnya. Orang tuanyapun merahasiakan keberadaan Listi yg sebenarnya pasti tahu.
Siap menunggu lanjutnya.
Matur nuwun ibu Tien, Berkah Dalem.
Alhamdulillah Maturnuwun .
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteWah jangan2 listi pacar radit jadi istri dian. Terima kasih cerbungnya bu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun jeng Tien
ReplyDeleteMas Kakek ikutan jadi pengarang ya
Mas Nanang looo kok gak muncul
Bukan pengarang....
DeleteBuka wadi, masa mudaku dulu...
Alhamdulillah JP 08 sdh tayang
ReplyDeleteJangan2 isteri Dian itu Listi yg mirip dg Ratri
Semakin seru dan bikin prnasaran lanjutan ceritanya.
Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bshagia selalu
Aamiin
Makasih mba Tien
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteJadi istri Dian itu Listi ya?
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
Wuah ternyata pada demen foto copy foto copy an ya..
ReplyDeleteNah ini salah satunya, mana nich yang nggabener, alasan apa mantan-Dian yang belum tersebut namanya diatas sampai melakukan, apa biar terlihat masih sendiri.
Itu anak booring; pusing mau mengutarakan keluh kesahnya pada pacarnya tapi nggak kesampaian, ada aja halangan yang ditemui; keburu terjebak diarea yang membuatnya tersingkir dan terpaksa menghilang, justru yang menjebak tau kalau si mantan-Dian ini sudah punya pacar orang kaya, padahal demi masa depan mau nya buat saudara perempuannya yang lebih muda lebih cakep lagi, itulah makanya dibuatlah agar mantan-Dian merasa malu dan nggak berani nongol lagi, bahkan dikeluarga nya sekali pun nggak ngerti pergi kemana.
Begitulah kura kura eh salah kira kira.
Halah mumpung crigis gratis asbun aja.
Kan lagi trend asal teriak heboh jalan keluar mbuh..
Terimakasih Bu Tien,
Jangan pergi yang kedelapan sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Wah, jangan jangan isteri Dian adalah Listi,
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien, salam sehat selalu
Iya mb Sri..sy juga mengira begitu..
DeleteTambah serruuu...& penasaran...
Tks bunda Tien
Jangan tertipu Listi lg ya Radit..
ReplyDeleteAyooo...kejar trs cintamun bersama Ratri
Looo mas Nanang dirasani muncul
ReplyDeleteWis ndang crita mumpung gratis
Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteJangan2 istrinya Dian adalah Listi,,,🤭
Salam sehat wal'afiat bu Tienku 🤗🥰
diepisode ini aku menyoroti perilaku bu dewi itu sbg kepala sekolah gak pantes perilakunya thd ratri bawahanya, mungkin hrs turun jabatan.... maaf bu tien kalu kata saya kurang berkenan, tp memang alur cerita nya bu tien buat penasaran 👍🙏🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteKonflik makin nyata .... Radit, Dian, Ratri, Dewi, dan bentar lagi Listi muncul..
ReplyDeleteEng.. ing.... eng, makin seru nih.
Makasih Bu Tien ceritanya yang selalu aduhai.. sehat selalu ya Bu.
Ooo Listi ternyata hamil.ma Dian oooo trus di ajak ke Jkt💔💔💔👊👊👊
ReplyDeleteTp...bs jd Listi hamil yg pertama sm org lain.. krn frustasi ditinggal sm pelakunya.. Trs dtg ke night club.. Dtg Dian dikasihlah minuman yg sdh pke obat perangsang..
DeleteGawat Listi.. kasian Radit nungguin tanpa curiga..
Bunda Tien piawai dlm mengolah cerita..