Thursday, September 29, 2022

SEBUAH JANJI 39

 

SEBUAH JANJI  39

(Tien Kumalasari)

 

Sekar masih bersembunyi di balik pohon, sampai laki-laki itu menaiki mobilnya, kemudian pergi. Sekar melangkah masuk ke dalam setelah Warjo tidak lagi ada di depan kantor.

Masih berdebar dada Sekar, saat dia duduk di kursi kerjanya.

“Bagaimana dia ada di situ? Bagaimana dia kenal sama Warjo, dan apa yang mereka bicarakan tadi? Apakah ada hubungannya dengan perusahaan ini, atau bahkan dengan diriku?” gumam Sekar sambil meraih teh hangat yang sudah tersedia di atas mejanya.

Perlahan Sekar membuka laptopnya, tapi tidak segera fokus dengan pekerjaannya.

“Apakah dia ada hubungannya dengan sekotak makanan yang setiap hari dikirimkan untuk diriku?” Sekar terus membatin.

Sekar memulai menata apa yang harus dikerjakannya. Tapi bayangan laki-laki itu terus menghantuinya.

“Nanti aku harus menanyakannya pada Warjo. Aku ingin tahu apakah dia ada hubungannya dengan perusahaan ini. Kalau ya, rasanya aku harus pergi dari sini. Aku tidak mau selalu dihantui oleh perasaan yang tak menentu. Ada yang membuatku takut, dan itu tidak akan membuat aku tenang dalam berkarya.”

Ia terus berusaha mengibaskan beribu tanda tanya yang memenuhi benaknya, sehingga kemudian bisa melanjutkan pekerjaannya.

Saat istirahat, ponsel Sekar berdering. Sekar berdebar, ada foto Barno terpampang dilayar, dan senyumnya mengembang. Ia teringat apa yang dikatakan ayahnya, bahwa Barno pantas menjadi pendampingnya. Apakah dirinya tidak mau punya mertua yang tidak berkasta? Itu pertanyaan ayahnya. Lalu senyumnya semakin melebar.

“Non !”

Sekar terkejut. Rupanya dia sudah mengangkat panggilan telpon itu tapi tidak segera menjawab, karena pikirannya melayang ke mana-mana.

“Eh … ya, Barno,” jawabnya sedikit gugup.

“Non sedang melamun? Atau masih sibuk? Kalau masih sibuk saya tutup dulu ya.”

“Tidak … tidak, Barno, saya sedang membenahi kertas-kertas di meja. Maaf ya,” jawabnya bohong.

“Ini sudah saatnya istirahat bukan?”

“Iya, aku sudah mau istirahat nih.”

“Ya sudah, berarti saya tidak mengganggu.”

“Tentu saja tidak. Apa kabarmu Barno?”

“Baik Non, sebenarnya saya cuma mau memberi tahu, bahwa minggu depan saya akan cuti selama seminggu.”

“Berarti kamu mau pulang?” lalu Sekar kaget karena ia berteriak, dan tampak seperti bersorak.

“Iya Non, sekaligus ada tugas ke kantor pusat.”

“Ooh.”

“Berarti saya akan ketemu pak Seno.”

“Ya. Pokoknya aku senang kamu pulang. Bibik kangen sekali sama kamu, dia pasti senang.”

“Apakah Non juga senang?” tanya Barno yang kemudian disesalinya sendiri, merasa begitu lancang.

“Maaf,” kemudian kata maaf disusulkannya.

“Aku senang, tentu saja.”

Kemudian Warjo masuk ke dalam ruangannya, dan meletakkan kotak nasi di meja Sekar. Tapi ketika Warjo membalikkan tubuhnya, Sekar berteriak.

“Tunggu Jo, jangan pergi dulu.”

“Non, ya sudah … saya mau makan dulu. Pastinya Non juga mau makan.”

“Iya, baiklah No, sampai ketemu.”

Lalu Sekar menutup ponselnya, menatap Warjo yang masih berdiri menunggunya.

“Ya Mbak …”

“Ini makanan sebenarnya dari siapa?”

“Waduh Mbak, saya kan sudah bilang bahwa dari seorang petinggi, tapi saya tidak tahu namanya.”

“Jangan bohong kamu. Dosa lhoh.”

“Ya ampun, kok Mbak jadi nyumpahin saya sih.”

“Bukan nyumpahin, tanpa disumpahin-pun, yang namanya bohong itu dosa.

“Dosa untuk kebaikan itu kan hukumannya ringan,” kata Warjo cengengesan, lalu membalikkan tubuhnya.

“Warjo, aku belum selesai bicara.”

“Ada apa lagi sih Mbak, kalau tanya namanya, sungguh saya tidak tahu. Lagian kenapa peduli sama namanya, yang penting makan enak, beres kan?”

“Tidak. Diberi oleh seseorang itu kan harus mengucapkan terima kasih. Tidak asal makan begitu saja.”

“Iya, Mbak Sekar benar, besok kalau ketemu saya akan bilang bahwa Mbak Sekar mengucapkan terima kasih.”

“Apa kamu ketemu setiap hari?”

“Tidak setiap hari Mbak, tergantung dia.”

“Kamu benar, tidak tahu namanya? Sudah berbincang setiap saat tapi tidak tahu namanya?”

“Iya Mbak.”

“Aku kasih tahu ya, namanya pak Seno. Suseno,” kata Sekar sambil menatap tajam Warjo.

Warjo tertegun, untuk sesaat tak bisa bicara.

“Jelas?”

“Kok …. Kok Mbak tahu sih?”

“Karena aku tahu dan kamu tidak, maka kamu aku beri tahu.”

“Maaf Mbak … sungguh ini bukan kemauan saya, tapi kemauan beliau. Dia tidak mau saya mengatakan siapa yang memberi.”

“Baiklah. Besok kamu bilang, bahwa tidak usah memberi aku makan siang.”

“Jangan begitu Mbak, uangnya sudah dibayarkan ke restoran itu, saya tinggal mengambil dan menyerahkannya pada Mbak.”

“Aku tidak mau.”

“Mbak, tolonglah Mbak, saya bisa kena hukuman kalau tidak bisa melaksanakan tugas saya dengan baik,” kata Warjo memelas.

“Kalau begitu makan saja oleh kamu sendiri.”

“Mbak jangan begitu, saya sudah mendapat jatah saya sendiri. Tolong Mbak, jangan menolak ya. Dia pemilik perusahaan ini. Saya bisa dipecat.”

Sekar membelalakkan matanya. Jadi dia bekerja di perusahaan milik keluarga Ridwan lagi? Mengapa dunia begitu sempit?

“Tolonglah Mbak,” Warjo masih memohon-mohon.

Tak urung Sekar merasa kasihan melihat Warjo. Akhirnya dia mengangguk, dan membiarkan Warjo pergi.

Tapi muncullah dilema yang mengusik hatinya. Sekarang dia tahu, perusahaan ini adalah juga milik keluarga Ridwan. Seno adalah petinggi yang dimaksud Warjo. Benarkah dia ingin lari dari sana? Di satu pihak dia menghindari Seno, satu pihak yang lainnya dia membutuhkan pekerjaan. Apakah dia harus mencari lagi lowongan pekerjaan yang lain? Dimana sangat susah mendapatkannya? Apa nanti ayahnya tidak akan ikut gelisah memikirkan keadaan ini?

Perlahan Sekar membuka kotak yang diantarkan Warjo. Nasi gudeg dan semua perlengkapannya. Ada telur pindang, ada paha ayam, ada sambal goreng ati, ada kerupuk. Semuanya menggugah selera. Mengapa ia harus menampik pemberian ini? Warjo saja sampai ketakutan ketika dia menolaknya. Apakah Seno juga mengancam bahwa pemberian ini harus sampai kepada dirinya, dan kalau tidak maka Seno akan memarahinya? Warjo bahkan takut Seno akan memecatnya.

Sekar tersenyum tipis. Begitu baik hati Seno terhadap semua bawahannya, mana mungkin dia akan memecat gara-gara nasi kotak ini?

Sekar menarik kotak makanan itu ke hadapannya, mengambil sendok, dan mulai menyuapnya. Wajah Seno terbayang. Wajah tampan yang tampak rapuh saat dia menolak cintanya. Ada rasa iba melihatnya, tapi apa yang harus diperbuatnya? Ada banyak masalah ketika ia membiarkan hati mereka bertaut. Lagi pula ada seorang laki-laki dari seorang ibu tanpa kasta yang selalu dirindukannya, walau cinta tak pernah terucap.

***

Elsa merasa kehabisan cara. Akal-akalan yang mengorbankan mobilnya sehingga penyok, tidak membuat hati Seno berpaling kepadanya. Ia bahkan merasa, sikap ayah Seno juga tidak ramah saat dia dianggap sakit di rumah mereka.

Bu Ridwan sedang duduk di ruang tamu ketika Elsa keluar dari kamar dan sudah rapi.

“Kamu mau ke mana?”

“Mau pulang saja Bu.”

“Kenapa pulang? Bukankah mobil kamu belum diantarkan kemari?”

“Saya sudah tanya ke bengkel. Seno memberikan alamat rumah Elsa, jadi mobil itu akan diantar ke rumah Elsa kalau sudah siap.”

“Hm, Seno itu memang keterlaluan. Orangnya ada di sini, mengapa mobilnya diantar ke sana?” omel bu Ridwan.

“Biar saja Bu, saya mau naik taksi.”

“Tunggu Seno saja, biar nanti dia mengantarkan kamu.”

“Tidak usah Bu, saya janjian mau ketemuan sama teman-teman kuliah saya. Mereka baru datang dari Amerika.”

“Oo? Tidak mengajak Seno, supaya kenal dengan teman-teman kamu?”

“Kami ketemuan di café, mana Seno mau? Malam-malam pula.”

Bu Ridwan diam. Agak kurang suka mendengar malam-malam Elsa mau ketemuan dengan teman-temannya. Itu kan salah satu yang tidak disukai Seno?

“Elsa, Seno memang tidak suka hura-hura. Bagaimana kalau kamu mengurangi kesukaan kamu yang suka bersenang-senang apalagi saat malam hari?”

“Memangnya apa salahnya kalau saya ketemuan dengan teman-teman saat malam hari? Kami terbiasa begitu. Dan percayalah saya tidak akan melakukan hal-hal yang buruk,” Elsa mencoba membela diri.

“Kalau kamu ingin Seno memperhatikan kamu, cobalah kurangi kesukaan kamu ber hura-hura itu.”

“Seno itu terlalu kolot. Harusnya belajar mengimbangi kemajuan jaman. Kalau saya mengikutinya, teman-teman saya akan mengatakan saya kuno, tidak berkelas.”

Bu Ridwan diam. Semakin lama semakin terbuka olehnya, bahwa Elsa tidak bisa mengimbangi gaya hidup Seno yang sederhana, dan pekerja keras, sementara Seno-pun tak akan bisa melakukan hal-hal yang diluar keinginannya.

“Baiklah Bu, saya pergi dulu. Saya sudah memanggil taksi.”

“Oh, iya Elsa, hati-hati di jalan.”

Elsa langsung pergi keluar, karena tampaknya taksi yang dipesan sudah menunggu didepan.

Bu Ridwan termenung. Pendidikan tinggi, keluaran universitas terkenal pula, tapi mana tata krama yang harusnya dimiliki, karena dia kan gadis Indonesia, Jawa pula. Ketika setiap anak muda berpamit kepada orang tua dengan mencium tangannya, maka hal itu tak pernah dilakukan Elsa. Baru sekarang bu Ridwan merasakannya.

Maka ketika siang hari itu ibu Elsa menelpon, menanyakan kapan akan menikahkan anak mereka, maka ragu-ragu bu Ridwan menjawabnya. Rupanya Elsa sudah menelpon ibnya, sehingga tiba-tiba dia menelponnya.

“Sebaiknya jangan tergesa-gesa dulu Eli, menikah itu bukan main-main. Anak-anak yang menjalani harus yakin pada pilihannya. Barulah hidup mereka akan bahagia.”

“Mengapa tiba-tiba kamu berkata begitu? Bukankah dari dulu kamu yang ingin berbesan?”

“Keinginan orang tua terkadang berbeda dengan anak. Aku baru sadar sekarang. Maaf ya Eli.”

“Maksudmu bagaimana sekarang?”

“Kita tunggu saja dulu, bagaimana maunya anak-anak.”

“Huuh, keburu tua.” Kata Eli sambil memutus sambungan telpon tiba-tiba.

Bu Ridwan menghela napas panjang. Tuh kan, sahabatnya tampak marah karena dia mengundur-undur pernikahan anak-anak mereka. Dari dulu dia sudah tahu kalau sahabatnya yang satu itu amat keras dan terkadang sedikit kasar. Ia ingin menghindari kata-kata ketus dan kasar itu, tapi mana mungkin memaksa Seno untuk menikah, sementara dari dulu dia sudah tahu kalau Seno tidak menyukainya.

***

Setelah makan malam, Sekar tidak langsung masuk ke kamarnya. Biasanya dia langsung menekuni kuliahnya yang memang dijalaninya melalui online.

“Ada apa Non? Kok malah melamun di sini?”

“Agak bingung aku bik.”

“Bingung kenapa?”

“Oh ya, apa Barno tadi menelpon bibik?”

“Tidak Non, memangnya kenapa?”

“Tadi menelpon, saat aku masih di kantor.”

“Oh ya? Cerita apa dia?”

“Katanya Minggu depan mau pulang.”

“Benarkah?” wajah bibik langsung sumringah.

“Dia cuti seminggu, tapi sebenarnya ada tugas untuk ke kantor pusat.”

“Wah, senang sekali bibik Non. Kapan persisnya dia pulang Non? Maksud bibik, hari apa … gitu.”

“Dia hanya bilang minggu depan."

“Pasti kalau sudah dekat akan ngabari kan Non?”

“Iya bik, begitu pastinya.”

“Lalu Non tadi sebenarnya mau bilang apa?”

“Oh iya, itu bik. Bingung aku.”

“Kenapa lagi Non?”

“Bibik tahu nggak, perusahaan dimana aku bekerja itu, sebenarnya milik pak Ridwan juga.”

“Pak Ridwan siapa sih Non?”

“Bibik lupa lagi sih? Pak Ridwan itu ayahnya mas Seno.”

“Oh iya, Non pernah memberi tahu bibik ya, duuuh … bibik sudah tua sih, lupa.”

“Hm, bibik tuh.”

“Nanti dulu Non, jadi Non itu pindah kerja, tapi kembali lagi di situ juga perusahaan milik pak Seno?”

Sekar mengangguk.

“Waduh, perusahaan kok nyebar di mana-mana. Malah Barno tanpa sengaja juga bekerja di sana.  Lalu kenapa Non bingung?”

“Bingung lah Bik, aku pindah kan karena menghindari mas Seno, ee .. ketemu lagi. Malah makan siang yang selalu dikirim itu, ternyata juga dari dia.”

“Lalu bagaimana Non? Apa pak Seno kemudian melarang Non melanjutkan kerja di sana?”

“Bukan begitu Bik, aku tuh bingungnya, apa aku harus keluar lagi, gitu lhoh.”

“Ya nggak usah Non, kalau di tempat yang sebelumnya, kan karena tunangan pak Seno yang ingin jadi sekretaris pak Seno, sekarang beda lagi. Biarkan saja, tetaplah bekerja. Non kan sudah merasakan, cari kerja itu susah lho.”

“Gitu ya Bik?”

“Iya, nggak usah pindah lagi, nanti lagi-lagi ketemu perusahaan milik pak Seno lagi, bagaimana. Sama juga bo ong kan?”

***

Tapi pada suatu hari ketika Sekar memergoki Seno ketemuan dengan Warjo, Sekar nekat mendekati, tidak lagi bersembunyi. Tentu saja Seno terkejut.

“Sekar?”

“Ternyata majikan saya juga mas Seno.”

“Aku baru tahu ketika sedang meninjau cabang baru ini. Aku senang kamu bekerja di sini. Apakah ketika tahu bahwa akulah pemilik perusahaan ini, lalu kamu juga mau lari?”

“Tidak.”

“Syukurlah, teruslah bekerja, aku tahu alasan kamu resign. Tentang tunangan aku kan? Tapi kamu tidak usah khawatir, dia tidak akan datang kemari.”

“Syukurlah, tapi aku tetap tidak mau dianggap menjadi penghalang.”

“Tidak, siapa yang menganggapmu? Nanti kalau masa percobaan kamu sudah selesai, aku akan mengangkat kamu menjadi sekretaris lagi.”

“Sekretaris mas Seno?”

“Tidak. Perusahaan ini dipegang oleh bawahan aku yang baru, yang aku serahi mengelolanya. Dia sudah berpengalaman dan tampaknya baik.”

“Oh, orang lain?”

“Kamu belum pernah bertemu pimpinan kamu di sini ya? Kamu akan menjadi sekretarisnya nanti, dan pasti akan menghadapinya setiap hari. Tapi dia tidak akan membuat aku cemburu, orangnya sudah setengah tua, tapi dia pintar. Namanya Samadi.”

Sekar merasa tanah yang dipijaknya bergoyang.

***

Besok lagi ya.


51 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang.

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah SEBUAH JANJI 39 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah SEBUAH JANJI~39 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah...matur nuwun bu Tien

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah... Matur nuwun Bu Tien...

    ReplyDelete
  6. Matur nuwun Bunda tayangannya .... salam.sehat dan aduhai sllu

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh datang...
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillaah.
    Matur nuwun bunda Tien cantik.
    Salaam sehat dan bahagia selalu bersama keluarga tercinta. 😘😘😘

    ReplyDelete
  9. Alhamdulilah Sekar sdh dtg..
    Terimakasih bunda Tien..
    Semoga bunda sehat selalu..
    Aamiin..yra

    ReplyDelete
  10. Walahh... akan jadi sekretaris Samadi...??? Makin bingung tentunya.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah non cantik Sekar sudah tayang....

    Matur nuwun Bu Tien....🙏🙏

    ReplyDelete
  12. Ya Allah dikiranya perusahaan siapa
    Pak Ridwan lagi...tapi ampun celakanya lagi trnyt Samadi yg mw jd atasan Sekar
    Meskipun mw di angkat jd sekretaris lbh baik mundur aj Sekar buat apa ketemu Samadi

    Bikin perkara baru lagi
    Mksh bunda Tien ttp sehat doaku semangat berkarya buat kita2 dan ttp ADUHAI

    ReplyDelete
  13. Hwuaaduuuu..... Samadi rèk... What's a small world !!!

    ReplyDelete
  14. Mbak Tien pinter ya membuat hatiku deg2 plaaaas.....

    ReplyDelete
  15. Wauww lepas dari Seno lha kok malah akan ketemu Samadi...he..he. Apa yang akan terjadi saat ketemu Samadi nanti yg akan ditunjuk Seno jadi bossnya Sekar.. ???
    Salam sehat selalu Bu Tien . 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  16. Dunia begitu sempit.... Kereeen... Mkin pinisirin yg baca.... Trma kasih Mbu Tien, sht² trs brsma kluarga trcnta

    ReplyDelete
  17. Kasihan non cantik akhirnya nanti ketemu dg Samadi , Aduhai Ah

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah Bu Tien semoga sehat selalu....
    Aduh Sekar lepas dari Seno kenapa malah ada Samadi, bakal resign lagi ini kayaknya, daripada masuk mulut buaya.....Mending balik lagi aja ke kantor pusat jadi sekertaris Seno

    ReplyDelete
  19. Oh...
    Luar biasa
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  20. Ya ampun ..... Ternyata dunia ini memang sedaun kelor.....
    Terimakasih bu Tien
    Salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  21. La dalah...kok pimpinan jadi Samadi...weesss luput tenan
    Bumi bergoyang tenan ...
    Apa yg akan terjadi?

    Kita tunggu episode berikutnya ...semakin baper n penisirin....

    Matur suwun bunda Tien..salam Tahes Ulales dari bumi Arema Malang dan selalu tetap Aduhaiii

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah Sekar sdh tayang mksh Bu Tien salam sehat selalu

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah SJ 39 sdh hadir
    Samadi menjadi pimpinan perusahaannya Seno?
    Semakin penasaran cerita lanjutannya
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dsn bshagia selslu.
    Aamiin yaa Robbal' Aalamiin

    ReplyDelete
  24. Waduh bahaya ini. Mending Sekar terus terang aja sama Seno agar dijauhkan dari Samadi.
    Makasih mba Tien.
    Salam hangat, selalu aduhai

    ReplyDelete
  25. Waduuh, sekar bakal jadi sekretarisnya Samadi...
    Mau nggak ya?😁
    Matur nuwun bu Tien.
    Salam sehat dan aduhai..

    ReplyDelete
  26. Ooo...mai...gatt...

    Makin aduhai, bu Tiiien❤❤

    ReplyDelete
  27. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman

    ReplyDelete
  28. Waduh !
    Mau menghindari kuda bagus malah ketemu buaya ,... 😭

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga ya pak.. Sekar bs menyampaikan kegalauan hatinya klo mau ditempatkan seruangan dg buaya.. eeh.. Samadi..
      Shg Seno bs mengatur tempat agar Sekar tdk sekantor dg buaya darat itu..
      Kita tunggu lanjutannya nanti mlm ya pak Wignyo.. tambah penasaran..

      Delete
  29. Ow rupanya, maunya Seno; cara pdkt ngirim pakai makan siang nasi box tå; ternyata Samadi cuma pekerja nya Seno, padahal, laporan sama Yanti mendirikan perusahaan hmm.
    Justru ide Seno tambah jadi pemikiran kalau Samadi jadi pimpinan Sekar, justru itu yang bakal jadi alasan untuk lari lagi.
    Atau berani bilang apa adanya tentang keberatan mu.
    Malah kåyå cublak cublak suweng, mrono kecandhak, mréné kêcêkêl. Mêmêlas têmên cah.
    Tuhkan terbukti Samadi pintêr bicara, menutupi ulah tabiat yang buruk.
    madik madik.
    Sampai Ridwan pun terperdaya penampilan Samadi dengan tutur kata, perayu.
    Namanya juga usaha.
    Pantesan pak Ridwan suport suruh Seno mengejar Sekar, ya karena tahu posisi Sekar dimana, nah sebentar lagi dan hampir pasti putus tuh Elsa sama Seno.
    Bu Ridwan pun sudah menilai Elsa tidak begitu bisa diandalkan, kemauannya/kebiasaan susah dirubah, baru calon sudah bikin sèkte sendiri dengan temen temennya, pakai ritual malam malam lagi.
    Rupanya Seno cemburu kalau Sekar deket deket Barno.
    Hasil ngintip waktu Sekar terima telpon dari Barno.

    Terimakasih Bu Tien,
    Sebuah janji yang ketiga puluh sembilan sudah tayang, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  30. Alhamdulillah, suwun Bu Tien...🙏
    Salam sehat selalu...😊🙏

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah, terimakasih bunda Tien

    ReplyDelete
  32. alhamdullilah..matur suwun sj nya bunda..slm sayang dan sehat slldri skbmi🙏🥰🌹❤️

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Oh Tidaaaak,,,knp Samadi yg jd direkturnya,,,,jd tambah rame nih,,,

    Salan sehat wal'afiat bu Tienku 🤗🥰

    ReplyDelete
  34. Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip sehingga SJ39 sudah hadir bagi kami para penggandrungnya.

    Lebih baik sekar berterus terang sama ayah tentang posisi kerja setelah selesai masa percobaan dan riwayat pengalaman dgn Samad.
    Ceritakan juga kpd Barno yg sdh tahu banyak tentang Samadi.
    Semoga rencana posisi kerjamu yg bikin pusing itu mempercepatmu untuk segera dinikahkan dengan Barno ...
    Jalan menuju bahagia kadang sangat ber liku2.

    Matur nuwun ibu Tien. Berkah Dalem.



    ReplyDelete
  35. Alhamdulillah, semoga semuanya baik-baik saja.
    Matursuwun bu Tien, salam sehat selalu

    ReplyDelete
  36. Terima kasih ,bu Tien ..eea Samadi mati deh

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...