Friday, September 30, 2022

SEBUAH JANJI 40

 

SEBUAH JANJI  40

(Tien Kumalasari)

 

“Karena aku peduli sama kamu Sekar, kamu harus mendapatkan kedudukan yang baik di sini,” kata Seno, tanpa sadar bahwa Sekar gemetaran karenanya.

“Apa kamu senang?”

“Tidak, aku … tidak mau … “

“Apa? Kamu tidak mau?”

“Aku tidak mau. Aku sudah senang dengan pekerjaan aku. Pekerjaan yang tidak usah berinteraksi dengan para pimpinan.”

“Apa maksudmu Sekar.”

“Aku mau masuk dulu, kalau tidak tanda absenku akan merah,” katanya sambil membalikkan tubuh dan setengah berlari memasuki ruangan kerjanya.

Terengah-engah dia ketika duduk di kursi kerjanya. Bingung, tak tahu harus berbuat apa.”

Samadi. Nama itu sangat diingatnya. Nama laki-laki setengah tua yang hampir memperkosanya. Dan sekarang dia berada dibawah pimpinannya? Tidak. Mengapa dunia begitu sempit? Tadi Sekar hampir mengatakan bahwa dia lebih baik keluar saja. Tapi dia tak bisa mengatakan alasannya.

“Apa aku harus mengatakan saja terus terang kepada mas Seno ya. Aku sudah nyaman di sini, dan tidak harus ketemu langsung dengan para petinggi perusahaan. Tak mengapa walau gajinya kecil. Tapi sampai kapan aku bisa menyembunyikan diri dari si tua itu? Bagaimana kalau nanti dia melihat aku?”

Sekar memijit-mijit keningnya yang terasa berdenyut.

“Aduh, hari ini aku tak bisa konsentrasi dengan pekerjaan aku. Bagaimana ini?”

Sekar terus memijit-mijit keningnya. Ia terkejut ketika Warjo tiba-tiba masuk ke ruangannya.

Sekar menatapnya, tapi Warjo tak membawa apa-apa. Oh ya, ini masih pagi. Belum waktunya makan. Jadi dia heran ketika tiba-tiba Warjo mendekatinya.

“Ada apa Jo?”

“Ternyata Mbak Sekar kenal baik sama pak Seno?”

“Dan kamu menutupinya dari aku kan?”

“Mau gimana lagi Mbak, tadinya saya dipesan untuk tidak mengatakan pada Mbak, siapa yang mengirimi Mbak makan. Kemarin bahkan bilang kalau Mbak akan dijanjikan kedudukan yang lebih baik. Jadi sekretarisnya pak Samad, atau apa, gitu.”

Tiba-tiba bulu kuduk Sekar terasa merinding. Ia sedang ingin menghindari laki-laki setengah tua itu, malah ternyata dia juga bekerja di sini, dan Sekar hampir jadi sekretarisnya. Beruntung dia bisa ketemu pagi tadi, sehingga bisa mendengar rencana Seno, sehingga Sekar bisa menolaknya mentah-mentah.

“Siapa sebenarnya Samadi, di perusahaan ini?”

“Dia yang diserahi tanggung jawab di kantor ini Mbak. Tapi saat ini sedang bertugas ke Jakarta, mengurus ijin atau apa, saya sih orang kecil, nggak tahu apa-apa.”

"Ya sudah, kamu tadi ke sini sebenarnya mau apa?”

“Cuma mau bilang, ternyata Mbak Sekar kenal sama pak Seno. Mungkin itu sebabnya maka pak Seno selalu mengirimi Mbak Sekar makan siang setiap hari, hanya saja maunya sembunyi-sembunyi. Tak tahunya Mbak Sekar malah sudah tahu.”

“Oh, apa kamu juga sering ketemu yang namanya Samadi?”

“Kadang-kadang, kalau disuruh-suruh.”

“Kalau di depan dia, jangan pernah menyebut nama saya, ya.”

“Ya tidak, kalau tidak ada hubungannya pastilah saya tidak akan menyebut apa-apa.”

“Barangkali karena keheranan kamu mengetahui bahwa aku kenal sama pak Seno, lalu kamu ember … omong-omong sama dia tentang hal itu.”

Warjo tertawa lucu.

“Tidak Mbak, kalau Mbak sudah melarangnya, saya tidak akan melakukannya. Saya ini kan OB yang taat pada atasan. Tapi kan Mbak mau jadi sekretarisnya.”

“Tidak, aku tidak mau.”

“Memangnya kenapa Mbak, gaji sekretaris kan lebih tinggi, daripada pembantu administrasi, tidak seberapa.”

“Aku tidak mau gaji tinggi. Ya sudah, aku mau bekerja, kamu boleh pergi.”

“Baik Mbak, nanti siang saya pasti ke sini lagi,” katanya sambil berlalu.

“Ingat pesan saya Jo!”

“Iya, siaaap,” teriak Warjo yang kemudian menghilang di balik pintu.

Sekar menghela napas berat.

“Hidupku penuh liku-liku. Rasanya aku lelah sekali. Menghadapi segala macam cobaan, harus memikulnya sendiri demi menjaga perasaan bapak. Sekarang apa yang harus aku lakukan? Hampir sebulan aku di sini, sama sekali tidak tahu bahwa ini milik mas Seno, dan juga sama sekali tidak tahu, bahwa si tua itu menjadi tokoh penting di perusahaan ini.”

Sekar berusaha menyelesaikan pekerjaannya, walau terkadang terganggu dengan segala ganjalan yang dilaluinya.

Siang hari itu, selepas menjalankan ibadah, Sekar bermaksud kembali ke ruang kerjanya. Tapi tanpa disangka, seseorang duduk di kursi depan meja kerjanya.

“Mas Seno,” sapanya terkejut.

“Ayo keluar, temani aku makan.”

“Tidak, saya akan_”

“Warjo tidak akan ke sini siang ini, karena aku akan mengajakmu.”

“Bagaimana kalau ada orang melihatnya?”

Seno tertawa.

“Apa maksudmu? Memangnya aku maling sehingga takut dilihat orang?”

“Mas Seno seorang petinggi, saya hanya ….”

“Sudah, ini perintah.”

Sekar menahan senyuman. Kata-kata memaksa itu masih juga diucapkannya walau sudah tidak setiap hari bertemu.

Seno sudah berdiri, dan mau tak mau Sekar mengikutinya.

Disepanjang perjalanan keluar kantor, banyak mata memandangi mereka dengan heran. Pegawai baru bernama Sekar, pergi bersama bos tertinggi mereka.

“Ada apa ya?”

“Apa Sekar membuat kesalahan?”

“Tampaknya tidak, wajah pak Seno tidak tampak marah.”

“Memang pak Seno suka marah? Dia sangat tampan, dan selalu tersenyum kepada siapa saja. Matanya teduh, hidungnya mancung, bibirnya ….”

“Eh, kamu sedang ngomongin apa?” tegur temannya yang merasa lucu mendengar ocehan temannya, yang dengan santai memuji-muji bos gantengnya.

Mereka terkekeh, tapi semua itu dilakukan setelah Seno dan Sekar keluar dari kantor menuju ke arah mobilnya.

“Waduh, dibawa kemana dia?”

“Yang jelas tidak sedang kena marah, wajah Sekar juga biasa-biasa saja,” mereka masih saja membicarakannya.

***

Seno mambawa Sekar ke sebuah rumah makan.

“Mengapa Mas Seno melakukan ini?”

“Banyak yang ingin aku bicarakan sama kamu.”

“Apa itu?”

“Pertama-tama aku terkejut ketika pada suatu hari melihat kamu di ruangan itu. Semula tidak percaya, tapi Warjo mengatakan bahwa ada pegawai baru bernama Sekar.”

“Lalu Mas mengirimi saya makan siang setiap hari.”

“Sebenarnya aku ingin menyembunyikan identitas aku di perusahaan itu, tapi ternyata kamu sudah tahu lebih dulu. Aku hampir membicarakan dengan Samadi bahwa dia akan mendapatkan sekretaris baru.”

“Untunglah saya keburu bertemu Mas Seno, sehingga bisa menolaknya.”

“Itulah yang ingin aku tanyakan sama kamu. Dengan menduduki jabatan sekretaris, kamu akan mendapatkan gaji lebih banyak.”

“Tidak mau. Aku hanya ingin menjadi pegawai biasa, sekedar bisa mencukupi uang kuliah aku.”

“Nah, aku juga ingin bertanya. Tadinya alasan kamu pergi, adalah karena ingin fokus dengan kuliah kamu, tapi ternyata kamu mencari pekerjaan di tempat lain. Kamu tidak berterus terang.”

“Apa yang harus saya katakan? Sebenarnya saya masih membutuhkan uang untuk biaya kuliah.”

“Kenapa kamu harus resign?”

“Banyak pertimbangan.”

“Katakan, apa itu.”

“Tunangan Mas membenci saya.”

“Kamu kan baru sekali bertemu?”

“Dua kali.”

“Yang di kantor itu, lalu?”

“Saya saat itu makan siang bersama bapak, tidak menyangka di bangku belakang saya ada mbak Elsa dan teman-temannya. Dia membicarakan sekretaris kampungan di kantor mas Seno, dan dia ingin menggantikannya.”

“Hm, dia memang menginginkannya, keterlaluan kalau dia mengatai kamu sekretaris kampungan," geram Seno. 

“Itu sebabnya saya memilih resign saja. Mas tidak usah bertanya lagi, semuanya sudah jelas. Sekarangpun saya sedang berpikir.”

“Untuk resign lagi? Ada hubungannya dengan pak Samadi?”

“Saya bingung.”

“Katakan ada apa.”

“Pak Samadi itu mengenal saya.”

“Oh ya?”

“Dia suami baru ibu tiri saya.”

“Benarkah? Apakah itu mengganggu kamu? Kamu kan sudah tidak bersama ibu tiri kamu, jadi pikirkan jalan hidup masing-masing saja.”

“Dia ….”

“Kenapa?”

“Jalan hidup saya sangat rumit.”

“Mau menceritakan?”

Sekar diam untuk beberapa saat lamanya. Sampai makanan yang dipesan sudah datang, lalu mereka melahap makanan itu tanpa suara.

Seno tampak sangat bahagia bisa menemukan gadis yang dicintainya. Dia akan melakukan apa saja demi kebahagiaan Sekar.

“Saya hanya ingin, Mas membiarkan saya bekerja di tempat saya sekarang, dan jangan sampai saya berhubungan dengan para pimpinan, karena saya adalah karyawan biasa. Saya sedang memikirkan apa yang selanjutnya akan saya lakukan.”

Seno menatap Sekar dengan tatapan mesra. Sekar tak berani balas menatapnya. Ia tak mungkin bisa mengimbangi cinta laki-laki ganteng di depannya. Dia sudah tahu sebabnya.

“Sekar, aku akan melamar kamu.”

Sekar terkejut bukan alang kepalang. Ditatapnya Seno yang dengan senyuman memikat menatapnya.

“Jangan sampai pertunangan Mas gagal karena saya. Lupakanlah saya.”

“Saya akan segera memutuskan pertunangan itu.”

“Tidak. Jangan Mas, mbak Elsa sangat mencintai Mas Seno.”

“Bagaimana kamu bisa tahu isi hati seorang Elsa?”

“Dia mengejar Mas. Jadi jangan sampai Mas melukainya, saya mohon,” pinta Sekar, serius.

Seno diam. Dia mengira, Sekar menolaknya karena dia masih berstatus punya tunangan. Kalau dia sudah memutuskan pertunangan itu, Seno yakin Sekar tidak akan menolaknya.

***

Dua tiga hari yang dijanjikan Samadi ternyata molor, karena Samadi pergi hampir satu minggu. Karena itulah kemudian Yanti menelponnya.

“Ada apa Yanti?”

“Mas bilang hanya dua tiga hari, ini sudah lima hari, bagaimana sih?”

“Yanti, suami kamu ini bukan orang biasa. Banyak yang harus diselesaikan, dan ternyata sampai hari ini belum juga selesai. Tapi aku janji, dua hari lagi aku pasti sudah pulang.”

“Benarkah? Dua hari? Kalau Mas tidak pulang aku pasti menyusul nih.”

Samadi tertawa.

“Kamu mau menyusul kemana? Jakarta itu luas, bisa-bisa malah kamu hilang dan tidak bisa pulang.”

“Habis, Mas bohong. Perginya lama.”

“Tenang saja, dua hari lagi aku pasti sudah pulang. Ini mengambil surat ijin yang sudah siap, baru besok bisa aku ambil.”

“Mas ini sedang di mana?”

“Lagi istirahat, lelah sekali.”

“Aku kok mendengar suara perempuan Mas?”

“Apa?”

“Suara perempuan.”

“Ini kan di lobi hotel, banyak laki-laki dan perempuan berseliweran.”

“Mas tidak sedang bersama perempuan di hotel?”

“Ya ampuun, ya tidak dong Yanti, aku hanya punya kamu, mana mungkin berpaling dari kamu?”

“Ya sudah, pokoknya Mas harus cepat pulang ya?”

“Iya, sekarang aku mau tidur sebentar.”

“Sama siapa?”

“Sendiri lah. Mau sama siapa?”

“Tahu begitu kemarin-kemarin aku ikut,” gerutu Yanti.

“Mau ikut bagaimana, aku kan kerja. Paling juga kamu hanya aku suruh tiduran di hotel.”

“Tidak bisa jalan-jalan?”

“Kalau kamu jalan-jalan sendiri, bisa hilang kamu. Sudah, aku mau istirahat dulu ya.”

Samadi menutup pembicaraan begitu saja. Yanti sedikit kesal, tapi janji akan pulang dua hari lagi itu sedikit melegakannya.

***

“Tadi Eli menelpon lagi,” kata bu Ridwan ketika suaminya pulang.

“Menelpon kenapa?”

“Menanyakan hubungan Elsa dan Seno. Dia ingin mereka segera menikah.”

“Kamu sudah bilang sama anak kamu?”

“Seno selalu membuat aku kesal. Jawabannya tidak jelas.”

“Kan kamu sudah tahu bahwa Seno tidak suka pada tunangannya. Kamu bilang, pertunangan itu untuk mendekatkan mereka, agar bisa saling mengerti hati masing-masing. Dan kalau ternyata tidak bisa dekat, tidak bisa saling mengerti, bagaimana?”

“Aku bingung menjawabnya.”

“Kamu kan takut, karena Eli itu orangnya galak, terkadang kasar? Tapi ini bukan demi menjaga hati kamu sendiri. Ini masalah kehidupan anak kamu. Berumah tangga itu kalau bisa ya sekali untuk seumur hidup, tidak asal kamu suka lalu harus menikahkan mereka. Kalau mereka tidak bahagia, apa kamu tidak sedih?”

“Jadi aku harus bilang bagaimana?”

“Ketika dia menelpon, kamu bilang apa?”

“Aku hanya bilang, tunggu dulu … tunggu dulu … gitu terus.”

“Kalau dia menelpon lagi, bilang terus terang kalau Seno tidak suka sama anaknya. Titik.”

“Aduuuh, aku pasti disemprot.”

“Disemprot sekali, tapi selanjutnya kamu tidak akan dikejar-kejar lagi. Sudah, aku pusing membicarakan masalah itu terus.”

***

Ternyata tidak hanya sekali Seno mengajak Sekar makan di luar. Warjo jadi tahu bahwa ada hubungan spesial diantara petinggi perusahaan itu dan karyawan baru-nya yang cantik.

Siang hari itu Seno dan Sekar sudah ada disebuah rumah makan, dan menikmati makan bersama. Sekar tak pernah bisa menolaknya, karena Seno punya senjata, ‘ini perintah’.

Hanya saja Sekar tak pernah menunjukkan bahwa dia akan mengimbangi perasaan Seno. Ia terus menjaga jarak, dan itu oleh Seno dianggap bahwa Sekar masih merasa ragu karena dia masih bertunangan. Ia bermaksud secepatnya mengatakan kepada orang tuanya, terutama ibunya, bahwa dia tidak mencintai Elsa, dan ingin agar hubungan pertunangan itu putus.

Mereka sudah selesai makan, dan sedang berjalan, ketika tiba-tiba seorang wanita masuk. Wanita yang sangat dikenal Sekar karena dia Yanti, bekas ibu tirinya. Melihat Sekar, Yanti berhenti. Ia melepas kaca mata hitam yang hampir menutupi seluruh wajahnya.

“Sekar?”

Sekar terpaksa menanggapi.

“Iya Bu.”

“Kamu sama siapa ini? Oh, ya ampuun, saya pernah melihat fotonya. Ini kan yang namanya pak Seno, bawahan suami saya?” katanya enteng, sambil tertawa sumringah.

Seno tertegun.

***

Besok lagi ya.

 

48 comments:

  1. Matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah sdh ada.... trimakasih bu Tien

    ReplyDelete
  3. Hooooreee..... tayang bwt sangu bobok

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah.. sudah tayang 🥰🥰

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh datang...
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah... Matur nuwun Bunda Tien...Salam sehat selalu 🙏🌹🦋

    ReplyDelete
  7. Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa jadi Yanti bermaksud meng-olok" Sekar, tapi justru rahasianya terbongkar.
      Saya setuju saja kalau Samad dipindahkan tukar tempat dengan Barno.
      Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat.

      Delete
  8. Alhamdulillah mksh Bu Tien salam sehat selalu

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah terima kasih bu Tien...salam sehat selalu
    Samad .....Samad bisa2 nya bilang Seno bawahan, ayo Sekar bilang terus terang sama Seno bahwa Samad orang jahat jangan dipercaya jabatan tinggi......

    ReplyDelete
  10. Yach..apa g kebalik tu Yanti...😆😆

    Matur nuwun bunda Tien SJ nya sudah tersaji..😍

    ReplyDelete
  11. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  12. Hé hé hé hé, Yanti emang embeer, owner dibilang bawahan, tuh..
    Kacau..
    Ayo ambil sikap..
    Ibunya sudah diberi tahu cara ngejawab sama Eli.
    Seno lemot seeh aturan begitu ada greget kelain hati; langsung loos lepas, jadi nggak ada halangan lagi.
    Emaknya ikutan kethus lagi aduh..
    Mau bilang terus terang sama Seno nanti-nanti huh, padahal ada masa lalu yang bikin trauma, bisa jadi Samad mau balas dendam, tuh sudah bersiap cari petarangan, ha ha.
    Tanya dong kena apa sampai mempekerjakan Samad, sama sama jadi pegawai, ngakunya memiliki perusahaan, yang punya bengong. ..

    Terimakasih Bu Tien,
    Sebuah janji yang ke empat puluh sudah tayang,
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  13. Tks bunda Tien.. Sekar sdh tayang
    Yanti nyusul ke kntor suaminya..
    Seno sbg bos perusahaan jd tau karakter Samadi dan istrinya..
    Semoga Sekar tdk bermasalah dg Samadi dan Yanti..
    Salam sehat selalu utk bunda..
    Selamat mlm dan selamat beristirahat

    ReplyDelete
  14. Makasih mba Tien.
    Seruu...
    Salam sehat selalu. Aduhai

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah SEBUAH JANJI 40 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  16. Yanti... Yanti .... Terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  17. “Kamu sama siapa ini? Oh, ya ampuun, saya pernah melihat fotonya. Ini kan yang namanya pak Seno, bawahan suami saya?” katanya enteng, sambil tertawa sumringah.

    Seno tertegun.

    Owalah ngger....ngger........
    Inilah type orang "dongok"
    Bu Tien mulai mengaduk-aduk prasaan emak-2
    1. Akan dijadikan sekretaris Somad..
    2. Dipertemukan dengan Yanti bekas ibu tiriny..
    3. Ini pak Seno... bawahan suamiku....
    dan lagi .... dan lagi .... masih banyak jusrusnya
    Matur nuwun bu Tien... sugeng dalu.

    ReplyDelete
  18. Terimakasih bu Tien
    Semoga sehat selalu dan salam aduhai 👍

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah .....
    Matur nuwun Ibu Tien SEBUAH JANJI 40 sampun tayang sugeng ndalu sugeng istirahat
    Salam SEROJA..

    ReplyDelete
  20. Cepat pulang Barno, jangan sampai keduluan Seno melamar Sekar.
    Semoga dengan perjumpaan Seno dan bu Yanti menyadarkan Seno untuk Hati2 dgn Samadi lalu memilih Seno untuk menduduki Jabatan Samadi, Samadi dipindah ke Batam...

    Bikin penasaran aja nih...
    Matur nuwun ibu Tien, Berkah Dalem.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waaah...samadi bs tukeran tempat dg Barno yaa...
      Samadi dimutasi ke Batam..
      Barno dipindah ke Solo hehe...

      Delete
  21. Maaf....
    ....lalu memilih Barno untuk....

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah
    Terimakasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 n selalu dlm lindungan Allah SWT

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah, salam sehat selalu bu Tien...matursuwun

    ReplyDelete
  24. Matur nuwun bu Tien.
    Salam sehat dari mBantul

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah Maturnuwun Salam Aduhai . semoga selalu Sehat & tetap Semangat

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah SEBUAH JANJI~40 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Mantab,,,seru nih n rame tp jd penasaran ,,,,duh ,duh Yanti cangkem eleknya mulai metu nih ,,,rasanya mau dilakban ,,🤣🤣🤣

    Salam sehat wal'afiat bu Tienku yg sangat baik 🤗🥰

    ReplyDelete
  28. terima ksih bunda Tien SJ nya..smg tdk terjadi apa2 klw si Samad jdi pimpinan sekar..slm sehat sll y bund🙏🥰🌹

    ReplyDelete
  29. Gaswaat... Sekar blm dtg..
    Kok sdh ngantuuk yaaa..
    Harap maklum emak" pensiunan..

    ReplyDelete
  30. Sama.....
    Jg hujan lebat banget
    Udaranya dingin
    Tambah ngantuk

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...