SEBUAH JANJI 39
(Tien Kumalasari)
Sekar masih bersembunyi di balik pohon, sampai
laki-laki itu menaiki mobilnya, kemudian pergi. Sekar melangkah masuk ke dalam
setelah Warjo tidak lagi ada di depan kantor.
Masih berdebar dada Sekar, saat dia duduk di kursi
kerjanya.
“Bagaimana dia ada di situ? Bagaimana dia kenal sama
Warjo, dan apa yang mereka bicarakan tadi? Apakah ada hubungannya dengan
perusahaan ini, atau bahkan dengan diriku?” gumam Sekar sambil meraih teh
hangat yang sudah tersedia di atas mejanya.
Perlahan Sekar membuka laptopnya, tapi tidak segera
fokus dengan pekerjaannya.
“Apakah dia ada hubungannya dengan sekotak makanan
yang setiap hari dikirimkan untuk diriku?” Sekar terus membatin.
Sekar memulai menata apa yang harus dikerjakannya.
Tapi bayangan laki-laki itu terus menghantuinya.
“Nanti aku harus menanyakannya pada Warjo. Aku ingin
tahu apakah dia ada hubungannya dengan perusahaan ini. Kalau ya, rasanya aku
harus pergi dari sini. Aku tidak mau selalu dihantui oleh perasaan yang tak
menentu. Ada yang membuatku takut, dan itu tidak akan membuat aku tenang dalam
berkarya.”
Ia terus berusaha mengibaskan beribu tanda tanya yang
memenuhi benaknya, sehingga kemudian bisa melanjutkan pekerjaannya.
Saat istirahat, ponsel Sekar berdering. Sekar
berdebar, ada foto Barno terpampang dilayar, dan senyumnya mengembang. Ia
teringat apa yang dikatakan ayahnya, bahwa Barno pantas menjadi pendampingnya.
Apakah dirinya tidak mau punya mertua yang tidak berkasta? Itu pertanyaan
ayahnya. Lalu senyumnya semakin melebar.
“Non !”
Sekar terkejut. Rupanya dia sudah mengangkat panggilan
telpon itu tapi tidak segera menjawab, karena pikirannya melayang ke mana-mana.
“Eh … ya, Barno,” jawabnya sedikit gugup.
“Non sedang melamun? Atau masih sibuk? Kalau masih
sibuk saya tutup dulu ya.”
“Tidak … tidak, Barno, saya sedang membenahi
kertas-kertas di meja. Maaf ya,” jawabnya bohong.
“Ini sudah saatnya istirahat bukan?”
“Iya, aku sudah mau istirahat nih.”
“Ya sudah, berarti saya tidak mengganggu.”
“Tentu saja tidak. Apa kabarmu Barno?”
“Baik Non, sebenarnya saya cuma mau memberi tahu,
bahwa minggu depan saya akan cuti selama seminggu.”
“Berarti kamu mau pulang?” lalu Sekar kaget karena ia
berteriak, dan tampak seperti bersorak.
“Iya Non, sekaligus ada tugas ke kantor pusat.”
“Ooh.”
“Berarti saya akan ketemu pak Seno.”
“Ya. Pokoknya aku senang kamu pulang. Bibik kangen sekali
sama kamu, dia pasti senang.”
“Apakah Non juga senang?” tanya Barno yang kemudian
disesalinya sendiri, merasa begitu lancang.
“Maaf,” kemudian kata maaf disusulkannya.
“Aku senang, tentu saja.”
Kemudian Warjo masuk ke dalam ruangannya, dan
meletakkan kotak nasi di meja Sekar. Tapi ketika Warjo membalikkan tubuhnya,
Sekar berteriak.
“Tunggu Jo, jangan pergi dulu.”
“Non, ya sudah … saya mau makan dulu. Pastinya Non
juga mau makan.”
“Iya, baiklah No, sampai ketemu.”
Lalu Sekar menutup ponselnya, menatap Warjo yang masih
berdiri menunggunya.
“Ya Mbak …”
“Ini makanan sebenarnya dari siapa?”
“Waduh Mbak, saya kan sudah bilang bahwa dari seorang petinggi, tapi saya tidak tahu namanya.”
“Jangan bohong kamu. Dosa lhoh.”
“Ya ampun, kok Mbak jadi nyumpahin saya sih.”
“Bukan nyumpahin, tanpa disumpahin-pun, yang namanya
bohong itu dosa.
“Dosa untuk kebaikan itu kan hukumannya ringan,” kata
Warjo cengengesan, lalu membalikkan tubuhnya.
“Warjo, aku belum selesai bicara.”
“Ada apa lagi sih Mbak, kalau tanya namanya, sungguh saya
tidak tahu. Lagian kenapa peduli sama namanya, yang penting makan enak, beres
kan?”
“Tidak. Diberi oleh seseorang itu kan harus
mengucapkan terima kasih. Tidak asal makan begitu saja.”
“Iya, Mbak Sekar benar, besok kalau ketemu saya akan
bilang bahwa Mbak Sekar mengucapkan terima kasih.”
“Apa kamu ketemu setiap hari?”
“Tidak setiap hari Mbak, tergantung dia.”
“Kamu benar, tidak tahu namanya? Sudah berbincang
setiap saat tapi tidak tahu namanya?”
“Iya Mbak.”
“Aku kasih tahu ya, namanya pak Seno. Suseno,” kata
Sekar sambil menatap tajam Warjo.
Warjo tertegun, untuk sesaat tak bisa bicara.
“Jelas?”
“Kok …. Kok Mbak tahu sih?”
“Karena aku tahu dan kamu tidak, maka kamu aku beri
tahu.”
“Maaf Mbak … sungguh ini bukan kemauan saya, tapi
kemauan beliau. Dia tidak mau saya mengatakan siapa yang memberi.”
“Baiklah. Besok kamu bilang, bahwa tidak usah memberi
aku makan siang.”
“Jangan begitu Mbak, uangnya sudah dibayarkan ke
restoran itu, saya tinggal mengambil dan menyerahkannya pada Mbak.”
“Aku tidak mau.”
“Mbak, tolonglah Mbak, saya bisa kena hukuman kalau
tidak bisa melaksanakan tugas saya dengan baik,” kata Warjo memelas.
“Kalau begitu makan saja oleh kamu sendiri.”
“Mbak jangan begitu, saya sudah mendapat jatah saya
sendiri. Tolong Mbak, jangan menolak ya. Dia pemilik perusahaan ini. Saya bisa
dipecat.”
Sekar membelalakkan matanya. Jadi dia bekerja di
perusahaan milik keluarga Ridwan lagi? Mengapa dunia begitu sempit?
“Tolonglah Mbak,” Warjo masih memohon-mohon.
Tak urung Sekar merasa kasihan melihat Warjo. Akhirnya
dia mengangguk, dan membiarkan Warjo pergi.
Tapi muncullah dilema yang mengusik hatinya. Sekarang
dia tahu, perusahaan ini adalah juga milik keluarga Ridwan. Seno adalah
petinggi yang dimaksud Warjo. Benarkah dia ingin lari dari sana? Di satu pihak
dia menghindari Seno, satu pihak yang lainnya dia membutuhkan pekerjaan. Apakah
dia harus mencari lagi lowongan pekerjaan yang lain? Dimana sangat susah
mendapatkannya? Apa nanti ayahnya tidak akan ikut gelisah memikirkan keadaan
ini?
Perlahan Sekar membuka kotak yang diantarkan Warjo.
Nasi gudeg dan semua perlengkapannya. Ada telur pindang, ada paha ayam, ada sambal
goreng ati, ada kerupuk. Semuanya menggugah selera. Mengapa ia harus menampik
pemberian ini? Warjo saja sampai ketakutan ketika dia menolaknya. Apakah Seno
juga mengancam bahwa pemberian ini harus sampai kepada dirinya, dan kalau tidak
maka Seno akan memarahinya? Warjo bahkan takut Seno akan memecatnya.
Sekar tersenyum tipis. Begitu baik hati Seno terhadap
semua bawahannya, mana mungkin dia akan memecat gara-gara nasi kotak ini?
Sekar menarik kotak makanan itu ke hadapannya,
mengambil sendok, dan mulai menyuapnya. Wajah Seno terbayang. Wajah tampan yang
tampak rapuh saat dia menolak cintanya. Ada rasa iba melihatnya, tapi apa yang
harus diperbuatnya? Ada banyak masalah ketika ia membiarkan hati mereka
bertaut. Lagi pula ada seorang laki-laki dari seorang ibu tanpa kasta yang
selalu dirindukannya, walau cinta tak pernah terucap.
***
Elsa merasa kehabisan cara. Akal-akalan yang
mengorbankan mobilnya sehingga penyok, tidak membuat hati Seno berpaling
kepadanya. Ia bahkan merasa, sikap ayah Seno juga tidak ramah saat dia dianggap
sakit di rumah mereka.
Bu Ridwan sedang duduk di ruang tamu ketika Elsa
keluar dari kamar dan sudah rapi.
“Kamu mau ke mana?”
“Mau pulang saja Bu.”
“Kenapa pulang? Bukankah mobil kamu belum diantarkan
kemari?”
“Saya sudah tanya ke bengkel. Seno memberikan alamat
rumah Elsa, jadi mobil itu akan diantar ke rumah Elsa kalau sudah siap.”
“Hm, Seno itu memang keterlaluan. Orangnya ada di sini,
mengapa mobilnya diantar ke sana?” omel bu Ridwan.
“Biar saja Bu, saya mau naik taksi.”
“Tunggu Seno saja, biar nanti dia mengantarkan kamu.”
“Tidak usah Bu, saya janjian mau ketemuan sama
teman-teman kuliah saya. Mereka baru datang dari Amerika.”
“Oo? Tidak mengajak Seno, supaya kenal dengan teman-teman
kamu?”
“Kami ketemuan di café, mana Seno mau? Malam-malam
pula.”
Bu Ridwan diam. Agak kurang suka mendengar malam-malam
Elsa mau ketemuan dengan teman-temannya. Itu kan salah satu yang tidak disukai
Seno?
“Elsa, Seno memang tidak suka hura-hura. Bagaimana
kalau kamu mengurangi kesukaan kamu yang suka bersenang-senang apalagi saat
malam hari?”
“Memangnya apa salahnya kalau saya ketemuan dengan
teman-teman saat malam hari? Kami terbiasa begitu. Dan percayalah saya tidak
akan melakukan hal-hal yang buruk,” Elsa mencoba membela diri.
“Kalau kamu ingin Seno memperhatikan kamu, cobalah
kurangi kesukaan kamu ber hura-hura itu.”
“Seno itu terlalu kolot. Harusnya belajar mengimbangi kemajuan
jaman. Kalau saya mengikutinya, teman-teman saya akan mengatakan saya kuno,
tidak berkelas.”
Bu Ridwan diam. Semakin lama semakin terbuka olehnya,
bahwa Elsa tidak bisa mengimbangi gaya hidup Seno yang sederhana, dan pekerja
keras, sementara Seno-pun tak akan bisa melakukan hal-hal yang diluar keinginannya.
“Baiklah Bu, saya pergi dulu. Saya sudah memanggil
taksi.”
“Oh, iya Elsa, hati-hati di jalan.”
Elsa langsung pergi keluar, karena tampaknya taksi
yang dipesan sudah menunggu didepan.
Bu Ridwan termenung. Pendidikan tinggi, keluaran
universitas terkenal pula, tapi mana tata krama yang harusnya dimiliki, karena
dia kan gadis Indonesia, Jawa pula. Ketika setiap anak muda berpamit kepada
orang tua dengan mencium tangannya, maka hal itu tak pernah dilakukan Elsa. Baru
sekarang bu Ridwan merasakannya.
Maka ketika siang hari itu ibu Elsa menelpon,
menanyakan kapan akan menikahkan anak mereka, maka ragu-ragu bu Ridwan
menjawabnya. Rupanya Elsa sudah menelpon ibnya, sehingga tiba-tiba dia
menelponnya.
“Sebaiknya jangan tergesa-gesa dulu Eli, menikah itu
bukan main-main. Anak-anak yang menjalani harus yakin pada pilihannya. Barulah
hidup mereka akan bahagia.”
“Mengapa tiba-tiba kamu berkata begitu? Bukankah dari
dulu kamu yang ingin berbesan?”
“Keinginan orang tua terkadang berbeda dengan anak. Aku
baru sadar sekarang. Maaf ya Eli.”
“Maksudmu bagaimana sekarang?”
“Kita tunggu saja dulu, bagaimana maunya anak-anak.”
“Huuh, keburu tua.” Kata Eli sambil memutus sambungan
telpon tiba-tiba.
Bu Ridwan menghela napas panjang. Tuh kan, sahabatnya
tampak marah karena dia mengundur-undur pernikahan anak-anak mereka. Dari dulu
dia sudah tahu kalau sahabatnya yang satu itu amat keras dan terkadang sedikit
kasar. Ia ingin menghindari kata-kata ketus dan kasar itu, tapi mana mungkin
memaksa Seno untuk menikah, sementara dari dulu dia sudah tahu kalau Seno tidak
menyukainya.
***
Setelah makan malam, Sekar tidak langsung masuk ke
kamarnya. Biasanya dia langsung menekuni kuliahnya yang memang dijalaninya melalui
online.
“Ada apa Non? Kok malah melamun di sini?”
“Agak bingung aku bik.”
“Bingung kenapa?”
“Oh ya, apa Barno tadi menelpon bibik?”
“Tidak Non, memangnya kenapa?”
“Tadi menelpon, saat aku masih di kantor.”
“Oh ya? Cerita apa dia?”
“Katanya Minggu depan mau pulang.”
“Benarkah?” wajah bibik langsung sumringah.
“Dia cuti seminggu, tapi sebenarnya ada tugas untuk
ke kantor pusat.”
“Wah, senang sekali bibik Non. Kapan persisnya dia
pulang Non? Maksud bibik, hari apa … gitu.”
“Dia hanya bilang minggu depan."
“Pasti kalau sudah dekat akan ngabari kan Non?”
“Iya bik, begitu pastinya.”
“Lalu Non tadi sebenarnya mau bilang apa?”
“Oh iya, itu bik. Bingung aku.”
“Kenapa lagi Non?”
“Bibik tahu nggak, perusahaan dimana aku bekerja itu,
sebenarnya milik pak Ridwan juga.”
“Pak Ridwan siapa sih Non?”
“Bibik lupa lagi sih? Pak Ridwan itu ayahnya mas Seno.”
“Oh iya, Non pernah memberi tahu bibik ya, duuuh …
bibik sudah tua sih, lupa.”
“Hm, bibik tuh.”
“Nanti dulu Non, jadi Non itu pindah kerja, tapi
kembali lagi di situ juga perusahaan milik pak Seno?”
Sekar mengangguk.
“Waduh, perusahaan kok nyebar di mana-mana. Malah
Barno tanpa sengaja juga bekerja di sana.
Lalu kenapa Non bingung?”
“Bingung lah Bik, aku pindah kan karena menghindari
mas Seno, ee .. ketemu lagi. Malah makan siang yang selalu dikirim itu,
ternyata juga dari dia.”
“Lalu bagaimana Non? Apa pak Seno kemudian melarang Non
melanjutkan kerja di sana?”
“Bukan begitu Bik, aku tuh bingungnya, apa aku harus
keluar lagi, gitu lhoh.”
“Ya nggak usah Non, kalau di tempat yang sebelumnya,
kan karena tunangan pak Seno yang ingin jadi sekretaris pak Seno, sekarang beda
lagi. Biarkan saja, tetaplah bekerja. Non kan sudah merasakan, cari kerja itu
susah lho.”
“Gitu ya Bik?”
“Iya, nggak usah pindah lagi, nanti lagi-lagi ketemu
perusahaan milik pak Seno lagi, bagaimana. Sama juga bo ong kan?”
***
Tapi pada suatu hari ketika Sekar memergoki Seno
ketemuan dengan Warjo, Sekar nekat mendekati, tidak lagi bersembunyi. Tentu
saja Seno terkejut.
“Sekar?”
“Ternyata majikan saya juga mas Seno.”
“Aku baru tahu ketika sedang meninjau cabang baru ini.
Aku senang kamu bekerja di sini. Apakah ketika tahu bahwa akulah pemilik
perusahaan ini, lalu kamu juga mau lari?”
“Tidak.”
“Syukurlah, teruslah bekerja, aku tahu alasan kamu
resign. Tentang tunangan aku kan? Tapi kamu tidak usah khawatir, dia tidak akan
datang kemari.”
“Syukurlah, tapi aku tetap tidak mau dianggap menjadi
penghalang.”
“Tidak, siapa yang menganggapmu? Nanti kalau masa
percobaan kamu sudah selesai, aku akan mengangkat kamu menjadi sekretaris lagi.”
“Sekretaris mas Seno?”
“Tidak. Perusahaan ini dipegang oleh bawahan aku yang
baru, yang aku serahi mengelolanya. Dia sudah berpengalaman dan tampaknya baik.”
“Oh, orang lain?”
“Kamu belum pernah bertemu pimpinan kamu di sini ya?
Kamu akan menjadi sekretarisnya nanti, dan pasti akan menghadapinya setiap
hari. Tapi dia tidak akan membuat aku cemburu, orangnya sudah setengah tua,
tapi dia pintar. Namanya Samadi.”
Sekar merasa tanah yang dipijaknya bergoyang.
***
Besok lagi ya.
Yes
ReplyDeleteAlhamdulillah
Delete
ReplyDeleteMtnuwun Mb Tien🙏🙏
Yess
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang.
ReplyDeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteAlhamdulillah SEBUAH JANJI 39 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah SEBUAH JANJI~39 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah...matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah... Matur nuwun Bu Tien...
ReplyDeleteMatur nuwun Bunda tayangannya .... salam.sehat dan aduhai sllu
ReplyDeleteAlhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh datang...
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillaah.
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien cantik.
Salaam sehat dan bahagia selalu bersama keluarga tercinta. 😘😘😘
Alhamdulilah Sekar sdh dtg..
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien..
Semoga bunda sehat selalu..
Aamiin..yra
Walahh... akan jadi sekretaris Samadi...??? Makin bingung tentunya.
ReplyDeleteSalam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Alhamdulillah non cantik Sekar sudah tayang....
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien....🙏🙏
Ya Allah dikiranya perusahaan siapa
ReplyDeletePak Ridwan lagi...tapi ampun celakanya lagi trnyt Samadi yg mw jd atasan Sekar
Meskipun mw di angkat jd sekretaris lbh baik mundur aj Sekar buat apa ketemu Samadi
Bikin perkara baru lagi
Mksh bunda Tien ttp sehat doaku semangat berkarya buat kita2 dan ttp ADUHAI
Hwuaaduuuu..... Samadi rèk... What's a small world !!!
ReplyDeleteMbak Tien pinter ya membuat hatiku deg2 plaaaas.....
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteHatur nuhun.
ReplyDeleteWauww lepas dari Seno lha kok malah akan ketemu Samadi...he..he. Apa yang akan terjadi saat ketemu Samadi nanti yg akan ditunjuk Seno jadi bossnya Sekar.. ???
ReplyDeleteSalam sehat selalu Bu Tien . 🙏🙏🙏
Dunia begitu sempit.... Kereeen... Mkin pinisirin yg baca.... Trma kasih Mbu Tien, sht² trs brsma kluarga trcnta
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹
Kasihan non cantik akhirnya nanti ketemu dg Samadi , Aduhai Ah
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah Bu Tien semoga sehat selalu....
ReplyDeleteAduh Sekar lepas dari Seno kenapa malah ada Samadi, bakal resign lagi ini kayaknya, daripada masuk mulut buaya.....Mending balik lagi aja ke kantor pusat jadi sekertaris Seno
Oh...
ReplyDeleteLuar biasa
Terima kasih mbak Tien...
Ya ampun ..... Ternyata dunia ini memang sedaun kelor.....
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien
Salam sehat selalu.
La dalah...kok pimpinan jadi Samadi...weesss luput tenan
ReplyDeleteBumi bergoyang tenan ...
Apa yg akan terjadi?
Kita tunggu episode berikutnya ...semakin baper n penisirin....
Matur suwun bunda Tien..salam Tahes Ulales dari bumi Arema Malang dan selalu tetap Aduhaiii
Alhamdulillah Sekar sdh tayang mksh Bu Tien salam sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah SJ 39 sdh hadir
ReplyDeleteSamadi menjadi pimpinan perusahaannya Seno?
Semakin penasaran cerita lanjutannya
Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dsn bshagia selslu.
Aamiin yaa Robbal' Aalamiin
Trims Bu Tien sehat selalu
ReplyDeleteWaduh bahaya ini. Mending Sekar terus terang aja sama Seno agar dijauhkan dari Samadi.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam hangat, selalu aduhai
Waduuh, sekar bakal jadi sekretarisnya Samadi...
ReplyDeleteMau nggak ya?😁
Matur nuwun bu Tien.
Salam sehat dan aduhai..
Ooo...mai...gatt...
ReplyDeleteMakin aduhai, bu Tiiien❤❤
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman
Waduh !
ReplyDeleteMau menghindari kuda bagus malah ketemu buaya ,... 😭
Semoga ya pak.. Sekar bs menyampaikan kegalauan hatinya klo mau ditempatkan seruangan dg buaya.. eeh.. Samadi..
DeleteShg Seno bs mengatur tempat agar Sekar tdk sekantor dg buaya darat itu..
Kita tunggu lanjutannya nanti mlm ya pak Wignyo.. tambah penasaran..
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteOw rupanya, maunya Seno; cara pdkt ngirim pakai makan siang nasi box tå; ternyata Samadi cuma pekerja nya Seno, padahal, laporan sama Yanti mendirikan perusahaan hmm.
ReplyDeleteJustru ide Seno tambah jadi pemikiran kalau Samadi jadi pimpinan Sekar, justru itu yang bakal jadi alasan untuk lari lagi.
Atau berani bilang apa adanya tentang keberatan mu.
Malah kåyå cublak cublak suweng, mrono kecandhak, mréné kêcêkêl. Mêmêlas têmên cah.
Tuhkan terbukti Samadi pintêr bicara, menutupi ulah tabiat yang buruk.
madik madik.
Sampai Ridwan pun terperdaya penampilan Samadi dengan tutur kata, perayu.
Namanya juga usaha.
Pantesan pak Ridwan suport suruh Seno mengejar Sekar, ya karena tahu posisi Sekar dimana, nah sebentar lagi dan hampir pasti putus tuh Elsa sama Seno.
Bu Ridwan pun sudah menilai Elsa tidak begitu bisa diandalkan, kemauannya/kebiasaan susah dirubah, baru calon sudah bikin sèkte sendiri dengan temen temennya, pakai ritual malam malam lagi.
Rupanya Seno cemburu kalau Sekar deket deket Barno.
Hasil ngintip waktu Sekar terima telpon dari Barno.
Terimakasih Bu Tien,
Sebuah janji yang ketiga puluh sembilan sudah tayang, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Alhamdulillah, suwun Bu Tien...🙏
ReplyDeleteSalam sehat selalu...😊🙏
Alhamdulillah, terimakasih bunda Tien
ReplyDeletealhamdullilah..matur suwun sj nya bunda..slm sayang dan sehat slldri skbmi🙏🥰🌹❤️
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteOh Tidaaaak,,,knp Samadi yg jd direkturnya,,,,jd tambah rame nih,,,
Salan sehat wal'afiat bu Tienku 🤗🥰
Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip sehingga SJ39 sudah hadir bagi kami para penggandrungnya.
ReplyDeleteLebih baik sekar berterus terang sama ayah tentang posisi kerja setelah selesai masa percobaan dan riwayat pengalaman dgn Samad.
Ceritakan juga kpd Barno yg sdh tahu banyak tentang Samadi.
Semoga rencana posisi kerjamu yg bikin pusing itu mempercepatmu untuk segera dinikahkan dengan Barno ...
Jalan menuju bahagia kadang sangat ber liku2.
Matur nuwun ibu Tien. Berkah Dalem.
Alhamdulillah, semoga semuanya baik-baik saja.
ReplyDeleteMatursuwun bu Tien, salam sehat selalu
Terima kasih ,bu Tien ..eea Samadi mati deh
ReplyDelete