SEBUAH JANJI 20
(Tien Kumalasari)
Langkah Sekar dan Barno terhenti, ketika melihat ke
arah ranjang di mana pak Winarno terbaring. Mereka melihat pak Winarno sedang
menggerak-gerakkan tangannya, seperti melakukan gerakan shalat. Sekar memejamkan
matanya, menahan keluarnya air mata karena rasa syukur dan haru. Bersyukur
sekaligus terharu karena ayahnya sudah sadar, bahkan tidak melupakan ibadah
yang selamanya dilakoninya.
Sekar menoleh ke arah perawat yang mendekati ayahnya,
dan perawat itu tersenyum sambil mengacungkan jempolnya.
Sekar dan Barno mendekat setelah melihat ayahnya
memperlihatkan gerakan salam, kemudian mulutnya berkomat kamit melantunkan doa,
sementara ventilator masih terpasang.
Tak lama kemudian pak Winarno menoleh ke arah Sekar
dan Barno yang berdiri agak menjauh, kemudian ia melambaikan tangannya. Ia
mengatakan pada perawat agar melepaskan alat bantu napas itu dari mulutnya.
Perawat yang tadi mendekat, kemudian melepaskannya. Ia senang karena pak
Winarno tidak lagi tampak terengah-engah.
“Pak Winarno menunjukkan keadaan yang lebih baik. Saya
akan melapor kepada dokter,” kata perawat itu sambil berlalu.
“Bapak,” Sekar memegang tangan ayahnya, dan berusaha
menahan keluarnya air mata agar tak membuat ayahnya sedih.
“Kalian … selalu menunggui aku?”
“Ya, Pak,” jawab Sekar dan Barno hampir bersamaan.
“Bagaimana perasaan Bapak?”
“Baik. Lebih baik.”
Sekar tersenyum lalu mencium tangan ayahnya.
“Aku mau pulang saja.”
“Jangan Pak, Bapak harus dirawat sampai sembuh.”
“Jangan mempergunakan uang itu untuk pengobatan
bapak.”
“Uang apa?”
“Aku kan sudah bilang, ada uang di rekening kamu.”
“Tidak. Sekar tidak mengambil uang itu. Ada uang yang
cukup untuk pengobatan Bapak.”
“Dari mana?” kata pak Winarno sambil mengerutkan
keningnya.
“Bapak tidak usah memikirkan dari mana uang itu.
Pokoknya ada,” kata Sekar yang belum ingin mengatakan tentang penjualan sepeda
motornya.
“Benarkah? Dari tabungan kamu?”
“Tidak. Bapak tenang saja.”
“Barno,” pak Winarno melambaikan tangannya ke arah
Barno.
Barno mendekat, lalu Sekar berdiri agak mundur.
“Bisakah mencarikan rumah untuk Sekar?”
“Rumah?”
“Ya, kecil saja, ada uang di tabungan Sekar, kamu bisa
melihatnya di rekeningnya.”
“Oh, baiklah.”
“Sekarang. Secepatnya.”
“Baik.”
“Kalau sudah dapat, Sekar harus pulang ke rumah itu.
Bawa bibik.”
Sekar mendekat.
“Mengapa tergesa-gesa Pak?”
“Kamu, jangan dekat-dekat lagi dengan Yanti. Kamu …
harus hidup tenang.”
“Kalau saya di rumah baru, bukankah harus bersama
Bapak juga?”
“Kita lihat saja nanti, apakah Allah mengijinkan,”
kata pak Winarno sambil menoleh ke arah Barno.
“Kamu akan pegang janjimu bukan?”
Barno mengangguk tegas.
“Tentu, Saya akan memegang janji saya,” kata Barno
yang sudah mengerti maksudnya.
Senyum pak Winarno mengembang. Napasnya tampak teratur.
Lalu perawat meminta Sekar dan Barno keluar, karena
dokter akan memeriksa keadaan pak Winarno.
Keduanya menghampiri bibik yang menunggu dengan cemas.
“Bagaimana? Bagaimana keadaan bapak Non?”
“Bapak sudah sadar, dan bicara banyak,” kata Sekar
dengan wajah lebih cerah.
“Benarkah?”
“Bapak menyuruh Barno mencari rumah.”
“Oh, itu dikatakannya?”
“Iya Bik. Aku agak bingung. Tapi barangkali ada
baiknya, karena tampaknya ibu sudah mengetahui perihal uang itu.”
Sekar membuka dompetnya, mengambil kartu ATM dari sana,
lalu mengulurkannya pada Barno, yang menerimanya dengan bingung.
“Ini, apa Non?”
“Bapak mempercayakan pembelian rumah sama kamu. Bawa
saja ini dan lihat isinya, nanti nomor PIN nya aku beri tahu. Gampangkah
mencari rumah? Sesuaikan dengan uangnya,” perintah non cantik kepada Barno.
“Saya bisa mencarinya, banyak perumahan, nanti Non
bisa melihatnya. Tapi sebaiknya Non bawa dulu ATM ini.”
“Jangan No, itu berbahaya, mengingat ibu sedang
mencari-cari dimana uang itu. Aku tidak akan memberikannya. Kasihan bapak,
pasti akan kecewa kalau hal itu akan terjadi.”
“Benar No. Benar apa yang dikatakan non Sekar. Kamu
bawa saja itu, nanti semuanya kan bisa dilakukan bersama non Sekar.”
“Tapi lakukan segera ya No, itu permintaan bapak tadi
kan?”
Barno mengangguk. Lalu seorang perawat memanggil
Barno.
“Dokter ingin bicara,” kata perawat itu.
Barno masuk, tapi Sekar tertinggal di luar.
Ia duduk di depan dokter yang sudah menunggunya.
“Anda putranya?”
“Buk … bukan, saya … pembantunya,” kata Barno berterus
terang.
“Tapi pak Winarno minta saya bicara dengan Mas.”
“Oh. Bagaimana … apa … yang akan _”
“Saya ingin mengatakan, bahwa ini mujizat. Tadinya
saya tidak begitu berharap akan bisa menolong pak Winarno, mengingat keadaan
jantungnya yang melemah. Tapi baru saja saya memeriksa, sungguh ajaib, semuanya
membaik.”
“Alhamdulillah,” bisik Barno sambil meraupkan kedua
tangan pada wajahnya.
“Ia tidak memerlukan lagi alat bantu untuk bernapas.
Tekanan darah membaik, jantungnya membaik. Kalau hal ini berlangsung terus,
anda boleh memindahkannya ke kamar rawat untuk perawatan lebih lanjut.”
“Alhamdulillah,” lagi-lagi Barno berucap syukur.
Ia keluar dari ruang dokter, dan menemui Sekar
beserta simboknya dengan wajah lebih cerah.
“Bagaimana No? Apa kata dokter?”
“Alhamdulillah Non, keadaan bapak membaik. Kata
dokter, ini adalah mujizat.”
“Alhamdulillah,” seru Sekar dan bibik hampir
bersamaan.
“Kalau keadaan stabil, bapak bisa dipindahkan ke ruang
rawat.”
“Kalau begitu pilihkan kamar terbaik, eh .. maksudku
yang sesuai dengan keuangan saya,” kata Sekar yang kemudian wajahnya berubah
sedih.
“Di kelas satu sudah lumayan Non, tidak usah yang VIP.
Kalau uang Non kurang, sepeda motor saya boleh dijual.”
“Apa? Mana bisa begitu?”
“Sudahlah Non, jangan memikirkan apa-apa. Sepeda motor
itu tidak penting, yang penting adalah perawatan untuk bapak.”
Sekar menitikkan air mata. Kali ini air mata haru.
“Sudah Non, jangan menangis lagi. Kita semua harus
bahu membahu dalam menghadapi masalah ini. Non ingat, Non selalu mengatakan
bahwa bibik bukan orang lain? Nah, Barno adalah anak bibik. Dia sudah sering
menerima kebaikan dari bapak dan Non sendiri. Biarkanlah Barno melakukan
sesuatu untuk bapak, apapun bentuknya.”
Sekar merangkul bibik dan terisak di bahunya.
***
“Jadi sebenarnya uang yang kamu janjikan itu asalnya
dari mana? Dari pinjam orang lain?” tanya Minar berulang kali karena sejak
datang ke warung Yanti tampak bingung dan enggan menjawab semua pertanyaan.
Baik dari Minar maupun Ari. Barangkali ia merasa malu karena belum-belum sudah
mengumbar janji. Susah baginya mengatakan apa yang sebenarnya terjadi, karena
ia mengharapkan sesuatu yang belum terpegang ditangan, namun sudah dikatakannya
kepada orang-orang.
“Ya sudah, tidak usah kamu pikirkan, aku juga tidak
marah kok biarpun kamu tidak jadi mentraktir aku,” kata Ari yang maksudnya
bercanda tapi membuat Yanti tak bisa menjawabnya. Urusan dengan Samadi gampang
diselesaikan asalkan dia sanggup melayaninya. Tapi Minar dan Ari kan tidak
harus tahu masalah itu.
“Maaf ya Ari?”
“Dan kalau kamu belum bisa mengembalikan uang mas
Samad, bilang saja belum bisa. Atau penghasilan kamu yang dari warung ini aku
berikan saja pada mas Samad untuk mencicil. Nggak apa-apa kan?”
Yanti menatap Minar. Sekilas ia tampak kecewa, karena
penghasilan yang belum seberapa sudah akan diambil oleh Minar sebagai pambayar
hutang. Tapi kemudian dia ingat akan janji Samadi yang akan memberikan yang dia
minta. Lagi pula hutangnya akan dianggap lunas kan? Dia yakin tidak akan
kekurangan.
“Begitu ya?”
“Iya Yanti. Memang kamu jadi tidak punya penghasilan
untuk beberapa bulan, tapi hati lebih lega karena hutangnya berkurang,” kata
Ari menimpali.
Lalu Yanti menampakkan senyum tipis, dan wajah kecewa
walau sebenarnya kata-kata Minar tidak akan punya arti apa-apa baginya.
“Baiklah. Begitu juga tidak apa-apa. Maaf ya,” kata
Yanti.
“Mengapa minta maaf. Tidak apa-apa kok. Nanti aku
bilang sama mas Samad bahwa hutang kamu akan dicicil dari penghasilan kamu yang kamu dapat dari keuntungan warung.”
“Baik Minar, terima kasih ya.”
***
Minar dan Ari sedang membenahi meja kerjanya. Mereka
bersiap untuk pulang, setelah memeriksa keuangan hari itu, sedangkan Yanti masih
membantu di kasir.
“Pak Samad belum menjemput ya Min?”
“Iya tuh. Ketiduran barangkali.”
“Aku antar saja yuk.”
“Mana bisa begitu, kamu kan juga mengantarkan Yanti,
nanti kamu harus berputar-putar dong.”
“Ya nggak apa-apa, kan tinggal pulang saja.”
“Nggak usah, aku menelpon mas Samad saja,” kata Minar
yang kemudian menelpon suaminya, sedangkan Ari menuju kasir untuk mengajak
Yanti pulang.
“Mas dimana sih?” tanya Minar ketika panggilan
tersambung.
“Aku masih di jalan, ada urusan,” kata Samadi.
“Urusan apa lagi? Mas kan lagi sakit, jangan
memikirkan pekerjaan dulu lah.”
“Hanya sebentar, sekalian menjemput kamu, aku
menyelesaikan urusan aku.”
“Baiklah. Aku tunggu. Masih lama kah?”
“Tidak, ini sudah selesai, setengah jam lagi sampai di
situ.”
Minar meletakkan ponselnya. Ia terpaksa membiarkan Ari pulang bersama Yanti
***
“Apa sebenarnya yang terjadi? Bagaimana tiba-tiba kamu
kebingungan karena tak jadi mendapatkan uang?” tanya Ari dalam perjalanan
pulang.
“Entahlah, rumit.”
“Rumit?”
“Susah diceritakan. Ini masalah aku dan suami aku.”
“Oh, dia tak jadi memberikan uangnya?”
“Ya, seperti itulah.”
“Bukankah tadinya sudah janji?”
“Tidak, aku baru mau minta, ternyata dia tidak
memberikannya.”
“Oh … aku juga bingung … tampaknya ada sesuatu
diantara kamu dan suami? Ya sudah, aku tidak ingin bertanya lebih lanjut,” kata
Ari mencoba mengerti.
“Iya, itu sebabnya aku mengatakan rumit.”
“Sekarang sudah ada jalan keluarnya. Minar mau
membantu bicara sama suaminya tentang hutang itu, yang akan dicicil dari penghasilan
kamu di warung, ya kan?”
Yanti hanya mengangguk.
“Pak Samad pasti mau mengerti.”
Yanti tersenyum tipis, tentu saja pak Samad mengerti.
“Kalau hutang berkurang kan hati jadi lebih lega, ya
kan?”
“Ya, tentu saja.”
Ketika Yanti sudah turun dari mobil dan berjalan
menuju rumah, dilihatnya pintu rumah masih terbuka. Yanti baru ingat bahwa tadi
dia lupa tidak mengunci pintunya. Yanti bergegas masuk, ternyata bibik sudah
ada di dalam.
Bagaimanapun jahatnya Yanti kepada dirinya, Sekar
selalu mengingatkan bibik agar tetap melayani kebutuhan sang ibu tiri seperti
biasanya. Itu sebabnya bibik sudah pulang lebih dulu, bahkan menyiapkan minuman
hangat yang sudah disiapkannya di ruang tengah.
“Bibik? Kamu tadi kan pergi?”
“Iya Bu, dari rumah sakit saya melihat pintu rumah
tidak terkunci. Rupanya Ibu lupa mengunci pintunya.”
“Kenapa pintu depan dibiarkan terbuka? Kalau ada
maling bagaimana?” tegur Yanti. Ia lupa bahwa kalaupun ada maling, itu adalah
kesalahannya, karena dia tidak mengunci rumah saat pergi dan tak ada seorangpun
di rumah.
“Saya baru membersihkan rumah tadi Bu, lalu melihat
ibu pulang, saya bergegas ke belakang untuk menyiapkan minum untuk Ibu.”
Yanti tak menjawab. Ia langsung duduk dan menyeruput
teh hangatnya.
Bibik kembali ke belakang, menyiapkan makan malam
untuk sang majikan. Ia heran, sama sekali bu Yanti tidak menanyakan suaminya,
apalagi anak tirinya yang belum juga pulang ke rumah. Tapi bibik sudah merasa
senang, karena pak Winarno sore tadi sudah dipindahkan ke ruang rawat. Itu
sebabnya dia bisa pulang dengan perasaan lebih nyaman.
***
“Mas tahu, Yanti tidak jadi bisa membayar tagihan hutangnya kepada Mas,” kata Minar saat suaminya menjemputnya.
“Apa?” Memerlukan sedikit waktu bagi Samadi untuk
mencerna apa yang dikatakan istrinya. Lalu dia ingat bahwa malam itu Yanti
menelpon dan Minar ikut menerimanya, lalu Yanti pastinya bicara tentang utang
yang akan segera dikembalikannya.
“Mas menagih hutang sama Yanti bukan?”
“Oh … iya sih.”
“Nah, kok seperti orang bingung?”
“Bingung, tiba-tiba begitu aku datang kamu bicara soal
hutang.”
“Mas sudah tahu kalau Yanti tidak jadi mendapatkan
uang untuk membayarnya kan?”
“Ya,” kata Samadi sambil berjalan keluar, diikuti
istrinya. Samadi agak risih membicarakan soal hutang itu kepada istrinya,
sehingga ia segera beranjak dari ruangan kerja istrinya menuju ke arah
mobilnya.
Tapi ditengah perjalanan, Minar membicarakannya lagi.
“Mas jangan lagi menagihnya.”
“Apa?” Samadi heran.
“Kasihan dia. Biarlah dia mengangsurnya dari
penghasilan warung. Dia sudah setuju uangnya aku kasihkan semua untuk Mas,
sebagai cicilan hutang.”
“Oh, begitu ya?”
“Ya, dia sudah setuju. Biarkan saja, Mas tidak usah
menagihnya. Catatannya saja Mas serahkan sama aku, biar aku yang menghitungnya.”
“Baiklah,” kata Samadi singkat.
“Dengan begitu Mas tidak usah dekat-dekat lagi sama
Yanti,” kata Minar yang tampaknya masih merasa khawatir.
“Apa sih kamu? Siapa juga yang dekat.”
Tiba-tiba ponsel Samadi berdering. Samadi
mengangkatnya.
“Ya, ada apa? … Apa? Sudah ada yang mau beli?
Lokasinya aku suka, jangan berikan. Apa? Sudah mau dibayar? Aduh, murah
sebenarnya, tidak sampai limaratus kan? Ya sudah, carikan lagi saja, didaerah
sekitar tempat itu, aku suka di situ. Ya, aku tunggu, jangan lama-lama.”
Ponsel sudah dimatikan, baru Samadi sadar bahwa
istrinya mendengar pembicaraan, dan mungkin saja mencurigainya.
“Mas mau beli rumah?” tuh kan.
***
Besok lagi ya.
Yes
ReplyDeleteWaaah....cepetan mbk Iin
DeleteSelanat buat sprinterku, saya sdg mandu jeng Susy yang gak bisa masuk blog spot bu Tien.
DeleteAlhamdulillah eSJe_eps20 sdh tayang. Terima kasih bunda Tien, sakam SEROJA, tetap semangat dan sehat selalu. Aamiin.
Matur nuwun Mbak Tien sayang. Smoga selalu sehat ya. Salam Aduhai...
Deletemanusang bu Tien, SJ nya makin seru, Sekar & Barno mungkin bisa mergokin bu Yanti sedang lihat rumah juga dg selingkuhannya...jadi seru deh
DeleteHoreee...
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang.
ReplyDeleteWah... gimana ni, rumah Sekar akan berdekatan dengan Yanti. Bisa repot...
DeleteSalam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Kalau sampai terjadi Samad beli rumah buat Yanti didekat Barno yang juga beli rumah buat Sekar, tamat sudah riwayatmu kini Yanti. Rasanya tak mungkin rencana busuk sudah tercium Minar ....kapokmu kapan Samad
DeleteWaaaaah...klo begitu bs tambah seruu ceritanya.. rencana samad bersembunyi dg yanti sbg simpanannya..bs ketahuan dong..
DeleteAlhamdulillah SEBUAH JANJI 20 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah, matur nuwun Bunda Tien...
ReplyDeleteTerima kasih Bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah .. Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteMatur nuwun sampun tayang, salam aduhaai dari Lampung injih sehat selalu
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina,
Terima kasih bunda Tien..
DeleteAlhamdulilah sdh menyapa kita" lg..
Salam Aduhai untuk bundaa...
Alhamdulillah, mtr nuwun, sehat selalu bunda Tien
ReplyDeleteHallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem, Boston Massachusetts, Bantul, Mataram, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Terimakasih bunda.
DeleteSalam Aduhai dari Sukabumi..
Alhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh muncul...
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat
Waduh, alamt rumah sekar dekat pak samadi. Smoga kliru. Trims bu tien
ReplyDeleteMatur nuwun, ibu Tien. Salam sehat selalu.🙏😀
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun SJ20 makin heboh.salam hebat
ReplyDeleteTerimakasih Bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien..
Salam sehat dari Bam's mBantul
Slhamdulillah tayang dah baca deh makasih bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah ...... SJ sdh tayang
ReplyDeleteTrimakasih bu tien
Semoga bu tien selalu sehat2
Trims bu Tien cerbung nya..selamat istirahat.
ReplyDeleteHuaduh
ReplyDeleteYanti mau dibelikan rumah dekat dengan rumah Sekar
Berarti masih panjang cerbung ini
Matur nuwun bu Tien
Ya, senang bisa ketemu melalui cerita.
ReplyDeleteJangan lewatkan akan ada Jumpa Fans bulan Maret 2023 di Jakarta .....
DeleteAlhamdulillah... Sehat selalu bunda
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien..
ReplyDeleteAlhamdulillah, Cerbung Sebuah Janji Eps 20 sudah tayang, terima kasih bu Tien Kumalasari.
ReplyDeleteSalam sehat dan salam hangat.
Halo halo bagi para pencinta cerbung ibu Tien Kumalasari, jangan lewatkan Jumpa Fans yang insya Allah beliau bisa hadir di tengah tengah kita. Nanti pada bulan Maret 2023.
ReplyDeleteIni adalah Jumpa Fans yang ke 4.
Bagi yang berminat mengikuti acara tersebut, silahkan menghubungi admin grup wa Penggemar Cerbung Tien Kumalasari, kakek Habi dan ibu Nani Nur'aini Siba di blogger ini.
Sampai Jumpa di acara JF4 Jakarta.
Silahkan teman" yg ingin bergabung di grup PCTK (penggemar cerbung Tien Kumalasari) bs hub:
DeleteKakek Habi ( Djoko Budi Santoso ) : 0851-0177-6038
Ibu Nani Nur'ani Siba : 0816-677-789
Utk hadir di JF 4 ( Jumpa Fans ke 4 ) Jakarta, harap dicatat : Maret 2023
JF 1 : Solo, Maret 2021
DeleteJF 2 : Solo, Maret 2022
JF 3 : Batu-Malang 26-27 Agust 2022
JF 4 : Jkt, Maret 2023
Ayo hadir di JF 4 bertemu dg sang idola kita bu Tien Kumalasari.
Alhamdulillah SEBUAH JANJI~20 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteMatur suwun bunda Tien
ReplyDeleteYang ditunggu2 sdh tayang
Salam Tahes Ulales dari bumi Arema Malang dan tetap aduhaiiii
Terimakasih bunda Tien ,SJ20 sudah tayang ,semakin seru ,semakin penasaran ,bikin gemez pak Samadi dan Yanti ,semoga pak Winarno sembuh dan bisa menyaksikan pernikahan Sekar dan Barno .
ReplyDeleteAlhamdulillah bu Tien... salam sehat selalu
ReplyDeleteWaduh
ReplyDeleteBocor bocor..
Apané sing bocor, kåyå kampanye waé..
Lha kan Samad sinthat slintut arêp nguthut; malah wis konangan Minar, gagah malah arêp tuku omah barang.
Tuh kan cèn pengepul, yå gitu asal ada sedikit ngumpul, menyangarkan diri seolah beruang wow serem, rumaah buat mbok nom.
Namanya juga ada sedikit harapan dan satu satunya pada Barno anak bibik, janji mau menjaga Sekar yah kaya buat barikade keamanan anaknya, ah seharusnya Barno tahu maksud Winarno.
Sak jané nêmbung sisan yå, tèlap-tèlêp gèk ndang gênah sisan.
Wuah gêmbèlèngan;
mbok sabar sithik tå.
Kelegaan Winarno, menjadi kesembuhannya lebih cepat.
Lha terus bibik disuruh serumah sama Sekar, terus Winarno masih dirumah lama sama Yanti, la ini kok paké gandèng cènèng suruh lihat saja, apa maunya mau menyadarkan Yanti untuk hidup sederhana, masak masih bisa seeh, Yanti kan punya andil permodalan walau berapa persen dari total investasi yang ada, ini jadi itunganya agak runyem, la Samad mau menjadikan nya selir malah Minar ikutan, ikut ambil bagian, membagi uang makan buat Yanti, kecurigaan Minar mulai mengembang. Maunya Minar, Samad jangan deket deketan sama Yanti.
ADUHAI
Nah lho, malah denger² mau beli rumah segala..
Jadi tambah kerjaan, patroli lagi, siapa tahu terjaring operasi ott
Terimakasih Bu Tien,
Sebuah janji yang ke dua puluh sudah tayang,
Sehat sehat selalu doaku, sejahtera dan bahagia keluarga tercinta
🙏
tolong Bu Tien rumah Sekar jgn dekat rumah yg mau dibeli Samadi biar Sekar bisa hidup tentram ...trims Bu tien
ReplyDeleteTerima kasih bu tien , alhamdulilah bu tien sdh menyapa kita lagi ...salam sehat selalu ...
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien.. Sekar sdh tayang.. maaf td malam ketiduran..
ReplyDeleteSalam sehat dan bahagia selalu..
Selamat pgiii bunda Tien.. Trimaksih sj 20 nya.. Makunpenasaran aja.. Slmseroja dri skbmi unk bundaqu🙏🥰🌹
ReplyDeleteSugeng enjang bunda Tien ...maaf baru sempat baca ...Terimakasih SJ 20
ReplyDeleteSehat selaly utk bunda Tien n kel ...
Salam Seroja dr Semarang 🙏
Matur nuwun bunda Tien...🙏🙏
ReplyDeleteSelamat pagi Bu Tien.. Alhamdulilah SJ 20 sdh hadir.. maaf baru baca, semalam ketiduran.
ReplyDeleteSemakin seru ceritanya, semoga Barno dpt rumah yg sesuai permintaan pak Winarno, tp jgn yg dekat dg pak Samadi ya Bu.
Terima kasih semogaIbu sehat dan bshagia selalu.
Aamiin
Alhamdulillah, Matur nuwun bu Tienku yg sangat perhatian🤗🥰
ReplyDeleteSebel nih dg tingkahnya pak Samadi
Sepertinya pas dg Aryanti ,sama2 tdk beres kl bersatu yg ada perang terus 🤭
Salam sehat wal'afiat ya bu Tienku sekeluarga ,Aamiin
Makasih mba Tien
ReplyDeleteMendung sedikit menggantung
ReplyDeleteBukan bu Tien namanya klo gak tambah bikin seru ceritanya.....
ReplyDeletePersoalan akan semakin runyam...kayaknya Barno beli rumah yg mau dibeli Samadi... dan Samadi masih juga ngotot mau beli rumah sekitaran situ klo rumah yg dia mau sudah laku...
Nah...jadi tetanggaan dah Sekar sama Samadi...
Alhamdulillah ..
ReplyDeleteTambah seru ..bikin pinisirin lanjutannya
Syukron ngtih Mbak Tien 🌷🌷🌷🌷🌷
Seruuu ada yg akan di sampaikan bpk Winarto ke Barno suruh bawa Sekar kluar rumah
ReplyDeleteKita tunggu dengan sabar episode berikutnya yg pasti lebih seri.Monggo......
ReplyDeleteMenanti...
ReplyDeleteSemoga bu Tien sehat selalu adanya
ReplyDelete